Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Pengertian Irigasi

Sebagai suatu ilmu pengetahuan, irigasi tidak saja membicarakan dan menjelaskan metode-
metode dan usaha yang berhubungan dengan pengambilan air dari bermacam-macam sumber,
menampungnya dalam suatu waduk atau menaikkan elevasi permukaannya, serta menyalurkan
serta membagi-bagikannya ke bidang-bidang tanah Irigasi adalah segala usaha manusia yang
berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan sarana untuk menyalurkan serta membagi air
ke bidang-bidang tanah pertanian secara teratur, serta membuang air kelebihan yang tidak
diperlukan lagi.

yang akan diolah, tapi juga mencakup masalah-masalah pengendalian banjir, sungai dan segala
usaha yang berhubungan dengan pemeliharaan dan pengamanan sungai untuk keperluan
pertanian.

I.2. Keadaan-keadaan dimana irigasi diperlukan

Tidak semua daerah yang terdapat usaha-usaha pertanian atau perkebunan memerlukan irigasi.
Irigasi biasanya diperlukan pada daerah-daerah pertanian dimana terdapat satu atau kombinasi
dari keadaan-keadaan berikut :

¨ Curah hujan total tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air.

¨ Meskipun hujan cukup, tetapi tidak terdistribusi secara baik sepanjang tahun.

¨ Terdapat keperluan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang dapat
dicapai melalui irigasi serta dinilai layak dilaksanakan baik ditinjau dari segi teknis, ekonomis
maupun sosial.

I.3. Keuntungan-keuntungan Irigasi

Pada umumnya proyek-proyek irigasi dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan


keuntungan, meskipun akhir-akhir ini kita banyak mendengar apa yang dinamakan proyek
kemanusiaan yang tidak terlalu memperhitungkan keuntungan langsung yang dapat dinilai dalam
bentuk mata uang. Karena disamping keuntungan langsung, terdapat juga keuntungan tidak
langsung antara lain :

¨ Membantu pengembangan daerah secara umum.

¨ Meningkatkan daya pengadaan bahan baku.

¨ Penyediaan lapangan kerja terutama pada waktu pelaksanaan proyak irigasi.


¨ Meningkatkan nilai tanah milik.

¨ Membuka kemungkinan pengusahaan penanaman jenis-jenis tanaman lainnya yang


memberikan hasil cukup besar.

¨ Membuka peningkatan kebudayaan masyarakat.

¨ Pelayaran.

¨ Penyediaan sumber air minum atau air bersih.

I.4. Keburukan-keburukan Irigasi

Disampinng keuntungan-keuntungan yang ditimbulkan, irigasi dapat juga menimbulkan akibat


yang kurang baik pada daerah bersangkutan, yaitu antara lain :

¨ Iklim menjadi dingin dan lembab, sehingga menimbulkan gangguan pada daerah yang
sebelumnya sudah dingin dan lembab.

¨ Jaringan irigasi yang perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan kurang baik akan
menimbulkan genangan air yang dapat memberikan kesempatan bagi perkembangbiakan
nyamuk yang dapat menjadi sumber penyakit malaria.

¨ Irigasi secara berlebihan dapat menimbulkan kejenuhan yang terlalu tinggi pada tanah,
yang dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman. Ini terjadi terutama pada daerah-daerah yang
drainasenya kurang baik.

I.5. Tujuan Irigasi

Tujuan irigasi secara langsung maupun tidak langsung untuk pertanian adalah sebagai berikut:

 Membasahi tanah,

Dengan membasahi tanah dimaksudkan agar :

 Tanah menjadi lunak sehingga mudah diolah


 Zat-zat makanan dalam tanah yang diperlukan tanaman dapat larut sehingga mudah
diserap oleh akar tanaman.
 Mencukupi lengas lapang dari tanah agar tetap dalam prosentase yang diperlukan
tanaman untuk tumbuh terutama pada musim kering.
 Merabuk atau menambah kesuburan tanah
 Mengatur suhu tanah
 Memberantas hama
 Membersihkan tanah
 Mempertinggi muka air tanah
o Kolmatasi, yaitu peninggian muka tanah dengan mengendapkan lumpur dari air
irigasi sehingga dengan demikian diperoleh suatu lapisan permukaan tanah yang
subur.

I.6. Tingkat-tingkat Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi
dapat dibedakan dalam 3 tingkatan, yaitu :

1. Jaringan irigasi sederhana

2. Jaringan irigasi semi teknis

3. Jaringan irigasi teknis

Dalam konteks standarisasi ini, hanya jaringan irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk irigasi
yang lebih maju ini cocok dipraktikkan disebagian proyek irigasi di Indonesia.

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya 4 unsur fungsional pokok, yaitu :

 Bangunan-bangunan utama dimana air diambil dari sumbernya, umumnya dari sungai
atau waduk.
 Jaringan pembawa atau saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier.
 Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif, air
irigasi dibagi-bagi dan dialirkan kesawah-sawah serta kelebihan air ditampung dalam
suatu sistem pembuangan didalam petak tersier.
 Sistem pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air ke
sungai atau saluran-saluran alamiah.

Ad.1. Jaringan Irigasi Sederhana

Didalam proyek-proyek sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur, air kelebihan akan
mengalir ke selokan pembuangan. Para pemakai air tergabung dalam suatu kelompok sosial yang
sama dan tidak diperlukan keterlibatan pemerintah dalam jaringan organisasi semacam ini.

