Anda di halaman 1dari 23

BAB 3

DASAR TEORI

3.1 Daya Dukung Ultimit

Daya dukung ultimit adalah beban maksimum persatuan luas yang masih dapat
didukung oleh fondasi, dengan tidak terjadi kegagalan geser pada tanah yang
mendukungnya. Besarnya beban yang didukung, termasuk beban struktur, beban
pelat fondasi, dan tanah urug di atasnya. Menurut Terzaghi, daya dukung ultimit
didefinisikan sebagai beban maksimum per satuan luas dimana tanah masih dapat
menopang beban tanpa mengalami keruntuhan yang dinyatakan dalam persamaan:
Pu
qu = (3-1)
A

dengan:
qu = kapasitas dukung ultimit atau kapasitas dukung batas (kN/m2)
Pu = beban ultimit atau beban batas (kN)
A = luas beban (m2)
melalui beberapa asumsi dan pengembangan teori keruntuhan plastis Prandtl,
Terzaghi melakukan analisa kapasitas dukung dan memberikan persamaan umum
untuk daya dukung ultimit adalah sebagai berikut:
qu = cNc + DfγNq + 0,5 γBNγ (3-2)
dengan:
c = kohesi (kN/m2)

Df = kedalaman fondasi (m)


γ = berat volume tanah (kN/m3)

Nc, Nq, Nγ = faktor kapasitas dukung tanah (fungsi )

Lebih lanjut Terzaghi memberikan faktor pengaruh bentuk terhadap kapasitas


dukung ultimit yang didasarkan pada analisis fondasi memanjang sebagai berikut:

37
38

a. Fondasi bujur sangkar:


qu = 1,3 cNc + poNq + 0,4 γBNγ (3-3)
b. Fondasi lingkaran:
qu = 1,3 cNc + poNq + 0,3 γBNγ (3-4)
c. Fondasi empat persegi panjang
qu = cNc (1+0,3 B/L)+ poNq + 0,5 γBNγ (1-0,2B/L) (3-5)
dengan:
qu = kapasitas dukung ultimit atau kapasitas dukung batas (kN/m2)
c = kohesi tanah (kN/m2)
po = Dfγ = tekanan overburden pada dasar fondasi (kN/m2)
γ = berat volume tanah yang dipertimbangkan terhadap kedudukan muka air
tanah (kN/m2)
Df = kedalaman fondasi (m)
B = lebar atau diameter fondasi (m)
L = panjang fondasi (m)

Nilai-nilai dari Nc dan Nq diperoleh Terzaghi dari analisis Prandtl (1920) dan

Reissner (1924) yang besarnya:

1 𝑎2
𝑁𝑐 = 𝑡𝑎𝑛 𝜙 [ 𝜙
− 1] (3-6)
(2×𝑐𝑜𝑠2 (45+ ))
2

𝑎2
𝑁𝑞 = [ 𝜙 ] (3-7)
(2×𝑐𝑜𝑠2 (45+ ))
2

dengan,
3𝜋 𝜙
( − ) tan 𝜙
a=𝑒 4 2 (3-8)

Selanjutnya, Terzaghi memberikan rumus untuk mencari Nγ yang besarnya:


tan  𝐾𝑝𝛾
𝑁𝛾 = [𝑐𝑜𝑠2 𝜙−1] (3-9)
2
39

Untuk mencari besaran nilai 𝐾𝑝𝛾 , menggunakan pendekatan yang diusulkan oleh
1
Cernica (1995) yaitu sebesar 𝐾𝑝𝛾 = 3 × 𝑡𝑎𝑛2 [45𝑜 + 2 (𝜙 + 33𝑜 )]. Lebih lengkap

nilai 𝑁𝑐 , 𝑁𝑞 , dan 𝑁𝛾 untuk berbagai besaran nilai sudut gesek dalam () dapat
dilihat dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Nilai-nilai faktor kapasitas dukung tanah Terzaghi (Terzaghi, 1943)

 Keruntuhan geser umum Keruntuhan geser lokal

() Nc Nq Nγ Nc’ Nq’ Nγ’

