Anda di halaman 1dari 7

Busur Magmatik Indonesia

Sebagai daerah pertemuan tiga lempeng aktif, Indonesia juga memiliki


daerah busur kepulauan yang menyebar sepanjangan wilayah timur – selatan
Indonesia. Pergerakan lempeng – lempeng secara aktif pada masa neogen
menyusun Indonesia menjadi beberapa jalur aktif busur magmatik. Secara umum,
sistem busur magmatik di Indonesia adalah hasil kompleks sejarah aktivitas
tektonik, termasuk di dalamnya subduksi dan busur magmatik, rotasi dan
perpindahan busur, pemekaran busur belakang, pembentukan ophiolit
danpenumbukan yang akibatkan perubahan arah busur, patahan stike-slip dan
kemungkinan karena pemanjangan kerak.

Indonesia memiliki 7 jalur utama busur magmatik dan beberapa busur minor.
Ketujuh busur mayor tersebut adalah

1. Busur Sumatra-Meratus (Pertengahan dan Akhir Cretaceous)


Daerah busur Sumatera-Meratus melingkupi daerah Sundaland sepanjang
sumatera bagian barat dan selatan Kalimantan. Pada daerah ini, busur magmatik
dimulai dengan perubahan polaritas tektonik setelah penempatan Woyla. Saat
terekspos, busur tidak termineralisasi dengan baik, karena perluasan akibat
pengangkatan dan erosi selama masa tertiary. Daerah mineralisasi ini hanya
menyumbang 1% dari sumber daya emas dan sangat sedikit tembaga Indonesia.
Pada daerah Sumatera, mineralisasi dibatasi oleh besi, dan skarn base metal, juga
kombinasi emas-perak dan emas-tembaga pada rasio rendah. Di daerah
Kalimantan, emas yang ada diikuti kuarsa dan vein, veinlets karbonat kuarsa
akibat pembentukan secara epithermal.
2. Busur Sunda-Banda (Neogen)
Busur ini merupakan busur terpanjang di Indonesia, dari Sumatera Utara
hingga timur Damar. Mineralisasi yang terjadi dibagi menjadi dua bentuk, yaitu
berbentuk sistem urat epithermal sulfidasi rendah di bagian barat busur dan porfiri
emas-tembaga dan massive sulphide lenses replacement bodies serta stockworks
di timur. Hal ini terjadi karena perbedaan lempeng yang menyusun daerah
magmatik sepanjang busur. Daerah bagian barat cenderung terbentuk lebih dulu
dan stabil sehingga memungkinkan bentukannya adalah intrusi dangkal andesitik
pada masa neogen. Daerah timur merupakan daerah progresif lempeng dan aktif
bergerak membentuk zona subduksi yang menjadi tempat pembentukan intrusi
besar berupa badan bijih seperti porfiri.

3. Busur Aceh (Neogen)


Busur Aceh berada pada palung di utara Sumatra yang tidak panjang.
Busur ini berkaitan langsung dengan dataran Sunda. Palung di sekitar busur
menjadi daerah subduksi antara kerak samudra hasil pemekaran dari cekungan
Mergui yang menekan pada lantai lempeng Sumatera bagian utara. Di daerah
busur ini, mineralisasi yang terjadi berupa porfiri tembaga-molybdenum dan tipe
endapan sulfidasi tinggi.

4. Busur Kalimantan Tengah (pertengahan Tertiary dan Neogen)


Busur ini selama bertahun-tahun diperkirakan dari kehadiran kondisi sisa
erosi selama akhir Oligocene hingga awal Miosen yang sifatnya andesitik hingga
trachy-andesitik di daerah sekitar ativitas vulkanik. Kebanyakan dari yang
ditemukan berasosiasi dengan emas. Mineralisasinya berupa peralihan epitermal
ke porfiri. Di bagian barat, mineralisasi berasosiasi dengan batuan hasil erupsi dan
intrusi dioritik.

5. Busur Sulawesi-Timur Mindanao (Neogen)


Pada busur ini, aktivitas magmatik cenderung berada pada daerah bawah
laut dan juga tersusun oleh batuan sedimen sebagai akumulasi kegiatan tektonik
aktif di daerah ini. Dominasi busur ini adalah aktivitas lempeng aktif yang
membentuk lengan – lengan kepulauan Sulawesi. Akibatnya, mineralisasi yang
terjadi meliputi porfiri emas-tembaga, endapan sulfidasi tinggi, sediment hosted
gold, dan urat sulfidasi rendah.