Persediaan air biasanya melimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh
karena itu hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untu pembagian air. Jaringan irigasi yang
masih sederhana ini mudah diorganisir tapi memiliki kelemahan yang serius.

Pertama-tama ada pemborosan air, dan karena pada umumnya jaringan irigasi itu terletak di
daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang subur.

Kedua terdapat banyak penyadapan yang memerlukan banyak biaya dari penduduk karena setiap
desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan pengelaknya bukan
bangunan tetap atau permanen, maka umurnya mungkin pendek.
Ad. 2. Jaringan Irigasi Semi-Teknis

Dalam kebanyakan hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dengan jaringan
irigasi semi-teknis ialah bahwa yang yang belakangan ini terletak di tepi sungai lengkap dengan
pengambilan dan bangunan pengukur dibagian hilirnya.

Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen dijaringan saluran. Sistem pembagian air
biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Adalah mungkin bahwa pengaliran dipakai untuk
melayani daerah yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. Oleh karena itu
biayanya ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya lebih rumit dan jika
bangunan tetapnya berupa pengambilan dari sungai, maka diperlukan lebih banyak keterlibatan
dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum.

Ad. 3. Jaringan irigasi teknis.

Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan
irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun saluran
pembuang bekerja tetap sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal hingga ujung.
Saluran air irigasi mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke selokan-selokan pembuang yang
alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut.

Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri
dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhannya berkisar antara 50 s/d 100 ha, kadang-kadang
sampai 150 ha. Petak tersier menerima air dari suatu tempat dalam jumlah yang sudah diukur
dari suatu jaringan pembawa yang diatur oleh Dinas Pengairan. Pembagian air dalam petak
tersier diserahkan kepada petani. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah.
Kelebihan air ditampung dalam suatu jaringan pembuang tersier dan kuarter yang selanjutnya
dialirkan ke saluran pembuang primer.

Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip diatas adalah cara pembagian air yang paling
efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya persediaan air serta kebutuhan-kebutuhan
pertanian.

Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi
dan pembuangan air secara lebih efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air pada salah satu
tempat saja pada jaringan utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit
disaluran primer, ekploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan
dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari jaringan pembawa.

Kesalahan dalam pengelolaan di petak-petak tersier juga tidak akan mempengaruhi pembagian
air di jaringan utama. Dalam hal ini khusus dibuat sistem gabungan (fungsi saluran irigasi dan
pembuang digabung). Walaupun jaringan ini memiliki keuntungan-keuntungan tersendiri,
kelemahannya juga amat serius sehingga sistem ini umumnya tidak akan diterapkan. Keuntungan
yang dapat diperoleh dari jaringan ini adalah pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya
pembuatan saluran lebih rendah, karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan
kapasitas yang lebih kecil.
Kelemahannya adalah jaringan-jaringan semacam ini sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat
rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata. Bangunan-bangunan tertentu didalam
jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat seperti bendungan dan relatif mahal.

I.7. Peta Petak

Pada peta irigasi terlebih dahulu dibuat peta petak yang merupakan dasar untuk menentukan
ukuran berbagai pekerjaan yang diperlukan. Dari peta terlihat seluruh daerah yang akan dialiri,
batas dan luasan petak, petak sekunder, tersier dan saluran pembuang. Lokasi pengambilan air
pada irigasi, baik berupa bangunan bebas maupun bangunan bendung juga terlihat.

Dalam perencanaan jaringan, saluran pembawa harus diletakkan pada daerah tinggi, dapat
merupakan saluran garis tinggi atau saluran garis punggung sedangkan saluran pembuang berada
di lembah-lembah.

Pada pembuatan peta petak digunakan peta mozaik sebagai peta situasi dan peta garis tinggi
(contur) dengan skala 1 : 5000 dimana lukisan garis tinggi atau trances yang berinterval 0,5 m.

Setelah peta tersebut dipelajari dengan seksama dan telah mendapatkan kesan serta informasi
kemiringan lapangan, maka dapat diambil ketentuan tanah tinggi yang akan dialiri, dan tempat
pengambilan di sungai. Bila bangunan pengambilan di sungai merupakan bangunan bebas (free
intake) maka perlu dicarikan tempat dimana aliran sungai tidak berpindah. Sedangkan apabila
bangunan pengambilan dilengkapi dengan bendung, maka harus dicari lokasi yang agak lurus
lalu tentukan ketinggian saluran induk di hilir bangunan pengambilan.

I.8. Saluran

Pada jaringan irigasi, saluran pembawa dapat dibagi :

 Saluran Induk (primer)

Adalah saluran yang dimulai dari pintu pemasukan atau pengambilan bebas sampai ke bangunan
bagi.

 Saluran sekunder

Adalah saluran yang mengairi satu atau lebih petak tersier dan menerima air dari saluran induk
atau saluran tersier sebelumnya.

 Saluran tersier

Adalah saluran yang mengairi satu petak tersier dan menerima air dari saluran sekunder. Luas
petak tersier 50 -– 150 ha.

 Saluran kuarter
Adalah saluran yang mengairi satu petak sawah dan menerima air dari saluran tersier. Luas petak
kuarter 8 -– 15 ha.