0 5.7 1.0 0.0 5.7 1.0 0.0

5 7.3 1.6 0.5 6.7 1.4 0.2

10 9.6 2.7 1.2 8.0 1.9 0.5

15 12.9 4.4 2.5 9.7 2.7 0.9

20 17.7 7.4 5.0 11.8 3.9 1.7

25 25.1 12.7 9.7 14.8 5.6 3.2

30 37.2 22.5 19.7 19.0 8.3 5.7

34 52.6 36.5 35.0 23.7 11.7 9.0

35 57.8 41.4 42.4 25.2 12.6 10.1

40 95.7 81.3 100.4 34.9 20.5 18.8

45 172.3 173.3 297.5 51.2 35.1 37.7

48 258.3 287.9 780.1 66.8 50.5 60.4

50 347.6 415.1 1153.2 81.3 65.6 87.1

Jenis tanah granuler, biasanya tanah pasir dan kerikil, tidak mempunyai kohesi (c),
atau mempunyai kohesi tapi nilainya sangat kecil, sehingga dalam perhitungan
kapasitas dukung sering diabaikan dan kebanyakan tanah pasir tidak homogen.
40

Nilai kapasitas dukung ijin untuk tanah pasir, biasanya lebih ditentukan dari
pertimbangan penurunan, terutama penurunan tidak seragam (differential
settlement). Untuk tanah granuler, karena kohesi c = 0 (sangat kecil) maka
persamaan kapasitas dukung tanah menjadi sebagai berikut (Hardiyatmo, 2010):

a. Untuk fondasi berbentuk memanjang


qu = poNq + 0,5 BγNγ (3-10)

b. Untuk fondasi berbentuk bujur sangkar


qu = poNq + 0,4 BγNγ (3-11)

c. Untuk fondasi berbentuk lingkaran


qu = poNq + 0,3 BγNγ (3-12)

dimana B adalah lebar atau dimensi fondasi, po = Dfγ adalah tekanan overburden
efektif dan Nq, Nγ adalah faktor-faktor kapasitas dukung Terzaghi.

Untuk daya dukung ultimit pada lempung jenuh, Skempton (1951) telah melakukan
analisa daya dukung ultimit pada lempung jenuh untuk beberapa bentuk fondasi.
Analisa Skempton mengenai daya dukung ultimit pondasi memanjang dinyatakan
dalam persamaan berikut:
qu = cu Nc + Dfγ (3-13)
dengan:
qu = kapasitas dukung ultimit (kN/m2)
Df = kedalaman fondasi (m)
γ = berat volume tanah (kN/m3)

cu = kohesi pada kondisi undrained (kN/m2)


41

Gambar 3.1 Faktor kapasitas dukung Nc (Skempton, 1951)

Gambar 3-1 merupakan grafik Skempton yang digunakan untuk menentukan faktor
kapasitas dukung (Nc) pada perhitungan qu untuk pondasi lingkaran, bujur sangkar,
dan memanjang. Tetapi untuk beberapa tujuan, dibutuhkan persamaan yang mudah
untuk diingat. Maka, Skempton memberikan beberapa aturan, antara lain:

a. Pondasi di permukaan (Df = 0)

Nc (permukaan) = 5,14 (untuk pondasi memanjang)


Nc (permukaan) = 6,20 (untuk lingkaran dan bujur sangkar)
a. Pondasi pada kedalaman 0 < Df < 2,5B
Df
Nc = (1 + 0,2 𝐵 ) Nc (permukaan)

b. Pondasi pada kedalaman Df > 2,5B

Nc = 1,5 Nc (permukaan)
42

Untuk fondasi empat persegi panjang dengan panjang L dan lebar B, nilai faktor Nc
dihitung dengan mengalikan nilai Nc fondasi bujur sangkar dengan faktor:
0,84 + 0,16 B/L
sehingga untuk fondasi empat persegi panjang:
Nc = (0,84 + 0,16 B/L) Nc (bujur sangkar) (3-14)
dengan:
B = Lebar pondasi (m)
L = Panjang pondasi (m)

3.2 Model Elastis-Plastis Sempurna

Prinsip dasar dari model elastis-plastis adalah bahwa regangan dan perubahan
regangan dibedakan menjadi bagian yang elastis dan bagian yang plastis:

ε = εe + εp ε̇ = ε̇ e + ε̇ p (3-15)
dengan:
ε = Regangan ε̇ = Perubahan regangan
εe = Regangan elastis ε̇ e = Perubahan regangan elastis
εp = Regangan plastis ε̇ p = Perubahan regangan plastis
Pada model Mohr-Coulomb, perilaku material digambarkan sebagai material
elastis-plastis sempurna (elastic-perfectly plastic) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Perilaku elasto-perfectly plastic pada tanah (Brinkgreve, 2002)


43

Titik A merupakan titik leleh (yield point), garis O-B adalah irreversible kondisi
plastis, garis BC dan CB adalah reversible kondisi elastis. Hukum hooke digunakan
untuk menghubungkan perubahan tegangan dan perubahan regangan elastis melalui
persamaan:

