Anda di halaman 1dari 74

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa tahun ini, penggunaan tanaman obat sedang mengalami peningkatan
pesat.(1–4) Berdasarkan data WHO, 80% dari populasi dunia menggunakan herbal
untuk pelayanan kesehatan.(1,5) Penggunaan obat herbal ini terutama dilakukan
oleh negara-negara maju dan berkembang terutama Asia dan Afrika. Di Afrika
lebih dari 90% masyarakat menggunakan obat herbal. Di India lebih dari 70%
populasi bergantung dengan obat-obatan tradisional untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan mereka. Bahkan di Cina, sekitar 40% dari pelayanan
kesehatan yang diberikan adalah dengan obat tradisional dan lebih dari 90%
rumah sakit di Cina mempunyai unit untuk obat tradisional. Negara-negara
industri juga mulai mendalami penggunaan obat herbal ini. Di Amerika pada
tahun 2007, sekitar 38% orang dewasa dan 12 % anak-anak menggunakan obat
tradisional. Di Hongkong pada tahun 2003, survey mengatakan masyarakat lebih
memiliki kepercayaan pada penggunaan obat tradisional Cina dibandingkan obat-
obatan Barat. Berdasarkan survey 21.923 orang dewasa di Amerika, 12,8%
setidaknya mengkonsumi supplemen herbal. Di survey lainnya 42% dari
responden mengkonsumsi supplemen makanan dengan multivitamin dan
mineral.(2) Berdasarkan data WHO 2002, penggunaan obat tradisional Cina di
negara industri mencapai setengah dari populasi (Amerika, 42%; Australia, 48%;
France, 49%; Kanada, 70%) dan sangat sering dipakai di negara-negara
berkembang (Cina, 40%; India, 70%; Chile, 71%; Colombia, 40%; dan lebih dari
80% di negara-negara Afrika)(1) Berdasarkan data TCMID (Traditional Chinese
Medicine Integrated Database), telah tercatat 47.000 resep dan 8.159 adalah
herbal.(6) Berdasarkan Direktorat Pengembangan Ekspor Nasional, penggunaan
obat herbal di RRC mencapai 90%, Jepang 60-70%, Malaysia dan India telah
menggunakan obat herbal mereka secara meluas. Sementara itu berdasarkan
Kantor Regional WHO wilayah Amerika (AMOR/PAHO), 71% penduduk Chile
dan 40 % penduduk Columbia menggunakan obat tradisional. Untuk Negara
Perancis sebanyak 49%, Kanada 70%, Inggris 40%, dan Amerika Serikat 42%.(7)

Universitas Tarumanagara 1
Penggunaan obat-obatan herbal ini terbanyak pada negara-negara
berkembang dikarenakan harga obat-obat herbal yang terjangkau secara finansial,
lebih erat dengan ideology yang dianut masyarakat, dan menghilangkan
kekhawatiran dari efek-efek merugikan pada obat-obat sintetik dikarenakan efek
samping yang dimiliki lebih rendah. Obat-obat herbal ini sendiri sering dipakai
untuk promosi kesehatan dan juga terapi untuk penyakit kronik.(1,2,8) Obat-obat
herbal ini telah terbukti memainkan peran yang signifikan sebagai antiulcer,
antipiretik, antidiabetic, dan anti kanker(8).
Indonesia, dikenal sebagai mega center keanekaragaman hayati
(biodiversity) terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki 30.000
jenis tumbuhan dan 7.000 di antaranya ditengarai memiliki khasiat sebagai obat.
2500 di antaranya merupakan tanaman obat.(7) Salah satu tanaman yang
dipercayai mempunyai khasiat sebagai obat adalah Auricularia polytricha.
Auricularia polytricha adalah jamur berbentuk jeli yang bisa di makan, termasuk
dalam famili Auriculariaceae dan filum Basidiomycota. Jamur ini mempunyai
nama Cina “Mu Er” atau “Wood Ear”. Jamur ini sering dilaporkan mempunyai
efek pengobatan seperti melembabkan paru, memperkaya darah, mengurangi gula
darah, efek anti tumor, hipoglikemik, anti ulkus, dan peran dalam hemostasis.(9)
Berdasarkan penelitian, telah didapatkan bahwa jamur ini mempunyai komponen
fungsional yang banyak seperti polisakaria, polifenol, tannins, serat, protein,
vitamin, dan mineral yang dipercaya berkaitan dengan efek-efek pengobatan yang
diberikan.(10,11)
Berdasarkan data WHO, penyakit kardiovaskular adalah penyakit terbesar
satu-satunya yang menyebabkan kematian di dunia. Umumnya penyakit
kardiovaskular ini berkaitan dengan infark miokard. Pada tahun 2008, angka
kematian akibat penyakit kardiovaskular adalah sebanyak 17,3 juta, di mana 7,3
jutanya ( 42 % dari kematian akibat penyakit kardiovaskular) adalah akibat dari
infark miokard. Di Indonesia sendiri, kematian akibat penyakit iskemia miokard
adalah sebanyak 150,8 per 100.000.(12)
Hipoksia adalah suatu keadaan di mana terjadi penurunan suplai oksigen ke
jaringan sampai di bawah tingkat fisiologis meskipun perfusi jaringan oleh darah
memadai.(13) Keadaan hipoksia bisa disebabkan atherosclerotic coronary heart

Universitas Tarumanagara 2
disease (CAD). Keadaan hipoksia bisa menyebabkan terjadinya iskemia
miokard.(14) Selain itu iskemia miokard yang berkepanjangan bisa mengakibatkan
terjadinya infark miokard (IM), di mana sudah terjadinya kematian sel jantung
akibat kurangnya suplai oksigen.(15) Keadaan hipoksia ini bisa menginduksi
terbentuknya radikal bebas seperti hidrogen peroksidase serta respon antioksidan
(16,17)
sebagai indikator terjadinya stress oksidatif .
Keadaan hipoksia ini erat kaitannya dengan ROS (Reactive Oxygen Species)
di mana keadaan hipoksia ini bisa meningkatkan produksi dari ROS yang akan
mempengaruhi stabilitas dari HIF-α melalui inhibisi dari PHDs (Prolyl
Hydroxylase Domains).(18–20) ROS sendiri bisa menginduksi keadaan patologis
seperti merusak lipid, protein, dan DNA.(20)
Keadaan di mana keseimbangan antara antioksidan dan ROS terganggu baik
karena deplesi dari antioksidan atau akumulasi dari ROS disebut sebagai stress
oksidatif. Oleh karena itu diperlukanlah antioksidan yang bekerja untuk melawan
oksidan. Antioksidan terbagi menjadi enzimatik dan non enzimatik. Superoksida
dismutase, katalase, glutation peroksidase, thioredoksin, peroksiredoksin,
glutation transferase merupakan antioksidan yang enzimatik. Vitamin A, vitamin
C, vitamin E, Glutation, dan β-karoten merupakan antioksidan yang non
enzimatik.(21)
GSH adalah antioksidan protektif yang vital di intraseluler dan ekstraseluler.
GSH terbentuk oleh tripeptida thiol yang ditemukan di mana-mana. GSH
mempunyai peran penting dalam mengontrol proses pengiriman sinyal,
mendetoksifikasi xenobiotik tertentu dan logam berat, serta berbagai fungsi
lainnya. GSH adalah tripeptida yang terbentuk oleh sistein, asam glutamat, dan
glisin. Di dalam sel, GSH dalam keadaan bebas dan terikat pada protein.
Sedangkan GSSG terbentuk dari GSH melalui enzim glutation reduktase. Dalam
keadaan normal, rasio GSH dengan GSSG pada mamalia normal berkisar 100
banding 1. Sedangkan dalam keadaan stres oksidatif, akan dijumpai penurunan
rasio bahkan sampai dengan 1 banding 1.(22)
Mengingat besarnya angka kematian akibat penyakit kardiovaskular,
alangkah baiknya untuk dilakukan penelitian pengaruh pemberian rebusan
Auricularia polytricha terhadap kondisi hipoksia.

Universitas Tarumanagara 3
Jamur Auricularia polytricha ini telah sering dipakai sebagai pengobatan
herbal di beberapa negara Asia seperti Cina.(9) Namun masih kurangnya informasi
ilmiah mengenai khasiat jamur ini yang dapat meningkatkan antioksidan
enzimatik khususnya GSH, kami memutuskan untuk melakukan penelitian ini.

1.2 Perumusan Masalah


1.2.1. Pernyataan Masalah
Jamur kuping hitam putih (Auricularia polytricha) mempunyai kandungan
antioksidan yang dapat mengatasi stres oksidatif akibat dari hipoksia sistemik.
1.2.2. Pertanyaan Masalah
1. Bagaimana konsentrasi kadar antioksidan GSH jantung tikus yang
dicekokan air rebusan jamur kuping hitam putih (Auricularia polytricha)
saja dan yang diberikan cekokan jamur kuping hitam putih (Auricularia
polytricha) namun diinduksi hipoksia sistemik?
2. Bagaimana konsentrasi kadar antioksidan GSH darah tikus yang
dicekokan air rebusan jamur kuping hitam putih (Auricularia polytricha)
saja dan yang diberikan cekokan jamur kuping hitam putih (Auricularia
polytricha) namun diinduksi hipoksia sistemik?
3. Bagaimana hubungan antara kadar GSH darah dan kadar GSH jantung
tikus yang dicekokan air rebusan jamur kuping hitam putih (Auricularia
polytricha) saja dan yang dicekokan jamur kuping hitam putih
(Auricularia polytricha) namun diinduksi hipoksia sistemik?
4. Apakah terdapat perbedaan pengaruh kadar GSH pada darah maupun
jantung tikus pada pemberian air rebusan jamur kuping hitam putih
(Auricularia polytricha) dengan dosis berbeda?

1.3. Hipotesis Penelitian


1. Rebusan jamur hitam putih akan meningkatkan konsentrasi antioksidan
GSH organ jantung dan darah pada tikus, baik yang tidak dihipoksia
maupun yang dihipoksia.

Universitas Tarumanagara 4
2. Terdapat konsentrasi GSH darah dan jantung tikus yang lehih tinggi pada
pemberian air rebusan jamur kuping hitam putih (Auricularia polytricha)
dengan dosis kental (75gr) dibandingkan dengan dosis encer.
3. Terdapat korelasi yang positif kadar GSH antara organ jantung dan
darah.

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya manfaat baru dari jamur hitam putih (Auricularia polytricha) dalam
mengatasi stress oksidatif.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya pengaruh dari jamur kuping hitam (Auricularia polytricha)
terhadap kadar glutathion (GSH) jantung tikus yang tidak diinduksi
hipoksia sistemik kronik dan yang diinduksi hipoksia sistemik kronik.
2. Diketahuinya adanya hubungan antara kadar glutathione (GSH) darah
dan kadar glutathione (GSH) jantung tikus yang dicekokan air rebusan
jamur kuping hitam putih (Auricularia polytricha) tanpa diinduksi
hipoksia sistemik kronik dan yang diinduksi hipoksia sistemik kronik.

1.5. Manfaat Penelitian


1.5.1. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidang
ilmu yang ditekuni, yaitu kedokteran serta dapat menjadi acuan untuk penelitian
lebih lanjut.
1.5.2. Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan landasan bagi masyarakat dalam megaplikasikan jamur
Auricularia Polytricha sebagai tanaman obat khususnya sebagai antioksidan
alami.
1.5.3. Bagi Institusi Terkait
Dapat dijadikan salah satu referensi dalam penelitian yang lebih mendasar dan
spesifik untuk mengembangkan manfaat jamur Auricularia Polytricha sebagai
obat khususnya sebagai antioksidan alami.