6. Busur Halmahera (Neogen)


Daerah busur Halmahera terdiri dari hasil intrusi andesitik yang berusia
Neogen, termasuk dengan batuan vulkanik. Pada daerah barat busur ini juga
dipotong oleh sesar Sorong selama daerah timur terjadi subduksi di Laut Molluca.
Busur Halmahera belum dieksplorasi dan dimungkinkan hipotesis terbentuk
mineralisasi berupa porfiri tembaga-emas.

7. Busur Tengah Irian Jaya (Neogen)


Daerah busur tengah Irian Jaya memanjang dari kepala burung hingga
Papua Nugini. Hal ini berkaitan dengan pergerakan sabuk New Guinea, sebuah
zona sabuk metamorfik dan pembentukan ophiolit. Busur diikuti juga dengan
subduksi di selatan dan diikuti penumbukan. Kegiatan vulkanisme yang mengikuti
adalah bersifat andesitik. Busur tengah Irian Jaya terbentuk di lempeng aktif
Pasifik. Deformasi yang terus terjadi mengakibatkan pembentukan deposit pada
daerah benua pasif yang terbentuk sebelumnya dengan dasar berupa batugamping
jalur New Guinea. Mineralisasi yang terjadi berupa porfiri yang kaya akan emas,
badan bijih skarn.
Keberadaan ketujuh busur mayor ini berkaitan dengan mineralisasi aktif di
Indonesia, terutama terhadap emas dan tembaga. Jumlah endapan per km panjang
busur tergantung pada masing – masing busur dan kontrol lain yang berkaitan
dengan mineralisasi. Pada gambar di atas ditunjukkan daerah mineralisasi aktif
sepanjang busur magmatik di Indonesia.

Busur mayor ini juga diikuti dengan keberadaan busur minor di sekitar. Busur
minor tersebut terdiri atas :
1. Busur Schwaner mountain (west Kalimantan, tonalitic – granodioritic
batholiths, early cretaceous)
2. Busur Sunda shelf (Karimata island, granitic, late cretaceous)
3. Busur Moon utawa (northern head of Irian Jaya, andesitic – sedimentary rocks
– intruded dioritic, middle miocene)
4. Busur West sulawesi (western Sulawesi, granitic, late miocene – pliocene)
5. Busur Northwest Borneo ( andesitic, middle miocene)
6. Busur Sumba Timor (andesitic – andesite porphyry intrusions, palaeogene)
7. Busur Coastal Irian Jaya (Mamberamo, diorites, neogene possibly)
8. Busur Talaud (Northeast Sulawesi, andesitic-andesite blocks in melange,
neogene)
Mendala Metallogenik

Mendala Metallogenik atau Metallogenic Province memiliki pengertian


suatu area yang dicirikan oleh kumpulan endapan mineral yang khas, atau oleh
satu atau lebih jenis-jenis karakteristik mineralisasi. Pembentukan bijih dan
perkembangan struktur dapat diperkirakan seperti model tektonik lempeng yang
terjadi selama evolusi kerak bumi (Gambar 1.1 dan 1.2). Model tersebut
menjelaskan bagaimana kerak yang baru terbentuk di dalam rift zone, terutama di
mid-oceanic ridge, oleh penambahan magma basaltik dari kedalaman. Proses
tersebut membentuk kerak samudra yang homogen yang telah mengalami sedikit
proses yang penting untuk segregasi logam-logam yang membentuk endapan
bijih.

Kecuali segregasi lokal dari kromium dan nikel di bagian yang paling
dalam dari kerak samudra, dan pengendapan sulfida-sulfida masif dari tembaga
dan besi di tempat-tempat yang panas, metal-bearing brine menuju samudra
melalui zona regangan. Kerak samudra dijumpai dalam zona-zona subduksi pada
tempat-tempat pertumbukan lempeng. Proses ini diikuti oleh gempa bumi dan
aktivitas volkanik yang intensif, dan mengawali proses-proses diferensiasi
magmatik. Segregasi magma-magma granitik dan formasi dari jenis magmatik
yang besar, dan endapan-endapan mineral magmatik-hidrotermal berhubungan
dengan proses-proses subduksi. Tumbukan dan subduksi membentuk gunung-
gunung yang besar seperti di Andes, yang mana endapan-endapan mineral
dibentuk oleh diferensiasi magma.

