Anda di halaman 1dari 10

HIPOKSIA

Hipoksia merupakan kondisi di mana berkurangnya suplai oksigen ke jaringan di bawah level
normal yang tentunya tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh.
Terdapat 4 macam klasifikasi hipoksia berdasarkan Best dan Taylor:

1. Hipoksia hipoksik, merupakan bentuk tersering dari hipoksia, terjadi ketika terdapat
gangguan pertukaran oksigen di paru-paru. Beberapa penyebabnya antara lain:

 Kondisi di mana tekanan parsial oksigen menurun seperti pada ketinggian tertentu dari
permukaan laut;
 Kondisi yang memblokade pertukaran oksigen pada tingkat alveolus dengan pembuluh
darah kapiler, seperti: pneumonia (radang paru), asma, tenggelam;
 Lain-lain, seperti penjeratan leher, terhirupnya asap (pada kebakaran), penyakit jantung
bawaan seperti Tetralogy of Fallot.

2. Hipoksia anemik, terjadi ketika tubuh tidak mampu mengangkut oksigen yang tersedia ke
jaringan target. Penyebab hal ini antara lain:

 Anemia berat karena kehilangan darah baik akut maupun kronis. Anemia yang bersifat
ringan-sedang tidak akan menyebabkan hipoksia anemik karena tubuh masih dapat
mengkompensasi walaupun pasien akan tetap mengalami hipoksia jika melakukan aktivitas;
 Keracunan karbon monoksida (CO);
 Obat-obatan seperti aspirin, sulfonamid, nitrit;
 Methemoglobinemia (kondisi di mana terdapatnya methemoglobin, suatu pigmen darah
hemoglobin yang tidak normal, pada darah);
 Penyakit seperti anemia sel sabit, anemia defisiensi besi, anemia aplastik, anemia
hemolitik.

3. Hipoksia stagnant, terjadi ketika tidak adanya aliran darah yang cukup ke jaringan target. Organ
yang paling terpengaruh adalah ginjal dan jantung karena mereka memiliki kebutuhan oksigen
yang tinggi. Penyebab hal ini antara lain:

 Gagal jantung;
 Menurunnya volume darah yang bersirkulasi;
 Melebarnya pembuluh darah vena;
 Darah vena yang tidak bisa mengalir baik akibat G-forces (seperti yang dialami oleh para
pengemudi pesawat-pesawat tempur atau aerobatik).

4. Hipoksia histotoksik, terjadi ketika jaringan tubuh tidak dapat menggunakan oksigen yang
sudah dialirkan ke mereka. Kasus ini bukan merupakan hipoksia sebenarnya karena tingkat
oksigenisasi jaringan dapat normal atau lebih dari normal. Penyebab hal ini sebagian besar
berupa racun, antara lain:
 Keracunan sianida;
 Konsumsi alkohol;
 Narkotika.

Gejala Hipoksia
Gejala hipoksia bisa muncul dan memburuk secara cepat (akut) atau bertahap (kronis).
Beberapa gejala yang menyertai hipoksia, di antaranya adalah:

 Napas pendek dan cepat.

 Detak jantung cepat.

 Warna kulit menjadi agak kebiruan atau dapat menjadi merah terang seperti buah ceri,
tergantung penyebab dari hipoksianya.

 Lemas.

 Menjadi linglung atau bingung.

 Kehilangan kesadaran.

 Berkeringat.

 Batuk.

 Rasa seperti dicekik.

 Napas berbunyi (mengi).

Diagnosis Hipoksia
Beberapa cara yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis hipoksia pada pasien, yaitu:

 Pemasangan alat yang disebut pulse oximetry pada jari dan telinga untuk mendeteksi
kadar oksigen dalam darah.

 Pemeriksaan analisis gas darah dengan mengambil sampel darah dari pembuluh arteri.

Hal terpenting ketika dokter mengetahui terdapat hipoksia adalah menentukan penyebab dari
hipoksia tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang seperti tes fungsi paru dan pemeriksaan
kadar sianida atau CO dalam darah dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Pengobatan Hipoksia
Jika Anda memiliki kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia dan merasakan gejala
hipoksia, Anda harus segera ke rumah sakit agar segera mendapatkan perawatan yang tepat.
Mengembalikan pasokan yang optimal ke dalam tubuh dan mengatasi penyebab dari hipoksia
merupakan penanganan yang paling penting.
Terdapat beberapa metode penanganan untuk mengembalikan pasokan oksigen yang optimal
ke dalam tubuh:

 Pemberian oksigen tambahan. Tubuh penderita hipoksia akan dipasok dengan oksigen
tambahan, menggunakan selang atau masker yang disambungkan ke tabung oksigen.
Semakin cepat kadar oksigen dalam tubuhnya kembali normal, semakin kecil risiko
kerusakan organ tubuh.