Universitas Tarumanagara 5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelusuran Literatur


2.1.1. Auricularia nigricans / Auricularia polytricha
Auricularia polytricha adalah salah satu jenis jamur berwarna hitam kecoklatan,
sering dipakai sebagai obat yang biasa dikonsumsi dan terkenal di Cina serta
negara-negara Asia lainnya. Hal itu dikarenakan kandungan nutrisinya yang tinggi
dan rasanya yang enak. Jamur ini biasa dikenal di Cina sebagai “Mu Er” atau
“jamur kayu”. Jamur ini telah menjadi bahan populer dalam hidangan makanan
Cina seperti sup dan telah berperan sebagai obat selama berabad-abad.(9–11)
Kingdom Fungi
Subkingdom Dikarya
Phylum Basidiomycota
Subphylum Agaricomycotina
Class Agaricomycetes
Order Auriculariales
Genus Auricularia
Species Auricularia polytricha

Gambar 2.1. Hierarki Auricularia Polytricha(23)

2.1.2. Penelitian Terdahulu


Telah diketahui dengan jelas, jamur sebagai makanan mempunyai kalori yang
rendah dan tinggi akan polisakarida yang larut air (efek hipoglikemik), serat yang
tinggi (12,9%), protein, vitamin (B1, B2, B12, C, D, dan E), dan mineral.
Auricularia polytricha mempunyai tubuh buah yang lebih tebal dengan bulu yang
sangat pendek dan halus di bagian belakangnya.(9–11, 24)
Jamur dengan genus Auriculae mempunyai komponen fungsional yang
banyak seperti polisakarida, polifenol, tannins, dll. Polisakarida (terutama yang
terlarut) adalah komponen aktif utama pada jamur ini. Selain itu polifenol dan
tannins juga merupakan elemen penting pada genus ini. Ekstrak kental dari
Auricularia polytricha mampu menyerap glukosa.(10,11)

Universitas Tarumanagara 6
Auricularia polytricha baru-baru ini dilaporkan mempunyai beberapa fungsi
pengobatan seperti melembabkan paru, memperkaya nutrisi darah, anti tumor,
efek hipoglikemik, anti ulkus, serta peran dalam hemostasis.(9) Baru-baru ini
ditemukan bukti bahwa Auricularia polytricha mempunyai kemampuan untuk
melindungi dari two-hit theory dari NAFLD. Berdasarkan analisis laboratorium
juga mengatakan bahwa ekstrak Auricularia polytricha mempunyai senyawa lebih
aktif dan kuat dalam melawan radikal daripada Auricularia auriculae. Selain itu
jamur ini mempunyai komponen aktif yang lebih tinggi.(24)
2.1.3. Habitat
Auricularia polytricha merupakan tumbuhan saprofit.(25–27) Ada juga yang
mengatakan bahwa jamur ini bersifat parasitik.(27) Dilaporkan bahwa jamur ini
mempunyai distribusi di seluruh dunia dengan iklim sedang sampai dengan
tropis.(28)
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa jamur ini tumbuh pada cabang
mati dari Ficus benghalensis.(25) Pada penelitian lainnya ditemukan jamur ini
tumbuh pada batang bambu yang mati.(29) Ada yang melaporkan bahwa jamur ini
menpunyai substrat Delonix regia, Albizzia procera, dan Sapium baccatum.(27)
Selain itu Cocos nucifera L. (kelapa), Mangifera indica L. (mangga), Samanea
saman Jacq. (rain tree), Hevea brasiliensis Muell. Arg. (pohon karet), Sweitenia
mahogany Jacq. (mahogany), dan kayu bekas pagar yang sedang membusuk juga
merupakan habitat dari jamur ini.(30) Cabang, kayu, dan tunggul dari Liquidambar,
kopi Arab, dan kayu keras lainnya merupakan habitat lainnya.(31)
Berdasarkan dari Laporan dari penelitian-penelitian di atas, dapat
disimpulkan bahwa jamur Auricularia polytricha ini mempunyai habitat pada
pohon berdaun lebar yang hidup maupun yang mati, tunggul atau batang busuk
dikarenakan sifat dari jamur ini yang saprofit(25,27,28)
2.1.4. Morfologi
Badan buah dari Auricularia polytricha berkisar 6-8 cm, berbentuk kipas, halus,
berlengkuk, bergelatin, elastis, menempel longgar secara lateral, bergrup,
permukaan atasnya berwarna coklat tua, permukaan bawah berwarna lebih gelap,
tidak ada stipe, himen halus; basidiospora berhialin, 8-10μm, bersepta; basidia
berbentuk silindris, berhialin, 2-3 septa; hifa halus, berhialin, bersepta.(27)

Universitas Tarumanagara 7
Struktur internal. Zona pilosa : rambut dari 450 μm ke atas, hialin, 5-6μm
diameternya, membentuk jumbai padat, dengan untai sentral menonjol, ujung
runcing tapi sering rusak, tampak terpotong; zona kompakta: 20-40μm lebarnya,
sangat padat, hifa individual tidak dapat dibedakan. Zona subkompakta superioris:
75-85 μm lebarnya, hifa 2-3μm diameternya, berorientasi sebagain besar tegak
lurus dengan permukaan. Zona laksa superioris: 250-260 μm lebarnya; Medulla:
250μm; zona laksa inferioris: 250-260 μm; zona subkompakta inferioris: 90-100
μm lebarnya; hymenium: 80-90 μm lebarnya.(30)

Gambar 2.2. Auricularia polytricha(27)

Universitas Tarumanagara 8
Gambar 2.3. Morfologi Auricularia polytricha(30)

2.1.5. Pemakaian Secara Empiris


Jamur ini sudah dikenal di masyarakat banyak, bahkan sudah menjadi bahan obat
di negeri Cina. Jamur ini seringkali dipakai sebagai bahan campur masakan
dicampur dengan ang co, jahe, dan daging dada ayam yang dimasak dalam slow
cooker selama 10-15 menit. Jamur ini dipercaya bisa menjaga struktur dan
kekuatan tulang, membantu pertumbuhan dan menambah tinggi badan,
meningkatkan sirkulasi udara di dalam tubuh, baik untuk kesehatan jantung dan
hati, baik untuk saraf, mencegah terjadinya anemia, menurunkan kolestrol,
melancarkan peredaran darah, membantu proses pembekuan darah, efek anti
racun, mengontrol dan menurunkan tekanan darah, menetralisir racun, mengatasi
penyakit kanker, mengatasi penyakit degeneratif, penangkal radikal bebas, dan
mencegah penggumpalan darah.
Bahkan adanya pengalaman dari orang-orang yang sebelumnya dianjurkan
oleh dokter untuk memasukkan stent ring pada koroner jantung sebanyak 3 buah
dikarenakan adanya stenosis koroner dikarenakan kadar trigliserid, SGPT, SGOT,
Universitas Tarumanagara 9
asam urat, kolestrol, dan tekanan darahnya yang tinggi. Menurut pengalaman
mereka, setelah mengkonsumsi jamur Auricularia polytricha selama 24 hari,
dokter mendapatkan bahwa terjadinya perbaikan yang mencolok yang pada
akhirnya membuat mereka tidak jadi memasang ring.
2.1.6. Aktivitas Antioksidan
Badan buah dari Auricularia polytricha mempunyai 4 jenis polisakarida (APPsA-
1, APPsB-1, APPsB-2, dan APPsC-1). Polisakarida-polisakarida ini mempunyai
efek antioksidan untuk radikal hidroksil dan radikal superoksida. Keempat
polisakarida ini mempunyai efek antioksidan yang berbeda-beda dan semuanya
dipengaruhi dosis. Semakin tinggi kandungan asam uronik, semakin kuat aktivitas
antioksidan APPsnya. Meskipun mekanismenya belum diketahui dengan jelas,
salah satu mekanisme yang pasti adalah melalui kemampuan donor atom hidrogen
pada radikal yang mengakibatkan penghentian reaksi berantai dari radikal dan
mengubah radikal bebas menjadi produk tidak berbahaya. Gugus karboksil
penarik elektron diganti pada C-5 dari residu gula bisa mengaktifkan atom
hidrogen dari residu gula melalui efek medan dan induktif. Semakin tinggi efek
kapasitas aktif dari suatu grup, semakin kuat kapasitas donasi atom dari
APPs.(32,33)
2.1.7. Oksigen
Oksigen adalah spesies diatomik, tidak berwarna, dan tidak berbau pada tekanan
dan suhu normal. Oksigen adalah elemen ketiga terbanyak di alam semesta setelah
hidrogen dan helium. Elemen ini terdapat paling banyak di laut (86%) dan di darat
(28%). Elemen oksigen mempunyai nomor atom 8 dan biasanya ditemukan
berikatan dengan elemen lain seperti hidrogen untuk membentuk air, dengan
silika membentuk pasir, dengan karbon untuk membentuk karbon dioksida, dan
dengan fosfor untuk membentuk fosfat. Selain itu spesies oksigen yang
membentuk triatom juga membentuk ozon yang diproduksi di permukaan
atmosfer dengan radiasi ultraviolet panjang gelombang pendek.(34)
Oksigen bentuk dasarnya adalah biradikal, mengandung 2 elektron tidak
berpasangan di lapisan luarnya (triplet state). Dikarenakan kedua elektron tidak
berpasangan mempunyai arah putaran yang sama, oksigen hanya bisa bereaksi
dengan 1 elektron pada suatu waktu sehingga menyebabkan bentuknya yang tidak

Universitas Tarumanagara 10
terlalu reaktif. Lain halnya jika satu dari 2 elektron tidak berpasangan mengalami
eksitasi dan mengubah arah putarannya, hasilnya akan terbentuk singlet oxygen
yang merupakan oksidan kuat. Hal ini dikarenakan 2 elektron dengan arah putaran
berbeda dapat dengan cepat bereaksi dengan pasangan elektron lain, terutama
ikatan ganda.(35)
Sistem fosforilasi oksidatif bertujuan untuk menghasilkan ATP dari
mitokondria. Sistem ini terdiri dari kompleks ATP sintase (kompleks V) dan 4
kompleks oksidoreduktase: NADH dehidrogenase (kompleks I), suksinat
dehidrogenase (kompleks II), sitokrom c reductase (kompleks III), dan sitokrom c
oksidase (kompleks IV). Kompleks-kompleks ini terletak dalam membran dalam
mitokondria. Kompleks I dan II mentransfer elektron dari NADH atau FADH2
kepada ubiquinon, yang diyakini secara bebas berdifusi dalam membran dalam
mitokondria. Kompleks III mentransfer elektron dari ubiquinol kepada sitokrom c.
Protein kecil ini terdapat dalam ruang antara membran dalam dan luar
mitokondria. Pada akhirnya, kompleks IV mentransfer elektron dari sitokrom c ke
molekul oksigen. 3 dari 4 kompleks oksidoreduktase berperan dalam transport
elektron dengan mentranslokasikan proton dari matriks mitokondria ke ruang
intermembran. Gradient proton yang dihasilkan bisa dipakai kompleks V untuk
mengkatalisis formasi ATP dengan fosforilasi dari ADP.(36)
2.1.8. Radikal Bebas
Anion superoksida, produk dari reduksi 1 elektron oksigen adalah prekursor dari
kebanyakan ROS dan mediator dalam reaksi oksidasi berantai. Dismutasi dari
anion superoksida (secara spontan maupun dikatalisis superoxide dismutase)
menghasilkan hidrogen peroksida yang kemudian bisa direduksi sepenuhnya
menjadi air atau secara parsial menjadi radikal hidroksil, salah satu oksidan
terkuat di alam. Pembentukan radikal hidroksil dikatalisis oleh logam transisi
tereduksi. Dalam hal ini, radikal bebas yang dimaksud ialah anion superoksida
dan radikal hidroksil.(35)
2.1.9. Stres Oksidatif
Stres oksidatif adalah keadaan tidak seimbangnya antara pembentukan ROS yang
berlebihan dengan pertahanan antioksidan yang terbatas. Sedikit peningkatan dari
oksidan penting dalam pensignalan intraseluler tetapi kalau peningkatannya tidak

Universitas Tarumanagara 11
terkendali akan menyebabkan reaksi berantai dari radikal bebas yang akan
menyebabkan perusakan protein target, lipid, polisakarida, dan DNA.(35)
2.1.10. Hipoksia
Hipoksia adalah kegagalan pengoksigenasian pada tingkat jaringan. Hipoksemia
adalah keadaan di mana tekanan oksigen arteri di bawah normal (80-100 mmHG).
Keadaan hipoksia dan hipoksemia bisa terjadi secara bersamaan, namun tidak
selalu demikian. Keadaan hipoksemia tidak selalu menyebabkan hipoksia
dikarenakan adanya kompensasi untuk meningkatkan pengiriman oksigen. Hal itu
dilakukan dengan cara peningkatan cardiac output atau mengurangi komumsi
oksigen jaringan. Namun sampai saat ini, hipoksemia masih merupakan penyebab
tersering hipoksia jaringan.(37)
5 Penyebab hipoksia jaringan(37):
1. Hipoksia hipoksemik
Hipoksia ini disebabkan kelainan yang menyebabkan penurunan Pao2 di
bawah normal (normalnya : 80-100 mmHg saat pasien menghirup udara
ruangan). Keadaan hipoksia hipoksemik ini bisa disebabkan oleh
a. Penurunan PaO2.
Berbagai penyebab yang bisa menyebabkan hipoventilasi akan
menyebabkan hipoksemia jika Pco2 meningkat cukup tinggi.
b. Gagalnya V/Q (perfusi ventilasi) pada paru
Keadaan ini menyebabkan pelebaran gradien A/a. Contohnya penyakit
pneumonia, gagal jantung, dan atelektasis.
c. Peningkatan pulmonary shunt (Qs/Qt)
Keadaan ini ditandai dengan perfusi tanpa pertukaran gas. Contohnya
pada Adult respiratory distress syndrome (ARDS).
2. Stagnant or circulatory hypoxia
Keadaan ini bisa disebabkan oleh
a. Penurunan cardiac output
Curah jantung yang sangat rendah seperti shok kardiogenik
menyebabkan penurunan mixed venous oxygen tension yang
menyebabkan ketidak berhasilan oksigenasi darah secara sempurna
selama pertukaran gas pulmonal.

