Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pembuatan Makalah

Manusia selalu untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Untuk


mempertahankan keseimbangan tersebut manusia memiliki kebutuhan tertentu yang
harus dipenuhi dengan baik. Abraham Maslow mengemukakan teori kebutuhan dasar
manusia yang menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu
: pertama, kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar bagi manusia,,
kedua kebutuhan rasa aman dan perlindungan yang dibagi menjadi perlindungan fisik
melindungi perlindungan atas tubuh atau hidup, perlindungan psikologis yaitu
perlindungan atas ancaman pengalaman yang baru atau asing. Ketiga kebutuhan rasa
cinta yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki. Keempat yaitu kebutuhan akan
harga diri maupun dihargai oleh orang lain, dan yang terakhir dan tertinggi adalah
kebutuhan aktualisasi diri.
Manusia memiliki kenbutuhan dasar yang heterogen. Pada dasarnya, setiap
orang sebenarnya memiliki kebutuhan yang sama, tetapi dengan perbedaan budaya,
yang berkaitan dengan gaya hidup dalam kebutuhan, kebutuhanpun ikut berbeda.
Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang
ada. Jika gagal memenuhi kebutuhannya manusia akan berpikir keras dan berusaha
mendapatkannya. Pemenuhan kebutuhan dasar pada manusia dipengaruhi oleh
berbagai factor yaitu : penyakit, hubungan keluarga, konsep diri, dan tahap
perkembangan. \
Kebutuhan fisiologis atau kebutuhan fisik manusia merupakan kebutuhan yang
paling mendasar yang harus terpenuhi sehingga kelangsungan hidup dapat bertahan.
Kebutuhan fisik yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu mobilisasi. Mobilisasi
mencakup kemampuan individu untuk bergerak bebas, mudah dan teratur, pengaturan
posisi sebagai salah satu cara mengurangi risiko terjadinya dekubitus atau pressure
area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh, serta mempertahankan posisi
tubuh dengan bbenar sesuai body alignment (strukutr tubuh) .

1
1.2 Tujuan Pembuatan Makalah

1. Untuk memenuhi teknik mobilisasi yang sesuai dalam praktik keperawatan


2. Untuk mencegah timbulnya komplikasi gangguan penyakit tambahan yang
disebabkan karena bed rest dalam jangka waktu lama pada pasien
3. Untuk menerapkan teknik posisi badan yang baik dan benar pada perawat dan
pasien.

1.3 Ruang Lingkup Pembuatan Makalah


Pembuatan makalah ini dibatasi hanya pada pembahasan konsep dasar mobilisasi
mulai dari anatomi fisiologi sistem pergerakan, pengertian mobilisasi, teknik
mobilisasi yang benar bagi perawat dan pasien, gangguan mobilisasi, serta proses
keperawatan untuk gangguan mobilisasi.

1.4 Metoda Pembuatan Makalah

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metoda studi
kepustakaan.

1.5 Sistematika Pembuatan Makalah

Makalah ini tersusun atas empat BAB yaitu :

BAB I Pendahuluan berisikan tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup penulisan,
metoda penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II Tinjauan Kepustakaan berisikan tentang
BAB III Pembahsan berisikan tentang
BAB IV Penutup berisikan tentang

BAB II
Tinjauan Kepustakaan

2.1 Fisiologi Pergerakan

Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terintegrasi dari sistem skeletal,
otot skelet, dan sistem saraf. Karena ketiga sistem ini berhubungan erat dengan
mekanisme pendukung tubuh, sistem ini dapat dianggap sebagai satu unit fungsional.

2
2.1.1 Sistem Skeletal

Skelet adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang :
panjang, pendek, pipih dan ireguler (tidak beraturan). Tulang panjang membentuk
tinggi tibuh (mis. Femur, fibula, dan tibia pada kaki) dan panjang (mis.falang pada jari
tangan dan kaki). Tulang pendek ada dalam bentuk berkelompok, dan ketika
dikombinasikan dengan ligamen dankartilago, akan menghasilkan gerakan pada
ekstremitas. Dua contoh tulang pendek adalah tulang karpal kaki dan tulang patela di
lutut. Tulang pipih mendukung struktur bentuk, seperti tulang di tengkorak dan tulang
rusuk di thoraks. Tulang ireguler membentuk kolumna vertebrae dan beberapa tulang
tengkorak, seperti mandibula.

Skelet tempat melekatnya otot dan ligamen. Ikatan ini menyebabkan gerakan
dari bagian skelet, seperti membuka dan menutup mulut atau meluruskan lengan atau
kaki. Skelet juga melindungi organ vital. Misalnya, tengkorak melindungi otak dan
rusuk melindungi jantung dan paru. Tulang membantu keseimbangan kalsium. Tulang
dapat menyimpan kalsium dan menyebarkannya ke aliran darah jika dibutuhkan.
Klien yang mengalami gangguan pengaturan dan metebolisme kalsium beresiko
mengalami osteoporosis dan fraktur patologis (fraktur yang disebabkan kelemahan
jaringan tulang), yang dapat terjadi di semua tulang, tetapi paling sering di tulang
rusuk dan tulang penyangga.

Karakterisitk tuang meliputi kekokohan, kekakuan, dan elastisitas. Kekokohan


tulang tulang itu merupakan hasil adanya garamanorganik seperti kalsium dan fosfat,
yang tersebar dalam matriks tulang. Kekokohan berhubungan dengan kekekauan
tulang yang penting untuk mempertahankan tulang panjang tetap lurus, dan membuat
tulang dapat menyangga berat badan dapat berdiri. Selain itu, tulang mempunyai
tingkat elastisitas dan fleksibilitas skelet yang dapat berubah sesuai usia. Misalnya
bayi baru lahir memiliki lebih banyak kartilago dan lebih fleksibel tetapi tidak mampu
menopang berat badan. Tulang pada toddler lebih lentur daripada tulang lansia
sehingga lebih dapat bertahan dari jatuh.

2.1.1.1 Sendi

3
Sendi adalah hubungan diantara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan sesuai
dengan struktur dan tingkat mobilisasinya. Ada empat klasifikasi sendi yaitu sendi
sinostotik, kartilagonus, fibrosa, dan sinovial.

Sensi sinostotik mengacu pada ikatan tulang dengan tulang.Tidak ada


pergerakan pada sendi ini, dan jaringan tulang yang dibentuk di antara tulang
mendukung kekuatan dan stabilitas.Contoh tipe sendi ini adalah sakrum pada sendi
vertebrata.

