Anda di halaman 1dari 20

RESUME KULIAH V

STRATEGIG MANAGEMENT

TYPE, FORM, AND IMPLEMENTATION OF STRATEGY

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Strategic Management”

Dosen Pengampu:

Prof Dr. H. Hapzi Ali, M.M., CMA.

Oleh:

Rame Priyanto
NIM 55117120122

Program Studi Magister Manajemen


Universitas Mercubuana
2018
Type, Form and Implementation Strategy

Oleh:

Rame Priyanto
NIM 55117120122

1. Tipe-tipe strategi
A. Strategi Generik Porter
Dalam analisanya tentang strategi bersaing (competitive strategy atau disebut juga
Porter’s Five Forces) suatu perusahaan, Michael A. Porter mengintrodusir 3 jenis strategi
generik, yaitu: Keunggulan Biaya (Cost Leadership), Pembedaan Produk (Differentiation),
dan Focus.
Gambar 1. Porter Generic Strategies
a. Strategi Biaya Rendah (cost leadership)
Strategi Biaya Rendah (cost leadership) menekankan pada upaya memproduksi
produk standar (sama dalam segala aspek) dengan biaya per unit yang sangat rendah. Produk
ini (barang maupun jasa) biasanya ditujukan kepada konsumen yang relatif mudah
terpengaruh oleh pergeseran harga (price sensitive) atau menggunakan harga sebagai faktor
penentu keputusan. Dari sisi perilaku pelanggan, strategi jenis ini amat sesuai dengan
kebutuhan pelanggan yang termasuk dalam kategori perilaku low-involvement, ketika
konsumen tidak (terlalu) peduli terhadap perbedaan merek, (relatif) tidak membutuhkan
pembedaan produk, atau jika terdapat sejumlah besar konsumen memiliki kekuatan tawar-
menawar yang signifikan.
Terutama dalam pasar komoditi, strategi ini tidak hanya membuat perusahaan mampu
bertahan terhadap persaingan harga yang terjadi tetapi juga dapat menjadi pemimpin pasar
(market leader) dalam menentukan harga dan memastikan tingkat keuntungan pasar yang
tinggi (di atas rata-rata) dan stabil melalui cara-cara yang agresif dalam efisiensi dan
kefektifan biaya. Sumber dari keefektifan biaya (cost effectiveness) ini bervariasi. Termasuk
di dalamnya adalah pemanfaatan skala ekonomi (economies of scale), investasi dalam
teknologi yang terbaik, sharing biaya dan pengetahuan dalam internal organisasi, dampak
kurva pembelajaran dan pengalaman (learning and experience curve), optimasi kapasitas
utilitas, dan akses yang baik terhadap bahan baku atau saluran distribusi. Pada prinsipnya,
alasan utama pelaksanaan strategi integrasi ke hulu (backward integration), ke hilir (forward
integration), maupun ke samping (horizontal integration) adalah untuk memperoleh berbagai
keuntungan dari strategi biaya rendah ini. Biasanya strategi ini dijalankan beriringan dengan
strategi diferensiasi.
Untuk dapat menjalankan strategi biaya rendah, sebuah perusahaan harus mampu memenuhi
persyaratan di dua bidang, yaitu: sumber daya (resources) dan organisasi. Strategi ini hanya
mungkin dijalankan jika dimiliki beberapa keunggulan di bidang sumber daya perusahaan,
yaitu: kuat akan modal, trampil pada rekayasa proses (process engineering), pengawasan
yang ketat, mudah diproduksi, serta biaya distribusi dan promosi rendah. Sedangkan dari
bidang organisasi, perusahaan harus memiliki: kemampuan mengendalikan biaya dengan
ketat, informasi pengendalian yang baik, insentif berdasarkan target (alokasi insentif berbasis
hasil).
b. Strategi Pembedaan Produk (differentiation)
Strategi Pembedaan Produk (differentiation), mendorong perusahaan untuk sanggup
menemukan keunikan tersendiri dalam pasar yang jadi sasarannya. Keunikan produk (barang
atau jasa) yang dikedepankan ini memungkinkan suatu perusahaan untuk menarik minat
sebesar-besarnya dari konsumen potensialnya. Cara pembedaan produk bervariasi dari pasar
ke pasar, tetapi berkaitan dengan sifat dan atribut fisik suatu produk atau pengalaman
kepuasan (secara nyata maupun psikologis) yang didapat oleh konsumen dari produk
tersebut. Berbagai kemudahan pemeliharaan, features tambahan, fleksibilitas, kenyamanan
dan berbagai hal lainnya yang sulit ditiru lawan merupakan sedikit contoh dari diferensiasi.
Strategi jenis ini biasa ditujukan kepada para konsumen potensial yang relatif tidak
mengutamakan harga dalam pengambilan keputusannya (price insensitive).
Perlu diperhatikan bahwa terdapat berbagai tingkatan diferensiasi. Diferensiasi tidak
memberikan jaminan terhadap keunggulan kompetitif, terutama jika produk-produk standar
yang beredar telah (relatif) memenuhi kebutuhan konsumen atau jika kompetitor/pesaing
dapat melakukan peniruan dengan cepat. Contoh penggunaan strategi ini secara tepat adalah
pada produk barang yang bersifat tahan lama (durable) dan sulit ditiru oleh pesaing.
Resiko lainnya dari strategi ini adalah jika perbedaan atau keunikan yang ditawarkan produk
tersebut ternyata tidak dihargai (dianggap biasa) oleh konsumen. Jika hal ini terjadi, maka
pesaing yang menawarkan produk standar dengan strategi biaya rendah akan sangat mudah
merebut pasar. Oleh karenanya, dalam strategi jenis ini, kekuatan departemen Penelitian dan
Pengembangan sangatlah berperan.
Pada umumnya strategi biaya rendah dan pembedaan produk diterapkan perusahaan
dalam rangka mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage) terhadap para
pesaingnya pada semua pasar.
Secara umum, terdapat dua bidang syarat yang harus dipenuhi ketika perusahaan
memutuskan untuk memanfaatkan strategi ini, yaitu: bidang sumber daya (resources) dan
bidang organisasi. Dari sisi sumber daya perusahaan, maka untuk menerapkan strategi ini
dibutuhkan kekuatan-kekuatan yang tinggi dalam hal: pemasaran produk, kreativitas dan
bakat, perekayasaan produk (product engineering), riset pasar, reputasi perusahaan, distribusi,
dan ketrampilan kerja. Sedangkan dari sisi organisasi, perusahaan harus kuat dan mampu
untuk melakukan: koordinasi antar fungsi manajemen yang terkait, merekrut tenaga yang
berkemampuan tinggi, dan mengukur insentif yang subyektif di samping yang obyektif.
(Umar, 1999)
c. Strategi Fokus (focus)
Strategi fokus digunakan untuk membangun keunggulan bersaing dalam suatu
segmen pasar yang lebih sempit. Strategi jenis ini ditujukan untuk melayani kebutuhan
konsumen yang jumlahnya relatif kecil dan dalam pengambilan keputusannya untuk membeli
relatif tidak dipengaruhi oleh harga. Dalam pelaksanaannya – terutama pada perusahaan skala
menengah dan besar –, strategi fokus diintegrasikan dengan salah satu dari dua strategi
generik lainnya: strategi biaya rendah atau strategi pembedaan karakteristik produk. Strategi
ini biasa digunakan oleh pemasok ―niche market‖ (segmen khusus/khas dalam suatu pasar
tertentu; disebut pula sebagai ceruk pasar) untuk memenuhi kebutuhan suatu produk —
barang dan jasa — khusus.
Syarat bagi penerapan strategi ini adalah adanya besaran pasar yang cukup (market size),
terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu diperhatikan oleh pesaing dalam
rangka mencapai keberhasilannya (pesaing tidak tertarik untuk bergerak pada ceruk tersebut).
Strategi ini akan menjadi lebih efektif jika konsumen membutuhkan suatu kekhasan tertentu
yang tidak diminati oleh perusahaan pesaing. Biasanya perusahaan yang bergerak dengan
strategi ini lebih berkonsentrasi pada suatu kelompok pasar tertentu (niche market), wilayah
geografis tertentu, atau produk — barang atau jasa — tertentu dengan kemampuan memenuhi
kebutuhan konsumen secara baik, excellent delivery. (Lihat David, 1998; Fournier dan
Deighton, 1997; Pass dan Lowes, 1997; Porter, 1980 dan 1985).
B. Strategi Generik Glueck
Glueck meyakini bahwa strategi perusahaan pada dasarnya dapat dikategorikan ke
dalam empat strategi generik, yaitu: strategi stabilitas (stability), ekspansi (expansion),
penciutan (retrenchment), dan kombinasi (combination) dari ketiganya.
a. Strategi Stabilitas (stability)
Pada prinsipnya, strategi ini menekankan pada tidak bertambahnya produk, pasar dan
fungsi-fungsi perusahaan karena berusaha untuk meningkatkan efisiensi di segala bidang
dalam rangka meningkatkan kinerja dan keuntungan. Strategi ini relatif rendah resiko dan
biasanya dilakukan untuk produk yang tengah berada pada posisi matang/dewasa (maturity).
b. Strategi Ekspansi (expansion)
Strategi ekspansi menekankan pada penambahan atau perluasan produk, pasar dan
fungsi dalam perusahaan sehingga aktivitas perusahaan meningkat. Tetapi selain keuntungan
yang ingin diraih lebih besar, strategi ini juga mengandung resiko kegagalan yang tidak kecil.
c. Strategi Penciutan (retrenchment)
Strategi penciutan dimaksudkan untuk melakukan pengurangan atas pasar maupun
fungsi-fungsi dalam perusahaan yang memiliki aliran keuangan (cash-flow) negatif. Biasanya
strategi ini diterapkan pada perusahaan yang berada pada tahap menurun (decline).
d. Strategi Kombinasi (combination)
Oleh karena berbagai perubahan eksternal seringkali hadir secara tidak seragam (dan
bahkan terkadang sulit diduga) terhadap berbagai lini produk (product line) yang dihasilkan
suatu perusahaan seperti daur hidup produk (product life cycle) yang tidak seragam, maka
perusahaan tersebut dapat saja melakukan kombinasi atas ketiga jenis strategi di atas secara
bersama.

