Anda di halaman 1dari 7

Aneurisma Otak: Bom Waktu di Kepala

kesehatan.kompasiana.com

Pendahuluan
Aneurisma serebral (aneurisma otak) adalah kelainan di mana terjadi kelemahan
pada dinding pembuluh darah otak, baik pembuluh darah nadi maupun pembuluh
darah balik (tunika media dan tunika intima dari arteri maupun vena) yang
menyebabkan penggelembungan pembuluh darah otak tersebut secara terlokalisir. 1

Pembuluh darah nadi (arteri) normal memiliki 3 lapisan 2:


1. Tunika intima (lapisan terdalam yang merupakan lapisan endotelial)
2. Tunika media (terdiri dari otot polos)
3. Tunika adventisia (terdiri dari jaringan ikat)

Dinding kantung aneurisma terdiri hanya terdiri dari tunika intima dan tunika
adventisia. Sedangkan tunika media berakhir pada daerah pertemuan kantung
aneurisma dengan pembuluh darah induk. Tunika intima biasanya normal walau di
bawahnya sering terjadi proliferasi sel. Namun, membran elastik di dalam tunika
intima, berkurang jumlahnya atau bahkan tidak ada. Sedangkan tunika adventisia
pada aneurisma biasanya terinfiltrasi oleh sel-sel radang seperti limfosit dan fagosit.
2

Kantung aneurisma sendiri sering berisi sisa-sisa pembekuan darah (trombotik) dan
pembuluh darah induk dari kantung aneurisma seringkali mengalami penumpukan
lemak dan pengapuran (aterosklerotik) . 2
Sebenarnya aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita.
Apabila aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah
rasa sakit di dada, batuk yang menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok
sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala
seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut. 1
Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah di dasar tengkorak, gejalanya
dapat berupa sakit kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak
disertai dengan muntah. Komplikasi dari aneurisma otak dapat menyebabkan
terjadinya pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi perdarahan
subaraknoid, intraserebral, subdural, infark serebri, atau hidrosefalus. 1
Lokasi aneurisma biasanya terjadi pada pembuluh darah nadi (arteri) di dasar otak,
yaitu di bagian depan Sirkulus Wilisi (kira-kira 85%) yang memberi suplai darah ke
area depan dan tengah otak 1:
1. Arteri serebri anterior dan komunikans anterior (30-35%)
2. Percabangan Arteri karotis interna dan Arteri komunikans posterior (30–35%)
3. Percabangan Arteri serebri media (20%)
4. Arteri vertebro-basilaris (15%)
Aneurisma yang terjadi pada bagian belakang pembuluh darah otak, biasanya
disebabkan oleh trauma. 1

Insidensi dan etiologi/penyebab


Umumnya diderita oleh orang dewasa berusia lebih dari 20 tahun dengan
persentase 6% di seluruh dunia dan angka kematian lebih dari 50%. Aneurisma
menimbulkan gejala setelah umur 40-60 tahun. Wanita dewasa lebih banyak
mengalami aneurisma serebral dibandingkan pria dewasa (3: 2). 1,3 Aneurisma
dapat juga terjadi pada anak-anak dengan jumlah anak laki-laki sedikit lebih banyak
daripada anak perempuan. Pada anak-anak biasa disebabkan oleh kejadian setelah
trauma atau jamur. Sedangkan pada dewasa disebabkan oleh proses degeneratif.
Penyebab tersering dari aneurisma serebral 2:
1. Trauma pembuluh darah yang diinduksi oleh kelainan hemodinamika dan
degeneratif seperti tekanan darah tinggi.
2. Penumpukan lemak dan pengapuran pembuluh darah (aterosklerosis), terutama
pada aneurisma tipe fusiformis.
3. Kelainan pembuluh darah seperti displasia fibromuskular.
4. Keadaan di mana aliran darah sangat tinggi, seperti malformasi arteri vena dan
fistula
Penyebab lain yang jarang terjadi antara lain karena trauma, infeksi, obat-obatan,
dan tumor (neoplasma primer maupun metastasis).

Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan menjadi 2:
1. Aneurisma tipe fusiformis (5–9%). Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan
dinding melingkari pembuluh darah setempat sehingga menyerupai badan botol.
Paling sering disebabkan oleh aterosklerosis (penumpukan lemak dalam pembuluh
darah
2. Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong (90–95%). Pada aneurisma ini,
kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh darah sehingga dapat berbentuk
seperti kantong dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh aneurisma dasar
tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma sakuler. Berdasarkan
diameternya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:
- Aneurisma sakuler kecil dengan diameter < 15 mm.
- Aneurisma sakuler sedang dengan diameter antara 15- 25 mm.
- Aneurisma sakuler besar dengan diameter > 25-50 mm.
- Aneurisma sakuler raksasa dengan diameter > 50 mm.
Aneurisma Berry adalah aneurisma sakular yang leher dan batangnya menyerupai
buah beri.
3. Aneurisma tipe disekting ( < 1% ).

Patofisiologi.
Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika muskularis) pada
arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika interna) pada
pembuluh nadi (arteri) otak, dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan
mengurangi daya tahan mereka terhadap perubahan dalam pembuluh darah.
Perubahan ini banyak terjadi pada pertemuan pembuluh darah, dimana aliran darah
turbulen dan tahanan aliran darah pada dinding arteri paling besar. 2
Aneurisma fusiformis berkembang dari arteri serebri yang berliku yang biasanya
berasal dari pembuluh darah vertebro basiler dan diameternya bisa mencapai
beberapa sentimeter. Pasien aneurisma fusiformis khas mengalami gejala kompresi
saraf otak, tetapi tidak selalu disertai perdarahan subaraknoid. 2
Aneurisma yang disebabkan oleh diseksi terjadi karena adanya nekrosis atau
trauma pada arteri. Berbentuk seperti gumpalan darah sepanjang pembuluh darah
sehingga lumen (rongga) pembuluh darah membuka, padahal harusnya kolaps
(tertutup) secara otomatis. 2
Aneurisma serebral dapat berjumlah lebih dari (multipel) pada 10-30 % kasus. Kira-
kira 75 % dari kasus multipel aneurisma tersebut memiliki 2 aneurisma, 15 %
memiliki 3 aneurisma, dan 10 % memiliki lebih dari 3 aneurisma. Aneurisma multipel
lebih banyak diidap oleh wanita daripada pria, yaitu sekitar 5:1, di mana
perbandingan ini akan meningkat menjadi 11:1 pada pasien yang memiliki lebih dari
3 aneurisma. 3
Aneurisma multipel juga berhubungan dengan vaskulopati, seperti penyakit
fibromuskuler dan penyakit jaringan ikat yang lain. Aneurisma multipel dapat terjadi
simetris bilateral (disebut aneurisma cermin) atau terletak asimetris pada pembuluh
darah yang berbeda. Multipel aneurisma dapat terjadi pada satu pembuluh darah
nadi (arteri) yang sama.

Gejala
Aneurisma serebral hampir tidak pemah menimbulkan gejala, kecuali terjadi
pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan gejala
sebagai kelainan saraf otak yang tertekan.
Aneurisma yang kecil dan tidak progresif, hanya akan menimbulkan sedikit bahkan
tidak menimbulkan gejala. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai
beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Sebelum aneurisma berukuran besar
mengalami ruptur (pecah), pasien akan mengalami gejala seperti 1:
- Sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat
- Mual dan muntah
- Gangguan penglihatan (pandangan kabur/ganda, kelopak mata tidak membuka)
- Kaku leher
- Nyeri daerah wajah
- Kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan
- Denyut jantung dan laju pernapasan naik turun
- Hilang kesadaran (kejang, koma, kematian)
- Tidak mengalami gejala apapun

Pecahnya aneurisma serebral adalah berbahaya dan biasanya menimbulkan


perdarahan di dalam selaput otak (meninges) dan otak sehingga mengakibatkan
perdarahan subaraknoid (PSA) dan perdarahan intraserebral (PIS) yang keduanya
mirip gejala stroke. Juga dapat terjadi perdarahan ulang, hidrosefalus (akumulasi
berlebihan dari cairan otak), vasospasme (penyempitan pembuluh darah), dan
aneurisma multipel.

Risiko ruptur (pecahnya) aneurisma serebral tergantung pada besarnya ukuran


aneurisma. Makin besar ukurannya, makin tinggi risiko untuk pecah. Angka ruptur
aneurisma serebral kira-kira 1,3% per tahun. 3 Sebenarnya dapat dilakukan skrining
pencitraan, tetapi tidak efektif dari segi pembiayaan. 4

Tingkat keparahan dari perdarahan subaraknoid (PSA) yang terjadi pada ruptur
aneurisma serebral, dapat menggunakan Skala Hunt-Hess 1:

1. Grade 1: asimtomatik (tidak bergejala) atau sakit kepala ringan dan kaku kuduk
ringan (angka harapan hidup sebesar 70 %)
2. Grade 2: sakit kepala ringan sampai sedang, kaku kuduk, tidak ada gangguan
saraf selain kelumpuhan saraf otak (angka harapan hidup sebesar 60 %)
3. Grade 3: somnolen (mengantuk) dengan gangguan saraf minimal (angka harapan
hidup 50%)
4. Grade 4: stupor, hemiparesis (lumpuh separuh tubuh), awal dari kekakuan
deserebrasi, dan gangguan vegetatif (angka harapan hidup 20 %)
5. Grade 5: koma dalam, kekakuan deserebrasi (angka harapan hidup 10%)
6. Grade 6: mati batang otak (sesuai dengan kriteria perdarahan subaraknoid grade
6)
Klasifikasi Fisher Grade mengelompokkan penampakan perdarahan subaraknoid
berdasarkan pemeriksaan CT scan 1:
1. Grade 1: Tidak ada perdarahan.
2. Grade 2: perdarahan subaraknoid dengan ketebalan < 1 mm
3. Grade 3: perdarahan subaraknoid dengan ketebalan >1 mm
4. Grade 4: perdarahan subaraknoid tanpa memandang tebal perdarahan tetapi
disertai perdarahan intraventrikuler atau perluasan perdarahan ke jaringan otak
(lapisan parenkim otak)
Klasifikasi Fisher Grade lebih jelas mendeskripsikan perdarahan subaraknoid (PSH),
tetapi kurang berguna dalam hal prognostik dibandingkan dengan Skala Hunt-Hess.

Diagnosis.
Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak ditemukan. Hal ini karena
banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas. 1
Kadang aneurisma tidak sengaja ditemukan saat ”check up” dengan menggunakan
seperti CT scan, MRI atau angiogram. Diagnosis pasti aneurisma pembuluh darah
otak, beserta lokasi dan ukuran aneurisma dapat ditetapkan dengan menggunakan
pemeriksaan angiogram yang juga dipakai sebagai panduan dalam pembedahan. 1
Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat meningitis
atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal untuk melihat
adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Kemungkinan juga bisa terjadi
leukositosis yang tidak terlalu berarti.1
Vasospasme (penyempitan pembuluh darah)
Vasospasme (penyempitan pembuluh darah) merupakan komplikasi dari perdarahan
subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya aneurisma serebral. Biasa terjadi kira-
kira 1 sampai 2 minggu setelah terjadinya perdarahan awal di mana terjadi spasme
pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan stroke. Penyebab dari vasospasme
tersebut diperkirakan terjadi secara sekunder akibat proses inflamasi ketika darah
dalam ruang subaraknoid mengalami penyerapan. Terlihat sel-sel makrofag dan
netrofil yang masuk ke dalam ruang subaraknoid untuk memfagositosis eritrosit dan
hemoglobin ekstrakorpuskuler, terjebak dalam subaraknoid, mati dan mengalami
degranulasi 3-4 hari setelahnya, serta mengeluarkan banyak endotelin dan radikal
bebas yang menginduksi vasospasme. Namun, penyempitan pembuluh darah
hanyalah satu komponen dari proses inflamasi yang akan berlanjut lagi. 5,6
Vasospasme diamati dengan banyak cara. Salah satunya dengan metode noninvasif
seperti Doppler transkranial, merupakan suatu metode yang mengukur aliran darah
dalam arteri otak menggunakan gelombang ultrasonik. Ketika pembuluh darah
menyempit karena vasospasme, aliran darah juga akan terdeteksi meningkat.
Jumlah darah yang mencapai otak juga dapat diukur dengan CT scan atau MRI atau
nuclear perfusion scanning. Pemeriksaan definitif, tetapi invasif untuk mendeteksi
vasospasme adalah dengan angiografi serebral. 5
Secara umum disepakati bahwa untuk mencegah atau mengurangi risiko kerusakan
saraf permanen, bahkan kematian, maka vasospasme harus diterapi secara agresif.
Hal ini dilakukan dengan pemberian obat dan cairan secara dini, dikenal sebagai
terapi “Tripel H” untuk mengendalikan aliran darah yang menuju dan beredar di
sekitar pembuluh nadi (arteri) otak yang tersumbat5:
1. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
2. Hipervolemi (kelebihan cairan)
3. Hemodilusi (pengenceran darah)
Untuk pasien yang tidak efektif diterapi dengan “Tripel H”, dapat diterapi dengan
memasukkan balon angioplasti ke dalam pembuluh darah nadi (arteri) yang
tersumbat untuk melebarkan pembuluh darah nadi tersebut sehingga meningkatkan
aliran darah ke otak. Direkomendasikan bahwa evaluasi aneurisma dilakukan pada
pusat-pusat spesialistik yang menyediakan tenaga ahli bedah saraf maupun ahli
radiologi intervensi, yang keduanya sama-sama dapat melakukan angioplasti tanpa
harus saling merujuk. 5
Terapi
Untuk aneurisma yang belum pecah (ruptur), terapi ditujukan untuk mencegah agar
aneurisma tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut
dari aneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah pecah (ruptur),
tujuan terapi adalah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut dan untuk mencegah
atau membatasi terjadinya vasospasme. Penderita harus segera dirawat dan tidak
boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit
kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi
tekanan. 1
Terapi darurat untuk pasien yang mengalami ruptur (pecah) aneurisma serebral
mencakup pemulihan fungsi pernapasan dan mengurangi tekanan dalam rongga
tengkorak (tekanan intrakranial). Akhir-akhir ini, ada dua alternatif terapi untuk
tatalaksana aneurisma serebral, yaitu kliping operatif dan koiling endovaskuler. Jika
memungkinkan, kedua jenis terapi ini dilakukan pada 24 jam pertama setelah
perdarahan untuk mengatasi aneurisma yang pecah, serta mengurangi risiko
perdarahan ulang.6,7

Kliping operatif
Kliping operatif diperkenalkan pada tahun 1937. Terapi ini mencakup kraniotomi
(pembukaan tengkorak), melihat aneurismanya, dan menutup dasar aneurisma
dengan klip yang dipilih khusus sesuai dengan area terjadinya aneurisma.
Pemasangan klip logam kecil di dasar aneurisma bertujuan supaya bagian dari
pembuluh darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui oleh darah.
1 Teknik operasi ini telah berkembang dan menurunkan angka kekambuhan
aneurisma.
Koiling endovaskuler
Koiling endovaskuler diperkenalkan tahun 1991. Teknik ini dilakukan dengan
pemasangan kateter melalui pembuluh nadi paha (Arteri femoralis) menuju aorta,
pembuluh nadi otak, dan akhirnya ke aneurismanya. Dengan bantuan sinar X,
dipasang koil logam di tempat aneurisma pembuluh darah otak tersebut. Ketika
kateter berada di dalam aneurisma, koil platina didorong masuk ke dalam
aneurisma, lalu dilepaskan. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil logam tersebut,
dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku dan menutupi seluruh
aneurisma tersebut. 1
Koil-koil ini akan merangsang reaksi pembekuan di dalam aneurisma sehingga
dapat menghilangkan aneurisma itu sendiri. Teknik ini hanya memerlukan insisi kecil
sebagai tempat masuknya kateter. Pada kasus di mana aneurismanya memiliki
dasar yang lebar, sebuah sten dipasang pada pembuluh darah nadi sebagai
pemegang kumparan, namun studi pemasangan sten jangka lama dalam pembuluh
darah otak belum dilakukan.