σ̇ ’ = De . ε̇ e = De . (ε̇ - ε̇ P) (3-16)

dengan:

σ̇ ’ = Perubahan tegangan efektif


De = Matriks kekakuan elastis dari material
dan untuk perubahan regangan plastis dituliskan sebagai berikut:

𝜕𝑔
ε̇ p = λ (3-17)
𝜕σ'

dimana untuk mengevaluasi deformasi plastis harus diasumsikan terlebih dahulu


kondisi plastis potensial, dengan mengkontrol magnitude (𝜆) dan arah vektor dari
deformasi plastis tersebut (𝑔 = permukaan konstan). Arah vektor 𝑔 ini memiliki
dua sifat plastis yaitu, Asosiatif (𝑔 ≡ 𝑓) untuk material padat sekali dan Non-
assosiatif untuk material tanah. Untuk flow rule tentang material non-assosiatif
dapat dilihat pada Gambar 3.3

Gambar 3.3 Flow Rule menentukan arah non-assosiatif dari regangan plastis
(Brinkgreve, 2002)
44

Untuk menentukan magnitude (λ) regangan plastis digunakan persamaan berikut:


𝜕𝑓 𝜕𝑓
𝜕𝑝′ + 𝜕𝑞
𝜕𝑝′ 𝜕𝑞
𝜕𝜆 = (3-18)
𝜕𝑓 𝜕𝑝′0 𝜕𝑔 𝜕𝑝′0 𝜕𝑔
− [ + ]
𝜕𝑝′ 𝜕𝜀𝑝 𝜕𝑝′ 𝜕𝜀𝑝 𝜕𝑞
𝑝 𝑝

dengan:
𝑓 adalah kondisi leleh (yield surface), 𝑓 = 𝑓 ̅ (𝑝́ , 𝑞, 𝑝0́ )
𝑔 adalah arah potensial plastis (plastic potential), 𝑔 = 𝑔̅ (𝑝́ , 𝑞, 𝜁).

Model elasto-perfectly plastic kriteria Mohr-Coulomb (1776), memiliki nilai 𝑓


sebagai berikut:

𝑓 = (𝜎1′ − 𝜎3′ ) − (𝜎1′ + 𝜎3′ ) sin 𝜑 ′ − 2𝑐 ′ cos 𝜑 ′ = 0 (3-19)

dengan:
c’ = kohesi (kN/m2)
𝜑 ′ = sudut gesek dalam ()
𝜎 = tegangan normal pada bidang runtuh (kN/m2)

Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb berbentuk irregular heksagonal di dalam


bidang tegangan prinsipal. Hubungan linear antara 𝜎3′ dan kondisi leleh 𝜎1′ ini
didapatkan sudut dilantasi (𝜓) kriteria Mohr-Coulomb yang telah dirumuskan
sebagai berikut:
1+ sin φ
tan ψ = 1- sin φ (3-20)

3.3 Analisis Stabilitas Lereng dengan Limit Equilibrium Method

Metode limit equilibrium ini juga disebut dengan metode irisan (method of slice)
karena metode ini membagi massa tanah atau lereng menjadi beberapa irisan
vertikal, lalu keseimbangan dari tiap irisan tersebut diperhatikan. Dapat dilihat pada
Gambar 3.4 dimana lereng dibagi menjadi beberapa irisan vertikal sesuai dengan
bidang longsornya. Pada gambar tersebut bidang longsor lereng berbentuk circular,
maka dapat dianalisis menggunakan Metode Fellenius atau Metode Bishop
Disederhanakan (Simplified Bishop Method). Untuk bidang longsor non-circular
dapat dianalisis menggunakan Metode Janbu, dan Morgenstern and Price.
45

Gambar 3.4 Lereng dengan irisan untuk Limit Equilibrium Method (Hardiyatmo,
2012)

Gambar 3.5 memperlihatkan satu irisan dengan gaya gaya yang bekerja padanya.
Gaya-gaya ini terdiri gaya geser (X1 dan X2), gaya normal efektif (E1 dan E2) di
sepanjang sisi irisannya, resultan gaya geser efektif (Ti) dan resultan gaya normal
efektif (Ni) yang bekerja di sepanjang dasar irisan.