Sensi Kartilaginus atau sendi sinkonkridal , memiliki sedikit pergerakan


tetapi elastis dan menggunakan kartiago untuk menyatukan permukaannya. Sendi
kartilago dapat ditemukan ketika tulang mengalami penekanan yang konstan seperti
sendi, kostosternal antara sternum dan iga.

Sendi Fibrosa , atau sendi sindesmodial, adalah sendi tempat kedua


permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya
fleksibel dan dapat digerakkan dengan jumlah terbatas.Misalnya, pada tulang pada
kaki bawah (tibia dan fibula) adalah sendi sindesmotik.

Sendi Sinovial atau sendi sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan
secara bebas karena permukaan tulang yang dilapisi oleh kartilago artikular dan
dihubungkan oleh ligamen sejajar dengan membran sinovial.Kumerus, radius dan
ulna dihubungkan oleh kartilago dan ligamen membentuk sendi putar. Tipe lain sendi
sinovial adalah sendi hinge seperti sendi interfalang pada jari.

2.1.1.2 Ligamen

Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,


mengilat,fleksibel mengikat sendi menjadi satu dan menghubungkan tulang dengan
kartilago. Ligamen bersifat elastic sehingga membantu fleksibilitas sendidan
mendukung sendi.Selain itu, beberapa ligament memiliki fungsi profektif.Misalnya,
ligament antar vertebrata, ligament nonelastis, dan ligament flavum mencegah
kerusakan medulla spinalis saat punggung bergerak.

2.1.1.3 Tendon
4
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang.Tendon bersifat kuat, fleksibel, dan tidak elastic,
serta mempunyai panjangdan ketebalan bervariasi.Tendon Achilles (tendon
kalkaneus) adalah tendon yang paling besar dan paling kuat dalam tubuh.Permulaan
tendon ini berada di pertengahan posterior kaki dan mengikat otot gastroknemius dan
soleus di tulang kalkaneus pada kaki bagian belakang.

2.1.1.4 Kartilago

Kartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang


terletak terutama di sendi, dan thoraks, trakea, laring, hidung dan telinga.Sendi,
ligament, tendon, dan kartilago mendukung kekuatan dan fleksibilitas
skelet.Kekuatannya memungkinkan system skeletal mendukung tubuh.Fleksibilitas
seseorang diperlihatkan pada rentang gerak.Kekuatan dan fleksibilitas tidak terbentuk
seluruhnya dari keempat struktur tersebut. Otot skelet yag adekuat juga diperlukan.

2.1.2 Otot Skelet

Otot skelet, karena kemampuannya untuk berkontraksi dan berelaksasi,


merupakan elemen kerja dari pergerakan.Elemen kontraktil otot skelet dicapai oleh
struktur anatomis dan ikatannya pada skelet.

2.1.2.1 Otot Yang Penting Dalam Pergerakan

Otot yang penting dalam pergerakan melekat di region skelet


tempat pergerakan itu ditimbulkan oleh pengungkitan.Pengungkitan
terjadi ketika tulang tertentu, seperti humerus, ulna, dan radiusserta
sendi yang berhubungan seperti sendi siku, bekerjasama sebagai
pengungkit.Gerakan mengungkit adalah karakteristik dari dari
pergerakan ekstremitas atas. Otot lengan sejajar satu dan lain
memanjangkan tulang secara maksimal. Otot sejajar ini member
kekuatan dan bekerja bersama dengan tulang dan sendi untuk membuat
lengan mampu mengangkat objek.
5
2.1.2.2 Otot yang Penting Dalam Membentuk Tubuh Atau
Kesejajaran Tubuh

Otot terutama berfungs untuk mempertahankan postur,


berbentuk pendek, dan menyerupai kulit karena membunguks
tendondengan arah miring berkumpul sacara tidak langsung pada
tendon. Otot ekstremitas bawah ,tubuh,leher, dan punggung yang
terutama membentuk postur tubuh ( posisi tubuh dalam kaitannya
dengan ruang sekitar) . Kelompok itu bekerjasama untuk menstabilkan
dan menopang berat badan saat berdiri atau duduk, dan memungkinkan
individu tersebut untuk mempertahankan postur tubuh atau
berdiri.Postur dan pergerakan juga tergantung pada ukuran skelet dan
perkembangan otot skelet. Koordinasi dan pengaturan otot yang
berbeda tergantungpada tonus otot dan aktivitas dari otot
antagonistic,sinergistik, dan antigravitas.

Tonus Otot adalah suatu keadaan normal dari tegangan otot


yang seimbang.Ketegangan dicapai dengan kontraksi dan relaksasi
secara bergantian, tanpa gerakan aktif, serat dari kelompok otot
tertentu.Tonus otot memungkinkan bagian tubuh mempertahankan
posisi tubuh fungsional tanpa kelemahan otot.Selain itu, tonus otot
mendukung kembalinya aliran darah vena ke jantung, seperti yang
terjadipada otot kaki.

Kelompok otot, kelompok otot antagonistic, sinergistik, dan


antigravitas dikoordinasi oleh system saraf dan bekerjasama untuk
mempertahankan posturdan memulai pergerakan.Otot antagonistic
bekerjasama untuk menggerakkan sendi.Selama pergerakaan, otot
penggerak aktif berkontraksi, dan otot antagonisnya
berelaksasi.Misalnya ketika lengan fleksi maka otot biceps brachialis
aktif berkontraksi, dan otot antagonisnya triceps brachialis relaksasi.
Otot sinergistik berkontraksi bersama untuk menyempurnakan gerakan
yang sama. Ketika lengan fleksi, kekuatan otot kontraksi dan kekuatan
biceps brachialis ditingkatkan oleh kontraksi otot sinergistik, yaitu
6
brachialis. Otot antigravitas terutama berpengaruh pada stabilisasi
sendi. Otot secara terus menerus melawan efek gravitasi tubuh dan
mempertahankan postur tegak atau duduk. Pada dewasa, otot
antigravitas adalah kaki, gluteus maksimus, quadrisep femoris otot
soleus dan punggung.

2.1.3 Sistem Saraf

Pergerakan dan postur tubuh diatur oleh sistem saraf. Area motorik volunter
utama, berada di korteks serebral,yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
Umumnya serabut motorik turun dari jalur motorik dan bersilangan pada tingkat
medula. Sehingga serabut motorik dari jalur motorik kanan mengawali gerakan
volunter untuk tubuh bagian kiri, dan serabut motorik dari jalur motorik kiri
mengawali gerakan volunter untuk tubuh bagian kanan.