Proses Tektonik Regional Pada Sistem Busur di Indonesia


Mineralisasi emas di Indonesia terbentuk pada busur andesitik yang terjadi dalam
rentang Cretaceous hingga Pliosen (3 -20 My tahun), terutama pada usia Neogen.
Pada masa tersebut, lempeng – lempeng yang menyusun Indonesia mulai
mengalami pertemuan dan membentuk zonasi tertentu secara aktif. Setiap busur
dicirikan oleh mineralisasi spesifik yang menunjukkan bahwa dasar busur
berhubungan dengan tumbukan awal dan perubahan dalam polaritas tektonik dan
tingkat erosi.
Tipe deposit emas yang teridentifikasi di Indonesia adalah porfiri tembaga – emas,
skarn, sistem high dan low epithermal sulphidation, emas sediment-hosted,
deposit Au-Ag-barite + base metals dan tipe Kelian, yaitu peralihan tipe porfiri ke
sistem epitermal.

Secara umum, bentuk mineralisasi emas dan tembaga di Indonesia berupa :

1. Porfiri
2. Endapan ephitermal sulfidasi tinggi
3. Endapan ephitermal sulfidasi rendah
4. Mineralisasi Au-Ag-Cu ± base metals
5. Skarn
6. Sediment Hosted

Berdasarkan aktivitas tektonik yang terjadi di sepanjang busur magmatik,


daerah bagian timur Indonesia didominasi oleh bentukan porfiri dan skarn, serta
sebagian kecil endapan hidrotermal sulfidasi tinggi dan sediment hosted. Daerah
barat Indonesia memiliki mineralisasi cenderung berupa endapan epitermal
sulfidasi rendah yang terjadi di daerah paparan Sunda yang relatif dangkal.
Aktivitas busur magmatik dan bentuk mineralisasi memiliki hubungan yang
menunjukkan identifikasi perbedaan antara lingkungan tektonik selama
pembentukan porfiri emas-tembaga, skarn dan deposit sulfidasi tinggi.
Pembentukan mineralisasi Au-Ag-Cu ± base metals terjadi di lingkungan
submarine dangkal saat larutan sulfida yang hasilnya juga menghasilkan
mineralisasi sulfidasi tinggi di sekitar sub-aerial batuan vulkanik, dan daerah
lantai samudera.
Kontrol Regional terhadap Mineralisasi
Mineralisasi endapan Au-Ag-Cu ± base metals dipengaruhi oleh kontrol regional
terhadap kondisi tektonik yang ada. Kontrol yang terjadi dibagi menjadi
hubungannya mineralisasi dengan busur magmatik, asal kerak dan umur busur,
serta berhubungan syn-mineralization regional.
Terhadap hubungan dengan busur magmatik, deposit di Indonesia berhubungan
dengan busur magmatik andesitik yang terbentuk selama dan secara cepat dalam
aktivitas magma. Ini menunjukkan bahwa mineralisasi yang terjadi berkaitan
dengan subduksi lantai samudera. Deposit epithermal Indonesia terbentuk di
sepanjang busur benua yang merupakan busur kepulauan yang bergabung dengan
Sundaland selama masa mineralisasi karena penebalan kerak dan pemanjangan
intensif. Porfiri emas terjadi baik pada kondisi busur kepulauan dan benua.

Kebanyakan mineralisasi terjadi pada masa Neogen yang mengindikasikan bahwa


mineralisasi juga sebenarnya tidak bergantung pada umur kerak yang tersubduksi.
Hubungan antara usia busur dijelaskan dengan erosi sebagai akibat pengangkatan
selama aktivitas vulkanik dan erosi yang berhubungan dengan kegiatan orogenik
yang pengaruhi selama pasca mineralisasi saat perubahan polaritas busur. Syn-
mineralization regional berkaitan dengan perbedaan jenis mineralisasi di daerah
timur dan barat Indonesia karena perbedaan aktivitas lempeng yang mendominasi.
TUGAS KELOMPOK
PERMODELAN DAN ESTIMASI CADANGAN

Disusun oleh:
1. Kurnia Arum Kusumawardani (710016011)
2. Wisa Marselina (710016040)
3. Friskila Nesya Gusti Krisdiana (710016046)
4. Ara Oktafiani (710016051)
5. Kintania Yunika Mayasari (710016149)

TEKNIK PERTAMBANGAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
TAHUN PELAJARAN 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai