Anda di halaman 1dari 12

PERTEMUAN 1

Stabilitas produk farmasi (menurut USP): "sejauh mana produk tetap dalam batas
yang ditentukan" dan selama masa penyimpanan dan penggunaan sifat dan karakteristik
yang dimiliki sama seperti saat diproduksi.

Stabilitas obat : waktu dari tanggal pembuatan dan pengemasan dari formulasi sampai
ketetapan yang telah ditentukan dimana karakteristik fisika obat tidak terlalu berubah.

 Stabilitas : kemampuan suatu produk untuk bertahan sesuai dengan karakter


yang sama seperti saat diproduksi, sehingga dapat menghantarkan obat beraksi
secara terapetik dengan efektif.

Identitas (komposisi dan eksipien dalam produk obat)


Potensi (kemampuan obat untuk menimbulkan efek)
Kualitas (akseptabilitas dan keamanan produk obat)
Kemurnian (hasil degradasi zat aktif obat)

 Shelf life : periode waktu di mana produk tetap sesuai dengan spesifikasi yang
disimpan di bawah kondisi pasar (periode penggunaan dan penyimpanan)
 Waktu kadaluarsa : periode waktu yang dicetak pada kemasan obat yang
menandakan batasan obat untuk dikonsumsi secara aman.

Dampak negatif dari ketidakstabilan produk farmasi :

a. Obat kehilangan aktifitasnya (akibat hasil degradasi obat)


b. Konsentrasi zat aktif meningkat akibat dari produk hasil degradasi obat
c. Perubahan bioavailibilitas
d. Kehilangan keseragaman kadar obat
e. Status keamanan mikrobiologis menurun (kadar mikroba dalam obat meningkat)
f. Kehilangan keindahan produk dan akseptabilitas pasien menurun
g. Pembentukan produk hasil degradasi yang bersifat toksik
h. Kehilangan integritas pengemas
i. Kualitas obat menurun
j. Dapat terjadi modifikasi fungsi obat
Cara Degradasi (kestabilan obat harus dipertimbangkan)

1. Secara kimiawi
 Misalnya: hidrolisis (dalam bentuk larutan); oksidasi (kontak dengan udara)

2. Secara fisika
 Misalnya: terjadi perubahan warna

Contoh:

Epinefrin (warna bening) saat teroksidasi berubah menjadi adenokrom (sangat


berwarna)

3. Secara mikrobiologi
 Jika terdapat mikroba pada produk obat, maka mikroba tersebut akan
melepaskan senyawa kimia (misalnya enzim) yang dapat merusak obat.

4. Terapeutik
 Berhubungan dengan efek terapi obat setelah terdegradasi di dalam tubuh.

5. Toksikologi
 Setelah obat diminum menghasilkan produk degradasi yang bersifat toksik.
(Misalnya Paracetamol menghasilkan produk degradasi NAPQI yang bersifat
hepatotoksik)

6. Kestabilan produk obat

Contoh :
Tetrasiklin yang mengalami dehidrasi dan epimerisasi menghasilkan produk degradasi
berupa epianhydrotetracycline (anhidro tetrasiklin) yang mengakibatkan Fanconi
syndrome (kelainan pada tubulus proksimal ginjal).

Penisilin menghasilkan produk degradasi berupa benzilpenisilin dan asam


benzilpenisilinat yang sangat reaktif terhadap tubuh dan dapat menyebabkan reaksi
alergi.

Pralidoxime (untuk obat akibat toksisitas pestisida oragnoposfat). Jika diberikan pada
pasien dalam kondisi alkalosis, maka menyebabkan pralidoxime terdegradasi menjadi
sianida yang bersifat toksik.

Ruang lingkup mengenai stabilitas :

a. Pengujian bahan baku zat aktif dan eksipien


b. Formulasi R&D (Research and Development)
c. Pengujian klinis bahan
d. Untuk produk yang telah dipasarkan
e. Reformulasi , penentuan sistem ruang dan alat pembuatan obat, pengaduan
f. Saluran distribusi obat (PBF)
g. Control produk pada pasien
h. Stabilitas in vivo
Alasan perlunya uji stabilitas :

a. Untuk kesejahteraan pasien


b. Untuk menjaga reputasi pabrik (produsen)
c. Sebagai syarat BPOM
d. Untuk menyediakan database untuk produksi obat di perusahaan lain.

Syarat sediaan farmasi yang baik :

 Efikasi : tingkat terapi yang optimal untuk periode waktu tertentu.