Manfaat dan risiko terapi kliping operatif dan koiling endovaskuler


Keduanya memiliki risiko yang sama dalam menimbulkan stroke dan kematian. 8
Namun, percobaan ISAT menunjukkan bahwa risiko ruptur (pecah) aneurisma turun
7% lebih rendah setelah dilakukan terapi koiling endovaskuler daripada terapi kliping
operatif. Akan tetapi, terapi koiling endovaskuler memiliki angka kekambuhan yang
lebih tinggi setelah dikonfirmasi dengan angiografi.
Contohnya, penelitian tahun 2007 di Paris mengindikasikan bahwa 28,6%
kekambuhan aneurisma terjadi setelah satu tahun dilakukan koiling endovaskuler
dan kekambuhan akan meningkat sejalan lamanya waktu. Akan tetapi, koiling
endovaskuler memiliki angka kesembuhan 22,6% lebih tinggi daripada kliping
operatif. Hasil penelitian tersebut hampir sama dengan grup penelitian yang lain. 9
Namun, tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa semakin tinggi angka
kekambuhan setelah koiling endovaskuler, maka semakin tinggi pula risiko
perdarahan ulang. Sejauh ini, penelitian ISAT menggarisbawahi bahwa tidak ada
peningkatan risiko perdarahan ulang dan angka kematian akibat perdarahan
subaraknoid turun 7% setelah terapi koiling endovaskuler. Pada penelitian ISAT,
perlunya terapi ulang aneurisma dengan koiling endovaskuler sebesar 6,9 kali lebih
besar daripada terapi kliping operatif. 10
Oleh karena itu, terlihat bahwa koiling endovaskuler menyebabkan pemulihan pasien
aneurisma lebih cepat daripada kliping operatif, tetapi meningkatkan angka
kekambuhan setelah terapi. Data untuk aneurisma yang tidak ruptur (pecah), sedang
dikumpulkan.
Pasien yang menjalani koiling endovaskuler perlu menjalani serangkaian
pemeriksaan (seperti MRI/MRA, CTA, atau angiografi) untuk mendeteksi
kekambuhan dini. Jika terdeteksi adanya kekambuhan, aneurisma harus diterapi
ulang, baik dengan kliping operatif maupun koiling endovaskuler lagi. Risiko kliping
operatif sangat tinggi pada pasien yang sebelumnya menjalani terapi koiling
endovaskuler. Pada akhirnya, keputusan apakah terapi menggunakan kliping
operatif atau koiling endovaskuler, harus dilakukan oleh tim yang telah
berpengalaman memakai kedua teknik terapi tersebut.

Dilema terapi aneurisma yang tidak ruptur (pecah)


Aneurisma yang sudah pecah, harus diterapi untuk mencegah perdarahan ulang
(kecuali terjadi ketidakstabilan hemodinamika, usia yang sangat lanjut, atau mati
batang otak). Akan tetapi, jika aneurisma tersebut tidak pecah, ini akan menjadi
dilema tersendiri. Bahkan jika ingin diterapi, timbul dilema tentang jenis terapi apa
yang dipilih.
Keputusan dalam memberikan terapi bersifat individualistik dan harus ditetapkan
oleh dokter yang berpengalaman. Pemilihan terapi harus memperhatikan riwayat
pasien atau risiko jika tidak diterapi. Risiko terapi dan risiko tidak diterapi, bervariasi
tergantung faktor pasien atau faktor aneurismanya sendiri. Faktor pasien, misalnya
usia dan penyakit penyerta. Sedangkan faktor aneurisma terdiri dari ukuran, lokasi,
dan bentuk aneurisma.

