DASAR TEORI
Daya dukung ultimit adalah beban maksimum persatuan luas yang masih dapat
didukung oleh fondasi, dengan tidak terjadi kegagalan geser pada tanah yang
mendukungnya. Besarnya beban yang didukung, termasuk beban struktur, beban
pelat fondasi, dan tanah urug di atasnya. Menurut Terzaghi, daya dukung ultimit
didefinisikan sebagai beban maksimum per satuan luas dimana tanah masih dapat
menopang beban tanpa mengalami keruntuhan yang dinyatakan dalam persamaan:
Pu
qu = (3-1)
A
dengan:
qu = kapasitas dukung ultimit atau kapasitas dukung batas (kN/m2)
Pu = beban ultimit atau beban batas (kN)
A = luas beban (m2)
melalui beberapa asumsi dan pengembangan teori keruntuhan plastis Prandtl,
Terzaghi melakukan analisa kapasitas dukung dan memberikan persamaan umum
untuk daya dukung ultimit adalah sebagai berikut:
qu = cNc + DfγNq + 0,5 γBNγ (3-2)
dengan:
c = kohesi (kN/m2)
37
38
Nilai-nilai dari Nc dan Nq diperoleh Terzaghi dari analisis Prandtl (1920) dan
1 𝑎2
𝑁𝑐 = 𝑡𝑎𝑛 𝜙 [ 𝜙
− 1] (3-6)
(2×𝑐𝑜𝑠2 (45+ ))
2
𝑎2
𝑁𝑞 = [ 𝜙 ] (3-7)
(2×𝑐𝑜𝑠2 (45+ ))
2
dengan,
3𝜋 𝜙
( − ) tan 𝜙
a=𝑒 4 2 (3-8)
Untuk mencari besaran nilai 𝐾𝑝𝛾 , menggunakan pendekatan yang diusulkan oleh
1
Cernica (1995) yaitu sebesar 𝐾𝑝𝛾 = 3 × 𝑡𝑎𝑛2 [45𝑜 + 2 (𝜙 + 33𝑜 )]. Lebih lengkap
nilai 𝑁𝑐 , 𝑁𝑞 , dan 𝑁𝛾 untuk berbagai besaran nilai sudut gesek dalam () dapat
dilihat dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Nilai-nilai faktor kapasitas dukung tanah Terzaghi (Terzaghi, 1943)
Jenis tanah granuler, biasanya tanah pasir dan kerikil, tidak mempunyai kohesi (c),
atau mempunyai kohesi tapi nilainya sangat kecil, sehingga dalam perhitungan
kapasitas dukung sering diabaikan dan kebanyakan tanah pasir tidak homogen.
40
Nilai kapasitas dukung ijin untuk tanah pasir, biasanya lebih ditentukan dari
pertimbangan penurunan, terutama penurunan tidak seragam (differential
settlement). Untuk tanah granuler, karena kohesi c = 0 (sangat kecil) maka
persamaan kapasitas dukung tanah menjadi sebagai berikut (Hardiyatmo, 2010):
dimana B adalah lebar atau dimensi fondasi, po = Dfγ adalah tekanan overburden
efektif dan Nq, Nγ adalah faktor-faktor kapasitas dukung Terzaghi.
Untuk daya dukung ultimit pada lempung jenuh, Skempton (1951) telah melakukan
analisa daya dukung ultimit pada lempung jenuh untuk beberapa bentuk fondasi.