Universitas Tarumanagara 12
b. Peningkatan nonpulmonary shunting
Kegagalan darah untuk mencapai paru-paru menyebabkan kegagalan
untuk pertukaran gas.
3. Hipoksia anemik
Hal ini disebabkan penurunan oksigenasi jaringan sebagai akibat dari
rendahnya hemoglobin atau hemoglobin dengan kelainan kapasitas
pengangkutan oksigen.
4. Hipoksia histologik
Disebabkan ketidakmampuan jaringan untuk memakai oksigen meskipun
tidak adanya keadaan hipoksemia. Contoh keadaan ini antara lain
keracunan sianida.
5. Oxygen affinity hypoxia
Keadaan ini terjadi ketika kurva disosiasi oksigen bergeser ke arah kiri
yang menandakan adanya peningkatan afinitas dan konsekuensi
penurunan pengiriman oksigen menuju jaringan. Contoh keadaan ini
adalah keracunan karbon monoksida dan transfusi darah yang masif.
2.1.11. Adaptasi Seluler terhadap Hipoksia
Adaptasi seluler terhadap hipoksia bergantung pada faktor transkripsi HIF
(Hypoxia Inducible Transcription Factors) yang pada keadaan normalnya tidak
aktif namun aktif pada saat kekurangan oksigen/hipoksia. Hidroksilasi residu
prolyl pada HIF-1α atau HIF-2α bergantung pada oksigen. HIF-α ini terdapat pada
HIF heterodimer. Pada reaksi hidroksilasi, PHD menyediakan tempat
mengikatnya von Hippel-Lindau (VHL) yang merupakan komponen dari
kompleks E3 ubiquitin ligase. Mengikatnya produk gen VHL pada HIF-1α/HIF-
2α berujung pada destruksi dari subunit α pada proteasom. Selain itu hidroksilasi
dari residu asparagil pada HIF-1α/HIF-2α oleh faktor inhibisi HIF (oxygen
dependent asparagyl hydroxylase) mengurangi aktifitas transkripsi dari HIF.
Fungsi dari kedua hidroksilase (PHD dan faktor inhibisi HIF) bergantung pada
O2, 2-oxoglutarate, besi, dan asam askorbat. Pada keadaan hipoksia atau keadaan
di mana hidroksilase kurang atau tidak aktif, HIF-α akan terakumulasi. Subunit
HIF-α dan HIF-β bertranslokasi ke dalam nukleus kemudian berikatan secara
heterodimer dengan HRE (Hypoxia Responsive Element) menginduksi transkripsi

Universitas Tarumanagara 13
dari berbagai gen seperti NF-kB dan TLR serta meningkatkan metabolisme
angiogenesis.(38,39)
2.1.12. Antioksidan
Dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam antioksidan untuk melawan
oksidan. Antioksidan bisa dibagi menjadi antioksidan yang enzimatik dan
nonenzimatik.(21)
Antioksidan enzimatik yang utama adalah SODs (EC 1.15.1.11), katalase
(EC 1.11.1.6), dan GSH-Px (EC 1.11.1.9). Selain itu terdapat juga antioksidan
enzimatik lain seperti heme oksigenase-1 (EC 1.14.99.3) dan protein redoks
seperti thioredoksin (TRX, EC 1.8.4.10), peroksiredoksin (PRXs, EC 1.11.1.15),
dan glutaredoksin.(21)
Hidrogen peroksida dihasilkan akibat kerja dari SOD atau oksidase seperti
xantin oksidase. Hidrogen peroksida kemudian akan direduksi menjadi air oleh
enzim katalase dan GSH peroksidase.(21)
Enzim pada siklus redoks yang bekerja untuk mereduksi H2O2 dan
hidroperoksida lipid (hasil dari peroksida membran lipid) salah satunya adalah
GSH peroksidase. GSH peroksidase adalah suatu famili dari enzim tetramerik
yang mengandung asam amino selenosistein unik pada sisi aktifnya dan
menggunakan thiol berat molekul rendah seperti GSH, untuk mereduksi H2O2 dan
peroksida lipid menjadi alkohol. Saat ini sudah ditemukan 4 jenis GSH-Px yang
dikode oleh gen berbeda: GSHPx-1 (GSH-Px selular) bersifat ubikuitos dan
mereduksi H2O2 dan peroksida asam lemak, kecuali lipid peroksil teresterifikasi.
Lipid teresterifikasi direduksi oleh GSH-Px-1 yang terikat pada membran (GSH-Px
hidroperoksida fosfolipid) yang menggunakan beberapa thiol berat molekul
rendah yang berbeda sebagai ekuivalen pereduksi. GSH-Px-2 (gastrointestinal
GSH-Px) terdapat dalam epitel gastrointestinal yang bekerja untuk mereduksi
peroksidasi diet. GSH-Px-3 (GSH-Px ekstraseluler) adalah satu-satunya famili
GSH-Px yang terdapat pada kompartemen ekstraseluler dan merupakan enzim
antioksidan terpenting pada ekstraseluler.(21)
Semua antioksidan ini membutuhkan NADPH sebagai ekuivalen
pereduksi. NADPH menjaga katalase dalam bentuk aktif dan dipakai sebagai
kofaktor oleh TRX dan reduktase GSH (EC 1.6.4.2), yang mengubah GSSG

Universitas Tarumanagara 14
menjadi GSH, sebuah kosubstrat untuk GSH-PX. Sedangkan NADPH intraseluler
dihasilkan oleh reduksi dari NADP1 oleh glukosa 6 fosfat dehydrogenase, enzim
pertama dan penentu kecepatan dari jalur pentose fosfat saat konversi dari glukosa
6 fosfat menjadi 6 fosfoglukonolakton. Dengan menghasilkan NADPH, glukosa 6
fosfat dehydrogenase adalah penentu penting dari kapasitas buffer GSH sitosol
(GSH/GSSG), karena itu bisa disebut sebagai enzim pengatur antioksidan
esensial.(21)
GST (EC 2.5.1.18), family enzim antioksidan yang lain, metabolit
sekunder tidak aktif, seperti aldehid tidak jenuh, epoksida, dan hidroperoksida. 3
famili utama dari GST telah ditemukan: GST sitosol, GST mitokondria, dan GST
mikrosom membrane yang mempunyai peran dalam eicosanoid dan metabolism
GSH. 7 kelas GST sitosol telah dipelajari pada mamalia, yakni Alpha, Mu, Pi,
Sigma, Theta, Omega, dan Zeta. Pada kondisi tanpa stress, GST kelas Mu dan Pi
masing-masing berinteraksi dengan Ask1 dan JNK kinase dan menghambat
kinase-kinase ini. Telah dibuktikan bahwa GSTP1 terpisah dengan JNK dalam hal
merespon terhadap stres oksidatif. GSTP1 juga berinteraksi secara fisik dengan
PRX VI dan menyebabkan pulihnya aktivitas enzim PRX via glutationilasi dari
protein teroksidasi.(21)

Gambar 2.4. Antioksidan Enzimatik(21)

Antioksidan nonenzimatik antara lain senyawa berberat molekul rendah


seperti vitamin (vitamin C dan E), β-karoten, asam urat, dan GSH, sebuah
tripeptide (L-g-glutamil-L-sisteinil-L-glisin) yang mempunyai gugus tiol
(sulfidril)(21)
Universitas Tarumanagara 15
Glutation. GSH sangat banyak terdapat di dalam kompartemen sel dan
merupakan antioksidan terlarut utama. GSH/GSSG rasio adalah penentu utama
dalam stress oksidatif. GSH menunjukkan efek antioksidannya dengan beberapa
cara. GSH mendetoksifikasikan hidrogen peroksida dan lipid peroksida melalui
kerja dari GSH-Px. GSH mendonorkan elektronnya pada H2O2 untuk mereduksi
dirinya menjadi H2O dan O2. GSSG kemudian tereduksi kembali menjadi GSH
oleh GSH reduktase yang menggunakan NAD(P)H sebagai donor elektron. GSH-
Px juga penting untuk proteksi membran sel dari peroksidasi lipid. Glutation
tereduksi mendonorkan proton pada lipid membran dan melindunginya dari
serangan oksidan. Enzim ini adalah sebuah kofaktor untuk beberapa enzim
pendetoksifikasi, seperti GSH-Px dan transferase. Selain itu juga mempunyai
peran dalam mengubah vitamin C dan E kembali menjadi bentuk aktifnya. GSH
melindungi sel terhadap apoptosis melalui interaksi dengan jalur pensinyalan
proapoptotik dan antiapoptotik. GSH juga mengatur dan mengaktifkan beberapa
faktor transkripsi seperti AP-1, NF-kB, dan Sp-1.(21)

Universitas Tarumanagara 16
Gambar 2.5. Antioksidan Non Enzimatik(21)

Universitas Tarumanagara 17
2.1.13. GSH
Glutation tripeptida linear (γ-L-glutamyl-L-cysteinyl-glycine) biasa disebut
sebagai GSH. Enzim ini mempunyai peranan penting dalam berbagai proses
biokimia dalam organisme hidup, termasuk perbaikan dari kerusakan oksidatif
dan pertahanan sistem saraf pusat terhadap radikal bebas. Selain itu enzim ini juga
mempunyai peranan dalam apoptosis, transduksi sinyal, dan ekspresi gen. Sistem
glutation/glutation disulfida (GSH/GSSG) adalah oksidasi interseluler paling
penting. Sistem ini memberikan proteksi melawan penyakit karsinogenik, stres
oksidatif, dan peroksidasi lipid. Glutation mendetoksifikasi berbagai senyawa
dengan membentuk konjugasi glutation. Glutation juga meregulasi oksidasi dari
gugus SH pada protein dan sistem biologik lainnya yang mengandung gugus
thiol.(40)
GSH bisa ditemukan paling banyak di sitosol (1-11mM), nukleus (3-
15mM), dan mitokondria (5-10 mM) dari sel. Selain itu GSH merupakan
antioksidan utama dalam kompartemen sel.(40)
Di dalam sel, GSH dalam keadaan bebas dan terikat pada protein.
Sedangkan GSSG terbentuk dari GSH melalui enzim glutathione reductase.
Dalam keadaan normal, rasio GSH dengan GSSG pada mamalia normal berkisar
100 banding 1. Sedangkan dalam keadaan stress oksidatif, akan dijumpai
penurunan rasio bahkan sampai dengan 1 banding 1.(22)
Kerja dari GSH ada beberapa cara. GSH mendetoksifikasikan hidrogen
peroksida dan lipid peroksida melalui kerja dari GSH-Px. GSH mendonorkan
elektronnya pada H2O2 untuk mereduksi dirinya menjadi H2O dan O2. GSSG
kemudian tereduksi kembali menjadi GSH oleh GSH reduktase yang
menggunakan NAD(P)H sebagai donor elektron. GSH-Px juga penting untuk
proteksi membran sel dari peroksidasi lipid. Glutation tereduksi mendonorkan
proton pada lipid membran dan melindunginya dari serangan oksidan. Enzim ini
adalah sebuah kofaktor untuk beberapa enzim pendetoksifikasi, seperti GSH-Px
dan transferase. Selain itu juga mempunyai peran dalam mengubah vitamin C dan
E kembali menjadi bentuk aktifnya. GSH melindungi sel terhadap apoptosis
melalui interaksi dengan jalur pensinyalan proapoptotik dan antiapoptotik. GSH

Universitas Tarumanagara 18
juga mengatur dan mengaktifkan beberapa faktor transkripsi seperti AP-1, NF-kB,
dan Sp-1.(21)
2.1.14. Darah
Besi merupakan elemen penting dalam transportasi oksigen. Pada saat
pembentukan darah, besi tergabung dalam protein pengikat oksigen dalam heme,
terutama pada hemoglobin dan mioglobin. Oleh karena itu, besi memainkan peran
utama dalam melindungi organisme terhadap kondisi hipoksemia. Pada keadaan
hipoksia, akan terjadi eritropoiesis sehingga pembentukan hemoglobin dan
mioglobin akan meningkat.(41)
2.1.15. Anatomi dan Fisiologi Jantung
Jantung adalah organ muskular yang berfungsi memompa darah melewati sistem
pembuluh darah yang terdiri dari arteri, vena, dan kapiler. Pembuluh darah ini
mentransportasikan darah, mengangkut oksigen, nutrisi, hormon, enzim, dan sisa-
sisa seluler, baik menuju ataupun berasal dari sel-sel di tubuh kita. Sel-sel ini
membutuhkan oksigen dan nutrisi dari makanan yang telah dicerna untuk
membentuk ATP yang berguna agar sel-sel kita bisa berfungsi dengan baik.
Jantung pada umumnya berkontraksi 72 kali per menit. Sistem ini mempunyai
serangkaian katup yang berguna untuk mencegah aliran balik darah.(42)
Jantung berada di antara paru kanan dan paru kiri, terletak di mediastinum
dengan posisi miring. 2 per 3 dari jantung berada di sebelah kiri garis tengah
tubuh. Bentuk jantung seperti kerucut dengan ujung yang tumpul. Ukuran jantung
adalah sekitar sekepalan tangan, yakni panjangnya 12 cm, lebarnya 9 cm, dan
tebalnya 6 cm.(42)
Jantung terdiri dari 4 ruang (2 atrium dan 2 ventrikel). Atrium menerima
darah dari seluruh bagian tubuh kecuali paru-paru. Ia menerima darah melalui 3
vena. Vena kava superior atau vena kava anterior membawa darah dari bagian
atas tubuh, kepala, leher, dan lengan. Vena kava inferior atau vena kava posterior
membawa darah dari bagian bawah tubuh, tungkai, dan abdomen. Sinus
koronarius menerima darah dari hampir seluruh pembuluh darah yang mensuplai
dinding jantung. Darah yang terdapat di atrium kanan ini, kemudian akan
dialirkan menuju ventrikel kanan. Ventrikel kanan memompa darah menuju
batang paru, kemudian terbagi menjadi arteri pulmonaris kanan dan arteri