Gambar 3.5 Gaya-gaya yang bekerja pada satu irisan (Hardiyatmo, 2012)
46

3.3.1 Metode Fellenius


Metode Fellenius atau biasa disebut Ordinary Method of Slice, digunakan apabila
bidang gelincir suatu lereng berupa circular dan metode ini menganggap bahwa
gaya-gaya yang bekerja pada sisi kanan-kiri dari tiap irisan mempunyai resultan nol
pada arah tegak lurus bidang circular tersebut. Pada metode ini semua interslice
bidang irisan diabaikan dan hanya memperhitungkan kesetimbangan momen.
Dengan begitu, persamaan untuk keseimbangan arah vertikal dan gaya-gaya yang
bekerja di tiap irisan dengan memperhatikan tekanan air pori adalah
(Hardiyatmo,2012):
Ni = Wi cos θi - uiai (3-21)
dengan:
Ni = gaya dalam pada irisan ke-i (kN)
Wi = berat irisan tanah pada irisan ke-i (kN)
θi = sudut yang didefinisikan dalam Gambar 3.5 (°)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Untuk faktor aman dari Metode Fellenius yaitu merupakan perbandingan antara
jumlah momen dari tahanan geser sepanjang bidang longsor dengan jumlah momen
dari berat massa tanah yang longsor, dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:

∑i=n
i=1 ca1+(Wi cos θi-uiai) tg 
SF = (3-22)
∑i=n
i=1 Wi sin θi

dengan:
SF = faktor aman
c = Kohesi tanah (kN/m2)
 = sudut gesek dalam tanah ()
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
47

θi = sudut yang didefinisikan dalam Gambar 3.5 (°)

Persamaan faktor aman pada persamaan 3-15 hanya memperhitungkan berat


tanahnya sendiri. Apabila terdapat gaya-gaya lain, seperti beban bangunan di atas
lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai momen longsor.
Persen batas kesalahan dari hitungan dapat mencapai 5 hingga 40% tergantung dari
faktor aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besarnya tekanan air pori.
Whitman dan Baily (1967) berpendapat bahwa walaupun analisis ditinjau dalam
tinjauan tegangan total, kesalahan masih merupakan fungsi dari faktor aman dan
sudut pusat dari lingkaran.

3.3.2 Metode Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop Method)


Bishop A. W. (1955) menemukan persamaan untuk menghitung faktor aman lereng
dengan bidang gelincir circular. Bishop mendefinisikan faktor keamanan (F)
sebagai rasio kekuatan geser yang tersedia dari tanah, yang dibutuhkan untuk
menjaga keseimbangan. Dikarenakan kuat geser merupakan kekuatan yang
termobilisasi, maka dalam persamaan berikut Bishop mengasumsikan kuat geser
sebagai (s):

1
s = 𝐹 {𝑐 ′ + (𝜎n - u) tan '} (3-23)

lalu besarnya tegangan geser yang diperlukan agar lereng berada dalam kondisi
tepat seimbang adalah:
{𝑐 ′ 𝑎i+(𝑁i - ui𝑎i) tan '}
Ti = (3-24)
F
dengan:
Ti = gaya geser dalam keadaan tepat setimbang
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i
c’ = kohesi efektif
’ = sudut gesek dalam efektif
n = total tegangan normal
Ni = gaya dalam pada irisan ke-i
ui = tekanan pori pada irisan ke-i
48

Bishop berasumsi bahwa gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan mempunyai
resultan nol pada arah vertikal, hal ini berarti X2 – X1 = 0. Kondisi keseimbangan
momen dengan gaya geser total yang dikerahkan tanah pada dasar bidang longsor
dinyatakan oleh persamaan

∑ Wi xi= ∑ Ti R (3-25)
dengan:
Wi = berat massa tanah irisan ke-i
xi = jarak Wi ke pusat rotasi O
Ti = gaya geser yang dikerahkan tanah pada bidang longsor
R = jari-jari lingkaran bidang longsor

Maka persamaan faktor aman untuk metode Bishop adalah sebagai berikut:

1
∑i=n '
i=1 [c bi +(Wi - uibi)tg ']( )
cosθi(1+tgθi tg ' /F)
F= (3-26)
∑i=n
i=1 Wi sinθi

dengan:
F = faktor aman
c’ = kohesi tanah efektif (kN/m2)
’ = sudut gesek dalam efektif ()
bi = lebar irisan ke-i (m)
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
θi = sudut yang didefinisikan pada Gambar 3.5 ()
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
Adanya rasio tekanan air pori yang didefinisikan sebagai:
𝑢𝑏 𝑢
ru = = (3-27)
𝑊 𝛾ℎ

dengan:
ru = rasio tekanan pori
u = tekanan air pori (kN/m2)
b = lebar irisan (m)
γ = berat volume tanah (kN/m3)
49

h = tinggi irisan rata-rata (m)