 Saluran pembuang

Adalah saluran yang dipakai untuk membuang air yang telah dipakai pada petak-petak petani dan
mengaliri daerah garis tinggi atau tegak lurus diatasnya dan terletak pada daerah rendah atau
lembah-lembah.

I.9. Bangunan-bangunan yang ada

Pada jaringan irigasi juga terdapat beberapa bangunan, yang terdiri atas :

v Bangunan bagi

Adalah bangunan yang membagi air dari saluran induk maupun sekunder sesuai jumlah air yang
dibutuhkan dalam setiap petak sekunder.

v Bangunan bagi sadap

Adalah bangunan yang membagi air dari saluran-saluran sekunder dan saluran induk, dimana
terdapat bangunan sadap untuk satu atau lebih petak tersier.

v Bangunan sadap

Adalah bangunan yang membagi air dari saluran sekunder ke saluran tersier sesuai jumlah air
yang dibutuhkan.

I.10. Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi dalam Perencanaan

 Saluran kuarter :

– Petak kuarter mendapat air dari box tersier melalui saluran kuarter dengan syarat

 Panjang saluran kuarter 500 m


 Panjang antara saluran kuarter ke saluran pembuang 350 m

– Petak tersier harus mandapat air hanya dari satu bangunan sadap ke saluran induk
maupun sekunder.

 Petak tersier

– Harus sedapat mungkin kelihatan bebas dan jarak sawah yang terjauh dari bangunan
sadap 3 km, agar dapat memudahkan dalam pembagian air.
– Luas petak tersier tergantung dari bentuk lapangan yang berkisar 50 – 150 ha.

– Batas-batas petak tersier sedapat mungkin nyata kelihatan, misalnya ditentukan menurut :

 Jalan raya / jalan desa


 Saluran induk / saluran sekunder
 Saluran pembawa / saluran pembuang
 Batas kabupaten / kecamatan / desa

I.11. Perhitungan Luas Petak

Untuk menhitung luas petak dengan tepat, biasanya digunakan alat plannimeter. Namun cara
pendekatan, petak sawah dapat dibagi atas bentuk segitiga, trapesium, empat persegi panjang dan
sebagainya, kemudian dikali skala pada peta, maka luas sesungguhnya dapat diperoleh.

I.12. Pemberian Nama Pada Peta Irigasi

 Sistem Supply

Saluran-saluran dan bangunan –bangunan dalam suatu jaringan irigasi diberi nama, dan
pemberian nama tersebut dengan prinsip bahwa nama-nama harus logis sederhana tapi mampu
memberikan gambaran cukup jelas mengenai daerah irigasi yang bersangkutan. Nama harus
cukup pendek dan memberikan petunjuk terhadap letak bangunan, saluran pemberi, saluran
drainase maupun petak-petak sawah dalam suatu daerah irigasi.

Pemberian nama perlu memperhatikan kemungkinan adanya tambahan bangunan-bangunan


dikemudian hari, sehingga dengan adanya bangunan-bangunan baru tersebut sistem pemberian
nama yang telah dilaksanakan tidak perlu diubah. Salah satu contoh pemberian nama adalah
sebagai berikut :

– Saluran primer

Diberi nama menurut nama sungai tempat mengambil air, tetapi juga diberi nama dengan cara
lain misalnya menurut nama daerah yang dilayani. Misalnya suatu saluran primer mengambil air
dari sungai Undi dan melayani daerah Tangga, saluran dapat diberi nama saluran Undi, juga
dapat diberi nama saluran Tangga.

– Saluran Sekunder

Diberi nama desa yang dekat saluran permulaan. Misalnya saluran sekunder Iring, berarti saluran
sekunder tersebut permulaannya dekat desa Iring.

 Suatu saluran dibagi menjadi bagian-bagian atau ruas-ruas. Misal suatu ruas mempunyai
nama Rs2 berarti ruas itu terletak antara Bs1 dengan Bs2
 Bangunan pembagi diberi nama seperti pemberian nama pada suatu ruas, tapi huruf R
yang yang artinya ruas, diganti dengan huruf B yang berarti Bangunan. Dalam hal ini
bangunan pembagi. Misalnya Bs1 berarti bangunan pembagi pada akhir ruas Rs1.
 Nama bangunan-bangunan antara bangunan pembagi diberi nama sesuai nama bangunan
pembagi disebelah hilirnya, kemudian ditambah huruf kecil berturut-turut dari hulu ke
arah hilir. Misalnya : Bs1a ; Bs1b ; Bs1c ; dan seterusnya.

– Saluran tersier

Diberi nama menurut bangunan bagi dimana saluran tersier itu menerima air, dan huruf B yang
berarti bangunan dihilangkan dan diberi tambahan indikasi yang memperjelas posisi saluran.
Misal untuk menunjuk arah kanan diberi indikasi (ka), tengah (ta), kiri (ki). Sebagai contoh
adalah saluran tersier S2ka (arah aliran pada saluran tersier itu menerima air dari Bs2 dan arah
aliran pada saluran tersier itu ke sebelah sisi kanan saluran besar pada Bs2.

 Nama suatu unit tersier, misalnya :

S1ki

90 120

artinya adalah :

¨ unit tersier ini dilayani saluran tersier S1ki

¨ luas unit tersier adalah 90 ha.