 Alat bantu napas atau ventilator. Saluran pernapasan akan disambungkan dengan
mesin ventilator, menggunakan selang yang dimasukkan dari tenggorakan sampai
melewati pita suara.

 Terapi oksigen hiperbarik (TOHB). Penderita hipoksia yang disebabkan oleh keracunan
karbon monoksida akan dimasukkan ke dalam ruangan bertekanan tinggi (hiperbarik)
dengan oksigen murni.

Komplikasi Hipoksia
Hipoksia yang terlambat diatasi dapat mengakibatkan kerusakan sel, jaringan, maupun organ,
dan dapat menyebabkan kematian.
Namun hipoksia yang ditangani dengan pemberian oksigen juga dapat menimbulkan komplikasi.
Pemberian oksigen secara berlebihan justru dapat meracuni jaringan tubuh (hiperoksia). Hal ini
bisa menyebabkan:

 Katarak.

 Vertigo.

 Kejang.

 Perubahan perilaku.

 Pneumonia.

Pencegahan Hipoksia
Pencegahan hipoksia dapat dilakukan dengan cara menghindari lingkungan yang dapat
menurunkan kadar oksigen atau menggunakan oksigen tambahan dari tabung oksigen sebelum
hipoksia muncul. Hipoksia yang disebabkan oleh asma bisa dihindari dengan cara menjalani
pengobatan asma sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh dokter. Terapi tersebut juga bisa
membantu pasien mengendalikan asma.

Pesatnya perkembangan industri beserta produknya memiliki dampak positif terhadap


kehidupan manusia berupa makin luasnya lapangan kerja, kemudahan dalam komunikasi dan
transportasi dan akhirnya juga berdampak pada peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Disisi
lain dampak negatif yang terjadi adalah timbulnya penyakit akibat pajanan bahan-bahan selama
proses industri atau dari hasil produksi itu sendiri. Timbulnya penyakit akibat kerja telah
mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor
22 tahun 1993 telah ditetapkan 31 macam penyakit yang timbul karena kerja. Berbagai macam
penyakit yang timbul akibat kerja, organ paru dan saluran nafas merupakan organ dan sistem
tubuh yang paling banyak terkena oleh pajanan bahan-bahan yang berbahaya di tempat kerja.
Penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit atau kelainan paru yang terjadi akibat
terhirupnya partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya saat seseorang sedang bekerja.
Tempat tertimbunnya bahan-bahan tersebut pada saluran pernafasan atau paru dan jenis
penyakit paru yang terjadi tergantung pada ukuran dan jenis yang terhirup.

Di Indonesia, penyakit atau gangguan paru akibat kerja yang disebabkan oleh debu
diperkirakan cukup banyak, meskipun data yang ada masih kurang. Hasil pemeriksaan kapasitas
paru yang dilakukan di Balai HIPERKES dan Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999
terhadap 200 tenaga kerja di delapan perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang
mengalami restrictive (penyempitan paru), 1% responden yang mengalami obstructive
(penyumbatan paruparu), dan 1% responden mangalami combination (gabungan antara
restrictive dan obstructive). Debu yang terhirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan kelainan
fungsi atau kapasitas paru. Kelainan tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-paru yang
dapar berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kerja.

GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu
industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumokoniosis, silikosis,
asbestosis, hemosiderosis, bisinosis, bronkitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja
terbagi 3 bagian yaitu:

1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain
worker‟s disease), debu kayu

2. Akibat debu anorganik (pneumokoniosis) misalnya debu silika (Silikosis), debu asbes
(asbestosis), debu timah (Stannosis).

3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi
kesehatan paru adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2) dan ozon (O3) Bila
penyakit paru akibat kerja telah terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik
dan efektif untuk menyembuhkannya.

Di negara-negara maju, penyakit paru akibat kerja merupakan salah satu penyebab
utama kesakitan dan kecacatan, tetapi di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia
sampai saat ini masih sedikit kasus penyakit paru akibat kerja yang dilaporkan. Namun pada
masa datang bukan tidak mungkin akan banyak kita temukan penyakit paru akibat kerja seiring
dengan semakin meluasnya industrialisasi. Olehnya, untuk mencegah hal-hal tersebut, usaha
pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada penatalaksanaan penyakit paru
akibat debu industri. Berbagai tindakan pencegahan dilakukan untuk mencegah timbulnya
penyakit atau mengurangi perkembangan penyakitpenyakit, tindakan-tindakan tersebut dapat
dilakukan dengan cara antara lain :

1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang
berbahaya.