Maka bentuk lain dari persamaan faktor aman untuk analisis stabilitas lereng cara
Bishop dengan memperhatikan rasio tekanan air pori adalah sebagai berikut:

1
∑i=n '
i=1 [c bi +Wi (1-ru)tg ']( )
cosθi(1+tgθi tg ' /F)
F= (3-28)
∑i=n
i=1 Wi sinθi

3.3.3 Metode Janbu


Metode Janbu (Janbu, 1954, 1973) juga termasuk salah satu metode yang populer
dan sering digunakan dalam analisis kestabilan lereng. yang digunakan dalam
metode ini yaitu gaya geser antar irisan sama dengan nol. Metode ini memenuhi
kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan
gaya dalam arah horisontal untuk semua irisan, namun kesetimbangan momen tidak
dapat dipenuhi. Sembarang bentuk bidang runtuh yaitu bidang runtuh non-circular
dapat dianalisis dengan metode ini. Faktor aman untuk Metode Janbu adalah:

1
[c' ai +(Wi - uiai) tg ']( )
i=n sin θi cos θi)
fo ∑i=1[ cos ai (1+ tan θi tan  '/F
]

F= (3-29)
∑i=n
i=1 Wi tanθi

Dan untuk Metode Janbu yang disederhanakan adalah sebagai berikut:

∑{𝑐i𝑎i 𝑐𝑜𝑠 𝜃i+[(1+𝑘v) 𝑊i−𝑢i𝑎i 𝑐𝑜𝑠 𝜃i] 𝑡𝑎𝑛 𝜑i}/𝑛ai


F = fo (3-30)
∑[(1+𝑘v)𝑊i tan 𝜃i+𝑘h 𝑊i]

dengan:
F = faktor aman
𝑑 𝑑
fo = koefisien pengaruh gaya geser antar irisan, dimana fo = 1 + 0.5[𝐿 − 1.4(𝐿 )2 ]
ci = kohesi tanah (kN/m2)
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
θi = sudut yang didefinisikan pada Gambar 3.5 ()
Wi = berat irisan tanah pada irisan ke-i (kN)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
50

i = sudut gesek dalam tanah ()


1
nai = nai adalah nilai fungsi dengan persamaan nai = [ ]
𝑐𝑜𝑠 2 𝜃i (1+tan 𝜑i / 𝐹)

Kv dan Kh adalah koefisien permeabilitas tanah.

3.3.4 Metode Morgenstern-Price


Metode Morgenstern-Price (Morgenstern & Price, 1965) dapat digunakan untuk
semua bentuk bidang runtuh dan telah memenuhi semua kondisi kesetimbangan.
Metode Morgenstern-Price menggunakan asumsi yang sama dengan metode
kesetimbangan batas umum yaitu terdapat hubungan antara gaya geser antar-irisan
dan gaya normal antar-irisan, yang dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:
X = λ f (x) E (3-31)

dimana f (x) merupakan bentuk beberapa fungsi yang diperlihatkan oleh Gambar
3.6 dan gaya-gaya yang bekerja tiap irisan pada Metode Morgenstern-Price
ditunjukkan pada Gambar 3.7

Gambar 3.6 Bentuk fungsi yang menggambarkan distribusi gaya antar-irisan


(Morgenstern-Price, 1965)
51

Gambar 3.7 Gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan (Morgenstern-Price, 1965)

Perbedaan perhitungan metode Morgenstern-Price dengan metode kesetimbangan


batas umum (metode Fellenius) adalah dalam metode kesetimbangan batas umum,
perhitungan faktor keamanan dilakukan dengan menggunakan kesetimbangan gaya
dalam arah horisontal dan kesetimbangan momen pada pusat gelinciran untuk
semua irisan. Sementara metode Morgenstern-Price, kesetimbangan gaya vertikal
juga diperhitungkan serta kesetimbangan momen dari tiap irisan.