Risiko riwayat pecahnya aneurisma yang belum pecah, tidak diketahui secara pasti.
Akan tetapi, penelitian ISUIA menunjukkan bahwa risiko pecahnya aneurisma
berukuran kecil hanya 0,05 % per tahun. 11 Kemudian penelitian ISUIA yang lain
menunjukkan bahwa aneurisma berukuran < 7 mm pada pembuluh darah otak
bagian depan, memiliki risiko 0% untuk mengalami ruptur (pecah) dalam jangka
waktu 5 tahun. Akan tetapi, jika dulunya telah pernah mengalami aneurisma dan jika
lokasi aneurisma berada di lokasi lain, (misalnya daerah basalis dan posterior /
belakang) tentu risiko ruptur jauh lebih besar.

Penelitian ISUIA juga menyatakan bahwa angka kecacatan dan kematian 1 tahun
setelah operasi tanpa perdarahan subaraknoid, sebesar 6,5 % untuk pasien berusia
< 45 tahun, 14,4 % untuk pasien berusia 45-65 tahun, dan 32 % untuk pasien > 64
tahun. Peneliti menyimpulkan bahwa risiko operasi lebih besar daripada manfaatnya
jika pasien memiliki aneurisma <10 mm tanpa perdarahan subaraknoid sebelumnya.
Risiko kecacatan dan kematian akibat operasi aneurisma yang belum ruptur (pecah),
diperkirakan masing-masing sebesar 4-10,9% dan 1-3 %. 12,13

Pada studi bersama aneurisma serebral dan perdarahan subaraknoid, ditemukan


bahwa diameter aneurisma yang kritis untuk pecah adalah berukuran 7-10 mm.
Penelitian lain banyak juga yang mengungkap tingginya angka pecah aneurisma
yang sebelumnya belum pecah. 14, 15 melakukan terapi atau tidak pada aneurisma
yang belum ruptur (pecah), memerlukan pertimbangan yang sangat besar. Dokter
harus melihat semua data relevan dari penelitian dan riwayat penelitian. Semua ini
harus dikonsultasikan dengan pasien, termasuk kondisi khusus, penyakit penyerta,
dan keinginan pasien. Beberapa pasien senang memilih terapi logis berdasarkan
data statistik. Sebagian pasien lain lebih mengandalkan terapi alternatif. Keputusan
membutuhkan waktu, kesabaran, pengalaman, dan pertemuan berulang kali dengan
pasien.

Prognosis
Prognosis pasien dengan aneurisma serebral yang pecah, tergantung luas dan
lokasi aneurisma, umur pasien, kesehatan umum, dan kondisi neurologis. 1
Beberapa orang dengan aneurisma serebral yang ruptur (pecah), meninggal setelah
perdarahan awal. Orang lain dengan aneurisma serebral, pulih dengan sedikit atau
bahkan tidak ada gangguan saraf. Faktor yang paling berpengaruh dalam
menentukan prognosis adalah skala Hunt-Hess dan usia pasien. Umumnya, pasien
dengan skala Hunt-Hess grade 1 dan 2 atau berusia lebih muda, memiliki prognosis
baik karena dapat terhindar dari kematian ataupun cacat permanen. Sebaliknya,
pasien yang berusia lebih tua dengan skala Hunt-Hess yang jelek, memiliki
prognosis yang buruk. Secara umum, dua pertiga pasien memiliki prognosis yang
buruk, meninggal atau mengidap cacat permanen. 16,17

Anda mungkin juga menyukai