Universitas Tarumanagara 19
pulmonaris kiri. Arteri ini masing-masing membawa darah ke paru. Di paru, darah
akan melepas karbon dioksida dan mengambil oksigen. Darah yang telah
teroksigenisasi akan kembali ke jantung melalui 4 vena pulmonaris yang
mengalirkan darahnya pada atrium kiri. Darah kemudian akan dialirkan ke
ventrikel kiri. Ventrikel kiri memompa darah menuju aorta asenden. Dari sini,
darah dari aorta akan menuju arteri koronarius (yang mensuplai dinding jantung
terutama miokardium dengan darah teroksigenisasi), lengkung aorta (yang
mengalirkan darah menuju bagian atas tubuh), dan aorta desenden yang menjadi
aorta abdominalis. Arteri-arteri ini menyalurkan oksigen ke seluruh bagian tubuh.
Ukuran ruang dan ketebalan dinding ruang juga bervariasi, tergantung jmlah
darah yang diterima dan jarak darah harus dipompa. Atrium kanan menerima
darah dari seluruh bagian tubuh kecuali paru akan memiliki ukuran sedikit lebih
besar dari atrium kiri yang menerima darah hanya dari paru-paru. Ketebalan
dinding ruang juga bervariasi. Ventrikel mempunyai dinding lebih tebal dari
atrium. Ventrikel kiri akan mempunyai dinding lebih tebal dari ventrikel kanan
dikarenakan ventrikel kiri yang harus memompa darah ke seluruh bagian tubuh
sedangkan ventrikel kiri hanya ke paru-paru.(42)
Atrium dan ventrikel berkontraksi secara bergantian. Apabila atrium
berkontraksi, ventrikel akan berelaksasi. Demikian juga apabila ventrikel
berkontraksi, atrium akan berelaksasi. Kemudian semua ruangan akan beristirahat
sebelum siklus tersebut dimulai kembali. Darah terdeoksigenisasi (darah kaya
akan karbon dioksida) kembali dari bagian tubuh atas melalui vena kava superior
atau anterior dan dari bagian tubuh bawah melalui vena kava inferior atau
posterior menuju atrium kanan dari jantung. Darah kemudian dipompa melalui
kontraksi dari atrium kanan melalui katup trikuspid melalui ventrikel kanan.
Kontraksi dari ventrikel kanan akan memompa darah menuju katup semilunaris
pulmonal menuju arteri pulmonalis, yang bercabang menjadi arteri pulmonaris
kanan dan arteri pulmonaris kiri. Kedua arteri pulmonaris tersebut akan menuju
paru-paru. Pada alveoli dari paru-paru yang dikelilingi kapiler-kapiler, darah akan
melepas gas karbon dioksida dan menerima oksigen. Darah teroksigenisasi
kembali ke atrium kiri melalui 4 vena pulmonaris. Ketika atrium kiri berkontraksi,
akan terjadi dorongan darah melewati katup bikuspid atau mitral menuju ventrikel

Universitas Tarumanagara 20
kiri. Kemudian ventrikel kiri yang sifat dinding muskularisnya tebal ini akan
mendorong darah melewati katup semilunaris aorta menuju aorta asenden. Aorta
asenden akan mendistribusikan darah teroksigenisasi menuju seluruh bagian
tubuh.(42)

Gambar 2.6. Aliran Darah Jantung(42)


Pembuluh darah arteri koroner jantung dibagi menjadi 2, right coronary
artery dan left coronary artery. Right coronary artery dibagi menjadi right
posterior descending artery dan acute marginal artery yang memperdarahi atrium
kanan, ventrikel kanan, nodus SA, dan nodus AV. Sedangkan untuk left coronary
artery dibagi menjadi left anterior descending artery dan circumflex artery yang
memperdarahi atrium kiri dan ventrikel kiri.(43)
Pembuluh darah vena jantung kebanyakan akan berakhir di sinus
koronarius sebelum disalurkan ke atrium kanan. Vena-vena koronarius antara lain
small cardiac vein, middle cardiac vein, great cardiac vein, left marginal veins,

Universitas Tarumanagara 21
acute marginal vein, dan vein of Marshall. Khusus untuk vena anterior tidak akan
berakhir di sinus koronarius, melainkan langsung menuju atrium kanan.(43)
2.1.16. Hipoksia pada Jantung
Jantung adalah organ muskular aktif yang merespon sama seperti otot
lainnya untuk meningkatkan kerjanya. Pada keadaan hipoksia, jantung akan
mengalami hipertrofi. Dikarenakan kerja otot jantung adalah untuk memompa
darah, peningkatan kerja organ ini akan mempengaruhi peningkatan tekanan atau
peningkatan volume ataupun keduanya. Dengan peningkatan tekanan, miosit
jantung akan merespon dengan menambahkan sarkomer guna meningkatkan
ketebalan miosit. Hal ini menyebabkan terbentuknya hipertrofi yang konsentrik di
mana dinding ventrikel menebal tanpa pembesaran jantung. Ruang jantung
menjadi lebih kecil. Lesi ini pada manusia disebut hypertrophic cardiomyopathy
(HCM) dan penyakit utama pada otot jantung yang dikarakteristikkan dengan
penebalan dinding ventrikel kiri. HCM ini seringkali disebabkan kelainan genetik
familial yang mempengaruhi unit protein kontraktil. Hipertrofi yang disebabkan
oleh stenosis atau hipertensi sistemik juga termasuk dalam HCM. Keadaan ini
bisa menyebabkan kematian mendadak.(44)
Berkurangnya jumlah miosit akibat kematian atau kerusakan miosit
menyebabkan dilatasi dari jantung dengan gambaran miosit yang tipis dan
memanjang. Miosit memanjang dengan menambahkan sarkomer. Ruang jantung
terus membesar karena kelebihan dari volume di mana ventrikel tidak
dikosongkan akibat kehilangan fungsi kontraktilnya. Hal ini disebut eccentric atau
DCM. Walaupun dinding ventrikel menipis, massa dari ventrikel bertambah.(44)
Pada keadaan seperti aterosklerosis akan terbentuk lesi aterosklerotik. Pada
lesi tersebut akan terjadi penebalan dan obstruksi akibat adanya kalsifikasi. Hal ini
bisa menyebabkan gangguan difusi dari oksigen yang akan menyebabkan keadaan
hipoksia.(45) Pada keadaan ini, sel endotel akan beralih ke metabolisme hipoksia.
Akibatnya akan terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species).(46) Peningkatan jumlah
ROS yang tidak diimbangi oleh antioksidan yang memadai akan menyebabkan
(35)
terjadi stres oksidatif. Jumlah ROS yang berlebihan akan menyebabkan
disfungsi seluler, peroksidasi lipid dan protein, dan kerusakan DNA. Hal ini bisa
menyebabkan kerusakan sel dan kematian sel yang ireversibel.(47) Selain itu kadar

Universitas Tarumanagara 22
ROS yang berlebihan juga berakibat pada myocardial remodelling, termasuk
disfungsi kontraktil dan perubahan struktur.

Universitas Tarumanagara 23
2.2 Kerangka Teori

Hipoksia Sistemik Kronik

Kegagalan Adaptasi Sistemik

Hipoksia Jantung

Konsentrasi Oksigen dalam


Sel Jantung Menurun

Kebocoran Elektron pada


Mitokondria (terutama pada
Kompleks I dan III)

GSH sebagai Antioksidan ROS / Oksidan

Antioksidan > Oksidan >


atau = Oksidan Antioksidan

Normal Stres Oksidatif

Gambar 2.7. Kerangka Teori

Universitas Tarumanagara 24
2.3 Kerangka Konsep

Hipoksia Sistemik Kronik

Kegagalan Adaptasi Sistemik

Hipoksia Jantung

Konsentrasi Oksigen dalam


Sel Jantung Menurun

Pemberian Rebusan Jamur Kebocoran Elektron pada


Auricularia polytricha Mitokondria (terutama pada
Kompleks I dan III)
Mempengaruhi
Kadarnya

GSH sebagai Antioksidan ROS / Oksidan

Antioksidan Stres Oksidatif


Normal/Meningkat Tetap/Menurun

Gambar 2.8. Kerangka Konsep

Universitas Tarumanagara 25
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian eksperimental ini adalah menggunakan uji in vivo pada
hewan percobaan untuk mengetahui pengaruh pemberian air rebusan jamur
kuping hitam putih (Auricularia polytricha) dan hipoksia terhadap kadar GSH
pada jantung dan darah tikus Sprague dawley. Hewan percobaan yang digunakan
adalah tikus jantan Sprague dawley yang dalam keadaan sehat. Tikus dibagi
secara acak dalam 7 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol
negatif atau tanpa perlakuan (P1). Kelompok kedua dan ketiga akan diberikan
cekokan berupa air rebusan jamur kuping hitam putih (Auricularia polytricha)
dosis kental (P2) dan dosis encer (P3). Kelompok keempat dan kelima merupakan
kelompok tikus yang dicekokan air rebusan jamur kuping hitam putih dengan
dosis kental (P4) dan encer (P5) serta diinduksi kondisi hipoksia selama 1 hari.
Sedangkan kelompok keenam dan ketujuh merupakan kelompok yang dicekokan
air rebusan jamur kuping hitam dosis kental (P6) dan encer (P7) serta diinduksi
kondisi hipoksia selama 3 hari.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Departemen Biokimia dan Biologi
Molekuler dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta.
Penelitian uji eksperimental ini berlangsung sekitar 6 bulan, mulai bulan Januari
2017 sampai dengan Februari 2017.

3.3 Instrumen Penelitian pada Uji Hewan Coba


3.3.1 Alat Penelitian
Alat - alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus;
sungkup hipoksia (hypoxic chamber) dengan kapasitas 8 ekor tikus; tabung gas
berisi 8% O2, 92% N2; homogenizer (tissue grinder), Wheaton science, Millville,
NJ-USA; alat sentrifugasi. Model 20PR-5. Hitachi-Jepang; Spectrophotometer
double beam, model-2000, Hitachi; alat bedah minor set; micropipette merk
Universitas Tarumanagara 26
ependorf, ukuran 20 µL – 1000 µL; vortex mixer, thermolyne; analytical
balances; OHAUS-USA; alat keperluan laboratorium standar: pencatat waktu,
rak, tabung reaksi, pipet tetes, labu Erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, spatula,
batang pengaduk, botol semprot, aluminium foil.
3.3.2 Bahan Kimia
Bahan - bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu larutan
Trichloroacetic acid (TCA 5%); 5,5'-dithiobis-(2-nitrobenzoic acid) (DTNB);
standar glutation; Phosphate buffer salin (PBS) pH 7,2 & PB pH 8.
3.3.3 Bahan Mentah
Jamur kuping hitam putih (Auricularia polytricha).
3.3.4 Alat Pendukung
Maspion slow cooker type MSC 1825 ukuran 2,5L, baskom plastik, pisau dapur,
jamur kuping hitam putih yang telah dikeringkan, tempat penampung jamur,
plastik.

3.4 Populasi Sampel Penelitian


3.4.1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah tikus Sprague dawley yang diperoleh dari
Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kesehatan
tikus selalu dijaga sebelum dan selama perlakuan agar tidak jatuh sakit. Tikus
tersebut juga diberi makan dan minum sesuai penanganan dan penggunaan hewan
coba. Kandang dan sungkup hipoksia (hypoxic chamber) dijaga kebersihannya,
suhu, serta kelembapannya.
3.4.2. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah jamur kuping hitam putih (Auricularia
polytricha) dan tikus Sprague dawley jantan yang berumur 10-12 minggu dengan
berat sekitar 250 gram dan dalam keadaan sehat.

3.5 Besar Sampel


Jumlah hewan coba pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus
Fereder(48), yaitu:

Universitas Tarumanagara 27
(t-1)(n-1)>15

Pada rumus tersebut, t adalah jumlah perlakuan dan n adalah banyaknya


sampel setiap kelompok perlakuan. Pada penelitian ini, terdapat 9 perlakuan yang
akan dilakukan, sehingga dengan rumus tersebut didapat jumlah sampel untuk
masing-masing kelompok adalah:
(7-1)(n-1)>15
6(n-1)>15
6n-6>15
6n>21
n>3,5
Jumlah tikus dari tiap kelompok perlakuan adalah 4 ekor tikus. Jumlah
tikus untuk 7 kelompok masing-masing diberikan kadar dosis berbeda dari
rebusan jamur hitam putih adalah 28 ekor tikus.

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.6.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah tikus Sprague Dawley dengan berat
badan sekitar 250 gram dalam kondisi sehat dengan aktivitas dan tingkah laku
yang normal.
3.6.2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah tikus Spregue Dawley yang sakit,
tidak memiliki gerakan yang aktif dan tikus mati dalam masa penelitian.

3.7 Cara Kerja Penelitian


3.7.1 Proses Pembuatan Rebusan Jamur Hitam Putih
Sebanyak 75 gram jamur hitam putih (Auricularia polytricha) ditimbang dan
direndam dengan air dingin selama kurang lebih 15 menit. Setelah lembek,
kemudian dibersihkan dan diremas. Jamur dipotong kecil-kecil dan ditaruh di
wadah bersih. Masukkan air sebanyak 1.3 liter ke dalam slow cooker dan
dipanaskan pada mode pengaturan awal low temperature selama 2 menit lalu
dinaikkan ke high temperature. Potongan jamur yang sudah dipersiapkan

Universitas Tarumanagara 28
dimasukkan ke dalam slow cooker dan ditunggu selama 4 jam. Setelah selesai
pemanasan, jamur didinginkan selama 30 menit lalu tutup dibuka dan didiamkan
15-30 menit lagi kemudian disaring, dibagi ke dalam 2 wadah. Salah satu wadah
kemudian diencerkan.

Gambar 3.1 Jamur Auricularia polytricha

3.7.2 Persiapan dan Pemberian Rebusan pada Tikus


Tikus telah dibagi 7 kelompok dengan masing-masing kelompok berisi 4 ekor
tikus diberikan rebusan dua kali sehari ( 2cc/hari ). Kelompok pertama adalah
kelompok kontrol tanpa perlakuan apapun (P1), enam kelompok lainnya diberikan
rebusan (P2-P7). P2(kental) dan P3 (encer) diberikan cekokan rebusan 10 hari, P4
(kental) dan P5 (encer) diberikan cekokan rebusan 10 hari dan hipoksia 1 hari,
sedangkan P6 (kental) dan P7 (encer) diberikan cekokan rebusan 10 hari dan
hipoksia 3 hari.
Tikus diperiksa dan ditimbang terlebih dahulu, makanan dan minuman yang
diberikan selama pencekokan pada tikus diukur dan disiapkan sesuai dengan
kebutuhan tikus dalam kondisi lingkungan yang bebas stres. Kemudian dilakukan
persiapan dan optimasi chamber pemeliharaan. Chamber yang digunakan dalam
keadaan bersih, dan disebarkan serbuk gergaji agar menyerupai kandang tikus
sebenarnya.