Kesetimbangan gaya dalam arah vertikal dinyatakan dalam persamaan:

(XL – XR) + N cos a + Sm sin a – W = 0 (3-32)

Dalam hal ini Sm = Ti pada persamaan (3-17), maka persamaan untuk gaya normal
total (N) untuk tiap irisan adalah sebagai berikut:
𝑐' 𝛽 sin 𝑎−𝑢𝛽 sin 𝑎 𝑡𝑎𝑛 𝜑'
(XL – XR) + 𝑊 −
𝐹
N= sin 𝑎 tan 𝜑' (3-33)
cos 𝑎+
𝐹

dengan β adalah panjang lengkung lingkaran pada irisan yang pada Gambar 3.5
dinyatakan dalam ai. Besarnya gaya normal antar-irisan pada sisi kanan irisan (ER)
52

dapat ditentukan dari kesetimbangan gaya pada arah horisontal untuk setiap irisan
yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
𝑐' 𝛽+(𝑁−𝑢𝛽) tan 𝜑'
ER = EL – N sin a + ( ) cos a – kW (3-34)
𝐹

Gaya geser antar-irisan pada sisi kiri dan kanan untuk setiap irisan dapat dinyatakan
sebagai berikut:
XL = λ f (xL) EL (3-35)
XR = λ f (xR) ER (3-36)
Lalu dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas gaya normal antar irisan
pada sisi kanan (ER) dapat dinyatakan sebagai berikut:
( 1− 𝜆𝑓(𝑥L) 𝑍a) ( 𝑊 𝑍a−𝑘𝑊) (cos 𝑎−𝑍a sin 𝑎) (𝑐' 𝛽−𝑢𝛽 tan 𝜑)
ER = ( 1− 𝜆𝑓(𝑥 ) 𝑍 ) EL + (1− 𝜆𝑓(𝑥 ) 𝑍 ) + (3-37)
R a R a (1− 𝜆𝑓 (𝑥R) 𝑍a) 𝐹

dimana:

tan 𝜑 cos 𝑎−𝐹 sin 𝑎


Za = (3-38)
tan 𝜑 sin 𝑎+𝐹 cos 𝑎

Dalam metode Morgenstern-Price setelah gaya normal antar irisan dihitung, maka
perhitungan kesetimbangan momen pada titik tengah dilakukan dengan persamaan
sebagai berikut:
1 1 1
EL (yL - 2b tan a) - ER (yR + 2b tan a) + 2b (XL + XR) – W khc = 0 (3-39)

Dimana hc adalah tinggi pusat massa irisan dari titik tengah pada dasar irisan. Dari
persamaan di atas, untuk menghitung titik kerja gaya antar-irisan pada sisi kanan
irisan (yR) menggunakan persamaan sebagai berikut:
1 1 1 1
yR = 𝐸 [EL (yL - 2b tan a) + 2b (XL + XR) - Wkhc] - 2b tan a (3-40)
R

Untuk perhitungan angka aman dalam metode Morgenstern-Price, persamaan ER


dan persamaan yR harus dilakukan serentak dimulai dari irisan pertama sampai irisan
terakhir dengan beberapa syarat sebagai berikut:
EL [1] = E0 = 0
yL [1] = y0 = 0
53

Untuk syarat pada irisan pertama, kemudian syarat untuk irisan terakhir adalah:
1
ER [n] = En = 2 γw ℎw2
1
yR [n] = yn = 3 hw

dengan hw adalah tinggi air yang mengisi retakan tarik, apabila tidak air yang
mengisi retakan maka nilan En dan yn adalah 0. Prinsip perhitungan faktor
keamanan dari metode Morgenstern-Price adalah mencari pasangan nilai faktor
keamanan dan faktor skala, sehingga syarat batas pada irisan terakhir dapat
dipenuhi.

3.4 Koefisien Gempa Untuk Pseudostatic Analysis

Melo dan Sharma (2004) memberikan penjelasan dalam perhitungan koefisien


gempa pseudostatic analysis sebagai pendekatan perhitungan beban dinamis untuk
lereng. Prosedur ini terdiri dari proses analisis pada potongan yang berpotensi
mengalami pergerakan massa, atau yang disebut failure surface (garis ab pada
Gambar 3.8) pada bidang circular atau non circular. Area yang tertutup diantara
permukaan lereng dan failure surface disebut sebagai failure mass, yang dibagi ke
dalam beberapa potongan (slices) yang kemudian dianalisis untuk mengetahui
tingkat kestabilan lereng dengan perhitungan komputasi.

Gambar 3.8 Pendekatan pseudostatic analysis (Melo dan Sharma, 2004)


54

Dalam perancangan struktur pada daerah gempa, koefisien pseudostatic (gempa)


arah horizontal dan vertikal, kh dan kv digunakan untuk menghitung gaya horizontal
dan vertikal yang disebabkan oleh pengaruh gempa bumi, seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 3.8. Gaya-gaya dinamis tersebut dianggap sebagai gaya
statis.

Hal dasar pada Newmark displacement-type analysis dan observasi lapangan


menujukkan bahwa metode pseudostatic dapat digunakan dalam evaluasi
konstruksi tanah timbunan yang tidak mengalami kehilangan kekuatan yang
signifikan selama terjadinya gempa.