Selama gerakan volunter, impuls turun dari jalur motorik ke medula spinalis.
Impuls keluar dari mdula spinalismelalui saraf otot eferen dan berjalan melalui saraf
ke otot sehingga terjadi gerakan. Impuls ini diatur oleh sinaps, yang menjaga impuls
berjalan satu arah.

Transmisi impuls ke dari sistem saraf ke muskulo skeletal merupakan


peristiwa kimia listrik dan membutuhkan neurotransmitter. Pada dasarnta,
neurotransmitter merupakan substansi kimia seperti asetilkolin yang memindahkan
impuls listrik dari saraf yang bersilangan pada simpul mioneural ke otot.
Neurotransmitter mencapai otot dan menstimulasinya sehingga menyebabkan
pergerakan.

Pergerakan dapat terganggu oleh adanya perubahan neurotransmitter yang


perjalanannya dari saraf ke otot, atau pada aktivasi dari aktivitas otot. Postur juga
diatur oleh sistem saraf. Postur ditentukan dari koordinasi propiosepsi dan
keseimbangan. Propiosepsi merupaakan sensasi yang didapat melalui stimulasi dari
dalam tubuh mengenai posisi tubuh dan aktivitas otot tertentu. Propiosepsi di dalam
tubuh dipantau oleh proprioseptor, yang merupakan tempat ujung saraf, di otot,
tendon, dan sendi. Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mecapai dan

7
mempertahankan postur tubuh tetap tegak melawan gravitasi (duduk atau berdiri)
untuk mengatur seluruh ketrampilan aktivitas motorik (Glick, 1992).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergerakan Tubuh

1. Status kesehatan

Perubahan status kesehatan dapat mmengaruhi system muskulos keletal


dan system saraf berupa penurunan koordinasi.

2. Nutrisi

Membantu proses pertumbuhan tulang dan perbaikan sel. Kekurang nutrisi


menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadinya penyakit.

3. Emosi

Penyebab menurunnya kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi


yang baik.

4. Situasi dan kebiasaan

Menyebabkan perubahan mekanika tubuh dan ambulasi.

5. Gaya hidup

Menyebabkan stress dan kemungkinan besar akan menimbulkan


kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga dapat mengganggu
koordinasi antara system musculoskeletal dan saraf.

6. Pengetahuan

Pengetahuan yang baik akan mengurangi energi yang telah


dikeluarkan, dan pengetahuan yang kurang akan menjadikan seseorang
berisiko mengalami gangguan koordinasi system musculoskeletal dan
saraf.

8
2.3 Mekanik Tubuh

Mekanisme tubuh adalah penggunaan tubuh secara efisien, terkordinasi dan


aman untuk menghasilkan gerakan dan mempertahankan keseimbangan selama
melakukan aktivitas. Penggunaan/gerakan tubuh yang tepat akan meningkatkan fungsi
moskuloskeletal, mengurangi kebutuhan energi untuk bergerak dan mempertahankan
keseimbangan. Hal ini dapat mengurangi kelelahan, kekakuan dan resiko terhadap
injury. Beberapa pergerakan dasar yang harus diperhatikan yaitu:

1. Gerakan(ambulating)

Gerakan yang benar dapat membantu dalam mempertahankan


keseimbangan tubuh. Contoh pada saat berjalan.. Menahan
(squatting)

Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah. Contoh,


posisi orang yang duduk akan berbeda dengan orang yang jongkok..

2. Menarik(pulling)

Menarik dengan benar akan memudahkan dalam memindahkan benda.

3. Mengangkat(lifting)

Cara pergerakan dengan menggunakan daya tarik ke atas.

4. Memutar(pivoting)

Gerakan untuk berputarnya anggota tubuh dengan bertumpu pada


tulang belakang

2.4 Mobilitas dan Ambulasi

Ambulasi merupakan upaya seseorang untuk mc;lakukan latihan jalan


atau berpindah tempat. Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk mc;menuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.

2.4.1 Jenis Mobilitas


2.4.1.1 Mobilitaspenuh

9
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergcrak secara penuh
dan bebas sehingga dapat mcaakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran schari-hari. Mobilitas pc:nuh ini merupakan
fungsi saraf motorik volunter dan scnsorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2.4.1.2 Mobilitassebagian
Merupakan kemampuan sescorang untuk bergerak dengan
batasan yang jclas, dan tidak mampu bergerak secara bebas
karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik
pada area tubuhnya.Hal ini dapat dijumpai pada kasus cfedera
atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplcgi
dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dan scnsorik. Mobilitas
sebagian ini dibagi mcnjadi dua jenis, yaitu:
1. Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma
reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah
adanya dislokasi sendi dan tulang.
2. Mobilitas sebagain permanen merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menctap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem
saraf yang revc;rsibel. Contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, dan
untuk kasus poliomielitis terjadi karena terganggunya
sistem saraf motorik dan sensorik.

2.4.2 Teknik Mobilisasi

2.4.2.1 Mobilisasi Sendi

Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat


dapet mengajarkan klien latihan ROM. Apabila klien tidak
mempunyai kontrol motorik volunter maka perawat melakukan

10
latihan rentang gerak pasif.Mobilisasi sendi juga ditingkatkan
dengan berjalan. Kadang-kadang klien membutuhkan alat bantu
seperti kruk untuk membantu berjalan.

Latihan Rentang Gerak. Ketika perawat klien yang


mengalami gangguan imobilisasi aktual atau potensial maka
perawat menyusun intervensi yang langsung mempertahankan
mobilisasi sendi maksimum.Salah satu intervensi keperawatan
adalah latihan rentang gerak.

Berikut ini menggambarkan gerakan yang khusus untuk sendi


utama tubuh.

Leher.Rentang gerak untuk leher dimungkinkan oleh


fleksibilitas vertebra servikal dan perputaran hubungan antara
kepala dan leher.Ketika terjadi kontraktur fleksi dileher, maka
leher klien menjadi fleksi permanen dengan dagu berada dekat
atau terlihat menyentuh dada. Sehingga kesejajaran tubuh
berubah, lapang padang berubah, dan tingkat fungsi
kemandirian terganggu.

Bahu. Satu keistimewaan pada bahu dibandingkan


sendi lain adalah otot terkuat untuk mengontrol, deltoid, berada
dalam pemanjangan penuh pada posisi normal. Sehingga
melatih bahu secara efektif meeningkatkan kekuatan deltoid
dan rentang gerak.Untuk menyempurnakan hal ini maka
pertama kali bahu diabduksi.