C. Strategi Utama
Secara garis besar, terdapat 4 kelompok strategi utama dengan 14 tipe turunannya.
Keempatbelas tipe strategi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Integration Strategies
Tiga jenis strategi, yaitu forward, backward, dan horizontal seringkali disebut sebagai
strategi-strategi vertical integration. Namun, tidak jarang yang memaksudkan integrasi
vertikal sebagai hanya integrasi forward dan backward saja.
1) Forward Integration
Integrasi ke hilir melibatkan upaya untuk memperoleh kepemilikan (saham perusahaan) lebih
besar atau meningkatkan kontrol terhadap para distributor dan peritel. Salah satu bentuk/cara
efektif untuk melakukan strategi ini adalah waralaba (franchising). Begitu banyak perusahaan
berminat di bidang ini sebagai upaya untuk mendistribusikan produknya (barang maupun
jasa). Salah satu alasan terbesar hadirnya bentuk waralaba ini adalah realita bahwa model ini
sebetulnya merupakan upaya untuk membagi biaya dan peluang kepada banyak pihak.
Perhatikan gejala bermunculannya factory outlet yang merupakan salah satu bentuk strategi
ini. Contoh lain adalah perusahaan farmasi Kimia Farma dengan Apotik Kimia Farma-nya
dan perusahaan sepatu BATA dengan toko BATA-nya. Perhatikan pula Coca Cola dengan
perusahaan pembotolan di berbagai negara serta keputusan untuk membeli perusahaan
fastfood.
2) Backward Integration
Integrasi ke hulu merupakan suatu strategi yang mengupayakan kepemilikan atau
meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pemasok. Hal ini dibutuhkan karena baik
produsen maupun peritel selalu membeli bahan baku dari perusahaan pemasok. Strategi ini
menjadi menarik terutama ketika perusahaan pemasok yang saat ini ada ternyata tidak dapat
diandalkan (unreliable), terlalu mahal, atau tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan.
Langkah ini dapat disebut sebagai upaya ―mengamankan‖ jalur pasokan perusahaan
terhadap kebutuhan dalam rangka proses produksinya. Contoh yang menarik adalah Harian
Jawa Pos yang mendirikan pabrik kertas untuk menjamin ketersediaan pasokan kebutuhan
bahan bakunya. Perhatikan pula Gudang garam yang memiliki pabrik kertas rokok di Afrika.
Namun demikian, perlu pula dicermati munculnya kecenderungan bahwa berbagai industri
besar mulai melakukan aktivitas de-integrasi (deintegration), yaitu melepas berbagai aktivitas
yang ―seharusnya‖ menjadi bagian dari aktivitas perusahaan pemasok. Tidak tertutup
kemungkinan, sampai pada level tertentu, ternyata perusahaan menemukan bahwa integrasi
ke hulu bukan lagi solusi tepat untuk unggul dalam persaingan, karena menjadi semakin
membebani keuangan perusahaan. Oleh karenanya, kecenderungan perusahaan untuk
melakukan outsourcing kemudian menjadi berkembang pesat. Perhatikan kebijakan
Sampoerna ketika melakukan outsourcing produksi rokok kretek tangan kepada berbagai
koperasi di Jawa Tengah.
3) Horizontal Integration
Strategi integrasi ke samping merupakan strategi yang dilakukan dalam bentuk membeli atau
meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pesaing. Salah satu kecenderungan paling
signifikan dalam kompetisi perusahaan saat ini adalah meningkatnya upaya untuk melakukan
integrasi ke samping sebagai suatu strategi pertumbuhan. Merjer, akusisi, dan
pengambilalihan perusahaan yang sedang bersaing memberikan peluang terjadinya skala
ekonomi (economies of scale) serta mendorong terjadinya transfer sumber daya dan
kompetensi perusahaan. Dalam artikelnya, Kenneth Davidson (Davidson, 1987) mengungkap
bahwa merjer di antara perusahaan yang tidak bergerak di bidang yang sama merupakan
suatu kesalahan. Tetapi merjer yang terjadi pada perusahaan yang sedang bersaing langsung
(direct competitors) memberikan peluang yang besar untuk menyatukan potensi agar menjadi
lebih efektif, efisien, dan kompetitif. Contoh pelaksanaan strategi integrasi horisontal adalah
ketika toko obat Guardian membeli Shop-in atau Indofood membeli SuperMie, dan ketika
beberapa bank membentuk Bank Mandiri.