2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara ke ruang kerja untuk menurunkan kadar
lebih rendah dari nilai batas ambang

3. Ventilasi keluar setempat, untuk mengalirkan keluar bahan berbahaya dari ruang
kerja.
4. Isolasi salah satu proses produksi yang berbahaya.

5. Pemakaian alat pelindung diri.

6. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja.

7. Pemeriksaan kesehatan secara berkala

8. Penyuluhan sebelum bekerja, agar pekerja mengetahui dan mematuhi segala


peraturan, serta lebih hati-hati.

9. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kepada para pekerja secara terus-
menerus, agar mereka tetap waspada dalam menjalankan tugasnya.telah terjadi.

Pencegahan Penyakit Paru Akibat Kerja

Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada penatalaksanaan penyakit
sistem respirasi akibat kerja. Berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah
timbulnya penyakit atau mengurangi laju penyakit. Five level prevention atau lima tingkat
pencegahan umum dari Leavell and Clark yang dapat dilakukan adalah :

1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)


Langkah pencegahan awal untuk menghindari adanya penyakitparu akibat kerja, yaitu :
Pengenalan lingkungan kerja kepada tenaga kerja agar tenaga kerja dapat mengetahui
bahaya – bahaya apa saja yang dapat terjadi di lingkungan kerjanya dan tenaga kerja
dapat mencegahnya.
a. Sebelumnya, dokter perusahaan harus membuat peta resiko (risk matrix) area
pekerjaan. Setelah itu, dokter perusahaan dan pihak-pihak terkait bidang kesehatan
perusahaan lainnya, seperti paramedis perusahaan bekerja sama untuk
mensosialisasikan kepada pekerja tentang agen-agen yang dapat menyebabkan penyakit
paru, seperti agen biologi dan kimia.
b. Membentuk peraturan atau perundang - undangan tentang perlindungan paru para
pekerja untuk mencegah adanya penyakit paru akibat kerja.
c. Membentuk program perlindungan dan perawatan yang diikutsertakan dalam
program pendidikan, yaitu memuat informasi tentang paru sehat dan penyakit paru yang
terkait dengan pekerjaan.
d. Memberikan pengenalan diri tentang penyakit paru dan penggunaan prosedur
perlindungan, sebagai contoh, program perlindungan paru pada pekerja di daerah yang
kering dan berpotensi timbulnya angin yaitu dengan menggunakan masker penutup
hidung.
e. Mengadakan rekreasi ke tempat yang berhawa sejuk agar paru tenaga kerja tidak
selalu terpapar oleh agen.
f. Menempatkan posisi ventilasi yang tepat dan cukup apabila tempat kerja tertutup.
2. Specific Protection (Pemberian Perlindungan Khusus)

a. Menciptakan kondisi tempat kerja yang baik dan sanitasinya baik.

b. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum penempatan dan berkala, juga perhatian


khusus pada paru. Pemeriksaan kesehatan berkala dianjurkan dilakukan dengan selang
waktu 6 bulan sampai 2 tahun, tergantung pada tingkat paparan di tempat kerja.

c. Tenaga kerja hendaknya memakai masker agar tidak terpapar oleh agenagen
penyebab penyakit paru. Selain itu, pekerja dilarang untuk merokok karena akan
menyebabkan paru pekerja lebih rentan apabila terpapar oleh agen – agen penyebab
penyakit, baik debu, mikroorganisme, bahan kimia, dan sebagainya.

d. Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruang kerja dengan „Local Exhauster‟
atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.

e. Substitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu.

f. Memakai metode basah yaitu, penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling).

g. Dengan alat berupa Scrubber, Elektropresipitator, dan Ventilasi Umum.

3. Early diagnosis and promt treatmen (Diagnosa dini dan Terapi segera)

a. Mencari tenaga kerja yang mempunyai resiko menderita penyakit paru.

b. Memeriksa daya pacu paru-paru, kapasitas maksimal oksigen paru tenaga kerja
sehingga dapat mengetahui gambaran perkembangan kesehatan tenaga kerja.

c. Anamnesis riwayat medis lengkap termasuk riwayat pajanan di tempat kerja dan l
ingkungan

d. Pemeriksaan penunjang:

- Pemeriksaan langsung untuk mengidentifikasi kondisi ekstraparu yang berkontribusi


terhadap impairment seperti pemeriksaan darah lengkap dan EKG.
- Pemeriksaan untuk menilai impairment respirasi yaitu foto toraks. Spirometri, DLco
(single breath diffusing capacity), Ct scan, Bal, dan lain – lain.