Universitas Tarumanagara 29
3.7.3 Perlakuan Hipoksia
Hipoksia pada kelompok P4, P5, P6, dan P7 (P4 dan P5 bersamaan sedangkan P6
dan P7 bersamaan) dimulai dengan persiapan Hypoxic chamber yang digunakan
dalam keadaan bersih dan bagian dasarnya disebarkan beberapa serbuk gergaji
sampai memenuhi bagian dasar atau alas hypoxic chamber. Makanan yang
diberikan secukupnya serta minuman dipersiapkan sebanyak 2 botol masing-
masing 250 mL dan diletakkan di dalam sungkup hipoksia. Setelah pemeliharaan
dan perawatan tikus serta pemberian cekokan rebusan selama 14 hari dengan
frekuensi pemberian 2x sehari, lalu tikus ditimbang kembali sebelum dimasukkan
kedalam hypoxic chamber.
Hypoxic chamber terlebih dahulu dialirkan gas yang mengandung gas O2 8% dan
N2 92% selama kurang lebih 15 sampai dengan 30 menit. Bagian atas hypoxic
chamber dipasangkan oksigenometer sehingga kadar O2 dapat dipantau. Di bagian
bawah samping hypoxic chamber terdapat kipas angin sehingga sirkulasi udara
dapat berlangsung dengan baik. Selain itu chamber dihubungkan dengan lime
soda untuk mencegah keracunan.
Tikus penelitian kemudian ditempatkan ke dalam hypoxic chamber. Selama
perlakuan hipoksia, tikus memperoleh makanan dan minuman yang cukup.
Kondisi kesehatan tikus serta keadaan sungkup akan selalu diperhatikan. Selain
itu, sungkup secara rutin dibersihkan, dibubuhi serbuk kayu baru, serta makanan
dan minuman akan diberikan yang baru.
3.7.4 Pengambilan Sampel
Setelah akhir masa hipoksia, tikus dikeluarkan dari hypoxic chamber dan
ditimbang. Tikus lalu dianestesi (xylazine 0,2 cc dan ketamine 0,1 cc) dan
ditunggu terlebih dahulu sampai pingsan. Kemudian dilanjutkan pembedahan
dengan cara membuka rongga dada tikus untuk mengambil darah dari bagian apex
jantung tikus dan dimasukkan ke dalam tabung berisi EDTA (asam
ethylenediaminetetraacetic). Selanjutnya jantung diambil, dikeringkan, dan
ditimbang.
3.7.5 Pembuatan Homogenat Jantung dan Darah
Sampel jaringan jantung yang telah diambil dari tikus percobaan ditimbang 0,1
gram lalu dipotong menjadi ukuran kecil-kecil untuk dibuat homogenat jaringan

Universitas Tarumanagara 30
dengan menambahkan PBS pH 7,2 sebanyak 1 mL sambil dihaluskan
menggunakan tissue grinder. Selanjutnya homogenat disentrifugasi selama 10
menit dengan kecepatan 6000 rpm untuk diambil supernatannya digunakan untuk
mengukur kadar GSH jantung.
Darah EDTA untuk sampel dibuat lisat 50% dan diukur kadar GSH darahnya.
3.7.6 Pembuatan Larutan Standar GSH dan Pengukuran Kadar GSH
Pembuatan larutan standar GSH dilakukan dengan melakukan pembuatan S1
(blanko), S2, S3, S4, S5, dan S6. Pertama-tama dimulai dengan memasukkan
standar GSH 2mg/2ml (S1 tidak dimasukkan, S2 sebanyak 1 μL, S3 sebanyak 2
μL, S4 sebanyak 3 μL, S5 sebanyak 4 μL, dan S6 sebanyak 5 μL) ke dalam
tabung uji dilanjutkan dengan memasukkan TCA 5% sebanyak 200μL.
Selanjutnya semua tabung divortex, sentrifugasi 6000 rpm selama 10 menit,
dilanjutkan pengambilan supernatannya, dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Tabung-tabung reaksi tersebut kemudian ditambahkan PB pH 8,0 (S1 sebanyak
1800 μL, S2 sebanyak 1799 μL, S3 sebanyak 1798 μL, S4 sebanyak 1797 μL, S5
sebanyak 1796 μL, dan S6 sebanyak 1795 μL) dan 25 μL DTNB. Seluruh tabung
ditutup dengan alumunium foil dan didiamkan dalam suhu ruangan gelap selama 1
jam. Setelah itu dilakukan pengukuran absorban menggunakan UV
spectrophotometry double beam pada panjang gelombang (λ) 412 nm, dimana
setiap tabung dipindah ke kuvet, kemudian masing-masing diukur absorbannya.
Kadar GSH akan diperiksa dengan menggunakan metode Ellman(49).
3.7.6.1 Mengukur Kadar GSH Jantung
Setiap tabung uji pada penelitian diisi 50 µL supernatan homogenat jaringan
jantung. Masing-masing tabung ditambah 200 µL Trichloroacetic Acid (TCA)
5%. Semua tabung di vortex, disentrifugasi 6000 rpm selama 10 menit,
supernatan diambil, dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambah 1750 µL PB
pH 8,0 dan 25 µL DTNB. Seluruh tabung ditutup dengan alumunium foil dan
didiamkan dalam suhu ruangan gelap selama 1 jam. Setelah itu dilakukan
pengukuran absorban menggunakan UV spectrophotometry double beam pada
panjang gelombang (λ) 412 nm, dimana setiap tabung dipindah ke kuvet,
kemudian masing-masing diukur absorbannya. Absorban yang didapat digunakan

Universitas Tarumanagara 31
untuk menghitung konsentrasi glutation (GSH). Kadar glutation (GSH) jantung
dan darah dinyatakan dalam satuan µg/mL.
3.7.6.2 Mengukur Kadar GSH Darah
Setiap tabung uji pada penelitian diisi 50 µL lisat 50% darah. Masing-masing
tabung ditambah 200 µL Trichloroacetic Acid (TCA) 5%. Semua tabung di
vortex, disentrifugasi 6000 rpm selama 10 menit, supernatan diambil, dimasukkan
ke dalam tabung reaksi ditambah 1750 µL PB pH 8,0 dan 25 µL DTNB. Seluruh
tabung ditutup dengan alumunium foil dan didiamkan dalam suhu ruangan gelap
selama 1 jam. Setelah itu dilakukan pengukuran absorban menggunakan UV
spectrophotometry double beam pada panjang gelombang (λ) 412 nm, dimana
setiap tabung dipindah ke kuvet, kemudian masing-masing diukur absorbannya.
Absorban yang didapat digunakan untuk menghitung konsentrasi glutation (GSH).
Kadar glutation (GSH) jantung dan darah dinyatakan dalam satuan µg/mL.
Reaksi: 2 GSH + DTNB  GSSG + 2 TNB

3.8 Variabel Penelitian


3.8.1. Variabel bebas : Pemberian air rebusan jamur kuping Auricularia
polytricha dan perlakuan hipoksia sistemik
3.8.2. Variabel tergantung : Kadar GSH pada jantung dan darah tikus
percobaan

3.9 Definisi Operasional


3.9.1. Jamur : Jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur hitam
putih (Auricularia Polytricha) dalam bentuk rebusan.
3.9.2. Hipoksia : Gejala akibat kekurangannya oksigen pada jaringan tubuh.
Dalam penelitian ini, kami mengkondisikan tikus yang dihipoksia sistemik
kronik menggunakan chamber yang dihubungkan dengan tabung gas berisi
campuran gas O2 8% dan N2 92%.
3.9.3. GSH : Merupakan antioksidan utama dalam tubuh terdiri dari 3 asam
amino (sistein, asam glutamat, dan glisin)
3.9.4. Alat Ukur : Uv-vis spectrophotometer
3.9.5. Hasil Ukur : Numerik

Universitas Tarumanagara 32
3.9.6. Cara Ukur : Dengan menggunakan kuvet absorban diukur dengan
menggunakan UV spektrofotometer panjang gelombang 530nm.
3.9.7. Skala Ukur : Interval

3.10 Pengumpulan Data


Setelah melakukan pengukuran, hasil / data dari sampel jaringan jantung dan
darah diperoleh dengan menggunakan UV spectrophotometer double beam. Hasil
di catat kemudian hasil absorban diubah menjadi bentuk kadar menggunakan
standar GSH yang pada akhirnya akan diolah dengan metode Ellmann dan
dikumpulkan dalam bentuk laporan.

3.11 Analisis Data dan Uji Statistika


Kadar GSH setiap kelompok perlakuan diuji dengan metode ANOVA. Perbedaan
dinilai bermakna bila p<0,05. Uji statistik kadar GSH menggunakan GraphPad
Prism v.7.0 la jolla, CA, USA.

Universitas Tarumanagara 33
3.12 Alur Penelitian

3.13 Jadwal Pelaksanaan

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan

Kegiatan Waktu
Penyusunan Proposal Skripsi Oktober 2016 – Desember 2016
Pengumpulan Data Penelitian Januari 2017 – Maret 2017
Penyusunan Laporan Penelitian Maret 2017 – Mei 2017

Universitas Tarumanagara 34
3.14 Anggaran

Tabel 3.2 Anggaran

No. Keterangan Biaya (Rp.)


1. Pembuatan dan penyusunan proposal 200.000,00
2. Pengadaan sampel dan pengambilan data 1.750.000,00
3. Penulisan skripsi 200.000,00
4. Biaya tak terduga 150.000,00
Total biaya 2.300.000,00

Universitas Tarumanagara 35
BAB 4
HASIL

4.1 Kurva Standar GSH


Sebelum dilakukan analisis GSH pada jantung dan darah tikus Sprague dawley
dibuat terlebih dahulu kurva standar GSH untuk menentukan persamaan garis
linear. Persamaan tersebut akan dipakai untuk menentukan kadar GSH pada
jantung dan darah tikus Sprague dawley. Data yang diperoleh (Tabel 4.1)
kemudian dengan bantuan software, digunakan uji statistik linear regression
sehingga didapatkan kurva standar pada gambar 4.1 yang menunjukkan
persamaan garis linear Y = 0.03943*X + 0.0141. Data absorban untuk kurva
standar terlampir (lampiran 2).

Tabel 4.1 Absorban dan Kadar GSH Standar


Kadar GSH (g/mL) Rerata absorban

S1 (Blanko) 0 0.019
S2 1 0.042
S3 2 0.098
S4 3 0.136
S5 4 0.171
S6 5 0.210

Universitas Tarumanagara 36
Gambar 4.1. Kurva Standar GSH

A b s o rb a n d a n K a d a r G S H S ta n d a r

0 .2 5 , ,
A b s o rb a n s i
Y = 0.03943*X + 0.0141
0 .2 0 ,
2
R = 0 .9 9 2 8
A b s o rb a n

0 .1 5

0 .1 0

0 .0 5

0 .0 0

0 2 4 6

K a d a r G S H ( g /m l)

4.2 Kadar GSH pada Jantung Tikus Sprague dawley


Data berupa absorbansi GSH pada jantung tikus Sprague dawley yang diperoleh
dari pembacaan spektofotometer pada λ 412 nm telah terlampir pada lampiran 3.
Data absorban kemudian dimasukkan ke dalam persamaan garis linear Y =
0.03943*X + 0.0141 untuk memperoleh kadar konsentrasi GSH pada setiap
kelompok perlakuan yang dicantumkan dalam lampiran 3.
4.2.1 Pemberian Dosis Kental
Berdasarkan uji statistika ANOVA pada gambar 4.2 dan tabel 4.2, didapatkan
hasil sebagai berikut. Apabila dibandingkan dengan kontrol negatif (P1), maka
terlihat adanya perbedaan bermakna (p<0.05) berupa peningkatan kadar
antioksidan GSH jantung pada P2, P4, dan P6.

Universitas Tarumanagara 37
Tabel 4.2 Kadar GSH Jantung Pemberian Dosis Kental

Kadar GSH
Kelompok Perlakuan
(μg/ml)
P1 0.093
P2 0.746
P4 0.505
P6 0.429

Gambar 4.2 Kadar GSH Jantung Pemberian Dosis Kental

, , G S H J a n tu n g K e n ta l

1 .0
P 1 : K o n tro l (-)
0 .7 4 6 * *
P 2 : K o n tro l (+ )
( g /m l)

0 .8
P 4 : H ip o k s ia 1 H a ri

0 .5 0 5 * * P 6 : H ip o k s ia 3 H a ri

0 .6
,
0 .4 2 9 * * *
K a d a r G S H

, ,
0 .4

0 .2 0 .0 9 3

0 .0

1 2 4 6
P P P P

K e lo m p o k P e r la k u a n

4.2.2 Pemberian Dosis Encer


Berdasarkan uji statistika ANOVA pada gambar 4.3 dan tabel 4.3, didapatkan
hasil sebagai berikut. Apabila dibandingkan dengan kontrol negatif (P1), maka
terlihat adanya perbedaan bermakna (p<0.05) berupa peningkatan kadar
antioksidan GSH jantung pada P3, P5, dan P7.