Analisa Skempton mengenai daya dukung ultimit pondasi memanjang dinyatakan
dalam persamaan berikut:
qu = cu Nc + Dfγ (3-13)
dengan:
qu = kapasitas dukung ultimit (kN/m2)
Df = kedalaman fondasi (m)
γ = berat volume tanah (kN/m3)
Gambar 3-1 merupakan grafik Skempton yang digunakan untuk menentukan faktor
kapasitas dukung (Nc) pada perhitungan qu untuk pondasi lingkaran, bujur sangkar,
dan memanjang. Tetapi untuk beberapa tujuan, dibutuhkan persamaan yang mudah
untuk diingat. Maka, Skempton memberikan beberapa aturan, antara lain:
Nc = 1,5 Nc (permukaan)
42
Untuk fondasi empat persegi panjang dengan panjang L dan lebar B, nilai faktor Nc
dihitung dengan mengalikan nilai Nc fondasi bujur sangkar dengan faktor:
0,84 + 0,16 B/L
sehingga untuk fondasi empat persegi panjang:
Nc = (0,84 + 0,16 B/L) Nc (bujur sangkar) (3-14)
dengan:
B = Lebar pondasi (m)
L = Panjang pondasi (m)
Prinsip dasar dari model elastis-plastis adalah bahwa regangan dan perubahan
regangan dibedakan menjadi bagian yang elastis dan bagian yang plastis:
ε = εe + εp ε̇ = ε̇ e + ε̇ p (3-15)
dengan:
ε = Regangan ε̇ = Perubahan regangan
εe = Regangan elastis ε̇ e = Perubahan regangan elastis
εp = Regangan plastis ε̇ p = Perubahan regangan plastis
Pada model Mohr-Coulomb, perilaku material digambarkan sebagai material
elastis-plastis sempurna (elastic-perfectly plastic) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.2.
Titik A merupakan titik leleh (yield point), garis O-B adalah irreversible kondisi
plastis, garis BC dan CB adalah reversible kondisi elastis. Hukum hooke digunakan
untuk menghubungkan perubahan tegangan dan perubahan regangan elastis melalui
persamaan:
σ̇ ’ = De . ε̇ e = De . (ε̇ - ε̇ P) (3-16)
dengan:
𝜕𝑔
ε̇ p = λ (3-17)
𝜕σ'
Gambar 3.3 Flow Rule menentukan arah non-assosiatif dari regangan plastis
(Brinkgreve, 2002)
44
dengan:
𝑓 adalah kondisi leleh (yield surface), 𝑓 = 𝑓 ̅ (𝑝́ , 𝑞, 𝑝0́ )
𝑔 adalah arah potensial plastis (plastic potential), 𝑔 = 𝑔̅ (𝑝́ , 𝑞, 𝜁).
dengan:
c’ = kohesi (kN/m2)
𝜑 ′ = sudut gesek dalam ()
𝜎 = tegangan normal pada bidang runtuh (kN/m2)
Metode limit equilibrium ini juga disebut dengan metode irisan (method of slice)
karena metode ini membagi massa tanah atau lereng menjadi beberapa irisan
vertikal, lalu keseimbangan dari tiap irisan tersebut diperhatikan. Dapat dilihat pada
Gambar 3.4 dimana lereng dibagi menjadi beberapa irisan vertikal sesuai dengan
bidang longsornya. Pada gambar tersebut bidang longsor lereng berbentuk circular,
maka dapat dianalisis menggunakan Metode Fellenius atau Metode Bishop
Disederhanakan (Simplified Bishop Method). Untuk bidang longsor non-circular
dapat dianalisis menggunakan Metode Janbu, dan Morgenstern and Price.
45
Gambar 3.4 Lereng dengan irisan untuk Limit Equilibrium Method (Hardiyatmo,
2012)
Gambar 3.5 memperlihatkan satu irisan dengan gaya gaya yang bekerja padanya.
Gaya-gaya ini terdiri gaya geser (X1 dan X2), gaya normal efektif (E1 dan E2) di
sepanjang sisi irisannya, resultan gaya geser efektif (Ti) dan resultan gaya normal
efektif (Ni) yang bekerja di sepanjang dasar irisan.