b. Intensive Strategies
Kelompok strategi ini disebut sebagai intensive strategies, karena mensyaratkan
berbagai upaya yang intensif untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan dengan
produk yang ada. Kelompok strategi ini meliputi tiga strategi, yaitu:
1) Market Penetration
Strategi penetrasi pasar berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar untuk produk atau
layanan yang ada saat ini di dalam pasar yang ada saat ini melalui upaya-upaya pemasaran
yang lebih besar. Strategi ini umum diterapkan baik sendiri maupun sebagai kombinasi
dengan strategi lainnya. Termasuk di dalam penetrasi pasar adalah meningkatan jumlah
tenaga penjualan, peningkatan pembelanjaan iklan, penawaran barang-barang promosi secara
ekstensif (besar-besaran), atau peningkatan upaya-upaya publisitas. Aktivitas pemasaran dan
promosi yang intensif dari A-Mild Sampoerna dan berbagai perusahaan rokok lainnya
merupakan contoh yang menarik. Demikian juga dengan upaya McDonald untuk
memberikan berbagai cinderamata menarik maupun beberapa pabrik farmasi yang
meningkatkan jumlah detailer obat-nya.
2) Market Development
Pengembangan pasar melibatkan upaya-upaya untuk mengenalkan produk atau
layanan yang ada saat ini kepada berbagai wilayah geografis baru. Globalisasi dan iklim
perkembangan pasar internasional semakin kondusif untuk strategi ini. Hal ini dibutuhkan
karena tidak jarang persaingan yang demikian ketat pada suatu pasar tertentu menyebabkan
pengalihan perhatian kepada pasar yang baru merupakan solusi agar perusahaan tidak
tersingkir dari arena bisnisnya.
Namun demikian, perlu dicermati bahwa pada wilayah-wilayah tertentu masuknya pemain
baru yang besar akan menimbulkan pergesaran equilibrium persaingan bisnis yang ada. Oleh
karenanya, tidak jarang para pemain besar akan mengalami tantangan dari para pemain lokal
sehingga terpaksa harus melakukan berbagai konsesi yang dapat diterima. Berbagai
perusahaan ritel yang bergerak pada skala grosir dan hypermarket, sering mengalami
tantangan tersebut. Makro, Alfa, Holland Bakery, Matahari dan berbagai perusahaan lainnya,
membuka gerai baru di berbagai lokasi merupakan contoh penerapan strategi ini.