Tujuan tindakan bahu adalah rentang gerak


penuh.Gerakan bahu meliputi fleksi, ekstensi, hiperekstensi,
abduksi, adduksi, rotasi dalam maupun luar, dan
sirkumduksi.Rentang gerak penuh harus dipertahankan atau
dicapai untuk menghindari nyeri.

11
Siku.Fungsi normal siku berada di sudut 90 ̊ .Siku yang
tetap pada posisi ekstensi penuh memuat ketidakmampuan dan
membatasi kemadirian klien.

Lengan Bawah. Sebagian besar fungsi tangan


dilakukan oleh lengan bawah dalam posisi setengah
pronasi.Ketika lengan bawa tetap pada posisi supinasi penuh
maka penggunaan tangan klien terbatas.Untuk fungsi optimal
maka lengan bawah harus mampu berputar ke pronasi.

Pergelangan tangan.Fungsi utama pergelangan tangan


adalah memposisikan tangan sedikit dorsifleksi yaitu posisi
yang berfungsi.Ketika pergelangan tangan tetap berada pada
posisi sedikit fleksi maka genggaman melemah.Pada klien
imobilisasi maka fungsional pergelangan tangan dapat dicapai
dengan menggunakan gulungan tangan dan pembebat.

Jari Tangan dan Ibu Jari.Rentang gerak pada jari tangan


dan ibu jari memampukan klien melakukan aktivitas sehari-hari
dan aktivitas yang membutuhkan keterampilan motorik halus
seperti pekerjaan tukang kayu, menjahit, menggambar, dan
melukis.Posisi fungsional jari tangan dan ibu jari adalah ibu jari
sedikit fleksi berlawanan dengan jari tangan.Pada klien
mobilisasi, gulungan tangan membantu mempertahankan posisi
itu.

Pinggul.Karena ekstermitas bawah penting sehingga


daya penggerak dan pembawa berat badan, sehingga stabilitas
piggul lebih penting daripada mobilisasinya.Contohnya, apabila
salah satu pinggul tidak bergerak tetapi berada posisi netral dan
ekstensi penuh, hal ini memungkinkan berjalan tanpa pincang.

Lutut.Fungsi utama lutut adalah stabilitas, yang dicapai


oleh rentang gerak, ligamen dan otot.Bagaimanapun lutut tidak
stabil dalam kondisi menyangga berat badan kecuali ada

12
kekuatan yang adekuat untuk mempertahankan lutut ekstensi
penuh.Jika lutut tetap ekstensi penuh maka orang harus duduk
dengan tungkai lurus kedepan. Ketika lutut fleksi maka orang
itu akan pincang jika berjalan. Semakin besar fleksinya, maka
semakin besar kepincangan.Kontraktur fleksi penuh mencegah
seseorang berjalan tanpa walker atau kruk.

Pergelangan Kaki dan Kaki. Ketika seseorang rileks


seperti ketika tidur atau koma maka kaki dalam keadaan rileks
dan berada pada posisi plantarfleksi. Hal ini adalah hasil
relaksasi otot gastroknemius dan soleus, yang mempertahankan
dorsifleksi. Jika kaki tetap berada pada posisi plantarfleksi
tanpa sokongan maka kedua otot gastroknemius dan soleus ini
akan memendek dan otot dorsifleksi akan mencoba
mengkompensasi dengan renggang yang berlebihan. Akibatnya
kaki tetap dalam posisi platarfleksi (footdrop), yang
mengganggu kemampuan berjalan.

Jari Kaki.Fleksi berlebihan di jari kaki menyebabkan


kaki berada pada posisi mencakar.Jika ini menjadi deformitas
permanen maka kaki tidak mampu menapak datar di atas lantai
dan klien tidak mampu menapak tepat.Kontraktur fleksi adalah
deformitas kaki paling umum yang terjadi dikaitkan penurunan
mobilitas sendi.

Rentang gerak adekuat memberi mobilisasi penting


untuk melakukan aktivitas sehari-hari, latihan, dan
berhubungan aktivitas relaksasi. Selain itu, rentang gerak
adekuat pada ekstermitas bawah akan memudahkan klien
berjalan.

2.4.3 Teknik Ambulasi

Membantu Klien Berjalan.Perawat memeriksa lingkungan


untuk memastikan tidak ada rintangan di jalan klien.Kursi, penutup

13
meja tempat tidur, kursi roda disingkirkan dari jalan sehingga klien
memiliki ruangan yang luas untuk berjalan.Sebelum memulai,
menentukan tempat beristirahat pada kasus dengan perkiraan kurang
toleransi aktivitas atau klien menjadi pusing.Misalnya, jika diperlukan
kursi dapat ditempatkan diruangan yang digunakan klien beristirahat.

Untuk mencagah hipotensi ortostatik, klien harus dibantu untuk


duduk disisi tempat tidur dan harus istirahat selama 1 sampai 2 menit
setelah berdiri.Demikian juga pada saat klien setelah berdiri, klien
harus tetap berdiri 1 sampai 2 menit sebelum bergerak.Sehingga
perawat dapat dengan segera membawa klien yang pusing kembali ke
tempat tidur.Periode imobilisasi yang lama memperbesar resiko
hipotensi ketika klien berdiri.

Perawat harus memberikan sokongan pada pinggang sehingga


pusat gravitasi klien tetap berada di garis tengah.Hal ini dapat dicapai
ketika perawat menempatkan kedua tangannya pada pinggang klien
atau menggunakan ikat pinggang berjalan (walking belt).Walking belt
adalah ikat pinggang kulit yang melingkari pinggang klien untuk
dipegang.Klien yang bersikap tidak siap atua mengeluh pusing harus
dikembalikan ke tempat tidur atau kursi terdekat.

Klien hemiplegia (paralisis pada satu sisi) atau hemiparesis


(kelemahan pada satu sisi) sering memerlukan bantuan
berjalan.Memberikan sokongan dengan memegang memegang lengan
klien adalah salah, karena perawat tidak mudah menyokong berat
untuk menurunkan klien ke lantai jika klien pingsan atau jatuh.

Menggunakan Alat Bantu Berjalan.walkeradalah salah satu


alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang, terbuat
dari pipa logam. Walker mempunyai empat penyangga dan kaki yang
kokoh.Klien memegang pemegang tangan pada batang di bagian atas,
melangkah, memindahkan walker lebih lanjut dan melangkah lagi.

