Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rivaldo Jensdy Amadea Hiarie

Jurusan : S1 Akuntansi
Nim : 5552160083
Kelas : 3B

1. Sebutkan nama duta besar kerajaan Banten untuk kerajaan Inggris raya yang saudara ketahui
dan sebutkan masa terjadinya!

Kerajaan Banten mengirimkan dua orang ke inggris untuk menjadi duta pada tahun 1682.
kunjungan Duta besar Banten ke London pada 1682. Kedua duta besar itu bernama Kyai
Ngabehi Naya Wipraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana. Mereka menjadi tamu Raja
Inggris, Charles II, selama tiga setengah bulan di Istana Windsor. Kyai Ngabehi Naya
Wipraya, yang dalam bahasa Inggris ditulis Kaia Nebbe Nia Via Praya.
Dalam kunjungan ini, kedua duta besar ini diiringi rombongan berjumlah 31 orang dengan
membawa persembahan berupa 200 karung lada, perhiasan permata dan intan, serta emas
berukir burung merak.
Pelayaran Banten-London ditempuh bersama rombongan selama lima bulan melewati
Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Perjalanan ini sangat sulit dan berbahaya. Akan tetapi
kapal layar yang ditumpangi utusan dari Kesultanan Banten pada masa itu tiba dengan
selamat di tujuan tanpa mengalami hambatan. Rombongan itu berangkat pada 10
November 1681 dengan menumpang kapal danga East India Company yang bernama New
London. Tiba di London pada 27 April 1682.
Seorang anggota rombongan yang menjadi juru masak meninggal dunia, dan dimakamkan
di tempat pemakaman di Saint James Park, berseberangan dengan Hyde Park.
Pada 5 Juli 1682 kedua duta besar Banten beserta rombongan meminta izin untuk kembali
ke Banten. Mereka diberi gerlar Sir oleh Raja CharlesII, lengkap dengan pedang
kehormatan. Rombongan dari Banten ini naik kapal Kemphorne dari Pelabuhan Chatham,
dan mulai berlayar pada 23 Agustus 1682. Mereka tiba di Banten pada 20 Januari 1683

2. Apa yang saudara ketahui perihal komunitas lampung yang ada di cikoneng Anyer!

Dari cerita Sapariah terkuaklah bahwa mereka bersama ribuan warga lainnya di desa tersebut
adalah komunitas orang-orang Lampung, provinsi yang letaknya tepat di seberang lautan tempat
Sapariah, Abdul Halim, dan ribuan penduduk Lampung Cikoneng-begitu komunitas mereka
dikenal-sekarang tinggal
Keberadaan mereka di tanah Banten yang terkenal dengan para jawaranya ini tumbuh bukan
semata-mata ada perpindahan sekelompok orang Lampung ke daerah Banten. Tumbuhnya
komunitas Lampung Cikoneng memiliki riwayat tersendiri yang berkaitan dengan sejarah bangsa
ini.

Konon, seperti yang diceritakan Abdul Halim dengan gamblang, keberadaan komunitas orang-
orang Lampung di provinsi ke-30 di Indonesia ini tumbuh sejak abad XVI, di masa Kesultanan
Banten yang dipimpin Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570).

Ketika itu, Sultan Maulana Hasanuddin, yang juga memiliki ikatan saudara dengan orang
Lampung-khususnya dari Kerajaan Tulang Bawang-meminta bantuan orang-orang daerah tersebut
untuk melaksanakan tugasnya, yaitu menyebarkan agama Islam di wilayah Banten.
Bersamaan dengan dikirimkannya 40 orang dari Kerajaan Tulang Bawang dari sembilan buay
(marga) untuk membantu tugas Sultan tersebut, disepakati pula perjanjian antara Sultan Maulana
Hasanuddin dengan Ratu Dara Putih dari Kerajaan Tulang Bawang.

Dalam perjanjian yang ditulis di atas dalong (tembaga)-konon hingga sekarang masih tersimpan di
Kuripan, Lampung Selatan-ini dinyatakan bahwa jika orang-orang Banten memiliki masalah,
orang-orang Lampung akan memberikan bantuan. Hal ini berlaku sebaliknya.

"Sejak saat itulah, orang-orang Lampung berada di tanah Banten ini," jelas Abdul Halim, yang
mengaku lahir di tanah Lampung. Matanya berkaca-kaca mengenang masa lalunya ketika pertama
kali datang ke Banten.

3. Ceritakan sejarah/peristiwa perlawanan rakyat banten terhadap penjajahan bangsa asing, baik
yang terjadi di dataran banten maupun daerah banten seberang.

Perlawanan Banten Terhadap Voc


Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh
karena itu sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil.
Akhirnya VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan
antara Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan
internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan
terhadap VOC.

Tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di Kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan
Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari Sultan Abu al- Ma’ali Ahmad yang
wafat pada 1650.

Perkembangan di Banten ternyata sangat tidak disenangi oleh VOC. Oleh karena itu,
untuk melemahkan peran Banten sebagai Bandar perdagangan, VOC sering melakukan
blokade. Jung-jung Cina dan kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang meneruskan
perjalanan menuju Banten. Sebagai balasan Sultan Ageng juga mengirim beberapa
pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan menimbulkan gangguan di
Batavia. Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan VOC, rakyat
Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC.
Akibatnya hubungan antara Banten dan Batavia semakin memburuk.

Menghadapi serangan pasukan Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia dengan
mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noordwijk. Dengan tersedianya
beberapa benteng di Batavia diharapkan VOC mampu bertahan dari berbagai serangan
dari luar dan mengusir para penyerang tersebut. Sementara itu untuk kepentingan
pertahanan, Sultan Ageng memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang
membentang dari Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Selain berfungsi untuk
meningkatkan produksi pertanian, saluran irigasi dimaksudkan juga untuk memudahkan
transportasi perang. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng ini memang banyak dibangun
saluran air/irigasi. Oleh karena jasa-jasanya ini maka sultan digelari Sultan Ageng
Tirtayasa (tirta artinya air).

Serangan dan gangguan terhadap VOC terus dilakukan. Ia kemudian mendekati dan
menghasut Sultan Haji agar urusan pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisah dan
jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan Arya Purbaya. Karena hasutan VOC ini Sultan
Haji mencurigai ayah dan saudaranya.

Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten. Istana
Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan Banten yang berkedudukan di
istana Surosowan. Sultan Ageng kemudian membangun istana yang baru berpusat di
Tirtayasa. Sultan Ageng berusaha merebut kembali Kesultanan Banten dari Sultan Haji
yang didukung VOC. Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
mengepung istana Surosowan.

Sultan Haji terdesak dan segera meminta bantuan tentara VOC. Datanglah bantuan
tentara VOC di bawah pimpinan Francois Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat
dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa
akhirnya meloloskan diri bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan Lebak. Mereka
masih melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya. Tentara VOC terus memburu.
Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang kemudian bergerak ke arah Bogor.
Baru setelah melalui tipu muslihat pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
ditangkap dan ditawan di Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692.

Namun harus diingat bahwa semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya
tidak pernah padam. Ia telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan negara dan
mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah Sultan Ageng
Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC terus berlangsung.

4. Mengapa kesultanan banten runtuh?

Runtuhnya Banten Di ujung barat Jawa, kerajaan Banten pada dasarnya kekuasaannya
jauh lebih kecil dibandingkan Mataram. Namun kekuatan armada dagangnya jauh lebih
kuat dibandingkan Mataram. Pada masa Sultan Ageng (1651-1683) yang dikenal dengan
sebutan Sultan Tirtayasa, Banten berhasil membangun armada dagang dengan
menggunakan model Eropa. Kapal-kapalnya yang menggunakan surat jalannya melayari
jalur-jalur perdagangan Nusantara. Bahkan dengan menjalin hubungan baik dengan
Inggris, Denmark dan Cina, Banten dapat berdagang dengan Persia, India, Siam,
Vitenam, Cina, Filipina, dan Jepang. Fakta ini sekaligus menunjukkan bahwa sampai
menjelang akhir abad ke-17, Banten masih mampu melakukan perdagangan internasional
jarak jauh, sekaligus mematahkan ambisi VOC yang ingin memonopoli perdagangan
lada.