3) Product Development
Pengembangan produk yang berusaha meningkatkan penjualan melalui perbaikan atau
modifikasi produk atau layanan yang ada saat ini. Biasanya strategi pengembangan produk
tercermin pada biaya penelitan dan pengembangan (Research and Development) yang besar.
Beberapa industri yang sangat didominasi oleh aktivitas R&D adalah otomotif, komputer,
dan farmasi. Pada industri yang berbasis R&D seperti ini, setiap keterlambatan untuk
meluncurkan sesuatu yang baru akan berarti perusahaan tersebut berpeluang kehilangan
posisi kompetitifnya. Dan oleh karenanya, aktivitas R&D menjadi tidak pernah berhenti
untuk menghasilkan suatu perbaikan yang terus-menerus (continuous improvement). Rinso
dengan berbagai variannya serta Pepsodent dengan berbagai variannya merupakan contoh
dari strategi ini. Juga munculnya berbagai features baru pada produk Handphone, komputer,
dan perusahaan jasa seperti Telkom dengan Telkom Memo-nya merupakan contoh yang
menarik.
c. Diversification Strategies
Dari waktu ke waktu semakin sedikit perusahaan yang melakukan diversifikasi usaha,
justru karena kompleksitas persoalan yang dimunculkan oleh strategi ini. Suatu kelompok
usaha yang bergerak pada sektor yang beragam tentunya sangatlah sulit dikelola. Pada
dekade 1960-an dan 1970-an, strategi diversifikasi menjadi populer karena setiap perusahaan
berusaha semaksimal mungkin agar tidak tergantung hanya pada satu jenis usaha saja. Tetapi
konsep pemikiran tersebut mulai surut sejak dekade 1980-an. Pada ‘15 10 prinsipnya
kecenderungan baru tersebut dimotori oleh keinginan untuk menjadi lebih baik dan tidak
bergerak terlalu jauh dari basis kompetensi utama (core competence) setiap perusahaan.
Namun demikian, hal tersebut bukan berarti strategi diversifikasi sudah benar-benar hilang.
Masih cukup banyak pula perusahaan yang berhasil dengan strategi ini, terutama bagi
perusahaan yang bergerak di wilayah bisnis yang mengalami kecenderungan menurun
(decline), seperti ketika Philip Morris, sebuah produsen rokok membeli Kraft General Food,
sebuah perusahaan makanan dalam kelompok Nestle. Hal ini dilakukan karena konsumsi
rokok semakin menurun akibat peningkatan kesadaaran konsumen atas kesehatan dan bahaya
rokok.
1) Concentric Diversification
Diversifikasi terkonsentrasi merupakan suatu strategi yang menghasilkan produk atau
layanan baru tetapi berhubungan/terkait dengan yang telah ada. Contoh dari strategi ini
adalah Harian Kompas yang memunculkan berbagai suratkabar, tabloid, dan majalah baru.
2) Horizontal Diversification
Jika suatu perusahaan menerapkan strategi yang menambah produk atau layanan baru yang
tidak berhubungan/terkait dengan yang telah ada, tetapi ditujukan kepada pasar/ konsumen
yang telah ada disebut sebagai diversifikasi horizontal. Perhatikan Garuda Indonesia Airways
yang memiliki beberapa jaringan hotel di Indonesia.
3) Conglomerate Diversification
Ketika suatu perusahaan menambah suatu produk atau layanan baru yang tidak terkait/
berhubungan dengan yang sekarang ada, maka strategi tersebut disebut sebagai diversifikasi
konglomerat. Pada beberapa kasus terjadi bahwa strategi ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan melalui aktivitas memecah perusahaan yang telah dibeli atau
menjual kembali salah satu atau lebih devisinya. Ketika Lippobank memutuskan untuk
bergerak di sektor properti atau ketika Bimantara memasuki sektor televisi merupakan dua
contoh strategi konglomerasi. Demikian pula Maspion dengan Maspion Bank-nya.
d. Defensive Strategies
Pada prinsipnya, strategi defensif ditujukan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan
dari semakin ketatnya persaingan bisnis dan berbagai ketidakpastian eksternal yang sulit
(terkadang tidak mungkin) dikontrol dan diprediksi. Strategi defensif seringpula dikenal
sebagai survival strategy, yang cenderung terjadi dalam suasana krisis ekonomi.
1) Joint Venture
Joint Venture, biasa disingkat JV, merupakan strategi yang sangat populer. Strategi ini
muncul ketika dua atau lebih perusahaan membentuk suatu kerjasama atau konsorsium dalam
rangka memanfaatkan peluang yang ada secara bersama-sama. Strategi ini masuk dalam
kategori strategi defensif karena perusahaan yang melakukan JV tidak berminat untuk
bekerja/ mengambil resiko sendiri. Tidak jarang, pihak-pihak yang bermaksud melakukan
kerjasama tersebut membentuk suatu perusahaan baru dengan tujuan menjalankan kerjasama
yang dimaksud. JV bisa terjadi dalam berbagai bentuk seperti R&D, jaringan dan sistem
distribusi, kesepakatan linsensi, kesepakatan produksi, juga upaya untuk mengajukan
penawaran bersama agar dapat memenangkan suatu tender.
JV dan kesepakatan kerjasama banyak digunakan secara luas karena kemampuannya
untuk meningkatkan komunikasi dan jaringan kerja, untuk melakukan operasi secara global,
serta untuk menurunkan resiko. Bahkan kesepakatan kerjasama antar perusahaan yang sedang
bersaing secara langsung juga terjadi. Biasanya kesepakatan kerjasama ini merupakan
jembatan untuk mensinergikan keunggulan kempetitif di bidang masing-masing, baik itu
teknologi, distribusi, riset dasar, maupun kapasitas produksi.
Strategi ini begitu populer di kelompok industri yang bersifat padat modal (intensive capital)
dan penuh resiko, seperti industri farmasi dan komputer. Berbagai kisah di balik strategi
Microsoft memasuki pasar Cina merupakan contoh penerapan strategi JV. Di bidang media
adalah hadirnya Harian Surya di Surabaya sebagai hasil JV antara Kompas dan Pos Kota.
2) Retrenchment
Strategi penciutan dilakukan ketika organisasi mengelompok kembali melalui reduksi
biaya dan aset dalam upaya membalikkan proses penurunan penjualan dan laba perusahaan.
Strategi ini terkadang dikenal sebagai strategi turnaround atau reorganizational. Tujuan dari
strategi ini adalah untuk memperkokoh keunggulan yang membedakan (distinctive
competences) yang dimiliki perusahaan. Pada masa strategi ini dijalankan, operasi
perusahaan berjalan dengan sumber daya (terutama dana) yang terbatas dan akan berada pada
kondisi penuh tekanan dari berbagai pihak seperti pemilik saham, pegawai, dan media.
Strategi penciutan dapat berbentuk penjualan aset untuk memperoleh dana tunai,