Berdasarkan UACE (Us Army Corps of Engineer) nilai seismic coefficient (kh dan
kv) dalam pendekatan perhitungan gempa menggunakan pseudostatic analysis,
berkisar 50% dari PGA (Peak Ground Acceleration) rencana dan kekuatan
tanahnya direduksi sekitar 20%. Jika menurut Marcuson, nilai seismic coefficient
ditentukan dari 1/2 - 1/3 nilai PHA (Peak Horizontal Acceleration) rencana dengan
faktor keamanan rencana sebesar >1.0. Berbeda dengan rekomendasi yang
diberikan oleh Hynes-Griffin, yang merekomendasikan nilai seismic coefficient
sebesar 1/2 dari nilai PHA atau PGA yang direncanakan.

Dalam teori, nilai beban gempa seharusnya tergantung pada bentuk amplitude dari
gaya inersia yang berpengaruh pada lereng oleh gaya dinamis selama gempa terjadi.
Hal ini dikarenakan tanah pada lereng bukan merupakan suatu kekakuan. Sehingga
puncak percepatan selama gempa berakhir hanya pada periode yang singkat.
Koefisien gempa pada prakteknya digunakan sesuai dengan nilai percepatan puncak
yang diprediksi.

Pemilihan koefisien yang digunakan dalam analisis stabilitas masih sangat subjektif.
Tabel 3.2 menunjukkan nilai koefisien gempa arah horizontal yang
direkomendasikan untuk perancangan. Oleh sebab itu, pemilihan nilai seismic
coefficient berdasarkan sejarah gempa yang pernah terjadi pada daerah yang
ditinjau
55

Tabel 3.2 Rekomendasi koefisien gempa horizontal (Melo and Sharma, 2004)
Horizontal
seismic Description
coefficient, kh
0,05 - 0,15 In the United States
0,12 - 0,25 In Japan
0,1 "Severe" earthquakes
0,2 "violent, destructive" earth quakes
Terzaghi
0,5 “catastrophic" earthquakes
0,1 - 0,2 Seed, FOS ≥ 1,15
0,1 Major Earthquake, FOS > 1.0
Corps of Engineers
0,15 Great Earthquake FOS>1.0
1/2-1/3 of PHA Marcuson, FOS >1.0
1/2 of PHA Hynes-Griffin, FOS>1.0

FOS = Factor of Safety, PHA = Peak Horizontal Acceleration, in g's

3.5 Metode Resistivitas Konfigurasi Schlumberger

Tiap-tiap media mempunyai sifat yang berbeda terhadap aliran listrik yang
melaluinya, hal ini tergantung pada tahanan jenisnya. Pada metode resistivitas, arus
listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus dan beda
potensial yang terjadi diukur melalui dua buah elektroda potensial. Beda potensial
besarnya dirumuskan oleh George Simon Ohm, dikenal dengan hukum ohm yaitu:

 = iR (3-41)
dengan:
v = beda potensial terukur (volt)
i = besarnya arus yang dilewatkan (ampere)
R = besarnya tahanan hambatan yang dipasang (ohm)

Buku randuan paktikum geolistrik (2012) menyebutkan hasil pengukuran arus dan
beda potensial untuk setiap jarak elektrode berbeda kemudian dapat diturunkan
variasi nilai hambatan jenis masing-masing lapisan bawah permukaan bumi.
56

3.5.1 Hukum Ohm dan Resistivitas


Ditinjau bahwa media yang dipakai adalah medium homogen setengah koordinat
(half-space). Dengan jarak titik pengukuran potensial di titik A (di permukaan)
dengan posisi titik arus adalah d seperti Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Pengukuran beda potensial v dengan dua elektroda arus A dan B dan
dua elektroda potensial M dan N (Look, 2004)

Titik arus sebagai source dan sink, dengan menganggap titik 0 adalah sama, d1 dan
d2 adalah jarak dari titik yang diamati kekedua elektroda arus yang digunakan,
maka beda potensial yang terukur pada kedua titik MN seperti persamaan 3-34:
𝑖𝑅𝑎 1 1 1 1
𝑀𝑁 = 𝑀 - 𝑁 = 2
(𝑑 - 𝑑 - 𝑑 + 𝑑 ) (3-42)
1 2 3 3

dengan:
𝑀𝑁 = beda potensial yang terukur pada kedua titik MN (volt)
𝑀 = beda potensial yang terukur pada kedua titik M (volt)
𝑁 = beda potensial yang terukur pada kedua titik N (volt)
𝑅𝑎 = resistivitas semu (ohm)
𝑑1 = jarak titik pengukuran potensial di titik A dan M (meter)