Seperti halnya Mataram, kerajaan Banten mengalami kemunduran karena didera konflik
dalam negeri, yang kemudian mengundang hadirnya VOC.

Putera Mahkota yang baru naik tahta yang kemudian bergelar Sultan Haji (1682-1687)
ternyata memiliki kebijakan politik yang tidak sejalan dengan ayahnya. Jika ayahnya
sangat anti VOC, sebaliknya ia ingin menjalin hubungan dengan kongsi dagang Belanda
itu. Otomatis ayahnya dan para elit politik Muslim militan lainnya menentang keras
kebijakan tersebut. Pertentangan ini akhirnya meledak menjadi konflik terbuka yang
disertai tindakan kekerasan. Pada tahun 1680. Ageng Tirtayasa, yang masih diakui oleh
sebagian masyarakat Banten sebagai sultan, mengumumkan perang terhadap VOC yang
telah menganiaya para pedagang Banten. Sultan Haji yang kedudukannya terjepit karena
dijauhi para elit politik dan elit agama Islam, akhirnya menerima semua prasyarat yang
diajukan VOC sebelum membantunya.

5. Dokumentasikan cagar budaya banten dengan cara foto selfie didepan cagar budaya tersebut dan
ceritakan sejarahnya

A. Keraton kaibon

Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan
keraton Surosowan. Asal muasal penghancuran keraton, adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur
Jenderal Daen Dels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan
jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan).
Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan
menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan
Keraton Kaibon.
Berbeda dengan kondisi keraton Surosowan yang boleh dibilang "rata" dengan tanah. Pada
keraton Kaibon, masih tersisa gerbang dan pintu-pintu besar yang ada dalam kompleks istana.
Pada keraton Kaibon, setidaknya pengunjung masih bisa melihat sebagin dari struktur bangunan
yang masih tegak berdiri. Sebuah pintu berukuran besar yang dikenal dengan nama Pintu
Paduraksa (khas bugis) dengan bagian atasnya yang tersambung, tampak masih bisa dilihat secara
utuh. Deretan candi bentar khas banten yang merupakan gerbang bersayap.
Di bagian lain, sebuah ruangan persegi empat dengan bagian dasarnya yang lebih rendah atau
menjorok ke dalam tanah, diduga merupakan kamar dari Ratu Aisyah. Ruang yang lebih rendah
ini diduga digunakan sebagai pendingin ruangan dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan
pada bagian atas baru diberi balok kayu sebagai dasar dari lantai ruangan. Bekas penyangga
papan masih terlihat jelas pada dinding ruangan ini.
Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton sesungguhnya
adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun seolah-olah di atas air. Semua
jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata memang benar-benar harus melalui jalan air.
Dan meskipun keraton ini memang didesain sebagai tempat tinggal ibu raja, tampak bahwa ciri-
ciri bangunan keislamannya tetap ada; karena ternyata bangunan inti keraton ini adalah sebuah
masjid dengan pilar-pilar tinggi yang sangat megah dan anggun. Dan kalau mau ditarik dan
ditelusuri jalur air ini memang menghubungkan laut, sehingga dapat dibayangkan betapa
indahnya tata alur jalan menuju keraton ini pada waktu itu

B. Keraton surosoan
Keraton Surosowan adalah sebuah keraton di Banten. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1522-
1526 pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, yang kemudian dikenal sebagai pendiri dari
Kesultanan Banten.
Selanjutnya pada masa penguasa Banten berikutnya bangunan keraton ini ditingkatkan bahkan
konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang
arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. [2]
Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare.
Surowowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang
berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Sehingga pada masa jayanya Banten juga disebut
dengan Kota Intan.
Saat ini bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan
dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.

Anda mungkin juga menyukai