 Keamanan : tanpa efek samping atau efek samping yang minimum.
 Aksepatbilitas : obat dapat diterima dengan baik oleh konsumen.
 Stabilitas : produk harus tahan selama penyimpanan.

3 kategori stabilitas berdasarkan bentuk zat obat :

1. Stabilitas dalam bentuk padatan

Contoh : Kristal oleum cacao terdiri atas 4 bentuk, yakni kristal bentuk α, ß, ß* , dan Ɣ.
Namun untuk sediaan suppositoria menggunakan ol.cacao bentuk ß* karena lebih stabil
dan dapat meleleh pada suhu tinggi.

2. Kompatibilitas antara zat aktif dengan eksipien

Contoh : campuran menthol-camphora dan ol.cacao-kreosol dapat merusak obat.

3. Stabilitas dalam bentuk cairan

Contoh : amoksisilin dan ampisilin tidak stabil dalam bentuk larutan, maka jika ingin
dibuat sirup, dibuat dalam bentuk dry sirup.

Pentingnya uji stabilitas :

1. Pengembangan formulasi optimum (studi preformulasi)


2. Untuk menentukan kondisi penyimpanan obat yang optimum (suhu, cahaya,
kelembaban)
3. Agar dapat memilih pengemas obat yang tepat (pengemas glass/plastic;
bening/buram; dan penutup kemasan)
4. Untuk memprediksi shelf life dan waktu kadaluarsa obat
5. Mengantisipasi interaksi yang terjadi antara zat aktif obat dengan eksipien.
6. Untuk menduga apakah obat tetap stabil setelah mengalamin degradasi.

Nb. *Laju obat terdegradasi berbeda-beda. Semakin reaktif suatu struktur  lebih
mudah dan cepat terdegradasi.
PERTEMUAN 2

“PENGARUH KETIDAKSTABILAN OBAT TERHADAP EFEK & KUALITAS”

Ketidakstabilan obat dan efeknya :

a. Degradasi kimia dari zat aktif  penurunan kuantitas dosis obat dan mengurangi
efek terapeutik  obat kehilangan efek.

Nb. Konsentrasi obat dengan jendela terapeutik yang sempit harus diperhatikan.

b. Obat menghasilkan produk degradasi bersifat toksik  toksik dalam tubuh.

Contoh : Tetrasiklin  epianhydrotetracycline (Fanconi syndrome)

p-aminosalicylic  m-aminophenol (reaksi alergi yang kuat)

c. Perubahan susbtansi obat dapat mengubah penampilan sediaan  akseptabilitas


menurun  obat ditolak di pasaran

Contoh : perubahan warna (misalnya Vit.C berwarna kuning jika teroksidasi jadi
berwarna cokelat)

Perubahan bau atau rasa (misalnya aspirin yang terdegradasi menjadi asam salisilat
dan asam asetat yang akan menimbulkan bau cuka)

d. Degradasi eksipien  integritas dosis rusak  kehilangan kualitas obat.

Contoh: sediaan sustained release dapat mengalami dose dumping (jika obat dengan
dosis besar langsung keluar semua dosisnya akibat eksipien yang rusak dan tidak
dapat mengontrol pelepasan obat).

Rute Degradasi :

A. DEGRADASI SECARA KIMIA


1. Hidrolisis
 Obat yang mengandung ester, amida, laktam, imida atau kelompok karbamat
rentan terhadap hidrolisis.
 Hidrolisis dapat dikatalisis oleh ion hidrogen (katalis asam spesifik) atau ion
hidroksil (katalisis basa spesifik).
 Cara mencegah hidrolisis :
a. Modifikasi pH  dibuat dalam pH yang stabil
b. Diubah konstanta dielektrik  jumlah ion dalam larutan dibatasi atau
ditambah pelarut bukan air (misalnya PEG, gliseril).

1.1.Hidrolisis Ester
 Kecepatan hidrolisis bergantung dari substituent (gugus samping)

Jika substituen berupa gugus penarik electron [NO2, F, Cl, Br, I, OH, C6H5-]
 meningkatkan hidrolisis

Jika substituen berupa gugus pendonor electron [(CH3)3C-, (CH3)2CH-, CH3CH2-, CH3].
 menghambat hidrolisis

 Kemampuan leaving grup substituen

Substituen berupa leaving grup  hidrolisis cepat terjadi  substituen tersebut akan
memutuskan ikatannya atau mengganti dengan senyawa lain  senyawa menjadi stabil

 Meruah (bulky) atau tidaknya substituent tersebut

Semakin panjang gugus alkil  senyawa semakin meruah  hidrolisis sulit terjadi.