𝑑2 = jarak titik pengukuran potensial di titik M dan B (meter)


𝑑3 = jarak titik pengukuran potensial di titik A dan N (meter)
𝑑4 = jarak titik pengukuran potensial di titik N dan B (meter)

Harga resistivitas R dianggap seragam di seluruh medium (homogen). Sedangkan


pada medium tanah atau batuan, harga resistivitas di setiap titik berbeda dan bidang
ekuipotensial yang terbentuk dapat tidak beraturan. Oleh karena itu, dalam
57

pengukuran di lapangan dikenal istilah resistivitas semu (apparent resistivity) yang


merupakan rata-rata berbobot resistivitas yang berbeda-beda tersebut.

3.5.2 Faktor Geometri Konfigurasi Schlumberger


Konfigurasi elektroda schlumberger ini biasa dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang kedalaman atau ketebalan suatu lapisan batuan dari harga
resistivitas secara vertikal disebut metode sounding. Susunan elektrode
Sclumberger yaitu antara elekrode arus dan potensial seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.8. Pada konfigurasi ini, jarak titik tengah (O) terhadap elektroda arus (A)
sama dengan jarak titik tengah ke elektroda (B), sepanjang L. Sedangkan elektroda
potensial (M) dan (N) berada di antara kedua elektroda arus, dan masing-masing
berjarak b dari titik tengahnya. Harga faktor geometri untuk konfigurasi ini
ditunjukkan persamaan 3.35 sebagai berikut:

𝐴𝐵2 − 𝑀𝑁 2  (𝐿2 − 𝑏2 )
𝐺𝑠 =  = (3-43)
4𝑀𝑁 2𝑏

dengan:
𝐺𝑠 = faktor geometri
L = jarak antara titik elektroda arus A dan B (meter)
b = jarak antara titik elektroda potensial M dan N, dengan syarat bahwa MN <
1/5 AB (meter)

3.5.3 Konfigurasi Elektroda Wenner-Schlumberger


Konfigurasi Wenner-Schlumberger merupakan gabungan dari 2 metode yaitu
Wenner (alpha) dan Schlumberger seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Susunan elektorda Wenner-Schlumberger (Telford, 1990)


58

Pengertian simbol-simbol pada Gambar 3.10 adalah sebagai berikut:


I : Arus listrik (mA) pada Transmitter
∆V : Beda potensial (mV) pada Receiver
na : Spasi elektroda arus (meter)
N : Spasi elektroda potensial (meter)
A dan B : Elektroda arus,
M dan N : Elektroda potensial

Pada konfigurai ini, konfigurasi Wenner digunakan sebagai mapping 2D dengan


jangkauan kedalaman yang relatif dangkal dan konfigurasi Schlumberger
merupakan konfigurasi yang digunakan untuk resistivity sounding 1 dimensi
dengan jangkauan pengukuran yang sangat dalam. Dengan menggabungkan kedua
metode ini maka diharapkan mendapatkan cara yang lebih praktis, mapping 2
dimensi dengan jangkauan pengukuran yang lebih dalam dibandingkan metode
lainnya. Gambaran penggabungan konfigurasi ini dapat dilihat pada Gambar 3.11

Gambar 3.11 Konfigurasi gabungan Wenner-Schlumberger (Look, 2004)

Konfigurasi ini menggunakan nilai konstanta (K) yang dirumuskan dalam


persamaan sebagai berikut:

Kw-s = π . na(n+1) (3-44)

Maka, tahanan jenis semu untuk konfigurasi Wenner-Schlumberger dapat dihitung


dengan menggunakan rumus:

∆𝑣
ρ= Kw-s ( ) (3-45)
𝑖
59

dengan:
ρ = tahanan jenis semu
Kw –S = faktor geometris (konfigurasi Wenner-Schlumberger)

Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa faktor geometri tergantung pada


letak elektroda arus maupun elektroda potensial, berdasarkan asumsi bahwa lapisan
bumi merupakan medium homogen isotropis. Perumusan faktor geometris tersebut
di atas juga berlaku untuk kasus bumi berlapis-lapis. Hal ini disebabkan karena
faktor geometri hanya mencerminkan pengaruh dari letak elektroda potensial
terhadap elektroda arus, sedangkan pengaruh keadaan medium berlapislapis atau
tidak, tercermin pada beda potensial (∆V).

Anda mungkin juga menyukai