Universitas Tarumanagara 38
Tabel 4.3 Kadar GSH Jantung Pemberian Dosis Encer

Kadar GSH
Kelompok Perlakuan
(μg/ml)
P1 0.093
P3 0.536
P5 0.302
P7 0.232

Gambar 4.3 Kadar GSH Jantung Pemberian Dosis Encer

G S H J a n tu n g E n c e r

0 .6 0 .5 3 6 * * *
P 1 : K o n tro l (-)
( g /m l)

P 3 : K o n tro l (+ )

P 5 : H ip o k s ia 1 H a ri
0 .4
P 7 : H ip o k s ia 3 H a ri
0 .3 0 2 * *
K a d a r G S H

0 .2 3 2 *

0 .2

0 .0 9 3

0 .0

1 3 5 7
P P P P

K e lo m p o k P e r la k u a n

Berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut, dapat dikatakan bahwa apabila


dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (P1), maka didapatkan adanya
perbedaan bermakna berupa peningkatan kadar antioksidan GSH jantung pada
kelompok P2, P3, P4, P5, P6, dan P7.

4.3 Kadar GSH Jantung pada Pemberian Dosis Kental dan Encer
Perbedaan kadar GSH jantung tikus Sprague dawley pada pemberian rebusan
jamur hitam putih (Auricularia polytricha) dosis kental dan encer ditunjukkan
pada tabel 4.4 dan gambar 4.4.
Universitas Tarumanagara 39
Berdasarkan Multiple T Test yang telah terlampir pada lampiran 5, didapatkan
adanya perbedaan bermakna (p<0.05) antara kadar GSH jantung pada pemberian
rebusan dosis kental dan encer di mana kadar GSH jantung pada pemberian
rebusan dosis kental lebih tinggi dibandingkan pemberian dosis encer.

Tabel 4.4 Kadar GSH Jantung Pemberian Dosis Kental dan Encer

Kadar GSH Organ Jantung (g/mL)


Perlakuan
Kental Encer
(+) 0.746 (P2) 0.536 (P3)
1 Hari 0.505 (P4) 0.302 (P5)
3 Hari 0.429 (P6) 0.232 (P7)

Gambar 4.4 Kadar GSH Jantung Pemberian Dosis Kental dan Encer

K e n ta l E n c e r (J a n tu n g )

1 .0
0 .7 4 6 K e n ta l
( g /m l)

0 .8 E n c e r

0 .5 3 6 0 .5 0 5
0 .6
0 .4 2 9
K a d a r G S H

0 .4 0 .3 0 2
0 .2 3 2

0 .2

0 .0
P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7
i

i
)

r
(+

a
h

h
1

K e lo m p o k P e r la k u a n

4.4 Kadar GSH pada Darah Tikus Sprague dawley


Data berupa absorbansi GSH pada darah Sprague dawley yang diperoleh dari
pembacaan spektofotometer pada λ 412 nm telah terlampir pada lampiran 6. Data
absorban kemudian dimasukkan ke dalam persamaan garis linear Y = 0.03943*X

Universitas Tarumanagara 40
+ 0.0141 untuk memperoleh kadar konsentrasi GSH pada setiap kelompok
perlakuan yang dicantumkan dalam lampiran 6.
4.4.1 Pemberian Dosis Kental
Berdasarkan uji statistika ANOVA pada gambar 4.5 dan tabel 4.5, didapatkan
hasil sebagai berikut. Apabila dibandingkan dengan kontrol negatif (P1), maka
terlihat adanya perbedaan bermakna (p<0.05) berupa peningkatan kadar
antioksidan GSH darah pada P2, P4, dan P6.

Tabel 4.5 Kadar GSH Darah Pemberian Dosis Kental


Kadar GSH
Kelompok Perlakuan
(μg/ml)
P1 0.663
P2 4.867
P4 4.055
P6 3.732

Gambar 4.5. Kadar GSH Darah Pemberian Dosis Kental

G S H D a ra h K e n ta l P 1 : K o n tro l (-)

P 2 : K o n tro l (+ )
6
, , P 4 : H ip o k s ia 1 H a ri
4 .8 6 7 ** * * P 6 : H ip o k s ia 3 H a ri
( g /m l)

4 .0 5 5 ** * * 3 .7 3 2 ** * *
4
K a d a r G S H

2
,
0 .6 6 3 , ,
0
1

6
P

K e lo m p o k P e r la k u a n

Universitas Tarumanagara 41
4.4.2 Pemberian Dosis Encer
Berdasarkan uji statistika ANOVA pada gambar 4.6 dan tabel 4.6, didapatkan
hasil sebagai berikut. Apabila dibandingkan dengan kontrol negatif (P1), maka
terlihat adanya perbedaan bermakna (p<0.05) berupa peningkatan kadar
antioksidan GSH darah pada P3, P5, dan P7.

Tabel 4.6 Kadar GSH Darah Pemberian Dosis Encer

Kadar GSH
Kelompok Perlakuan
(μg/ml)
P1 0.663
P3 4.163
P5 3.231
P7 2.965

Gambar 4.6 Kadar GSH Darah Pemberian Dosis Encer

G S H D a r a h E n c e r P 1 : K o n tro l (-)

P 3 : K o n tro l (+ )
5
P 5 : H ip o k s ia 1 H a ri
4 .1 6 3 ** * *
P 7 : H ip o k s ia 3 H a ri
( g /m l)

3 .2 3 1 ** * *
2 .9 6 5 ** * *
3
K a d a r G S H

1 0 .6 6 3

0
1

7
P

K e lo m p o k P e r la k u a n

Universitas Tarumanagara 42
Berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut, dapat dikatakan bahwa apabila
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (P1), maka didapatkan adanya
perbedaan bermakna berupa peningkatan kadar antioksidan GSH darah pada
kelompok P2, P3, P4, P5, P6, dan P7.

4.5 Kadar GSH Darah pada Pemberian Dosis Kental dan Encer
Perbedaan kadar GSH darah tikus Sprague dawley pada pemberian rebusan jamur
hitam putih (Auricularia polytricha) dosis kental dan encer ditunjukkan pada tabel
4.7 dan gambar 4.7.
Berdasarkan Multiple T Test yang telah terlampir pada lampiran 8, didapatkan
adanya perbedaan bermakna (p<0.05) antara kadar GSH darah pada pemberian
rebusan dosis kental dan encer di mana kadar GSH darah pada pemberian rebusan
dosis kental lebih tinggi dibandingkan pemberian dosis encer.

Tabel 4.7 Kadar GSH Darah Pemberian Dosis Kental dan Encer

Kadar GSH Darah (g/mL)


Perlakuan
Kental Encer
(+) 4.867 (P2) 4.163 (P3)
1 Hari 4.055 (P4) 3.231 (P5)
3 Hari 3.732 (P6) 2.965 (P7)

Gambar 4.7 Kadar GSH Darah Pemberian Dosis Kental dan Encer

K e n ta l E n c e r (D a ra h )

6
4 .8 6 7
( g /m l)

K e n ta l
4 .1 6 3
4 .0 5 5
4 3 .7 3 2 E n c e r
3 .2 3 1
2 .9 6 5
K a d a r G S H

0
P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7
i

i
)

r
(+

a
h

h
1

K e lo m p o k P e r la k u a n

Universitas Tarumanagara 43
4.6 Korelasi Kadar GSH Jantung dan Darah pada Pemberian Dosis
Kental
Korelasi kadar GSH jantung dan darah tikus Sprague dawley pada pemberian
rebusan jamur hitam putih (Auricularia polytricha) dosis kental ditunjukkan pada
tabel 4.8 dan gambar 4.8. Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson yang telah
terlampir pada lampiran 9, didapatkan adanya korelasi yang positif dan kuat
antara kadar GSH jantung dan darah pada pemberian rebusan dosis kental dengan
nilai r = 0.9988 di mana kadar GSH darah lebih tinggi dibandingkan organ
jantung.

Tabel 4.8 Kadar GSH Jantung dan Darah Pemberian Dosis Kental

Kadar GSH (g/mL)


Perlakuan
Jantung Darah
P2 0.746 4.867
P4 0.505 4.055
P6 0.429 3.732

Gambar 4.8 Kadar GSH Jantung dan Darah Pemberian Dosis Kental

K e n ta l J a n tu n g -D a ra h

6
4 .8 6 7 J a n tu n g
( g /m l)

D a ra h
4 .0 5 5
3 .7 3 2
4
K a d a r G S H

P 2 : K o n tro l (+ )

2 P 4 : H ip o k s ia 1 H a ri

P 6 : H ip o k s ia 3 H a ri
0 .7 4 6
0 .5 0 5 0 .4 2 9

0
2

6
P

K e lo m p o k P e r la k u a n

Universitas Tarumanagara 44
4.7 Korelasi Kadar GSH Darah dan Jantung pada Pemberian Dosis
Encer
Korelasi kadar GSH darah dan jantung tikus Sprague dawley pada pemberian
rebusan jamur hitam putih (Auricularia polytricha) dosis encer ditunjukkan pada
tabel 4.9 dan gambar 4.9. Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson yang telah
terlampir pada lampiran 10, didapatkan adanya korelasi yang positif dan kuat
antara kadar GSH darah dan jantung pada pemberian rebusan dosis encer dengan
nilai r = 1 di mana kadar GSH darah lebih tinggi dibandingkan organ jantung.

Tabel 4.9 Kadar GSH Jantung dan Darah Pemberian Dosis Encer

Kadar GSH (g/mL)


Perlakuan
Jantung Darah
P3 0.536 4.163
P5 0.302 3.231
P7 0.232 2.965

Gambar 4.9 Kadar GSH Jantung dan Darah Pemberian Dosis Encer

E n c e r J a n tu n g -D a r a h

5
4 .1 6 3 J a n tu n g
( g /m l)

4 D a ra h
3 .2 3 1
2 .9 6 5
3
K a d a r G S H

P 3 : K o n tro l (+ )
2
P 5 : H ip o k s ia 1 H a ri

P 7 : H ip o k s ia 3 H a ri
1 0 .5 3 6
0 .3 0 2 0 .2 3 2

0
3

7
P

K e lo m p o k P e r la k u a n

Universitas Tarumanagara 45
BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Kadar GSH pada Darah dan Jantung Tikus Sprague dawley
Auricularia polytricha adalah salah satu jenis jamur berwarna hitam kecoklatan,
sering dipakai sebagai obat yang biasa dikonsumsi dan terkenal di Cina serta
negara-negara Asia lainnya.(9-11) Menurut penelitian terdahulu, jamur ini
mempunyai komponen-komponen fungsional khususnya polisakarida yang
mempunyai aktivitas antioksidan untuk melindungi dari kerusakan oksidatif.(32)
Kerusakan oksidatif adalah keadaan di mana terjadinya ketidakseimbangan antara
pembentukan ROS yang berlebihan dengan pertahanan antioksidan yang
terbatas.(35) Pembentukan ROS yang berlebihan ini bisa disebabkan oleh keadaan
hipoksia di mana keadaan hipoksia ini bisa meningkatkan produksi dari ROS yang
akan mempengaruhi stabilitas dari HIF- melalui inhibisi dari PHDs (Prolyl
Hydroxylase Domains).(18-20) ROS sendiri bisa menginduksi keadaan patologis
seperti merusak lipid, protein, dan DNA.(20) Salah satu indicator pengukuran stress
oksidatif adalah antioksidan GSH. GSH adalah tripeptida yang terbentuk oleh
sistein, asam glutamate, dan glisin. Di dalam sel, GSH dalam keadaan bebas dan
terikat pada protein. Sedangkan GSSG terbentuk dari GSH melalui enzim
glutation reductase. Dalam keadaan normal, rasio GSH dengan GSSG pada
mamalia normal berkisar 100 banding 1. Sedangkan dalam keadaan stress
oksidatif, akan dijumpai penurunan rasio bahkan sampai dengan 1 banding 1.(22)
Berdasarkan data absorbansi standar GSH (Tabel 4.1) yang digunakan untuk
membuat persamaan regresi, didapatkan kadar GSH masing-masing sampel.
Persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y = 0.03943*X +
0.0141, dengan R2 = 0.9928. Persamaan semakin akurat apabila nilai R2 semakin
mendekati 1.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dan diproses melalui uji statistika
ANOVA, didapatkan adanya perbedaan bermakna (p<0.05) berupa peningkatan
kadar GSH jantung dan darah pada pemberian rebusan jamur kuping hitam putih
(Auricularia polytricha) baik pada pemberian dosis kental maupun encer (P2, P3,
P4, P5, P6, dan P7) apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (P1).
Universitas Tarumanagara 46
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa Auricularia polytricha mempunyai
polisakarida-polisakarida yang mempunyai aktivitas antioksidan yang berguna
untuk melindungi manusia dari kerusakan oksidatif.(32,33) Pernyataan ini diperkuat
oleh analisis laboratorium terdahulu yang juga mengungkapkan bahwa ekstrak
Auricularia polytricha mempunyai senyawa aktif dan kuat dalam melawan radikal
bebas.(24)
Berdasarkan gambar 4.4 dan 4.7, didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara pemberian rebusan dengan dosis kental dan encer terhadap kadar
GSH baik pada jantung maupun darah, di mana pemberian dosis kental secara
signifikan (p<0.05) lebih tinggi kadar GSHnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
bahwa semakin tingginya konsentrasi, maka kadar polisakaridanya juga akan
meningkat sehingga berdampak pada peningkatan aktivitas antioksidannya.(32)
Selain daripada itu, pada uji korelasi pearson, didapatkan pula korelasi yang
positif dan kuat antara kadar GSH pada jantung dan darah.