Gambar 3.5 Gaya-gaya yang bekerja pada satu irisan (Hardiyatmo, 2012)
46
∑i=n
i=1 ca1+(Wi cos θi-uiai) tg
SF = (3-22)
∑i=n
i=1 Wi sin θi
dengan:
SF = faktor aman
c = Kohesi tanah (kN/m2)
= sudut gesek dalam tanah ()
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
47
1
s = 𝐹 {𝑐 ′ + (𝜎n - u) tan '} (3-23)
lalu besarnya tegangan geser yang diperlukan agar lereng berada dalam kondisi
tepat seimbang adalah:
{𝑐 ′ 𝑎i+(𝑁i - ui𝑎i) tan '}
Ti = (3-24)
F
dengan:
Ti = gaya geser dalam keadaan tepat setimbang
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i
c’ = kohesi efektif
’ = sudut gesek dalam efektif
n = total tegangan normal
Ni = gaya dalam pada irisan ke-i
ui = tekanan pori pada irisan ke-i
48
Bishop berasumsi bahwa gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan mempunyai
resultan nol pada arah vertikal, hal ini berarti X2 – X1 = 0. Kondisi keseimbangan
momen dengan gaya geser total yang dikerahkan tanah pada dasar bidang longsor
dinyatakan oleh persamaan
∑ Wi xi= ∑ Ti R (3-25)
dengan:
Wi = berat massa tanah irisan ke-i
xi = jarak Wi ke pusat rotasi O
Ti = gaya geser yang dikerahkan tanah pada bidang longsor
R = jari-jari lingkaran bidang longsor
Maka persamaan faktor aman untuk metode Bishop adalah sebagai berikut:
1
∑i=n '
i=1 [c bi +(Wi - uibi)tg ']( )
cosθi(1+tgθi tg ' /F)
F= (3-26)
∑i=n
i=1 Wi sinθi
dengan:
F = faktor aman
c’ = kohesi tanah efektif (kN/m2)
’ = sudut gesek dalam efektif ()
bi = lebar irisan ke-i (m)
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
θi = sudut yang didefinisikan pada Gambar 3.5 ()
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
Adanya rasio tekanan air pori yang didefinisikan sebagai:
𝑢𝑏 𝑢
ru = = (3-27)
𝑊 𝛾ℎ
dengan:
ru = rasio tekanan pori
u = tekanan air pori (kN/m2)
b = lebar irisan (m)
γ = berat volume tanah (kN/m3)
49
Maka bentuk lain dari persamaan faktor aman untuk analisis stabilitas lereng cara
Bishop dengan memperhatikan rasio tekanan air pori adalah sebagai berikut:
1
∑i=n '
i=1 [c bi +Wi (1-ru)tg ']( )
cosθi(1+tgθi tg ' /F)
F= (3-28)
∑i=n
i=1 Wi sinθi
1
[c' ai +(Wi - uiai) tg ']( )
i=n sin θi cos θi)
fo ∑i=1[ cos ai (1+ tan θi tan '/F
]
F= (3-29)
∑i=n
i=1 Wi tanθi
dengan:
F = faktor aman
𝑑 𝑑
fo = koefisien pengaruh gaya geser antar irisan, dimana fo = 1 + 0.5[𝐿 − 1.4(𝐿 )2 ]
ci = kohesi tanah (kN/m2)
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
θi = sudut yang didefinisikan pada Gambar 3.5 ()
Wi = berat irisan tanah pada irisan ke-i (kN)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
50
dimana f (x) merupakan bentuk beberapa fungsi yang diperlihatkan oleh Gambar
3.6 dan gaya-gaya yang bekerja tiap irisan pada Metode Morgenstern-Price
ditunjukkan pada Gambar 3.7
Gambar 3.7 Gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan (Morgenstern-Price, 1965)