pemangkasan lini produk (product line), menutup bisnis yang kurang menguntungkan atau
yang tidak termasuk core competence perusahaan, otomasi proses, pengurangan jumlah
pegawai, dan penerapan sistem kontrol pengeluaran biaya. Pengurangan kapasitas produksi
berbagai perusahaan selama krisis moneter di Indonesia dapat diangkat sebagai contoh.
Demikian pula dengan kebijakan PHK maupun pemulangan tenaga kerja asing demi menjaga
keberlangsungan bisnis selama krisis.
Yang perlu diperhatikan adalah keputusan untuk membangkrutkan diri bisa juga hadir
sebagai salah satu bentuk penerapan strategi penciutan ini. Oleh karenanya perlu dicermati
hubungan antar perusahaan dalam satu kelompok usaha dan kesehatan keuangan keseluruhan
kelompok usaha tersebut dalam kaitan dengan strategi pembangkrutan diri ini.
3) Divestiture
Menjual sebuah divisi usaha atau bagian dari organisasi perusahaan disebut sebagai
strategi divestasi. Seringkali strategi divestasi dilakukan dalam rangka memperoleh dana
segar bagi kepentingan investasi atau akuisisi strategik lebih lanjut atau di bidang lain yang
lebih prospektif. Divestasi bisa pula merupakan bagian dari keseluruhan strategi penciutan
untuk membersihkan/menyingkirkan berbagai bisnis yang tidak menguntungkan, yang
membutuhkan terlalu banyak modal, atau bagian yang tidak sepenuhnya sesuai dengan
aktivitas perusahaan.
Strategi divestasi menjadi populer ketika perusahaan berupaya untuk kembali dalam
core competence-nya serta mengurangi komleksitas diversifikasinya agar lebih terkelola
dengan baik. Keputusan PT HM Sampoerna untuk melepas berbagai bisnisnya seperti
perbankan, properti, dan transportasi (dalam rangka kembali ke inti usahanya, rokok)
sebelum krisis melanda Indonesia merupakan suatu contoh strategi ini.
4) Liquidation
Strategi likuidasi dapat diidentifikasi ketika perusahaan melakukan penjualan seluruh
asetnya secara bagian per bagian untuk menghasilkan dana tunai. Likuidasi biasanya
dipahami sebagai pengakuan atas kekalahan dan cenderung — secara emosional — sulit
dijalani. Namun demikian, bisa dimengerti bahwa lebih baik menghentikan operasi daripada
mengalami kerugian yang lebih besar. Likuidasi berbagai bank di Indonesia merupakan
contoh.
5) Combination
Strategi kombinasi adalah perpaduan antara dua atau lebih strategi yang dijalankan
secara simultan. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa strategi kombinasi harus
dioperasikan secara sangat hati-hati karena jika terlalu dalam dalam membawa resiko yang
lebih besar. Tidak ada perusahaan yang dapat menerapkan semua strategi secara bersamaan
meskipun semuanya ditujukan utnuk memberikan keuntungan pada perusahaan. Oleh
karenanya, di tengah sulitnya penentuan yang diambil, skala prioritas yang baik dan tepat
perlu dibangun. Hal ini dibutuhkan karena sumber daya yang dimiliki perusahaan tentunya
memiliki keterbatasan tertentu. Prioritas sangat dibutuhkan, karendalam penerapan strategi
kombinasi akan berarti pula terjadinya penyebaran sumber daya dan kemampuan yang
mungkin akan terbaca oleh kompetitor sehingga mereka dapat mengambil langkah-langkah
yang justru membahayakan posisi perusahaan.
Dalam suatu perusahaan yang sangat terdiversifikasi, strategi kombinasi seringkali
diterapkan ketika divisi-divisi yang ada menerapkan strategi berbeda. Demikian juga
perusahaan yang sedang berusaha untuk mempertahankan operasinya (struggle for survival)
biasanya menerapkan strategi kombinasi dari beberapa strategi defensif secara simultan.
6) Merger dan Leveraged Buyouts (LBO)
Akuisisi dan merjer merupakan dua cara yang secara umum digunakan untuk
menjalankan strategi. Suatu akuisisi terjadi ketika sebuah perusahaan besar membeli suatu
perusahaan yang (biasanya) lebih kecil. Suatu merjer adalah tindakan ketika dua buah atau
lebih perusahaan yang relatif berukuran sama menyatukan diri dan membentuk perusahaan
baru. Ketika akuisisi atau merjer tidak diharapkan kedua belah pihak, maka tindakan tersebut
disebut sebagai pengambilalihan (takeover) atau pengambilalihan paksa (hostile takeover).
Berbagai tindakan merjer, akuisisi, dan pengambilalihan sering pula dijalankan sebagai
strategi untuk menjadi yang paling besar dan tangguh. Langkah ini banyak dilakukan di
berbagai industri seperti perbankan, asuransi, pertahanan, kesehatan, farmasi, makanan,
penerbangan, penerbitan, komputer, ritel, keuangan, bioteknologi, dan sebagainya. Beberapa
alasan tentang perlunya merjer adalah: untuk memperbaiki kapasitas utilisasi; untuk
memaksimalkan pemanfaatan kekuatan penjualan; mengurangi staf manajerial; memperoleh
skala ekonomi (economies of scale); untuk memperkecil pengaruh trend musiman dalam
penjualan; untuk memperoleh akses baru kepada pemasok, distributor, kastemer, produk, dan
kreditor; untuk memperoleh teknologi baru; dan untuk strategi pembayaran pajak.
Sementara itu, LBO adalah suatu keadaan di mana para seluruh saham perusahaan
dibeli oleh pihak manajemen perusahaan atau oleh investor lain dengan memanfaatkan dana
pinjaman. Selain untuk menghindari pengambilalihan paksa, tindakan ini dilakukan karena
berbagai keputusan manajemen unit usaha tertentu tidak sesuai dengan keseluruhan strategi
korporasi atau unit tersebut hendak dijual untuk memperoleh dana tunai, atau unit bisnis
tersebut sedang memperoleh tawaran harga yang atraktif. Sebuah LBO mengubah perusahaan
menjadi pribadi (private, tidak publik). Pada saat ini aktivitas LBO menjadi bisnis yang
menarik karena perusahaan yang telah dibeli tersebut (biasanya setelah disehatkan) dapat
dijual kembali bagian per bagian untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, bahkan
terkadang dengan harga premium. Bank yang bergerak di sektor ini biasa disebut sebagai
merchant banking.
Namun demikian, perlu dicermati bahwa perusahaan yang dibeli investor secara LBO
harus lebih hati-hati. Kehati-hatian tersebut erat kaitannya dengan peluang menjual kembali
perusahaan tersebut dengan harga premium atau menjadikan perusahaan tersebut sebagai sapi
perahan untuk membayar kembali utang yang digunakan untuk LBO atau untuk membiayai
kebutuhan dana segar di bidang lainnya.