¨ kebutuhan air pada saat rendaman penuh 120 ltr/dt

 Sistem Drainase

Salah satu pemberian nama adalah :

 Saluran drainase diberi tanda dengan huruf besar dan pemberian nama dimulai dari hilir
ke hulu berturut-turut. Misalnya saluran A, B, C, D, dan seterusnya. Bagian-bagian yang
diberi nama dengan huruf besar dibatasi oleh pertemuan-pertemuan antara dua saluran
drainase, kecuali pada bagian awal dan akhir, batasnya adalah ujung saluran dan
pertemuan antara dua saluran tersebut diatas.
 Saluran drainase juga dibagi menjadi ruas-ruas, misalnya saluran drainase C dibagi
menjadi 4 ruas, maka nama ruas-ruas tersebut adalah : C1, C2, C3, C4.
 Simbol yang memberi tanda bangunan pada saluran drainase adalah huruf b (kecil) dan
urutan nama bangunan dimulai dari hilir ke hulu. Misalnya, 3bB2, ini berarti bangunan
ke-3 pada saluran B ruas ke-2.

I.13. Rumus-rumus yang digunakan

I.13.1. Kapasitas saluran

Berdasarkan luas petak yang akan dialiri, maka kapasitas saluran dapat dihitung dengan rumus :

Dimana : Q = debit air (m/dt)

c = koefisien lengkung kapasitas tegal/rotasi

= 1 untuk 1 < 10.000 ha

A = luas daerah yang akan dialiri (ha)

e = efisiensi (0,8 untuk saluran tersier dan 0,9 untuk saluran primer dan sekunder)

NFR = kebutuhan air normal/netto untuk tanaman padi

= 1,2 – 1,5 l/dt/ha

= 1 mm/hr = 1/8,64 1/dt/hr

I.13.2. Kemiringan Saluran

Dapat dipakai rumus strickler :

Dimana :

I = Kemiringan saluran arah memanjang

K = koefisien strikler

V = kecepatan pengaliran

R = jari – jari hidrolis

P = keliling basah

A = luas penampang saluran (m (pangkat dua))


b = lebar alas saluran

h = tinggi saluran (m)

m = kemiringan talud

I.13.3. Dimensi Saluran

Dari buku “ Petunjuk Perencanaan Irigasi “ Tabel 4.2, Hal 125 didapat karakteristik saluran yang
akan dipakai, yaitu nilai :

– Koefisien kekerasan Srtickler (k)

– Kemiringan talud (m)

– Perbandingan lebar dasar/kedalaman air (n)

Untuk menghitung “h” dan “b” digunakan cara coba-coba :

1) Andaikan kedalaman air h = ho

2) Hitung kecepatan yang sesuai (Vo)

Vo =

3) Hitung luas penampang basah yang diperlukan (Ao)

Ao =

4) Hitung kedalaman air yang baru (h1) :

5) Bandingkan ho dengan h1

Jika | h1 – ho| < 0,005, maka h1 = h rencana

Jika | h1 – ho | > 0,005, maka ambillah h1 sebagai kedalaman air andaian baru dan hitunglah
kembali prosedur tersebut sampai | h1 – ho | < 0,005.

Setelah nilai “h” didapat, maka didapat parameter-parameter sebagai berikut :

1) Luas penampang basah (A)

A = h2 (n +m)

2) Keliling basah (P)


P=

3) Jari –jari Hidrolis (R)

R = A/P

4) Lebar dasar saluran (b)

b=nxh

5) Tinggi jagaan

W = 0,25 h + 0,30

6) Lebar atas saluran (T)

T = b + 2.m.ht

Ht = h + W

7) Kemiringan permukaan saluran (I)

Tabel 1.1 Koefisien kekasaran

Q (m/dt) M n K
0.15 – 0.30 1.0 1 35
0.30 – 0.50 1.0 1.0 – 1.2 35
0.50 – 0.75 1.0 1.2 – 1.3 35
0.75 – 1.00 1.0 1.3 – 1.5 35
1.00 – 1.50 1.5 1.5 – 1.8 40
1.50 – 3.00 1.5 1.8 – 2.3 40
3.00 – 4.50 1.5 2.3 – 2.7 40
4.50 – 5.00 1.5 2.7 – 2.9 40
5.00 – 6.00 1.5 2.9 – 3.1 42.5
6.00 – 7.50 1.5 3.1 – 3.5 42.5
7.50 – 9.00 1.5 3.5 – 3.7 42.5
9.00 – 10.00 1.5 3.7 – 3.9 42.5
1.00 – 11.00 2.0 3.9 – 4.2 4.5
11.00 – 15.00 2.0 4.2 – 4.9 4.5
15.00 – 25.00 2.0 4.9 – 6.5 4.5
25.00 – 40.00 2.0 6.5 – 9.6 4.5

Sumber : KP.04
I.13.4. Kapasitas Saluran Pembuang

Dimana :

Q = debit saluran pembuang rencana (l/dt)

Dm = modolus pembuang (l/dt .ha)

A = luas (ha)

Tinggi Muka Air

Tinggi muka air yang diperlukan dalam jaringan utama didasarkan pada tinggi muka air yang
diperlukan oleh sawah yang akan diairi. Prosedurnya adalah menghitung tinggi muka air yang
diperlukan dibangunan sadap yang mengairi petak tersier. Ketinggian ini ditambah lagi dengan
kehilangan tinggi energi bangunan sadap tersier lantaran variasi tinggi muka air akibat
eksploitasi jaringan utama pada ketinggian muka air partial.