1.2.Hidrolisis Amida

 Atom N memiliki elektrofinitas yang kecil  kemampuan hidrolisis kecil


 Kemampuan leaving grup gugus OR (O-alkil) lebih baik dibandingkan NH2 
karbon karbonil pada amida lebih tidak elektrofil dibandingkan karbon karbonil
pada ester.

Contoh : Aspirin (ester) vs Paracetamol (amida)

mudah terhidrolisis lebih sulit terhidrolisis (karena ada atom N)

Contoh senyawa amida : asetaminofen; kloramfenikol, lincomycin, indomethacin,


sulfacetamide.

 Hidrolisis antibiotic golongan ß-laktam (penisilin dan sefalosporin)  cincin


ß-laktam terbuka menjadi alkil biasa  sifat antibiotiknya hilang

2. Dehidrasi
 Gula dan laktosa dehidrasi 5-(hydroxymethyl) furural.
 Contoh : Eritromisin, prostaglandin, batanopride, streptovitacin A

3. Oksidasi
 Oksidasi terjadi jika : atom / radikal elektronegatif yang tidak stabil  merusak
atom elektropositif.
 Autooksidasi : karena senyawa tersebut memiliki atom oksigen  senyawa
tersebut teroksidasi sendiri (tanpa perlu dikatalisis) dengan proses oksidasi yang
lebih lambat.
 Reaksi yang terjadi : inisiasi, propagasi, dan terminasi.
 Contoh : steroid & sterol, asam lemak tak jenuh, fenotiazin, simvastatin, dan
antibiotic poliena yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi.
 Cara untuk mencegah proses oksidasi :
a. dengan menambah antioksidan
b. dialiri gas nitrogen dan gas oksigen
c. hindari obat kontak dengan metal/besi
d. penyimpanan pada suhu dingin.
4. Isomerisasi
 Merupakan proses perubahan obat menjadi bentuk isomer optikal atau isomer
geometris, dimana sering mengurangi efek terapeutik obat.
 Contoh : adrenalin (epinefrin: rasemisasi dalam larutan asam), tetrasiklin
(epimerisation dalam larutan asam), sefalosporin (isomerisasi katalis basa),
vitamin A (cis-trans isomerisasi), pilocarpine (epimerisasi oleh katalis basa),
tetrasiklin seperti rolitetrasiklin dan ergotamine (epimerisasi oleh katalis asam).
 Contohnya : Ibuprofen [S] lebih aktif dibandingkan ibuprofen [R]

5. Rasemisasi
 Rasemisasi mengacu pada perubahan parsial satu enantiomer ke enantiomer lain.
 Contoh:Epinefrin teroksidasi dan mengalami rasemisasi pada kondisi asam kuat.

6. Fotolisis
 Rusak akibat cahaya.
 Contoh: fenotiazin, hidrokortison, prednisolon, riboflavin, asam askorbat dan
asam folat.
 Fotodekomposisi dapat terjadi tidak hanya pada saat penyimpanan, tetapi juga
selama penggunaan produk. Misalnya, sinar matahari (sinar UV) mampu
berpenetrasi (menembus kulit) dan masuk ke pembuluh darah  merusak obat
yang ada dalam pembuluh darah, terutama pada kapiler darah dan pada mata
(obat mata).
 Cara mencegah fotolisis:
a. Dengan ditambah HALS (scavenger). Fungsi : memulung bentuk obat yang
tidak stabil (radikal), sehingga obat tidak dapat diserang oleh radikal dan
obat kembali stabil.
b. Lapisi tablet dengan polimer film yang mengandung absorbers UV (seperti
oxanilide, hidroksifenil triazin)
c. Menggunakan pengemas berupa botol cokelat/ berwarna gelap.
d. Untuk tablet dengan zat aktif/ polimer yang mudah rusak oleh fotolisis 
ditambah absorbers UV.
7. Polimerisasi
 Polimerisasi : penggabungan dua senyawa/lebih dengan bentuk molekul yang
identik/sama menjadi molekul kompleks.
 Polimerisasi banyak  molekul kompleks yang terbentuk banyak  obat dalam
bentuk larutan mengendap dan proses pengembangan obat lama (kehilangan
fungsi eksipien).
 Contoh : amino-penisilin, seperti natrium ampisilin dalam larutan dan
formaldehid. (Sehingga ampisilin dibuat dalam bentuk dry sirup).

8. Dekarboksilasi
 Dekarboksilasi : gugus karboksilatnya hilang.
 Zat obat yang memiliki gugus asam karboksilat rentan terhadap dekarboksilasi.
 Contoh : Asam 4-aminosalisilat dan Foscarnet (mengalami dekarboksilasi dalam
kondisi asam kuat).