2. Formulasi dan Implementasi Strategi Manajemen


A. Pengertian Implementasi strategi
Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan strateginya
dalam bentuk program, prosedur dan anggaran. Implementasi strategi juga dapat diartikan
sebagai pengembangan strategi dalam bentuk tindakan. Dengan keterampilan intuitif dan
analitis yang baik, motivasi, dan kepemimpinan khusus serta mampu melakukan banyak
koordinasi.
Implementasi terkadang lebih sulit karena implementasi membawa sebuah perubahan. banyak
faktor-faktor tak terduga yang bisa menjadi hambatan. Hitt, Ireland, dan Hoskisson (2000)
menekankan bahwa serangkaian tindakan strategis yang disebut formulasi strategi dan
implementasi strategi harus disatukan dengan hati-hati jika perusahaan ingin mencapai daya
saing strategis dan menghasilkan pendapatan di atas rata-rata. Kesuksesan persaingan terjadi
ketika perusahaan menggunakan perangkat dan tindakan implementasi secara konsisten
dengan strategi-strategi level-bisnis, level-perusahaan, akuisisi, internasional, dan kerjasama
yang sebelumnya dipilih.
Perumusan strategi dan implementasi strategi harus sesuai dengan tujuan strategis dan
misi strategis. Tujuan strategis dan misi strategis disusun berdasarkan informasi yang
diperoleh dari analisis lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Perusahaan mempelajari
lingkungan eksternal dan internal agar dapat mengidentifikasi peluang-peluang dan ancaman
pasarnya dan menentukan bagaimana menggunakan kompetensi-kompetensi intinya dalam
usaha mendapatkan hasil strategisnya yang diinginkan. Dengan pengetahuan ini, perusahaan
membentuk tujuan-tujuan strategis, misi strategis mensefisikasi, secara tertulis, produk-
produk yang ingin diproduksi oleh perusahaan tersebut dan pasar yang ingin dilayani ketika
mendayagunakan sumber daya, kapabilitas, dan kompetensi-kompetensinya.

B. Cakupan Implementasi Strategi


Penerapan atau implementasi strategi mencakup (1) penguasaan perusahaan
(corporate governance), (2) struktur dan kontrol organisasi (organizational structure and
control), (3) kepemimpinan strategis (strategic leadership), dan kewirausahaan dan inovasi
perusahaan (entrepreneurship & innovation).
Penguasaan perusahaan adalah suatu hubungan antara para pihak yang digunakan untuk
menentukan dan mengendalikan arah strategik dan kinerja atas organisasi. Penguasaan
perusahaan (corporate governance) berurusan dengan mengindentifikasi cara-cara untuk
meyakinkan bahwa keputusan-keputusan strategik dibuat secara efektif. Penguasaan
perusahaan digunakan dalam perusahaan untuk memantapkan perintah antara para pemilik
perusahaan dan para manajer puncak perusahaan tersebut.
Dalam teori keagenan (Agency Theory) dijelaskan adanya hubungan antara para
pemegang saham (prinsipal) sebagai para pemilik perusahaan dengan para manajer sebagai
agen pembuat keputusan. Para prinsipal menyewa para manajer untuk dijadikan agen
pembuat keputusan. Hubungan keagenan tersebut menuntut kekhususan risiko dengan para
pembuat keputusan.
Masalah keagenan terjadi ketika hasrat-hasrat atau tujuan-tujuan atas prinsipal dan agen
konflik dan kesukran atau mahalnya atas prinsipal untuk memverifikasi bahan agen telah
diperoleh secara tepat.
Ada lima kunci mekanisme penguasaan (governance mechanisms), yaitu (1) konsentrasi
kepemilikan (ownership concentration), (2) dewan direktur (boards of Directors), (3)
kompensasi eksikutif (executive compensation), (4) struktur keorganisasian multidivisi
(multidivisional organizational structure), dan (5) pasar bagi pengendalian perusahaan
(market for corporate control ).
1) Konsentrasi Kepemilikan
Ownership concentration terjadi sebagai berikut. Sejumlah besar para pemegang
saham mempunyai suatu insentif yang kuat untuk memantau manajemen secara tertutup.
Mereka dalam jumlah besar membantu membuat berarti pemantauan tersebut sementara
menghabiskan waktu, usaha dan mahal pemantauan secara tertutup. Mereka juga bisa
mencari kedudukan dewan yaitu meningkatkan kemampuan mereka untuk memantau secara
efektif (meskipun lembaga-lembaga finansial secara legal terlupakan secara pengarahan dari
kepemilikan kursi-kursi dewan).
2) Dewan Direktur
‘Mekanisme penguasaan board of Directors bisa terjadi di dalam prganisasi, dalam
hubungan di luar organisasi, dan di luar organisasi lainnya. Di dalam organisasi yaitu pada
CEO perusahaan dan para manajer level-puncak lainnya. Di luar organisasi yang
berhubungan, yaitu terjadi pada individu-individu yang tdak dilibatkan dengan operasi sehari-
hari, tetapi yang mempunyai suatu hubungan dengan perusahaan. Di luar organisasi lainnya,
yaitu terjadi pada individu-individu yang bebas atas operasi perusahaan sehari-hari dan
hubungan-hubungan lainnya. Karena itu dalam mekanisme dewan direktur agar penguasaan
dewan lebih efektif disarankan sebagai berikut :
> Meningkatkan diversitas atau keragaman atas latar belakang keanggotaan dewan
> Memperkuat mnajemen internal dan sistem pengendalian akuntansi.
> Memantapkan proses-proses formal bagi evaluasi atas kinerja dewan.
3) Kompensasi Eksikutif
Mekanime penguasaan perusahaan dari segi kompensasi eksikutif dapat meliputi, gaji, bonus-
bonus, kompensasi insentif jangka panjang. Keputusan-keputusan eksikutif adalah bersifat
kompleks dan tidak-rutin. Banyak faktor mencampuri pembuatan keputusan tersebut
mempersulit untuk memantapkan bagaimana keputusan-keputusan manajerial agar dapat
tanggap secara terarah bagi outcomes.
Sebagai tambahan, kepemilikan saham (kompensasi insentif jangka panjang) membuat para
manajer lebih dapat lebih mudah membujuk untuk mengubah-ubah pasar yang menjadikan
pengendalian parsial mereka. Sistem-sistem insentif tidak menjamin bahwa para manajer
membuat keputusan-keputusan yang ―benar‖, tetapi mereka meningkatkan kemunkinan
(likelihood) bahwa para manajer akan melakukan sesuatu bagi balasjasa yang diberikan
kepada mereka.
4) Struktur Keorganisasian Divisional
Mekanisme penguasaan melalui struktur keorganisasian mutidivisional bergantung
pada desain untuk kendali yang mengajarkan peluang-peluang manajerial. Kantor perusahaan
dan dewan memantau keputusan-keputusan strategik para manajer. Kepentingan manajerial
ditingkatkan dalam memaksimumkan kesejahteraan.
Struktur organisasi bentuk-M tidak perlu terbatas pada tindakan-tindakan swa-layan para
manajer tingkat perusahaan. Hal ini bisa membimbing untuk agak memperbesar penguasaan
daripada tanpa diversifikasi. Diversifikasi lini produk secara luas membuat mekanisme
penguasaan sulit bagi para manajer level-puncak untuk mengevaluasi keputusan-keputusan
strategik ata para manajer divisional. Struktur organisasi adalah salah satu sarana yang
digunakan manajemen untuk mencapai sasarannya. Karena sasaran diturunkan dari strategi
organisasi, maka logis jika strategi dan strutur terkait erat. Lebih tepatnya struktur harus
mengikuti strategi.
5) Pasar bagi Pengendalian Perusahaan
Governance mechaniusm o market for corporate control meliputi operasi-operasi, dan
tindakan-tindakan. Melalui operasi-operasi ketika penampakan risiko perusahaan atas
pengambil-alihan ketika mereka beroperasi tidak efisien. Tahun tahun 1980-an menunjukkan
pasar aktif bagi pengendalian perusahaan, secara meluas sebagai suatu hasil atas
memungkinkan pengelompokkan atas modal (junk bonds). Beberapa perusahaan mulau untuk
mengoperasikan secara lebih efisien sebagai hasil atas ―kendala‖ pengambil-alihan,
meskipun terjadi secara tiba-tiba atas pengambil-alihan yang secara relatif tidak berperasaan.
Kemudian dibuat perubahan-perubahan dalam regaulasi yang telah membuat kesulitan
pengambil-alihan yang tidak berperasaan.
Mekanisme penguasaan pasar bagi pengendalian perusahaan melalui tindakan-tindakan
sebagai suatu sumber penting atas disiplin sepanjang manajerial yang tidak-kompeten dan
boros.
Contoh Implementasi Strategi
Analisis Strategi Bersaing dalam Persaingan Usaha Penerbangan Komersial.