P =A+a+c+d+e+f+g+H+Z

Dimana :

P = muka air disaluran sekunder

A = elevasi tertinggi di sawah

a = lapisan air sawah

b = kehilangan tinggi evergi di saluran kuarter ke sawah

c = kehilngan energi di box kuarter

d = kehilangan energi selama pengaliran di saluran irigasi

e = kehilangan tinggi energi di box bagi tersier

f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong

g = Kehilagan tinggi energi dibangunan bagi sadap tersier

H = variasi tinggi muka air

z = kehilangan energi dibangunan tersier yang lain

I.14. Tata Warna Peta Jaringan Irigasi


Warna-warna standart digunakan untuk menunjukkan berbagai tampakan irigasi pada peta.
Warna-warna yang dipakai adalah :

 Biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang ada, dan garis
putus-putus untuk jaringan yang sedang direncanakan.
 Merah untuk sungai dan jaringan pembuang, garis penuh untuk jaringan yang sudah ada,
garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncanakan.
 Cokelat untuk jaringan jalan.
 Kuning untuk daerah yang tidak dialiri, misalnya untuk dataran tinggi atau rawa-rawa.
 Hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan, desa dan kampung.
 Merah untuk jalan rel kereta api.
 Hitam untuk warna bayangan batas-batas petak sekunder, petak tersier, akan diarsir
dengan warna yang lebih muda dari warna yang sama.

I.15. Langkah-langkah Perencanaan Jaringan Irigasi.

1. Membuat garis contour pada petak yang telah disediakan


2. Merencanakan peta petak jaringan irigasi pada peta yang telah dilengkapi notasi
ketinggiannya
3. Merencanakan jaringan irigasi lengkap dengan nomenklaturnya
4. Menghitung debit air yang dibutuhkan
5. Menghitung dimensi saluran :

r Saluran pembawa :

 Saluran primer
 Saluran sekunder
 Saluran tersier

r Saluran pembuang

 Saluaran pembuang sekunder


 Saluran pembuang tersier

6. Menghitung tinggi muka air (elevasi) pada bangunan-bangunan sadap

7. Menggambar profil memanjang dan profil melintang dari saluran irigasi

8. Menyempurnakan peta perencanaan jaringan irigasi dengan pemberian warna sesuai dengan
kriteria perencanaan jaringan irigasi.

BAB II

BANGUNAN PENGUKUR DEBIT

DAN BANGUNAN PENGATUR TINGGI MUKA AIR


II.1. BANGUNAN PENGUKUR DEBIT

Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur pada hulu saluran primer,
pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier. Berbagai macam bangunan dan peralatan
telah dikembangkan untuk maksud ini, namun demikian untuk menyederhanakan pengelolaan
jaringan irigasi, maka hanya beberapa jenis bangunan saja yang dapat dipergunakan pada daerah
irigasi.

Rekomendasi penggunaan bangunan tertentu didasarkan pada beberapa faktor penting, antara
lain :

 Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit.


 Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis.
 Rumus debit sederhana dan teliti.
 Eksploitasi dan pembacaan papan duga mudah.
 Pemeliharaan sederhana dan mudah.
 Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para petani

II.1.1. ALAT UKUR AMBANG LEBAR

Alat ukur ambang lebar dianjurkan sebab bangunannya kokoh dan mudah dibuat. Karena bisa
mempunyai berbagai bentuk Mercu, bangunan ini mudah disesuaikan dengan type saluran apa
saja. Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit secara
langsung dari papan duga, tanpa memerlukan tabel debit.

1. a. Perencanaan Hydrolis

Perencanaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian segi empat adalah :

Dimana :

Q = Debit.

Ca = Koefisien debit.

Ca adalah : 0,93 – 0,10 H1/L, untuk 0,1 H1/L = 1,0.

H1 adalah tinggi energi hulu.

L adalah panjang mercu.

Cv = Koefisien kecepatan datang.

g = Percepatan gravitasi.
bc = Lebar mercu.

h1 = Kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur.

Kedalaman debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trappesium adalah :

bc = Lebar mercu pada bagian pengontrol.

m = Kemiringan samping pada bagian pengontrol.

b. Karakteristik Alat Ukur Ambang Lebar

 Asal saja kehilangan energi pada alat ukur cukup untuk menciptakan aliran kritis, tabel
debit dapat dihitung dengan kesalahan kurang dari 20%.
 Kehilangan tinggi energi untuk memperoleh aliran moduler (yaitu hubungan khusus
antara tinggi energi hulu dengan mercu sebagai debit) lebih rendah jika dibandingkan
dengan kehilangan tinggi energi untuk semua jenis bangunan yang lain.
 Sudah ada teori hydrolika untuk menghitung kehilangan tinggi energi yang diperlukan
ini, untuk kombinasi alat ukur dan saluran apa saja.
 Karena peralihan penyempitannya yang bertahap, alat ukur ini mempunyai masalah
sedikit saja dengan benda-benda terhanyut.
 Pembacaan debit dilapangan mudah, khususnya jika papan duga diberi satuan debit
(misalnya; m3/dt).
 Pengamatan lapangan dari laboratorium menunjukkan bahwa alat ukur ini mengangkut
sedimen, bahkan disalurkan dengan aliran subkritis.
 Asalkan mercu datar searah dengan aliran, maka tebal debit pada dimensi purna laksana
demikian juga memungkinkan bagi alat ukur untuk diperbaiki kembali, bila perlu.
 Bangunan kuat, tidak rusak.
 Dibawah kondisi hydrolik dan batas yang serupa, inilah yang paling ekonomis dari semua
jenis bangunan lain untuk pengukuran debit secara tepat.

Kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar, yaitu :

 Bentuk hydrolis luwes dan sederhana


 Konstruksinya kuat, sederhana dan murah
 Benda-banda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah
 Eksploitasi mudah.

Kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat ukur ambang lebar:

 Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur


 Agar pengukuran teliti bangunan tidak boleh tenggelam.

c. Penggunaan Alat Ukur Ambang Lebar


Alat ukur ambang lebar dan flum leher panjang adalah bangunan-bangunan pengukur debit yang
dipakai pada saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi bahan
pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan diawal saluran primer, pada titik cabang
saluran besar dan tempat tidur pintu sorong pada titik masuk tersier.

II.1.2. ALAT UKUR ROMIJN

Pintu romijn adalah alat ukur ambang lebar yang biasa digerakkan untuk mengatur dan
mengukur debit didalam jaringan saluran irigasi. Agar dapat bergerak, mercunya dibuat dari plat
baja dan dipasang diatas pintu sorong. Pintu ini dihubungkan dengan alat penggerak.

A.II.1.2. Type-Type Alat Ukur Romijn

Sejak pengenalan pada tahun 1952, pintu Romijn telah dibuat dengan tiga bentuk yaitu :

1. Bentuk mercu datar dan lingkaran dengan gabungan untuk peralihan penyempit hulu.

2. Bentuk mercu miring keatas 1:25 dan lingkaran tunggal sebagai pengalihan penyempitan.

3. Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan.

Ad.1. Mercu Horisontal dan Lingkaran Gabungan

Dipandang dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi pembuatan lingkaran
gabungan sulit, padahal tanpa lingkaran-lingkaran itu pengarahan air diatas mercu pintu bisa saja
dilakukan tanpa pemisahan aliran.

Ad.2. Mercu dengan Kemiringan 1:25 dan Lingkaran Tunggal

Mercu dengan kemiringan 1:25 dan lingkaran tunggal Vlugter(1941) menganjurkan penggunaan
pintu Romijn dengan kemiringan pintu 1:25. Hasil penyelidikan model hidrolis di laboratorium
yang mendasari rekomendasinnya itu tidak dapat diproduksi kembali. Tetepi didalam program
riset terakhir mengenai mercu kemiringan 1:25, kekurangan-kekurangan mercu ini menjadi jelas,
kekurangan-kekurangan tersebut antara lain :

 Bagian pengontrol tidak berada diatas mercu, melainkan di tepi tajam hilirnya, dimana
garis-garis aliran benar-benar melengkung. Kerusakan pada tepi ini menimbulkan
perubahan pada debit alat ukur.
 Karena garis-garis aliran ini, batas moduler menjadi 0,25 bukan 0,67 seperti anggapan
umumnya, pada aliran tenggelam h2 : h1 = 0,67 pengurangan pada aliran berkisar dari
3% untuk aliran rendah sampai 10% untuk aliran tinggi (rencana). Karena mercu
berkemiringan 1:25 juga lebih rumit pembuatannya dibandingkan dengan mercu datar,
maka mercu pada kemiringan itu tidak dianjurkan.

Ad.3. Mercu Horisontal dan Lingkaran Tunggal


Ini adalah kombinasi yang bagus antara dimensi hidrolis yang benar dengan perencanaan
konstruksi. Jika dilaksanakan pintu romjin, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan mercu
ini.

a. Perencanaan Hidrolis

Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romijn dengan mercu horisontal dan peralihan penyempitan
lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur ambang lebar yang telah dibicarakan.
Persamaan tinggi debitnya adalah sebagai berikut :

Dimana :

Qd = debit (m³/dt)

Cd = koefisien debit

Cd adalah 0,93 + 0,1/L untuk H1/L = 1,0

H1 adalah tinggi energi hulu (m)

L adalah panjang mercu (m)

Cv = koefisien kecepatan datang

g = percepatan grafitasi (m/dt²)

bc = lebar mercu (m)

h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangun ukur (m)

b. Papan Duga

Untuk pengukuran debit jarak sederhana, ada tiga papan duga yang harus dipasang, yaitu :

 Papan duga muka air disalurkan


 Skala centimeter yang dipasang pada kerangka bangunan
 Skala liter yang ikut bergerak pada meja pintu Romijn skala centimeter dan liter dipasang
pada posisi sedemikian rupa sehingga pada waktu bagian atas meja berada pada
ketinggian yang sama dengan muka air disalurkan (dan oleh karena itu debit diatas meja,
nol), titik pada skala liter memberikan pada bacaan skala centimeter yang sesuai dengan
bacaan muka air pada papan duga disalurkan.