14
Tongkat adalah yang ringan, mudah dipegang, setinggi
pinggang, terbuat dari kayu atau logam.Dua tipe tongkat umum adalah
tongkat berkaki panjang lurus (single straight-legged) dan tongkat
berkaki empat (quad cane). Tongkat berkaki lurus lebih umum dan
digunakan untuk sokongan dn keseimbangan klien yang kekuatan
kakinya menurun. Tongkat ini harus dipakai disisi tubuh yang terkuat.

Mengajarkan Gaya Berjalan dengan Kruk.Gaya berjalan yang


dilakukan klien telah ditentukan oleh pengkajian perawatpada
pemeriksaan fisik, kemampuan fungsional, dan penyakit serta cidera.

Cara berdiri dasar kruk adalah posisi tripoid, klien


menempatkan tongkat berada depan 15 sampai 25 cm disamping setiap
kaki klien. Kesejajaran tubuh pada posisi tripoid meliputi kepala dan
leher tegak, vertebra lurus, pinggul dan lutut fleksi.Berat badan tidak
boleh ditahan aksila.Posisi tripoid digunakan sebelum kruk berjalan.

Gaya berjalan empat titik memberikan kestabilan tetapi


memerlukan penopang berat badan di kedua kaki.Tiga titik penopang
selalu berada dilantai.Klien memposisikan kruk pertama kaki lalu
memposisikan kaki yang berlawanan (misalnya kaki kanan dengan
kruk kiri). (Lane dan LeBlanc, 1990)

Gaya berjalan tiga titik klien menopang berat badan pada satu
kaki yang tidak sakit dan kedua kruk.Kaki yang sakit tidak menyentuh
tanah selama tahap awal berjalan tiga titik.Secara bertahap klien mulai
menyentuh tanah dan menopang berat secara penuh pada kaki yang
sakit.

Gaya berjalan dua titik memerlukan sedikit penopang berat


sebagian disetiap kaki. Setiap kruk digerakkan bersamaan dengan kaki
yang berlawanan sehingga gerakan kruk sama dengan gerakan lengan
saat berjalan normal.

Mengayun pada gaya berjalan sering dilakukan oleh klien


paraplegia yang menggunakan penahan penopang berat. Berat klien
15
yang berada ada kaki penyokong maka klien berada satu langkah
didepan dan kemudian mengayun ke atau melewati kruk sementara
menyokongnya.

Mengajarkan Berjalan dengan Menggunaakan Kruk di


Tangga. Ketika naik tangga dengan kruk, klien menggunakan
modifikasi gaya berjalan tiga titik. Pertama, klien berdiri di dasar
tangga dan memindahkan berat badan di kruk.Kedua, kaki yang tidak
sakit maju diantara kruk dan tangga.Kemudian dialihkan dari kruk ke
kaki yang kaki yang tidak sakit.terakhir, klien meluruskan kedua kruk
ditangga. Urutan ini dilakukan sampai klien berada diatas.

Untuk turun tangga, urutan tiga fase ini digunakan.Pertama,


klien memindahkan berat badannya ke kaki yang tidak sakit.kedua,
kruk ditempatkan ditangga dan klien mulai memindahkan berat badan
di kruk, menggerakkan kaki yang sakit melangkah ke depan. Terakhir,
kaki yang tidak sakit dipindahkan ke tangga dengan kruk.Lalu, klien
mengulangi urutan ini sampai beraa di dasar tangga.

Mengajarkan Duduk dengan Menggunakan Kruk.Prosedur


duduk di kursi memerlukan klien memindahkan beratnya. Pertama,
klien harus ditempatkan di tengah depan kursi dengan kaki berada
posterior menyentuh kursi. Kedua, klien memegang kedua kruk pada
tangan yang berlawanan dengan kaki yang sakit.jika kedua kaki sakit,
seperti pada klien paraplegia yang menggunakan penahan berat, kruk
dipegang pada bagian tubuhklien yang terkuat.

Dengan kedua kruk disatu tangan klien yang menyokong berat


badannya di kaki yang tidak sakit dan kruk.Selama masih memegang
kruk klien memegang lengan kursi dengan menahan tangannya dan
menurunkan tubuh.Untuk berdiri maka prosedur dibalik, dan klien
ketika telah lurus, harus berada pada posisi tripoid sebelum berjalan.

2.5 Gangguan Imobilisasi


16
Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh NANDA sebagai
suatu keadaan ketika individu mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995).
Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan
gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal (mis. Gips atau traksi rangka),
pembatasan gerakan volunter, atau kehilangan fungsi motorik.

Pengaruh Fisiologis

Bila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi
gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien, dan
kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang dialami.
Misalnya, perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat
dibandingkan klien yang lebih muda (Perry dan Potter, 1994). Imobilisasi juga
mengganggufungsi metabolik normal, antara lain laju metabolik; metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;
ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan. Keberadaan proses infeksius
pada klien imobilisasi mengalami peningkatan BMR (Basal Metabolisme Rate)
diakibatkan karena demam atau penyembuhan luka. Demam dan penyembuhan luka
meningkatkan kebutuhan oksigen selular (McCance dan Huether, 1994).

Defisiensi kalori dan protein merupakan karekteristik klien yang mengalami


penurunan selera makan sekunder akibat imobilisasi. Jika loebih banyak nitrogen
(produk akhir pemecahan asam amino) yang dieksresikan daripada yang dimakan
dalam bentuk protein, maka tubuh dikatakan mengalami keseimbangan nitrogen
negatif dan kehilangan berat badan, penurunan massa otot, dan kelemahan akibat
katabolisme jaringan. Kehilangan protein menunjukkanpenurunan massa otot
terutama pada hati, jantung, paru-paru, saluran pencernaa, dan sistem kekebalan
(Long et al, 1993).

Eksresi kalsium dalam tulang ditingkatkan melalui resorpsi tulang. Imobilisasi


menyebabkan pelepasan kalsium kedalam sirkulasi. Dalam keadaan normal ginjal
dapat mengeksresi kelebihan kalsium. Jika ginjal tidak dapat merespons dengan tepat
maka terjadi hiperkalsemia (Holm, 1098).