- Pemeriksaan faal paru dan radiologi sebelum seorang menjadi pekerja dan
pemeriksaan secara berkala untuk deteksi dini kelainan yang timbul. Bila seseorang telah
mendenita penyakit, memindahkan ke tempat yang tidak terpapar mungkin dapat
mengurangi laju penyakit.

- Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari tempat yang jelas tepat
mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan pekerjaan yang
mempunyai paparan garam platinum.

e. Perlu dilakukan screnning pada saat masuk menjadi tenaga kerja disebuah
perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah penyakit yang dialami
setelah bekerja diperusahaan tersebut merupakan penyakit akibat kerja atau merupakan
yang memang telah dialami sebelumnya.

4. Dissability Limitation (pembatasan ketidakmampuan/kecacatan)

a. Terapi yang tepat untuk menghentikan penyakit dan cegah komplikasi dan kecacatan.

b. Mencegah progesivity dan antisipasi komplikasi seperti berhenti merokok, profilaksis


TB pada pekerja silika Pekerja hendaklah berhenti merokok terutama bila bekerja pada
tempat-tempat yang mempunyai risiko terjadi penyakit bronkitis industri dan kanker
paru, karena asap rokok dapat meninggikan risiko timbulnya penyakit.

c. Penyediaan fasilitas untuk membatasi cacat dan cegah kematian

d. Memberikan waktu istirahat atau cuti kepada pegawai yang sakit untuk berobat.

5. Rehabilitasi

a. Menempatkan tenaga kerja yang terkena penyakit paru di tempat yang tidak berisiko
untuk memperburuk keadaan parunya.

b. Apabila tidak dapat dipindahkan, maka tenaga kerja yang terkena penyakit paru
diberikan perlindungan ekstra, seperti pemakaian masker khusus dan pemberian waktu
yang relatif singkat untuk menghindari paparan agen penyebab penyakit paru lebih lama
dan memperburuk keadaan paru.

c. Memberikan perlindungan ekstra pada tempat – tempat yang berisiko untuk


menyebabkan penyakit paru.
pelayanan Kesehatan kerja yang komprehensif

Berdasarkan pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif (promotif, preventif,


kuratifdan rehabilitatif), maka tindakan pencegahan terjadinya suatu penyakit Akibat Kerja
dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada tahap pelayanan promotif dilakukan beberapa kegiatan seperti pemeriksaan kesehatan
pekerja, pembinaan pekerja, olah raga dan gizi seimbang. Tahap preventif dilakukan kegiatan
pemeriksaan kesehatan yang khusus imunisasi, penggunaan alat pelindung diri, melakukan
rotasi pekerja dam lain=lain. Tahap kuratif dapat dilakukan beberapa kegiatan seperti
pengobatan kasus penyakit akibat kerja, rawat inap. Sedangkan tahap rehabilitasi dapat
dilakukan kegiatan seperti memberikan alat bantu pendengaran, pemberian kompensasi kepada
pekerja. Preventif dalam kesehatan kerja Sedangkan dalam bidang kesehatan kerja dikenal
dengan 3 macam tindakan pencegahan, yaitu Pengendalian teknik, Pengendalian Administrasi
dan Pemakaian Alat Pelindung Diri:

a. Pengendalian teknik Prinsip utama dalam pencegahan penyakit akibat kerja adalah dengan
melakukan pengendalian lingkungan kerja. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan
mengontrol semua pajanan yang ada di lingkungan kerja. Dengan lingkungan kerja yang
terkendali, maka diharapkan pekerja tidak akan mendapatkan pajanan yang akan menganggu
kesehatannya. Cara yang sering dilakukan, misalnya menutup mesin penggiling tepung agar
debu tepung tidak keluar di lingkungan kerja, membuat sistim tertutup mesin pembuat asbes,
dan lain-lain.

b. Pengendalian administrasi Pada pengendalian administrasi dimaksudkan agar pekerja


sesedikit mungkin terpajan suatu zat, dengan cara menentukan lama kerja dan cara kerja sesuai
dengan peraturan dan undang-undang yang ada , serta membuat aturan-aturan internal tempat
kerja agarr pekerja berkurang pajanannya seklama bekerja di lingkungan kerja.

c. Penggunaan alat pelindung diri pemakaian alat pelindung diri dilakukan apabila pengendalian
teknik dan administrasi dianggap tidak dapat dilakukan dan masker/respirator sebagai alat
pelindung diri harus digunakan. Pemilihan masker / respirator haruslah memperhatikan besar
partikel yang ada di lingkungan kerja. Selain itu perlu diadakan pelatihan khusus kepada pekerja
untuk memakai masker/respirator dan bagaimana melakukan pemeliharaan alat tersebut.