Oleh: Wibowo Kuntjoroadi , Nurul Safitri

Agar dapat memenangkan setiap persaingan, setiap perusahaan harus memiliki strategi
bersaing. Menurut Porter (1993) “Strategy is about competitive position, about differentiating
yourself in the eyes of the customer, about adding value through a mix of activities different
from those used by competitors”. Tujuan akhir strategi bersaing adalah untuk menanggulangi
kekuatan lingkungan demi kepentingan perusahaan.
Aturan atau lingkungan persaingan yang ada pada industri terdiri atas 5 kekuatan bersaing,
yaitu masuknya pesaing baru, ancaman dari produk pengganti (substitusi), kekuatan
penawaran (tawar-menawar) pembeli, kekuatan pertawaran pemasok, dan persaingan di
antara pesaing pesaing yang ada. Kekuatan kolektif dari kelima kekuatan bersaing akan
menentukan kemampuan perusahaan di dalam suatu industri untuk memperoleh tingkat laba
rata-rata atas investasi yang dilakukan. Namun, masing-masing kekuatan bersaing memiliki
corak dan karakter pengaruh yang berbeda–beda (Porter, 1998).
Keunggulan bersaing yang berkelanjutan (Sustainable Competitive Advantage/ SCA)
Keunggulan bersaing adalah suatu posisi dimana sebuah perusahaan menguasai sebuah ajang
persaingan bisnis (Porter, 1998). Keunggulan bersaing yang berkelanjutan (Sustainable
Competitive Advantage/ SCA) adalah keunggulan yang tidak mudah ditiru, membuat suatu
perusahaan dapat merebut dan mempertahankan posisinya sebagai pimpinan pasar. Karena
sifatnya yang tidak mudah ditiru, keunggulan bersaing yang berkelanjutan merupakan satu
strategi bersaing yang dapat mendukung kesuksesan suatu perusahaan untuk jangka waktu
yang lama. CSR dapat menjadi salah jalan untuk mencapai dan menjaga keunggulan bersaing
yang berkelanjutan (SCA) sebuah perusahaan (Fahy, 2002). Kay menyatakan bahwa
keunggulan bersaing organisasi dapat dicapai melalui relational architecture, reputation,
innovation, dan strategic assets (Matthews, 2005) Aaker (1998) menyatakan bahwa di dalam
suatu strategi setidaknya terdapat empat faktor yang menjadi syarat terciptanya keunggulan
bersaing yang berkelanjutan (SCA), yaitu basis persaingan (basic of competition), arena
bersaing (where you compete), pesaing (whom you compete against), dan cara bersaing (how
to complete). Secara umum Aaker mengidentifikasi lima kekuatan strategis SCA, yaitu:
1. diferensiasi (differentiation), adanya keunikan atas produk yang dihasilkan perusahaan,
yang dirasakan bernilai bagi pelanggan
2. biaya-rendah (low-cost), biaya rendah merupakan kesanggupan perusahaan untuk
mengerjakan dan berinvestasi dalam rangka mendukung terciptanya produk dengan
harga rendah tapi menghasilkan keuntungan yang relatif tinggi
3. fokus, konsentrasi perusahaan pada satu segmen pasar atau bagian dari sebuah lini
produk tertentu
4. kepeloporan (preemption), perusahaan mampu menciptakan “penghalang” bagi pesaing
untum masuk kedalam segmen pasarnya, dan
5. sinergi (synergi), kerjasama antar perusahaan dalam kelompok industri yang sama.