17
Gangguan fungsi gastrointestinal bervariasi dan mngakibatkan penurunan
motilitas saluran gastrointestinal. Konstipasi merupakan gejala umum. Diare sering
terjadi akibat impaksi fekal(feses cair berjalan melalui area yang terjepit). Jika
dibiarkan tidak ditangani, impaksi fekal dapat mengakibatkan obstruksi usus mekanik
sebagian maupun keseluruhan yang menyumbat lumen usus, menutup dorongan
normal dar cairan dan udara. Akibatnya, usus dapat mengalami distensi dan
peningkatan tekanan intraluminal. Selanjutnya, fungsi usus menjadi tertekan, terjadi
dehidrasi, terjadinya absorbsi, dan gangguan cairan dan elektrolit semakin meburuk.

Perubahan Sistem Respiratori. Klien pasca operasi dan imobilisasi beresiko


tinggi mengalami komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum
adalah atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada atelektasis, bronkiolus menjadi
tertutup oleh adanya sekresi dan kolaps alveolus distal karena udara yang diabsorbsi,
sehingga menghasilkan hipoventilasi. Pada beberapa hal dalam perkembangan
komplikasi ini, adanya penurunan sebanding kemampuan klien untuk batuk produktif.
Sehingga penyebaran mukus dalam bronkus meningkat, terutama pada klien dalam
posisi telentang, telungkup, atau lateral. Mukus menumpuk di regio yang dependen di
saluran pernapasan. Karena mukus merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan bakteri, maka terjadi bronkopneumonia hipostatik.

Perubahan Sistem Kardiovaskuler. Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi


oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan
beban kerja jantung, dan pembentukan trombus.

Perubahan sistem moskuloskeletal. Pengaruh mobilisasi pada sistem


moskuloskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi
mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atrofi, dn penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang
mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan
mobilisasi sendi.

Pengaruh Otot . Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan


massa tubuh, yang membentuk sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot
tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Penurunan
monilisasi dan gerakan mengakibatkan kerusakan moskuloskeletal yang besar, yang
18
perubahan patofisioologi utamanya adalah atrofi. Atrofi adalah suatu keadaan yang
dipandang secara luas sebagai respons terhadap penyakit dan penurunan aktivitas
sehari-hari, seperti pada respon imobilisasi dan tirah baring. Penurunan stabilitas
terjadi karena kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan kelainan sendi
yang aktual.Sehinga klien tersebut tidak mampu bergerak terus menerus dan sangat
beresiko untuk jatuh.

Pengaruh skelet . Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet:


gangguan metabolisme kalsium dan kelainan pada sendi. Imobilisasi dapat
menyebabkan kontraktur sendi. Kontraktur sendi adalah kondisi abnormal dan
biasanya permanen yang ditandai oleh sendi fleksi dan terfiksasi. Hal ini diesebabkan
tidak digunakannya atrofi, dan pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur, maka
sendi tidak dapat mempertahankan rentang gerak dengan penuh. Sayangnya
kontraktur sering menjadikan sendi pada posisi tidak berfungsi. Salah satu macam
kontraktur yang sering terjadi adalah foot drop yaitu kaki terfiksasi pada posisi
plantarfleksi secara permanen. Ambulasi sulit pada kondisi seperti ini.

Perubahan Sistem Integumen . Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoksia


jaringan.Jaringan yang tertekan, darah membelok, dan konstriksi kuat pada pembuluh
darah akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur dibawah kulit, sehingga
respirasi selular terganggu dan sel menjadi mati. Dekubitus merupakan suatu penyakit
iatrogenik paling umum dalam perawatan kesehatan, berpengaruh pula pada populasi
khusus-lansia yang imobilisasi.

Perubahan Eliminasi Urine . Eliminasi urine klien berubah oleh adanya


imobilisasi. Pada posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu
masuk kedalam ureter dan kandung kemih akibat adanya gravitasi. Jika klien pada
kondisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar , ginjal yang
membentuk urine harus masuk kedalam kandung kemih melawan kandung
kemihmelawan gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup adekuat
melawan gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke ureter. Kondisi
ini disebut stasis urine dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran perkemihan
dan batu ginjal.

19
Pengaruh psikososial . Imobilisasi menyebabkan respons emosional,
intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasanya terjadi
brtahap. Lansia lebih rentan terhadap perubahan ini, shingga perawat harus
mengobservasi lebih dini. Perubahan emosional paling tinggi adalah depresi,
perubahan perilaku, perubahan siklus tidur-bangun, dan gangguan koping.

2.6 Cara Mengurangi Bahaya Imobilisasi

Perawat mengkaji klien imobilisasi dari bahaya imobilisasi dengan


melakukan pemeriksaan fisik dari ujung kepala sampai ujung kakai. Selain
itu pengkajian keperawatan harus berfokus pada area fisiologis, sama seperti
aspek psikososial dan perkembangan klien

2.6.1 Faktor fisiologis.

Bahaya fisiolagis dapat diidentifikasi selama pengkajian keperawatan


disimpulkan.

Sistem Metabolik.Ketika mengkaji sistem metabolic, perawat


menggunakan pengukuaran antropometrik untuk mengevalauasi atrofi otot,
menggunakan pencatatan asupan dan haluaran serta data laboratorium untuk
mengevaluasi status cairan.

Sistem Respiratori. Pangkajian sistem respiratori harus dilakukan minimal


setiap 2 jam pada klien yang mengalami keterbatasan aktifitas. Perawat
menginspeksi pergerakan dinding dada selama siklus inspirasi – ekspirasi
penuh.

Sistem kardiovaskuler. Pada klien imobilisasi termasuk memantau tekanan


darah, mengevaluasi nadi apeks maupun nadi perifer, mengobservasi tanda –
tanda adanya stasis vena (misalnya: edema dan penyembuhan luka yang
buruk). Perawat juga mengkaji nadi apeks dan perifer, edema
mengindikasikan ketidak mampuan jantung menangani peningkatan beban

20
kerja.Embolus adalah thrombus yang terlepas, berjalan mengikuti sistem
sirkulasi ke paru – paru atau otak dan mengganggu sirkulasi.

Sistem musculoskeletal.Diidentifikasi selama pengkajian keperawatan


meliputi penurunana otot, kehilangan masa otot, dan kontraktur.Gambaran
pengukuran antropometrik sebelumnya mengindikasikan kehilalngan tonus
dam masa otot.

Sistem integumen.Perawat harus terus menerus mengkaji kulit klien


terhadap tanda – tanda kerusakan.Klien harus diopservasi ketika klien
bergerak, diperhatikan higienisnya, atau dipenuhi kebutuhan
eliminasinya.Pengkajian minimal harus dilakukan setiap 2 jam.