5.2 Keterbatasan Penelitian


1. Penelitian hanya mengukur satu parameter stres oksidatif yaitu
antioksidan GSH sehingga tidak dapat mengetahui peran antioksidan
lain sebagai respon terhadap hipoksia dan pengaruhnya terhadap kadar
GSH.
2. Diperlukan waktu paparan hipoksia sistemik yang lebih lama untuk
mengetahui kadar GSH terhadap hipoksia secara lebih mendalam.
3. Penelitian hanya mengukur parameter stres oksidatif (GSH) terbatas
pada organ jantung saja.

Universitas Tarumanagara 47
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian hasil dan pembahasan penelitian dengan judul “Pengaruh
Rebusan Jamur Auricularia polytricha dan Hipoksia terhadap Kadar Antioksidan
GSH Jantung dan Darah Melalui Hewan Coba Tikus Sprague dawley” maka
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian rebusan jamur hitam putih (Auricularia polytricha) dapat


meningkatkan antioksidan GSH tubuh tikus baik yang tanpa dihipoksia
maupun dengan dihipoksia 1 sampai 3 hari.

2. Pengunaan rebusan jamur hitam putih dengan bahan baku 75 gram lebih
baik dari 45 gram dalam meningkatkan antioksidan GSH.

3. Terdapat korelasi yang positif dan kuat antara kadar GSH jantung dan
darah.

6.2 Saran
1. Rebusan jamur hitam putih (Auricularia polytricha) dapat dijadikan
sebagai sumber antioksidan enzimatik, yang bermanfaat untuk menekan
stres oksidatif yang terjadi di tubuh sebagai akibat adanya radikal bebas.
2. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut berupa pengukuran parameter
stres oksidatif lainnya (seperti SOD, MDA, Katalase, dll) dan durasi
hipoksia yang lebih lama.

Universitas Tarumanagara 48
DAFTAR PUSTAKA

1. Payyappallimana U. Role of Traditional Medicine in Primary Health Care :


An Overview of Perspectives and Challenging. ResearchGate. 2010 Jan
1;14(6):57–77.
2. Wachtel-Galor S, Benzie IFF. Herbal Medicine: An Introduction to Its
History, Usage, Regulation, Current Trends, and Research Needs. In: Benzie
IFF, Wachtel-Galor S, editors. Herbal Medicine: Biomolecular and Clinical
Aspects [Internet]. 2nd ed. Boca Raton (FL): CRC Press/Taylor & Francis;
2011 [cited 2016 Aug 19]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK92773/
3. Girard L, Vohra S. Ethics of Using Herbal Medicine as Primary or Adjunct
Treatment and Issues of Drug-Herb Interaction. In: Benzie IFF, Wachtel-
Galor S, editors. Herbal Medicine: Biomolecular and Clinical Aspects
[Internet]. 2nd ed. Boca Raton (FL): CRC Press/Taylor & Francis; 2011 [cited
2016 Aug 19]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK92754/
4. Kartal M. Intellectual property protection in the natural product drug
discovery, traditional herbal medicine and herbal medicinal products.
Phytother Res. 2007 Feb 1;21(2):113–9.
5. Clinical approach to clinical herbal toxicity - ClinicalKey [Internet]. [cited
2016 Aug 19]. Available from:
https://www.clinicalkey.com//#!/content/journal/1-s2.0-S0740257008001159
6. Xue R, Fang Z, Zhang M, Yi Z, Wen C, Shi T. TCMID: traditional Chinese
medicine integrative database for herb molecular mechanism analysis. Nucl
Acids Res. 2012 Nov 29;gks1100.
7. 4651421058307.pdf [Internet]. [cited 2016 Aug 19]. Available from:
http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/publication/465142105
8307.pdf
8. Umashanker M, Shruti S. Traditional Indian herbal medicine used as
antipyretic, antiulcer, anti-diabetic and anticancer: A review. International
journal of research in pharmacy and chemistry. 2011;1(4):1152–1159.
9. Lakshmi P, G S, M C. BIOACTIVE CONSTITUENTS AND
ANTIOXIDANT EFFICACY OF AURICULARIA POLYTRICHA. Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. 2016 Jan 4;9(1):125–9.
10. Zhou Y, Chen L, Fan X, Bian Y. De Novo Assembly of Auricularia
polytricha Transcriptome Using Illumina Sequencing for Gene Discovery and
SSR Marker Identification. Freitag M, editor. PLoS ONE. 2014 Mar
13;9(3):e91740.
11. Wu N-J, Chiou F-J, Weng Y-M, Yu Z-R, Wang B-J. In vitro hypoglycemic
effects of hot water extract from Auricularia polytricha (wood ear
mushroom). International Journal of Food Sciences and Nutrition. 2014
Jun;65(4):502–6.
12. Mendis S, Puska P, Norrving B, World Health Organization, World Heart
Federation, World Stroke Organization, editors. Global atlas on
Universitas Tarumanagara 49
cardiovascular disease prevention and control. Geneva: World Health
Organization in collaboration with the World Heart Federation and the World
Stroke Organization; 2011. 155 p.
13. Dorland’s illustrated medical dictionary. 31st ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2007.
14. Myocardial Ischemia - Nuclear Medicine and Risk Stratification: Overview,
Determining the Pretest Probability of Myocardial Ischemia, Indications for
Gated Myocardial Perfusion Single-Photon Emission CT. 2016 Apr 26 [cited
2016 Jul 11]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/352401-
overview
15. Myocardial Infarction: Practice Essentials, Background, Definitions. 2016
Apr 10 [cited 2016 May 24]; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview
16. Ramanathan L, Gozal D, Siegel JM. Antioxidant responses to chronic hypoxia
in the rat cerebellum and pons. Journal of Neurochemistry. 2005 Apr
1;93(1):47–52.
17. Vergara R, Parada F, Rubio S, Pérez FJ. Hypoxia induces H2O2 production
and activates antioxidant defence system in grapevine buds through mediation
of H2O2 and ethylene. J Exp Bot. 2012 Mar 26;ers094.
18. Solaini G, Baracca A, Lenaz G, Sgarbi G. Hypoxia and mitochondrial
oxidative metabolism. Biochimica et Biophysica Acta (BBA) - Bioenergetics.
2010 Jun;1797(6–7):1171–7.
19. Sorensen P. HYPOXIA, ROS, AND mRNA TRANSLATION CONTROL IN
THE TUMOR CELL STRESS RESPONSE. Free Radical Biology and
Medicine. 2014 Nov;76:S10.
20. Schieber M, Chandel NS. ROS Function in Redox Signaling and Oxidative
Stress. Current Biology. 2014 May;24(10):R453–62.
21. Birben E, Sahiner UM, Sackesen C, Erzurum S, Kalayci O. Oxidative stress
and antioxidant defense. World Allergy Organization Journal. 2012;5(1):1.
22. Kizek R. Redox status expressed as GSH:GSSG ratio as a marker for
oxidative stress in paediatric tumour patients. Oncology Letters [Internet].
2012 Sep 21 [cited 2016 Sep 22]; Available from: http://www.spandidos-
publications.com/10.3892/ol.2012.931
23. Species Auricularia polytricha - Hierarchy - The Taxonomicon [Internet].
[cited 2016 Aug 1]. Available from:
http://taxonomicon.taxonomy.nl/TaxonTree.aspx
24. Chiu W-C, Yang H-H, Chiang S-C, Chou Y-X, Yang H-T. Auricularia
polytricha aqueous extract supplementation decreases hepatic lipid
accumulation and improves antioxidative status in animal model of
nonalcoholic fatty liver. BioMedicine [Internet]. 2014 Jun [cited 2016 May
24];4(2). Available from:
http://www.globalsciencejournals.com/article/10.7603/s40681-014-0012-3
25. Kavishree S, Hemavathy J, Lokesh BR, Shashirekha MN, Rajarathnam S. Fat
and fatty acids of Indian edible mushrooms. Food Chemistry. 2008
Jan;106(2):597–602.
26. Pham-Huy LA, He H, Pham-Huy C. Free radicals, antioxidants in disease and
health. Int J Biomed Sci. 2008;4(2):89–96.

Universitas Tarumanagara 50
27. Choudhury MP, Sarma TC. Studies on Ear Fungus-Auricularia from the
Woodland of Nameri National Park, Sonitpur District, Assam. 2014 [cited
2016 Oct 3]; Available from:
http://imsear.li.mahidol.ac.th/handle/123456789/175972
28. Du P, Cui BK, Dai YC. Genetic diversity of wild Auricularia polytricha in
Yunnan Province of South-western China revealed by sequence-related
amplified polymorphism (SRAP) analysis. Journal of Medicinal Plants
Research. 2011;5(8):1374–1381.
29. Sarma TC, Sarma I, Patiri BN. Wild edible mushrooms used by some ethnic
tribes of western Assam. The Bioscan. 2010;3:613–625.
30. Musngi RB, Abella EA, Lalap AL, Reyes RG. Four species of wild
Auricularia in Central Luzon, Philippines as sources of cell lines for
researchers and mushroom growers. Journal of Agricultural Technology.
2005;1(2):279–299.
31. Looney B. Systematics of the genus Auricularia with an emphasis on species
from the southeastern United States. North American Fungi [Internet]. 2013
May 1 [cited 2016 Oct 3]; Available from:
http://openjournals.wsu.edu/index.php/pnwfungi/article/view/1126
32. Sun Y-X, Liu J-C, Kennedy JF. Purification, composition analysis and
antioxidant activity of different polysaccharide conjugates (APPs) from the
fruiting bodies of Auricularia polytricha. Carbohydrate Polymers. 2010
Sep;82(2):299–304.
33. Sun Y, Li T, Liu J. Structural characterization and hydroxyl radicals
scavenging capacity of a polysaccharide from the fruiting bodies of
Auricularia polytricha. Carbohydrate Polymers. 2010 Apr;80(2):377–80.
34. jcourse0208_p61-68.pdf [Internet]. [cited 2016 Nov 4]. Available from:
https://www.aana.com/newsandjournal/Documents/jcourse0208_p61-68.pdf
35. Turrens JF. Mitochondrial formation of reactive oxygen species. The Journal
of Physiology. 2003 Oct 15;552(2):335–44.
36. Boekema EJ, Braun H-P. Supramolecular Structure of the Mitochondrial
Oxidative Phosphorylation System. Journal of Biological Chemistry. 2007 Jan
5;282(1):1–4.
37. Samuel J, Franklin C. Hypoxemia and hypoxia. In: Common Surgical
Diseases [Internet]. Springer; 2008 [cited 2016 Nov 15]. p. 391–394.
Available from: http://link.springer.com/chapter/10.1007/978-0-387-75246-
4_97
38. Eltzschig HK, Carmeliet P. Hypoxia and inflammation. New England Journal
of Medicine. 2011;364(7):656–665.
39. Muz B, Larsen H, Madden L, Kiriakidis S, Paleolog EM. Prolyl hydroxylase
domain enzyme 2 is the major player in regulating hypoxic responses in
rheumatoid arthritis. Arthritis & Rheumatism. 2012 Sep;64(9):2856–67.
40. Fiser B, Szőri M, Jójárt B, Izsák R, Csizmadia IG, Viskolcz B. Antioxidant
Potential of Glutathione: A Theoretical Study. The Journal of Physical
Chemistry B. 2011 Sep 29;115(38):11269–77.
41. Robach P, Cairo G, Gelfi C, Bernuzzi F, Pilegaard H, Vigano A, et al. Strong
iron demand during hypoxia-induced erythropoiesis is associated with down-
regulation of iron-related proteins and myoglobin in human skeletal muscle.
Blood. 2007;109(11):4724–4731.

Universitas Tarumanagara 51
42. Rizzo DC. Fundamentals of anatomy and physiology. Fourth edition. Boston,
MA: Cengage Learning; 2016. 532 p.
43. Faletra FF, Pandian NG, Ho SY. Anatomy of the heart by multislice
computed tomography [Internet]. Oxford; Hoboken, NJ: Wiley-Blackwell;
2008 [cited 2016 Nov 21]. Available from: http://site.ebrary.com/id/10300550
44. Julian RJ. The Response of the Heart and Pulmonary Arteries to Hypoxia,
Pressure, and Volume. A Short Review. Poultry Science. 2007 May
1;86(5):1006–11.
45. Sluimer JC, Daemen MJ. Novel concepts in atherogenesis: angiogenesis and
hypoxia in atherosclerosis. The Journal of Pathology. 2009 May;218(1):7–29.
46. Paternotte E, Gaucher C, Labrude P, Stoltz J-F, Menu P. Review: behaviour
of endothelial cells faced with hypoxia. Bio-medical materials and
engineering. 2008;18(4–5):295–299.
47. Tsutsui H, Kinugawa S, Matsushima S. Oxidative stress and heart failure.
AJP: Heart and Circulatory Physiology. 2011 Dec 1;301(6):H2181–90.
48. Syam AF, Simadibrata M, Wanandi SI, Hernowo BS, Sadikin M, Rani AA.
Gastric ulcers induced by systemic hypoxia. Acta Med Indones.
2011;43(4):243–8.
49. Šinko G, Čalić M, Bosak A, Kovarik Z. Limitation of the Ellman method:
Cholinesterase activity measurement in the presence of oximes. Analytical
Biochemistry. 2007 Nov;370(2):223–7.