Langkah pertama yang kita lakukan adalah melakukan analisis untuk mengetahui posisi
perusahaan dalam persaingan dengan kompetitornya. Wibowo Kuntjoro Adi dan Nurul
Safitri, tahun 2009 melakukan penelitian mengenai Strategi bersaing PT. Garuda dalam
industri penerbangan di Indonesia “Analisis Strategi Bersaing dalam Persaingan Usaha
Penerbangan Komersial”. Dalam penelitian mereka yang mereka lakukan pertama adalah
melihat posisi Garuda dalam persaingan industri penerbangan mereka menggunakan matriks
BCG (Boston Consulting Group). Berdasar matriks BCG terlihat bahwa Garuda berada pada
posisi “star” yang memperlihatkan kemampuan perusahaan memiliki “long-run
opportunises” terbaik dalam hal pertumbuhan. Perusahaan dengan pangsa pasar relatif tinggi
dan tingkat pertumbuhan industri yang tinggi harus menerima investasi cukup besar untuk
mempertahankan atau memperkuat posisi dominannya. Pada posisi ini integrasi ke depan, ke
belakang dan horizontal, penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk dan
usaha patungan merupakan strategi yang tepat untuk dipertimbangkan bagi perusahaan ini.
Posisi di dalam tingkat persaingan pada suatu industri dapat dianalisis dengan menggunakan
analisis internal dan eksternal. Mintzberg mengelompokan seluruh strategi bisnis menjadi
sepuluh kelompok. Salah satu kelompok yang layak dipakai oleh Garuda adalah strategi “the
positioning school: stategy formation as a analytical process”.
Tujuan akhir strategi bersaing adalah untuk menanggulangi kekuatan lingkungan demi
kepentingan perusahaan. Aturan atau lingkungan persaingan yang ada pada industri terdiri
atas lima kekuatan bersaing, yaitu
1. Masuknya pesaing baru, seperti lion air menawarkan jasa pelayanan penerbangan low
cost carrier dengan harga tiket yang lebih murah.
2. Ancaman dari produk pengganti (substitusi),
3. kekuatan pertawaran (tawarmenawar) pembeli,
4. kekuatan pertawaran pemasok, dan
5. persaingan diantara pesaing-pesaing yang ada.
Kondisi prasyarat penerapan konsep sustainable competitive advantage (SCA) di
Garuda
Dari indikator pengenalan terhadap pesaing, menunjukan bahwa Garuda mengetahui atau
mengenali banyaknya produk layanan yang sejenis dengan layanan yang diberikan oleh
Garuda di pasar, memahami siapa sebenarnya pesaing perusahaan dan menyukai persaingan
atau melihat arti manfaat dari persaingan. Gambaran tentang kondisi cara bersaing dapat
membantu dalam menyimpulkan kemungkinan dalam diterapkannya konsep SCA dalam
strategi pemasaran. Beberapa komponen cara bersaing yang dianalisis pada bagian ini,
meliputi:
1. komponen keunggulan biaya perusahaan, biaya harga tiket angkutan penumpang udara
yang ditawarkan oleh Garuda tidak memiliki keunggulan dibandingkan dengan harga
tiket angkutan penumpang udara maskapai penerbangan lain.
2. upaya diferensiasi produk yang dilakukan perusahaan, Dari sisi diferensiasi produk
terlihat bahwa Garuda berusaha untuk membuat produknya khas. Namun, tetap saja
produk Garuda ditiru oleh perusahan jasa penerbangan lain sehingga Garuda perlu
menciptakan dan memperhatikan kondisi entry barrier-nya
3. cara perusahaan menempatkan produknya (fokus), mengindikasikan bahwa pasar dari
produk-produk Garuda masih belum fokus
4. kepeloporan produk perusahaan dan upaya perusahaan menjaga sinergitas usahanya
dalam persaingan.
Strategi Pemasaran Garuda Untuk dapat menerapkan konsep SCA
Berdasarkan hasil pengharkatan kondisi komponen SCA, untuk menerapkan konsep SCA
sebagai strategi pemasaran Garuda harus dilakukan pembenahan berdasarkan skala
prioritasnya tersebut.
1. Garuda perlu mengoptimalkan pelaksanaan sinergi melalui kerjasama dengan pihak lain
seperti agen penjualan tiket, agen perjalanan, agen wisata, perhotelan, perbankan dan
maskapai penerbangan lain maupun penyelenggara angkutan moda lain, misalnya kereta
api dan bus antar kota. Kerjasama dengan pihak-pihak tersebut sangat menguntungkan
bagi Garuda dalam memasarkan produk Garuda kepada masyarakat dan dapat
mengurangi biaya pemasaran dan memperluas jaringan bisnis untuk sampai di setiap
segmen pasar yang ada. Kerjasama dengan pihak perbankan untuk pembelian tiket
melalui ATM agar memudahkan konsumen dan dengan perusahaan transportasi darat
dan laut perlu di tingkatkan karena tidak semua daerah di Indonesia memiliki fasilitas
airport yang dapat didarati pesawat Garuda.
2. Pembinaan dan pengembangan SDM. Menurut Kuncoro (2002), menyatakan bahwa
karateristik SDM yang diharapkan dalam konsep SCA adalah SDM yang berharga, yaitu
SDM yang mempunyai nilai tambah (value added), langka (rare), sukar ditiru (hard to
imitate) dan memiliki kemampuan dalam manfaatnya (ability to exploit). Pembinaan dan
pengembangan SDM dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari pelatihan,
workshop, seminar kegiatan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan dan
pengembangan skill, dan pengalaman serta manajerial.
3. Meningkatkan kualitas dan inovasi untuk meningkatkan pangsa pasar. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Valle (2008), perusahaan-perusahaan yang mengadopsi
strategi berdasarkan kualitas atau inovasi umumnya menginvestasikan lebih banyak
dananya pada pelatihan agar mendapatkan performance yang lebih baik dari perusahaan
sejenis. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menjalankan strategi
perluasan pangsa pasar.
Dafar Pustaka
Pearce, J. A & Robinson, R.B (PR), Strategic Management; Formulation, Implementation
and Control, Irwin Mc Graw-Hill Inc., Singapore, 2013

Thomas L. Wheelen & J.David Hunger, (2010) Strategy Management and Business Policy,
Twelfth Edition,
Thompson, A. A & Strickland, A.J (TS), Strategic Management; Concepts and Cases, 11th
edition, Irwin Mc Graw-Hill Inc., Singapore, 2008

Hitt, M.A et, al. (H), Strategic Management; Competitiveness and Globalization, West
Publishing Company, St. Paul, 2009

David, Fred R (2012). Strategic Management Concept and Cases. 14 th Edition. Prentice
Hall. New York.

Hapzi Ali, 2018. Modul Manajeen Strategic, UMB Jakarta.

Kuntjoroadi, Wibowo. Safitri, Nurul. 2009. Analisis Strategi Bersaing dalam Persaingan
Usaha Penerbangan Komersial. Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi,
Jan-Apr 2009, Volume 16, Nomor 1 hlm. 45-52 ISSN 0854-3844

Anda mungkin juga menyukai