B. DEGRADASI SECARA FISIKA


1. Polimorfisme
 Polimorfisme : bentuk kristal berbeda  karakteristiknya berbeda.
 Contoh : Kristal oleum cacao terdiri atas 4 bentuk, yakni kristal bentuk α, ß, ß* ,
dan Ɣ. Namun untuk sediaan suppositoria menggunakan ol.cacao bentuk ß*
karena lebih stabil dan dapat meleleh pada suhu tinggi.
Kortikosteroid memiliki 5 bentuk kristal berbeda  hanya 1 kristal yang stabil.

2. Bentuk hidrat
 Menunjukkan adanya molekul/kristal air
 Contoh : kelarutan ampisilin anhidrat lebih besar dibandingkan ampisilin hidrat
(bentuk hidrat telah mengandung air pada molekulnya  saat berikatan dengan
air hanya sedikit yang dapat terlarut  kelarutannya dalam air berkurang)

3. Kristalisasi pada bentuk amorf


 Kristal amorf berbentuk tak beraturan  kelarutannya lebih baik karena
energinya yang lebih besar.
 Kelarutan amorf lebih baik dibandingkan kelarutan kristal  bentuk amorf lebih
stabil dibandingkan bentuk kristal.
 Contoh : Nifedipin amorf mengalami kristalisasi parsial selama penyimpanan
dibawah kondisi kelembaban yang tinggi. Perubahan ini menyebabkan
kopresipitasi (pengendapan kembali)

4. Transisi bentuk Kristal


 Polimorf adalah bentuk kristal yang berbeda dari obat yang sama, tergantung
pada kondisi suhu, transisi antara polimorf yang terjadi.
 Contoh : raclopride, teofilin, nitrofurantoin, sulfaguanidine, dan fenobarbital.

5. Pembentukan dan pertumbuhan kristal (agregasi kristal)


 Kristal dapat tumbuh atau mengalami penurunan ukuran jika terdapat media di
mana molekul dapat melakukan perjalanan. Misalnya, obat zat dan eksipien
dalam bentuk sediaan padat, seperti tablet dan butiran, dapat mengkristal ke
permukaan bentuk sediaan selama penyimpanan (‘whisker’ Crystallization).
 Contoh : pada kafein anhidrat dan etenzamid. Tablet carbamazepin mengandung
asam stearat berbentuk column-shaped kristal pada permukaan tablet yang
disimpan pada suhu tinggi.

6. Hilangnya keseragaman :
a. Sublimasi
 Sublimasi : perubahan dari bentuk padat  gas.
 Contoh : Nitrogliserin (bahan dasar dinamit, dan sebagai obat jantung) 
dapat meledak pada suhu dan tekanan tinggi.
b. Adsorpsi
 Adsorpsi = serapan pada permukaan padat
 Adsorpsi kelembaban diatur oleh sifat fisik bahan obat dan eksipien. Sebagai
contoh, adsorpsi kelembaban oleh kristal aspirin ditingkatkan dengan
menambahkan eksipien hidrofilik.
7. Penuaan (aging)
 Penuaan : kehilangan estetika sediaan
 Terjadi perubahan warna pada pengemas.
 Tablet berubah menjadi keras  disintegrasi dan disoulusi jelek  onset dan
efek yang ditimbulkan menurun/jelek.
8. Sedimentasi
 Terbentuknya partikel yang tidak larut.
 Contoh : Fenitoin injeksi saat pH nya menurun  sedimentasi (asam fenitoin =
tidak larut)

C. DEGRADASI SECARA MIKROBIOLOGI


 Kontaminasi produk kadang-kadang dapat menyebabkan banyak kerusakan dan
kadang-kadang mungkin tidak apa-apa. Hal ini tergantung pada jenis mikroba
dan tingkat toksisitas yang dihasilkan.
 Jika kontaminasi pada sediaan parenteral dan optalmik  kerusakan yang
serius. (sehingga sediaan parenteral dan optalmik harus steril)
 Pirogen (produk metabolisme pertumbuhan bakteri) biasanya lipo-polisakarida
yang dihasilkan oleh bakteri gram negative  masuk kedalam tubuh 
menyebabkan menggigil dan demam.
 Pencegahan kontaminasi mikroba : Ditambahkan pengawet (anti mikroba) yang
inert, tidak toksik, tidak berbau, stabil, dan kompatibel dengan zat aktif dan
eksipien dalam sediaan.

Anda mungkin juga menyukai