Dalam hal ini Sm = Ti pada persamaan (3-17), maka persamaan untuk gaya normal
total (N) untuk tiap irisan adalah sebagai berikut:
𝑐' 𝛽 sin 𝑎−𝑢𝛽 sin 𝑎 𝑡𝑎𝑛 𝜑'
(XL – XR) + 𝑊 −
𝐹
N= sin 𝑎 tan 𝜑' (3-33)
cos 𝑎+
𝐹
dengan β adalah panjang lengkung lingkaran pada irisan yang pada Gambar 3.5
dinyatakan dalam ai. Besarnya gaya normal antar-irisan pada sisi kanan irisan (ER)
52
dapat ditentukan dari kesetimbangan gaya pada arah horisontal untuk setiap irisan
yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
𝑐' 𝛽+(𝑁−𝑢𝛽) tan 𝜑'
ER = EL – N sin a + ( ) cos a – kW (3-34)
𝐹
Gaya geser antar-irisan pada sisi kiri dan kanan untuk setiap irisan dapat dinyatakan
sebagai berikut:
XL = λ f (xL) EL (3-35)
XR = λ f (xR) ER (3-36)
Lalu dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas gaya normal antar irisan
pada sisi kanan (ER) dapat dinyatakan sebagai berikut:
( 1− 𝜆𝑓(𝑥L) 𝑍a) ( 𝑊 𝑍a−𝑘𝑊) (cos 𝑎−𝑍a sin 𝑎) (𝑐' 𝛽−𝑢𝛽 tan 𝜑)
ER = ( 1− 𝜆𝑓(𝑥 ) 𝑍 ) EL + (1− 𝜆𝑓(𝑥 ) 𝑍 ) + (3-37)
R a R a (1− 𝜆𝑓 (𝑥R) 𝑍a) 𝐹
dimana:
Dalam metode Morgenstern-Price setelah gaya normal antar irisan dihitung, maka
perhitungan kesetimbangan momen pada titik tengah dilakukan dengan persamaan
sebagai berikut:
1 1 1
EL (yL - 2b tan a) - ER (yR + 2b tan a) + 2b (XL + XR) – W khc = 0 (3-39)
Dimana hc adalah tinggi pusat massa irisan dari titik tengah pada dasar irisan. Dari
persamaan di atas, untuk menghitung titik kerja gaya antar-irisan pada sisi kanan
irisan (yR) menggunakan persamaan sebagai berikut:
1 1 1 1
yR = 𝐸 [EL (yL - 2b tan a) + 2b (XL + XR) - Wkhc] - 2b tan a (3-40)
R
Untuk syarat pada irisan pertama, kemudian syarat untuk irisan terakhir adalah:
1
ER [n] = En = 2 γw ℎw2
1
yR [n] = yn = 3 hw
dengan hw adalah tinggi air yang mengisi retakan tarik, apabila tidak air yang
mengisi retakan maka nilan En dan yn adalah 0. Prinsip perhitungan faktor
keamanan dari metode Morgenstern-Price adalah mencari pasangan nilai faktor
keamanan dan faktor skala, sehingga syarat batas pada irisan terakhir dapat
dipenuhi.
Berdasarkan UACE (Us Army Corps of Engineer) nilai seismic coefficient (kh dan
kv) dalam pendekatan perhitungan gempa menggunakan pseudostatic analysis,
berkisar 50% dari PGA (Peak Ground Acceleration) rencana dan kekuatan
tanahnya direduksi sekitar 20%. Jika menurut Marcuson, nilai seismic coefficient
ditentukan dari 1/2 - 1/3 nilai PHA (Peak Horizontal Acceleration) rencana dengan
faktor keamanan rencana sebesar >1.0. Berbeda dengan rekomendasi yang
diberikan oleh Hynes-Griffin, yang merekomendasikan nilai seismic coefficient
sebesar 1/2 dari nilai PHA atau PGA yang direncanakan.
Dalam teori, nilai beban gempa seharusnya tergantung pada bentuk amplitude dari
gaya inersia yang berpengaruh pada lereng oleh gaya dinamis selama gempa terjadi.