Refrensi:
- Chapter 35: Hypoxia and Cyanosis dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. USA:
McGraw-Hill. 2008.

- Kemenkes RI, Modul Kesehatan Kerja bagi Petugas Kesehatan, 2010

- Kemenkes RI, Pedoman Klinik di Temapt Kerja / Perusahaan, 2009

- Kepmenkes RI. No. 038/2007 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja pada Puskesmas Kawasan /
Sentra Industri.

Anda mungkin juga menyukai

  • Idk Kontrasepsi
    Idk Kontrasepsi
    Dokumen24 halaman
    Idk Kontrasepsi
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Impetigo Herpetiformis 1
    Impetigo Herpetiformis 1
    Dokumen15 halaman
    Impetigo Herpetiformis 1
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Sekilas Hukum Pidana
    Sekilas Hukum Pidana
    Dokumen24 halaman
    Sekilas Hukum Pidana
    Jeanne d'Arc Dyanchana
    Belum ada peringkat
  • JAMUR
    JAMUR
    Dokumen13 halaman
    JAMUR
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Faal Fix
    Laporan Faal Fix
    Dokumen18 halaman
    Laporan Faal Fix
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • IMPETIGO PENYAKIT KULIT MENULAR
    IMPETIGO PENYAKIT KULIT MENULAR
    Dokumen41 halaman
    IMPETIGO PENYAKIT KULIT MENULAR
    GhaniRahmani
    Belum ada peringkat
  • Psikiatri Transkultural
    Psikiatri Transkultural
    Dokumen30 halaman
    Psikiatri Transkultural
    Moerdono Pambudi
    Belum ada peringkat
  • Mioma Uteri
    Mioma Uteri
    Dokumen18 halaman
    Mioma Uteri
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Yokyok
    Yokyok
    Dokumen30 halaman
    Yokyok
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Inverted Nipple
    Inverted Nipple
    Dokumen16 halaman
    Inverted Nipple
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Yokyok
    Yokyok
    Dokumen2 halaman
    Yokyok
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Sirkulasi Darah Janin
    Sirkulasi Darah Janin
    Dokumen8 halaman
    Sirkulasi Darah Janin
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Sekilas Hukum Perdata-3
    Sekilas Hukum Perdata-3
    Dokumen20 halaman
    Sekilas Hukum Perdata-3
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • TINEAAA
    TINEAAA
    Dokumen46 halaman
    TINEAAA
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Yokyok
    Yokyok
    Dokumen2 halaman
    Yokyok
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Inverted Nipple
    Inverted Nipple
    Dokumen15 halaman
    Inverted Nipple
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Bacal Ah
    Bacal Ah
    Dokumen2 halaman
    Bacal Ah
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • FISIOLOGI
    FISIOLOGI
    Dokumen33 halaman
    FISIOLOGI
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Diare
    Diare
    Dokumen17 halaman
    Diare
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Obesity Therapy
    Obesity Therapy
    Dokumen20 halaman
    Obesity Therapy
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Anatomi
    Anatomi
    Dokumen38 halaman
    Anatomi
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Torch
    Infeksi Torch
    Dokumen42 halaman
    Infeksi Torch
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Visum Et Reretum Mati
    Visum Et Reretum Mati
    Dokumen27 halaman
    Visum Et Reretum Mati
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • KDRT Adc
    KDRT Adc
    Dokumen15 halaman
    KDRT Adc
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Tetanus
    Tetanus
    Dokumen21 halaman
    Tetanus
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • HELMINTOLOGI
    HELMINTOLOGI
    Dokumen28 halaman
    HELMINTOLOGI
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Gerd
    Gerd
    Dokumen23 halaman
    Gerd
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Bak Teri
    Bak Teri
    Dokumen11 halaman
    Bak Teri
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat
  • Visum Et Reretum Mati
    Visum Et Reretum Mati
    Dokumen27 halaman
    Visum Et Reretum Mati
    Annisa Dyah Chairini
    Belum ada peringkat