Sistem eliminasi.Status eliminasi klien harus dievaluasi setiap shift, dan


total asupan dan haluaran dievaluasi setiap 24 jam. Perawat harus
menentukan bahwa klien menerima jumlah dan jenis cairan melalui oral atau
parenteral dengan benar.

2.6.2 Kesejajaran Tubuh

Pengkajian kesejajaran tubuh dapat dilakukan pada klien yang berdiri,


duduk, atau berbaring. Pengkajian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Menentukan perubahan fisiologis normal pada kesejajaran tubuh


akibat pertumbuhan dan perkembangan.
2. Mengidentifikasi penyimpangan kesejajaran tubuh yang disebabkan
postur yang buruk.
3. Member kesempatan klien untuk mengobservasi posturnya.
4. Mengidentifikasi kebutuhan belajar klien untuk mempertahankan
kesejajaran tubuh yang benar.
5. Mengidentifikasi trauma, kerusakan otot, atau disfungsi saraf.
6. Memperoleh informasi mengenai faktor – faktor lain yang
mempengaruhi kesejajaran yang buruk, seperti kelelahan, malnutrisi,
dan masalah psikologis.

Langkah pertama mengkaji kesejajaran tubuh adalah menempatkan klien


pada posisi istirahat sehingga tidak nampak dibuat – buat atau posisi kaku.

21
Berdiri. Perawat harus memfokuskan pengkajian kesejajajran tubuh pada
klien yang berdiri sesuai hal – hal berikut:

1. Kepala tegak dan midlin.


2. Ketika dilihat dari arah posterior, tulang belakang lurus dan sejajar.
3. Ketika dilihat dari arah posterior, tulang belakang lurus.
4. Ketika klien dilihat dari arah lateral, kapala tegak dan garis tulang
belakang digaris dalam pola S terbalik.
5. Ketika dilihat dari arah lateral , perut berlipat kebagaian dalam
dengan nyaman dan lutut dengan pergerangan kaki agak
melengkung.
6. Lengan klien Nyaman di samping.
7. Kaki ditempatkan sedikit berjauhan untuk mendapatkan dasar
penopang, dan jari – jari kaki menghadap ke depan.
8. Ketika klien dilihat dari arah anterior, pusat geravitasi berda
ditengah tubuh, dan garis gravitasi muali dari tengah kepala bagian
depan sampai titik tengah antara kedua kaki.

Duduk. Perawat mengkaji kesejajaran pada klien yang duduk dengan


mengobservasi hal – hal sebagai berikut:

1. Kapala tegak, leher dan tulang belakang berada dalam kesejajaran


yang lulus.
2. Berat badan terbagi rata pada bokong dan kepala.
3. Paha sejajar dan berada pada potongan horizontal.
4. Kedua kaki ditopang di lantai. Pada klien pendek tinggi, alat bantu
kaki digunakan dan pergelangan kaki menjadi fleksi dengan ngaman.
5. Jatak 2-4 cm dipertahankan antara sudut tempat duduk dan ruang
popliteal pada permukaan litut bagian posterior.
6. Lengan bawak klien ditopang pada pengangan tangan, di pangkuan,
atau diatas meja depan kursi.

Hal penting mengkaji kesejajaran adalm posisi duduk yaitu pada klien yang
mempunyai kelemahan otot paralisis otot, atau kerusakan saraf.

Berbaring.Pada orang sadar mempunyai kontrol otot volunteer dan persepsi


normal terhadap tekanan.Pengkajian kesejajaran tubuh ketika berbaring
membutuhkan posisi leteral pada klien dengan menggunakan satu bantal,
dan semua penopangnya diangkat dari tempat tidur.Tubuh harus ditopang

22
dengan matras yang adekuat. Kondisi yang menimbulkan risiko krusakan
pada sistem musculoskeletal ketika berbaring termaksut pada klien yang
mengalami traksi atau arthritis: penurunan sensasi, seperti klien yang
hemiparese akibat stroke, dll.

23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA RUANG LINGKUP KEBUTUHAN DASAR


MANUSIA : MOBILISASI

Kasus
Beberapa minggu yang lalu, Kevin Andrews 17 tahun, pesenam SMA. Jatuh dari
paralel bar, dan patah paha kiri, Kevin bedrest sejak kecelakaan tersebut. Dia cukup depresi
dan bosan dengan perawatan Rumah Sakit karena rasa sakit pada ototnya, dia sering
menolak bergerak sendiri. Dia tampak lemah dan sering menolak makanan Rumah Sakit. Dia
butuh bantuan dari perawat untuk nafas dalam dan batuk, dengan tinggi tubuh 175 cm,
berat badan 70 kg, suhu 37, nadi 80/ menit, perafasan 16/ menit, dan tekanan darah
114/70. Diagnostic data: urine normal, dan hemoglobin 12,2.

Pengkajian

Data Subjektif

- Pasien mengeluh bosan dengan perawatan Rumah Sakit karena rasa sakit pada
ototnya
- Pasien mengeluh sering menolak bergerak sendiri
- Pasien mengatakan butuh bantuan dari perawat untuk nafas dalam dan batuk,

Data Objektif

- Pasien terlihat cukup depresi dan bosan ketika perawat sedang memberi perawatan
- Pasien terlihat butuh bantuan dari perawat untuk nafas dalam dan batuk
- patah paha kiri
- pasien bedrest sejak kecelakaan tersebut
- Tinggi tubuh 175 cm,
- Berat badan 70 kg,
- Suhu 37,
- Nadi 80/ menit,
- Perafasan 16/ menit,
- Tekanan darah 114/70.
- Urine normal
- Hemoglobin 12,2.

24
Analisa Data

Data Masalah Etiologi

Data Subjektif Hambatan Berhubungan


mobilisasi fisik dengan tirah baring
- Pasien mengeluh
dan penurunan
bosan dengan
perawatan Rumah rentang gerak
Sakit karena rasa
sakit pada ototnya
- Pasien mengeluh
sering menolak
bergerak sendiri

Data Objektif

- Pasien terlihat cukup


depresi dan bosan
ketika perawat
sedang memberi
perawatan
- patah paha kiri
- Tinggi tubuh 175 cm,
- Berat badan 70 kg,
- Suhu 37,
- Nadi 80/ menit,
- Perafasan 16/ menit,
- Tekanan darah
114/70.
- Urine normal
- Hemoglobin 12,2.