Hal ini dikarenakan tanah pada lereng bukan merupakan suatu kekakuan. Sehingga
puncak percepatan selama gempa berakhir hanya pada periode yang singkat.
Koefisien gempa pada prakteknya digunakan sesuai dengan nilai percepatan puncak
yang diprediksi.
Pemilihan koefisien yang digunakan dalam analisis stabilitas masih sangat subjektif.
Tabel 3.2 menunjukkan nilai koefisien gempa arah horizontal yang
direkomendasikan untuk perancangan. Oleh sebab itu, pemilihan nilai seismic
coefficient berdasarkan sejarah gempa yang pernah terjadi pada daerah yang
ditinjau
55
Tabel 3.2 Rekomendasi koefisien gempa horizontal (Melo and Sharma, 2004)
Horizontal
seismic Description
coefficient, kh
0,05 - 0,15 In the United States
0,12 - 0,25 In Japan
0,1 "Severe" earthquakes
0,2 "violent, destructive" earth quakes
Terzaghi
0,5 “catastrophic" earthquakes
0,1 - 0,2 Seed, FOS ≥ 1,15
0,1 Major Earthquake, FOS > 1.0
Corps of Engineers
0,15 Great Earthquake FOS>1.0
1/2-1/3 of PHA Marcuson, FOS >1.0
1/2 of PHA Hynes-Griffin, FOS>1.0
Tiap-tiap media mempunyai sifat yang berbeda terhadap aliran listrik yang
melaluinya, hal ini tergantung pada tahanan jenisnya. Pada metode resistivitas, arus
listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus dan beda
potensial yang terjadi diukur melalui dua buah elektroda potensial. Beda potensial
besarnya dirumuskan oleh George Simon Ohm, dikenal dengan hukum ohm yaitu:
= iR (3-41)
dengan:
v = beda potensial terukur (volt)
i = besarnya arus yang dilewatkan (ampere)
R = besarnya tahanan hambatan yang dipasang (ohm)
Buku randuan paktikum geolistrik (2012) menyebutkan hasil pengukuran arus dan
beda potensial untuk setiap jarak elektrode berbeda kemudian dapat diturunkan
variasi nilai hambatan jenis masing-masing lapisan bawah permukaan bumi.
56
Gambar 3.9 Pengukuran beda potensial v dengan dua elektroda arus A dan B dan
dua elektroda potensial M dan N (Look, 2004)
Titik arus sebagai source dan sink, dengan menganggap titik 0 adalah sama, d1 dan
d2 adalah jarak dari titik yang diamati kekedua elektroda arus yang digunakan,
maka beda potensial yang terukur pada kedua titik MN seperti persamaan 3-34:
𝑖𝑅𝑎 1 1 1 1
𝑀𝑁 = 𝑀 - 𝑁 = 2
(𝑑 - 𝑑 - 𝑑 + 𝑑 ) (3-42)
1 2 3 3
dengan:
𝑀𝑁 = beda potensial yang terukur pada kedua titik MN (volt)
𝑀 = beda potensial yang terukur pada kedua titik M (volt)
𝑁 = beda potensial yang terukur pada kedua titik N (volt)
𝑅𝑎 = resistivitas semu (ohm)
𝑑1 = jarak titik pengukuran potensial di titik A dan M (meter)
𝐴𝐵2 − 𝑀𝑁 2 (𝐿2 − 𝑏2 )
𝐺𝑠 = = (3-43)
4𝑀𝑁 2𝑏
dengan:
𝐺𝑠 = faktor geometri
L = jarak antara titik elektroda arus A dan B (meter)
b = jarak antara titik elektroda potensial M dan N, dengan syarat bahwa MN <
1/5 AB (meter)
∆𝑣
ρ= Kw-s ( ) (3-45)
𝑖
59
dengan:
ρ = tahanan jenis semu
Kw –S = faktor geometris (konfigurasi Wenner-Schlumberger)