Universitas Tarumanagara 52
Lampiran 1. Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan LIPI dan Surat
Persetujuan Etik

Universitas Tarumanagara 53
(lanjutan)

Universitas Tarumanagara 54
Lampiran 2. Data Absorban Standar GSH

Kadar GSH Absorban


Standar GSH Rerata
(µg/ml) A B
S1 0 0.021 0.017 0.019
S2 1 0.039 0.044 0.042
S3 2 0.099 0.097 0.098
S4 3 0.135 0.137 0.136
S5 4 0.173 0.169 0.171
S6 5 0.208 0.212 0.210

Universitas Tarumanagara 55
Lampiran 3. Data Absorban dan Kadar GSH pada Jantung Tikus Sprague dawley
Absorban Rerata
Perlakuan Tikus A B Absorban Kadar
1 0.019 0.015 0.017 0.074
P1 2 0.018 0.017 0.018 0.099
3 0.019 0.17 0.018 0.099
4 0.018 0.018 0.018 0.099
Rata – Rata 0.018 0.093
1 0.042 0.041 0.042 0.708
P2 2 0.044 0.046 0.045 0.784
3 0.047 0.047 0.047 0.834
4 0.039 0.041 0.04 0.657
Rata – Rata 0.044 0.746
1 0.037 0.036 0.037 0.581
P3 2 0.033 0.35 0.034 0.505
3 0.035 0.035 0.035 0.53
4 0.035 0.034 0.035 0.53
Rata – Rata 0.035 0.536
1 0.032 0.035 0.034 0.505
P4 2 0.033 0.031 0.032 0.454
3 0.036 0.037 0.037 0.581
4 0.033 0.033 0.033 0.479
Rata – Rata 0.034 0.505
1 0.026 0.026 0.026 0.302
P5 2 0.024 0.026 0.025 0.276
3 0.024 0.028 0.026 0.302
4 0.028 0.026 0.027 0.327
Rata – Rata 0.026 0.302
1 0.030 0.032 0.031 0.429
P6 2 0.029 0.030 0.03 0.403
3 0.032 0.030 0.031 0.429
4 0.032 0.031 0.032 0.454
Rata – Rata 0.031 0.429
1 0.025 0.023 0.024 0.251
P7 2 0.024 0.024 0.024 0.251
3 0.020 0.022 0.021 0.175
4 0.25 0.023 0.024 0.251
Rata – Rata 0.023 0.232

Universitas Tarumanagara 56
Lampiran 4. Uji Statistik ANOVA pada Jantung Tikus Sprague dawley
Kental
Number of families 1
Number of comparisons per family 6
Alpha 0.05

Tukey's Mean P
multiple Diff. 95.00% CI of diff. Significant? Summary Value
comparisons
test
P1 vs. P2 -0.6531 -0.8358 to -0.4703 Yes ** 0.0014 A-B
P1 vs. P4 -0.4121 -0.5478 to -0.2764 Yes ** 0.0021 A-C
P1 vs. P6 -0.336 -0.3946 to -0.2775 Yes *** 0.0003 A-D
P2 vs. P4 0.2409 0.07903 to 0.4028 Yes * 0.0168 B-C
P2 vs. P6 0.317 0.0908 to 0.5432 Yes * 0.0199 B-D
P4 vs. P6 0.07608 -0.05611 to 0.2083 No ns 0.1899 C-D

Test Mean Mean Mean SE of


details 1 2 Diff. diff. n1 n2 q DF

P1 vs. P2 0.0926 0.7456 -0.6531 0.03787 4 4 24.39 3


P1 vs. P4 0.0926 0.5047 -0.4121 0.02812 4 4 20.73 3
P1 vs. P6 0.0926 0.4286 -0.336 0.01214 4 4 39.14 3
P2 vs. P4 0.7456 0.5047 0.2409 0.03355 4 4 10.16 3
P2 vs. P6 0.7456 0.4286 0.317 0.04688 4 4 9.564 3
P4 vs. P6 0.5047 0.4286 0.07608 0.02739 4 4 3.928 3

Universitas Tarumanagara 57
(lanjutan)
Encer
Number of families 1
Number of comparisons per
family 6
Alpha 0.05

Tukey's Mean P
multiple Diff. 95.00% CI of diff. Significant? Summary Value
comparisons
test
P1 vs. P3 -0.4438 -0.5498 to -0.3378 Yes *** 0.0009 A-B
P1 vs. P5 -0.2092 -0.2678 to -0.1506 Yes ** 0.0014 A-C
P1 vs. P7 -0.1395 -0.2455 to -0.0335 Yes * 0.0237 A-D
P3 vs. P5 0.2346 0.1576 to 0.3116 Yes ** 0.0021 B-C
P3 vs. P7 0.3043 0.1926 to 0.4161 Yes ** 0.0029 B-D
P5 vs. P7 0.06974 -0.03476 to 0.1743 No ns 0.1368 C-D

Test Mean Mean SE of


details Mean 1 2 Diff. diff. n1 n2 q DF

P1 vs. P3 0.09257 0.5364 -0.4438 0.02196 4 4 28.58 3


P1 vs. P5 0.09257 0.3018 -0.2092 0.01214 4 4 24.37 3
P1 vs. P7 0.09257 0.2321 -0.1395 0.02196 4 4 8.982 3
P3 vs. P5 0.5364 0.3018 0.2346 0.01596 4 4 20.79 3
P3 vs. P7 0.5364 0.2321 0.3043 0.02315 4 4 18.59 3
P5 vs. P7 0.3018 0.2321 0.06974 0.02166 4 4 4.554 3

Universitas Tarumanagara 58
Lampiran 5. Multiple T Test pada Jantung Tikus Sprague dawley

SE of
Discovery? P value Mean1 Mean2 Difference difference t ratio df q value
(+)(P2&P3) Yes 0.0027 0.7456 0.5364 0.2092 0.04253 4.919 6 0.002685133
1 hari(P4&P5) Yes 0.0004 0.5047 0.3018 0.2029 0.02928 6.928 6 0.000678459
3 hari(P6&P7) Yes 0.0001 0.4286 0.2321 0.1966 0.02166 9.076 6 0.000304221

Universitas Tarumanagara 59
Lampiran 6. Data Absorban dan Kadar GSH pada Darah Tikus Sprague dawley
Absorban Rerata
Perlakuan Tikus A B Absorban Kadar
1 0.038 0.04 0.039 0.631
P1 2 0.041 0.045 0.043 0.733
3 0.036 0.039 0.038 0.606
4 0.039 0.042 0.041 0.682
Rata - Rata 0.04 0.663
1 0.209 0.207 0.208 4.918
P2 2 0.209 0.209 0.209 4.943
3 0.202 0.203 0.203 4.791
4 0.206 0.0202 0.204 4.816
Rata - Rata 0.206 4.867
1 0.178 0.177 0.178 4.157
P3 2 0.174 0.174 0.174 4.055
3 0.179 0.181 0.18 4.207
4 0.18 0.182 0.181 4.233
Rata - Rata 0.178 4.163
1 0.177 0.182 0.18 4.207
P4 2 0.175 0.175 0.175 4.081
3 0.173 0.17 0.172 4.005
4 0.168 0.17 0.169 3.928
Rata - Rata 0.174 4.055
1 0.139 0.141 0.14 3.193
P5 2 0.145 0.145 0.145 3.32
3 0.14 0.14 0.14 3.193
4 0.142 0.139 0.141 3.218
Rata - Rata 0.142 3.231
1 0.16 0.16 0.16 3.7
P6 2 0.161 0.163 0.162 3.751
3 0.167 0.163 0.165 3.827
4 0.158 0.158 0.158 3.65
Rata – Rata 0.161 3.732
1 0.133 0.137 0.135 3.066
P7 2 0.129 0.13 0.13 2.939
3 0.131 0.131 0.131 2.965
4 0.128 0.127 0.128 2.889
Rata – Rata 0.131 2.965

Universitas Tarumanagara 60
Lampiran 7. Uji Statistik ANOVA pada Darah Tikus Sprague dawley
Kental
Number of families 1
Number of comparisons
per family 6
Alpha 0.05

Tukey's Mean 95.00% CI of


multiple Diff. diff. Significant? Summary P Value
comparisons
test
P1 vs. P2 -4.204 -4.357 to -4.051 Yes **** <0.0001 A-B
P1 vs. P4 -3.392 -3.725 to -3.059 Yes **** <0.0001 A-C
P1 vs. P6 -3.069 -3.333 to -2.804 Yes **** <0.0001 A-D
P2 vs. P4 0.8116 0.6181 to 1.005 Yes *** 0.0009 B-C
P2 vs. P6 1.135 0.8551 to 1.415 Yes *** 0.001 B-D
-0.009473 to
P4 vs. P6 0.3234 0.6562 No Ns 0.054 C-D

Test Mean SE of
details Mean 1 Mean 2 Diff. diff. n1 n2 q DF

P1 vs. P2 0.6632 4.867 -4.204 0.0317 4 4 188 3


P1 vs. P4 0.6632 4.055 -3.392 0.06897 4 4 69.6 3
P1 vs. P6 0.6632 3.732 -3.069 0.05479 4 4 79.2 3
P2 vs. P4 4.867 4.055 0.8116 0.0401 4 4 28.6 3
P2 vs. P6 4.867 3.732 1.135 0.05799 4 4 27.7 3
P4 vs. P6 4.055 3.732 0.3234 0.06897 4 4 6.63 3

Universitas Tarumanagara 61
(lanjutan)
Encer
Number of families 1
Number of comparisons per
family 6
Alpha 0.05

Tukey's Mean
multiple Diff. 95.00% CI of diff. Significant? Summary P Value
comparisons
test
P1 vs. P3 -3.5-3.795 to -3.204 Yes **** <0.0001 A-B
P1 vs. P5 -2.568 -2.626 to -2.509 Yes **** <0.0001 A-C
P1 vs. P7 -2.302 -2.577 to -2.026 Yes **** <0.0001 A-D
P3 vs. P5 0.932 0.6106 to 1.253 Yes ** 0.0024 B-C
P3 vs. P7 1.198 0.914 to 1.483 Yes *** 0.0009 B-D
-0.005078 to
P5 vs. P7 0.2663 0.5377 No ns 0.0526 C-D

Test Mean Mean Mean SE of


details 1 2 Diff. diff. n1 n2 q DF

P1 vs. P3 0.6632 4.163 -3.5 0.06125 4 4 80.8 3


P1 vs. P5 0.6632 3.231 -2.568 0.01214 4 4 299.1 3
P1 vs. P7 0.6632 2.965 -2.302 0.05706 4 4 57.04 3
P3 vs. P5 4.163 3.231 0.932 0.0666 4 4 19.79 3
P3 vs. P7 4.163 2.965 1.198 0.05891 4 4 28.77 3
P5 vs. P7 3.231 2.965 0.2663 0.05624 4 4 6.697 3

Universitas Tarumanagara 62
Lampiran 8. Multiple T Test pada Darah Tikus Sprague dawley
SE of
Discovery? P value Mean1 Mean2 Difference difference t ratio df q value
(+)
(P2&P3) Yes <0.0001 4.867 4.163 0.7038 0.05417 12.99 6 <0.0001
1 hari
(P4&P5) Yes <0.0001 4.055 3.231 0.8242 0.0667 12.36 6 <0.0001
3 hari
(P6&P7) Yes <0.0001 3.732 2.965 0.7672 0.05317 14.43 6 <0.0001

Universitas Tarumanagara 63
Lampiran 9. Uji Korelasi Pearson pada Darah dan Jantung Tikus Sprague dawley
Pemberian Dosis Kental

Pearson r
r 0.9988
95% confidence interval
R squared 0.9977

P value
P (two-tailed) 0.0307
P value summary *
Significant? (alpha = 0.05) Yes

Number of XY Pairs 3

Universitas Tarumanagara 64
Lampiran 10. Uji Korelasi Pearson pada Darah dan Jantung Tikus Sprague
dawley Pemberian Dosis Encer

Pearson r
r 1
95% confidence interval
R squared 0.9999

P value
P (two-tailed) 0.0046
P value summary **
Significant? (alpha = 0.05) Yes

Number of XY Pairs 3

Universitas Tarumanagara 65
Lampiran 11. Dokumentasi

Proses Perebusan Jamur Auricularia polytricha

Proses Pemotongan Jamur auricularia polytricha

Universitas Tarumanagara 66
Tikus Sprague dawley dalam Kandang

Proses Pencekokan Rebusan Jamur Auricularia polytricha

Universitas Tarumanagara 67
Perlakuan Hipoksia Menggunakan Hypoxic Chamber

Gas Oksigen 8 % untuk Hipoksia

Universitas Tarumanagara 68
Lime Soda

Pembiusan Tikus

Universitas Tarumanagara 69
Penimbangan Berat Badan Tikus

Proses Pembedahan Tikus

Universitas Tarumanagara 70
Pengambilan Sampel

Alat Sentrifugasi

Universitas Tarumanagara 71
Tahap dalam Pengukuran Kadar GSH

Inkubasi Tabung Sampel

Universitas Tarumanagara 72
Tabung Sampel Setelah di Inkubasi

Alat Spektrofotometer

Universitas Tarumanagara 73
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi
1. Nama : Kent Vilandka
2. NIM : 405140001
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 April 1996
5. Agama : Kristen
6. Status : Belum Menikah
7. Pendidikan Terakhir : SMA
8. Alamat : Taman Ratu Blok B1 No. 6
9. No. Telpon : 085890316167
10. Email : vilandka.kent@gmail.com

B. Data Pendidikan
1. 2002 – 2008 : SD Kemurnian II
2. 2008 – 2011 : SMP Kemurnian II
3. 2011 – 2014 : SMAK 1 PENABUR JAKARTA

Universitas Tarumanagara 74

Anda mungkin juga menyukai