25
Data Subjektif Ketidak efektifan Berhubungan
pola nafas dengan Penurunan
- Pasien mengatakan
pengembangan paru
butuh bantuan dari
perawat untuk nafas dan penumpukan
dalam dan batuk, secret paru.
Data Objektif

- Pasien terlihat butuh


bantuan dari
perawat untuk nafas
dalam dan batuk
- Tinggi tubuh 175 cm,
- Berat badan 70 kg,
- Suhu 37,
- Nadi 80/ menit,
- Perafasan 16/ menit,
- Tekanan darah
114/70.
- Urine normal
- Hemoglobin 12,2.

Diagnose Keperawatan

1. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan tirah baring dan penurunan rentang
gerak yang ditandai dengan :

Data Subjektif

- Pasien mengeluh bosan dengan perawatan Rumah Sakit karena rasa sakit pada
ototnya
- Pasien mengeluh sering menolak bergerak sendiri

Data Objektif

- Pasien terlihat cukup depresi dan bosan ketika perawat sedang memberi perawatan
- Patah pada paha kiri

26
- Pasien bedrest sejak kecelakaan tersebut
- Tinggi tubuh 175 cm,
- Berat badan 70 kg,
- Suhu 37,
- Nadi 80/ menit,
- Perafasan 16/ menit,
- Tekanan darah 114/70.
- Urine normal
- Hemoglobin 12,2.

2. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan Penurunan pengembangan paru


dan penumpukan secret paru yang ditandai dengan :

Data Subjektif

- Pasien mengatakan butuh bantuan dari perawat untuk nafas dalam dan batuk,

Data Objektif

- Pasien terlihat butuh bantuan dari perawat untuk nafas dalam dan batuk
- Tinggi tubuh 175 cm,
- Berat badan 70 kg,
- Suhu 37,
- Nadi 80/ menit,
- Perafasan 16/ menit,
- Tekanan darah 114/70.
- Urine normal
- Hemoglobin 12,2.

Rencana Keperawatan

No. Rencana Tindakan Rasional


Dx

2. - Kaji kondisi pasien - kesiapan klien sebelum dilakukan


tindakan atau mempengaruhi kesiapan
pasien

-Lakukan keefektifan pola nafas - Memenuhi kebutuhan pengembangan


paru dan pengurangan secret paru
1. - Tawarkan pemberian - Aktifitas analgesic akan maksimal

27
analgesic 30 menit pada saat klien memulai latihan
sebelum latihan rentang
gerak

- Ajarkan klien latihan rentang - Pendidik memberikan klien kesempatan


gerak spesifik pada otot dan pengetahuan untuk menjaga dan
meningkatkan rentan gerak
- Beri jadwal latihan aktif diantara - Hal ini akan mendukung frekuensi
waktu makan dan mandi latihan pada patahnya paha kiri dan otot
yang mengurangi resiko perkembangan
kontraltur.
- Beri fasilitas krek akibat patahnya - Menambahkan aktifitas pasen
paha kiri

Implementasi

Tanggal No. Tindakan Hasil/respon pasien


dan Dx Keperewatan
waktu

Senin, 2 - Mengkaji kondisi pasien - Pasien bedrest


12 Juni - Beri nafas dalam dan - Terpemenuhinya kebutuhan
2012, batuk efektif pengembangan paru,
pengurangan secret paru,dan
pukul
klien mengatakan nyaman
08.00
bernafas
Kamis, 1 - pemberian analgesic 30 - maksimalnya latihan Aktifitas
15 Juni menit sebelum latihan analgesic klien
2012, rentang gerak - terpenuhinya meningkatkan
- Ajarkan klien latihan rentan gerak, dan kilen
pukul
rentang gerak spesifik mengatakan sudah tidak
09.00 pada otot malas lagi untuk
menggerakan tubuhnya
- Terpenuhinya frekuensi
- Beri jadwal latihan aktif latihan pada patahnya paha
diantara waktu makan dan kiri dan otot yang
mandi mengurangi resiko
perkembangan kontraltur.
- Terpenuhinya aktifitas pasen
- Beri fasilitas krek akibat
patahnya paha kiri

Evaluasi

28
No. Catatan Perkembangan Paraf
Dx

2 S : klien mengatakan nyaman nafasnya


O : Terpemenuhinya kebutuhan pengembangan
paru, pengurangan secret paru dengan baik
A : Penurunan pengembangan paru dan
penumpukan secret paru tidak terjadi
P : Rencana tindakan dihentikan

1 S : klien mengatakan sudah tidak malas lagi


mengerakan tubuhnya
O: Pasien mendapatkan mobilisasi dan aktifitas
analgesic dengan baik
A: Kebutuhan nutrisi mobilisasi dan aktifitas
analgesic terpenuhi
P: Rencana tindakan dihentikan dan diatur
penjadwalnya

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Fisiologi Pergerakan

Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terintegrasi dari sistem skeletal,
otot skelet, dan sistem saraf. Karena ketiga sistem ini berhubungan erat dengan
mekanisme pendukung tubuh, sistem ini dapat dianggap sebagai satu unit fungsional.

Mobilitas dan Ambulasi

29
Ambulasi merupakan upaya seseorang untuk mc;lakukan latihan jalan
atau berpindah tempat. Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk mc;menuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.

Teknik Mobilisasi

Mobilisasi Sendi

Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat


dapet mengajarkan klien latihan ROM. Apabila klien tidak
mempunyai kontrol motorik volunter maka perawat melakukan
latihan rentang gerak pasif.Mobilisasi sendi juga ditingkatkan
dengan berjalan. Kadang-kadang klien membutuhkan alat bantu
seperti kruk untuk membantu berjalan.

Teknik Ambulasi

Membantu Klien Berjalan.Perawat memeriksa lingkungan untuk


memastikan tidak ada rintangan di jalan klien.Kursi, penutup meja tempat tidur, kursi
roda disingkirkan dari jalan sehingga klien memiliki ruangan yang luas untuk
berjalan.Sebelum memulai, menentukan tempat beristirahat pada kasus dengan
perkiraan kurang toleransi aktivitas atau klien menjadi pusing.Misalnya, jika
diperlukan kursi dapat ditempatkan diruangan yang digunakan klien beristirahat.

Gangguan Imobilisasi

Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh NANDA sebagai


suatu keadaan ketika individu mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995).
Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan
gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal (mis. Gips atau traksi rangka),
pembatasan gerakan volunter, atau kehilangan fungsi motorik.

30
31

Anda mungkin juga menyukai