1. c. Karakteristik Alat Ukur Romijn

 Alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dengan peralihan penyempitan sesuai dengan
gambar terlampir, tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang dari 3%.
 Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan.
 Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler adalah dibawah 33% dari
tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuannya yang relatif kecil.
 Karena alat ukur romijn dapat disebut “berambang lebar” maka sudah ada teori hidrolika
untuk merencanakan bangunan tersebut.
 Alat ukur romijn dengan pintu dibawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tidak
berwewenang, yaitu melewatkan air yang lebih banyak dari yang diizinkan dengan cara
mengangkat pintu bawah lebih tinggi.

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh alat ukur :

 Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus.


 Dapat membilas endapan sedimen halus.
 Kehilangan tinggi energi lebih kecil.
 Ketelitian baik.
 Eksploitasi mudah.

Kekurangan kekurangan alat ukur romijn:

 Pembuatannya rumit dan mahal.


 Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi pada saluran
 Biaya pemeliharaan bangunan itu lebih mahal.
 Bangunan itu dapat disalah gunakan dengan cara membuka pintu bawah.
 Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air saluran pengarahan.

II.1.3. Alat Ukur Crump De Gruyter

Alat ukur ini menggunakan prinsip hidrolika aliran yang melalui bukaan pada bawah pintu,
Bagian bawah pintu dibuat dengan sistem bulat sedemikian rupa sehingga mengurangi hambatan
pada aliran.

a. Perencanaan Hidrolis

Rumus debit untuk alat crump de gruyter :

Q = Cd . bw . 2g ( h1-w )

Dimana :

Q = debit (m^3/dt)

Cd = Koefisien debit

b = lebar bukaan (m)

w = bukaan pintu (m)


g = percepatan gravirasi (m/dt^2)

h1 = tinggi air diatas ambang (m)

b. Kelebihan-kelebihan alat ukur Crump de gruyter :

 Bangunan ini dapat mengukur dan mengukur sekaligus.


 Bangunan ini tidak mempuyai masalah dengan sedimentasi.
 Eksloitasi mudah, pengukuran teliti.
 Bangunan kuat.

c. Kelemahan kelemahan alat ukur Crump de Gruyter:

 Pembuatan rumit dan mahal.


 Biaya pemeliharaan mahal.
 Kehilangan tinggi energi besar.
 Bangunan ini mempunyai masalah dengan benda.

d. Penggunaan alat ukur Crump de Gruyter

Alat ukur crump de gryter dapat dipakai dengan berhasil jika keadaan muka air disalurkan selalu
mengalami fluktuasi atau jika oriffice harus bekerja pada keadaan muka air rendah disalurkan.
Alat ukur ini mempunyai kehilangan tinggi energi yang lebih besar dari pada alat ukur romijn.
Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, pemeliharaannya tidak sulit dibandingkan
dengan bangunan-bangunan lainnya yang serupa.

II.2. BANGUNAN PENGATUR TINGGI MUKA AIR

Banyak jaringan saluran irigsi dieksploitasi sedemikian rupa sehingga muka air disalurkan
primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas tertentu oleh bangunan pengatur yang
dapat. Dalam keadaan eksploitasi demikian, muka air dalam hubungannya dengan bangunan
sadap tersier tetap konstan.

II.2.1. PINTU SCOT BALIK

Dilihat dari segi konstrksi, pintu scot balk merupakan peralatan yang sederhana. balok-balok
profil segi empat itu diletakkan tegak lurus terhadap potongan segi empat saluran. Balok-balok
tersebut disangga didalam sponneng yang lebih lebar 0,03m-0,05m dari tebal balok-balok itu
sendiri.

1. a. Perencanaan Hidrolis

Aliran pada skot balk dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan tinggi debit berikut :

Dimana :
Q = debit (m^3/dt)

Cd = koefisien debit

Cv = koefisien kecepatan datang

g = percepatan gravitasi (m/dt^2)

b = lebar normal (m)

h1 = kedalaman air diatas skot balk (m)

1. b. Kelebihan-Kelebihan Pintu Scot Balk

 Konkruksi ini sederhana dan kuat.


 Biaya palaksanaan kecil

c. Kelemahan-Kelemahan Yang Dimiliki Pintu Scot Balk

 Pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sediktnya dua orang dan hanya
menghabiskan waktu.
 tinggi muka air dapat diatur selangkah demi selangkan saja, setiap langkah sama dengan
tinggi sebuah balok.
 Ada kemunkinan dicuri orang.
 Scot balk biasanya dioperasikan oleh orang yang tidak berwewenang.
 Karakteristik tinggi debit aliran pada balok belum diketahui secara pasti.

II.2.2. PINTU SORONG

a. Perencanaan Hidrolis

Rumus debit yang dapat dipakai untuk pintu sorong adalah :

Q = K . a . b . 2g . h1

Dimana :

Q = debit (m^3/dt)

K = faktor aliran tenggelam koefisien debit

a = bukaan pintu (m)

g = percepatan gravitasi (m/dt^2)


b = lebar pintu (m)

h1 = kedalaman air didepan pintu di atas ambang (m)

b. Kelebihan-kelebihan Pintu Sorong

 Tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat.


 Pintu bilas kuat dan sederhana.
 Sedimen yang diangkut oleh aliran hulu dapat melewati bilas.

c. Kelemahan-kelemahan Pintu Sorong

 Kebanyakan benda-benda hanyut bisa tersangkut dipintu.


 Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika aliran moduler.

II.2.3. PENGGUNAAN BANGUNAN PENGATUR MUKA AIR

Pintu scot balk dan pintu sorong adalah bangunan-bangunan yang cocok untuk mengatur tinggi
muka air disaluran. Pintu harganya mahal tapi bisa lebih ekonomis karena keteletian
berfungsinya bangunan ini. Kelebihan lain adalah bahwa pintu lebih mudah dieksploitasi,
mengontrol muka air lebih baik dan dapat dikunci di tempat agar stelannya tidak dirubah oleh
orang –orang yang tidak berwewenang. Kelebihan utama yang dimiliki oleh pintu sorong pintu
ini kurang peka terhadap perubahan-perubahan tinggi muka air dan jika dipakai bersama-sama
dengan bangunan-bangunan pelimpah, bangunan ini memiliki kepekaan yang sama terhadap
perubahan muka air, jika dikondisikan demikian, bangunan ini sering memerlukan penyesuaian,
sebagai bangunan pengatur, tipe bangunan ini dianjurkan pemakaiannya dan eksploitasinya
mudah, walaupun punya kelemahan-kelemahan seperti yang disebutkan tadi. Bangunan
pengontrol ini dibutuhkan ditempat-tempat dimana tinggi muka air saluran dipengaruhi oleh
bangunan terjun atau got miring, bangunan pengontrol, misalnya mercu tetap atau celah
trapesium, akan mencegah naik turunnya tinggi muka air disalurkan untuk berbagai besar debit.
Bangunan pengontrol tidak memberikan kemungkinan untuk mengatur muka air lepas dari debit.
Penggunaan celah trapesium lebih disukai apabilah pintu sadap tidak akan dikombinasi dengan
pintu pengontrol, Jika bangunan sadap akan dikombinasi dengan pengontrol, maka bangunan
pengatur tetap lebih disukai, karena dinding vertikal bangunan ini dapat dengan mudah
dikombinasi dengan pintu sadap.

II.3. BANGUNAN BAGI DAN SADAP

II.3.1. Bangunan Bagi

Apabila air irgasi dibagi dari saluran primer, skunder, maka akan dibuat bangunan bagi.
bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan mangatur muka air yang
mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu bangunan bagi berfungsi sebagai
bangunan pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu sadap lainnya hanya mengukur debit.
Adalah biasa untuk memasang pintu pengatur disalurkan terbesar dan membuat alat-alat
pengukur dan pengatur di bangunan-bangunan sadap yang lebih kecil.
II.3.2. Bangunan Pengatur

Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran ditempat-tempat dimana terletak bangunan
sadap dan bagi. Khususnya di saluran-saluran yang kelihatan tinggi energinya harus kecil,
bangunan pengatur harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan
sewaktu terjadi debit rencana. Misalnya pintu sorong harus dapat diangkat sepenuhnya dari
dalam air selama terjadi debit rencana, kehilangan energi harus kecil pada pintu scot balk jika
semua balok dipindahkan. Disaluran-saluran sekunder dimana kehilangan tinggi energi tidak
merupakan hambatan, bangunan pengatur dapat dirancang tanpa menggunakan pertimbangan-
pertimbangan di atas.

II.3.3. Bangunan Sadap

1. a. Bangunan Sadap Sekunder

Bangunan sadap sekunder akan memberikan air kesaluran sekunder dan oleh sebab itu melayani
lebih dari satu petak tersier.

Kapasitas bangunan-bangunan sadap ini lebih dari 0,20 cm/dt. Ada tiga type bangunan yang
dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder, yaitu :

 Alat ukur Romijn


 Alat ukur Crump de Gruyter
 Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar.

Type mana yang akan dipilih berdasarkan pada ukuran saluran sekunder yang akan diberi air
serta besarnya kehilangan tinggi energi yang diizinkan.

Kehilangan tinggi energi, untuk kehilangan tinggi energi kecil alat ukur besar, pintu sorong
harus dilengkapi dengan alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur ambang lebar. Bila tersedia
kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crump de Gruyter merupakan bangunan
yang bagus. Bangunan dapat dirancang dengan pintu tunggal atau banyak pintu debit sampai
sebesar 0,9 m kubik/dt setiap pintu.

1. b. Bangunan Sadap Tersier

Bangunan sadap tersier akan memberi air pada petak-petak tersier. Kapasitas bangunan sadap ini
berkisar antara 50 L/dt sampai dengan 250 L/dt. Untuk bangunan sadap yang paling cocok
adalah alat ukur Romijn, jika muka air hulu diatur dengan bangunan pengatur dan jika
kehilangan tinggi energi tidak menjadi masalah. Bila kehilangan energi tidak menjadi masalah
dan muka air banyak mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur Crump de Cruyter.

Disaluran irigasi yang harus tetap memberikan air selama debit sangat rendah, alat ukur Crump
de Gruyter lebih cocok karena elevasi pengambilannya lebih rendah dari pada pengambilan pintu
romijn.
Sebagai saluran umum, pemakaian beberapa type bangunan sadap tersier sekaligus disuatu
daerah irigasi tidak disarankan penggunaannya, satu type bangunan akan lebih mempermudah
eksploitasi.

Anda mungkin juga menyukai