Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PENGARUH FENOMENA “KLITIH” TERHADAP KONDISI SOSIAL


MASYARAKAT DI YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Teori Sosial Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Nasiwan, M.Si.

Disusun Oleh :

Mia Dwi Hastini 17416244016

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
& hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Pengaruh Fenomena Klitih Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat di Yogyakarta”.
Makalah ini saya susun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Sosial
Indonesia
Saya selaku penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya makalah ini
1. Bapak Dr. Nasiwan, M.Si. selaku dosen mata kuliah Teori Sosial Indonesia
2. Teman-teman Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 2017, serta semua pihak
yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis.
Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca.Agar dalam pembuatan tugas lainnya dapat lebih baik.Penulis berharap,
makalah yang sangat sederhana ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH ................................................................................................................... i

PENGARUH FENOMENA “KLITIH” TERHADAP KONDISI SOSIAL


MASYARAKAT DI YOGYAKARTA ......................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 3

BAB II ........................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4

2.1 Penyebab dari Fenomena Klitih di Yogyakarta .......................................... 4

2.2 Kondisi Sosial Masyarakat di Yogyakarta Setelah Adanya Fenomena


Klitih 15

2.3 Teori Sosial dalam Memecahkan Fenomena Klitih di Yogyakarta .......... 19

BAB III ....................................................................................................................... 27

PENUTUP ................................................................................................................... 27

3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 28

LAMPIRAN ................................................................................................................ 29

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Konsep Makalah .............................................................................. 29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Banyak sekali permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia.


Permasalahan sosial yang masih menjadi momok besar di Indonesia tidak lain
sepertikemiskinan, penggangguran, dan kriminalitas. Permasalahan tersebut
merupakan masalah yang saling berkaitan dimana kriminalitas diakibatkan
karena adanya pengangguran dan kemiskinan.Saat ini kriminalitas menjadi
sorotan banyak orang, karena masalah ini kian hari kian beragam bentuknya.
Kriminalitas ada banyak jenisnya seperti pencurian, tindak asusila,
penjambretan, pencopetan, penodongan dengan senjata tajam atau api,
penganiayaan, dan sejenisnya. Hal ini pun sudah menjadi sesuatu yang biasa
terjadi di Indonesia, dimana Indonesia merupakan negara berkembang dengan
banyak permasalahan sosialnya. Salah satunya yang masih menjadi sorotan
semua orang yaitu Fenomena Klitih di Yogyakarta.

Kriminalitas merupakan segala macam bentuk tindakan dan perbuatan


yang merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang
berlaku dalam negara Indonesia serta norma-norma sosial dan agama. Dapat
diartikan bahwa, tindak kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan yang
melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat
menentangnya(Kartono, 1999: 122).

Sedangkan klitih adalah salah satu bentuk anarkisme remaja yang


sekarang sedang marak di Yogyakarta.Klitih identik dengan segerombolan
para remaja yang ingin melukai atau melumpuhkan lawannya dengan
kekerasan.Tidak hanya lawan atau orang yang dikenalnya, tetapi orang yang
tidak dikenalnya juga. Ironisnya, klitih juga sering melukai lawannya dengan
benda-benda tajam seperti: pisau, gir, pedang samurai, gas air mata, dan

1
senjata tajam atau api lainnya. Klitih ini biasanya dilakukan malam hari di
jalan-jalan yang sepi pengendara.

Fenomena Klitih sampai saat ini masih menjadi masalah sosial yang
mengganggu kondisi sosial masyarakat maupun kondisi lingkungan di
Yogyakarta. Setelah adanya fenomena klitih banyak warga masyarakat yang
merasa terganggu dan was-was terhadap fenomena ini. Mereka menganggap
ada yang berubah dari kondisi sosial di lingkungan Yogyakarta dimana dulu
Yogyakarta merupakan Kota Istimewa, Aman, dan Damai.Namun, sekarang
dapat dikatakan sebagai daerah yang darurat aksi klitih.Banyak masyarakat
yang merasa resah atas kondisi yang terjadi apabila melakukan kegiatan
ataupun perjalan diwaktu-waktu tertentu atau di malam hari.

Aksi klitih sampai sekarang di akhir tahun 2018 masih saja terjadi.Ini
menjadi permasalahan yang harus diselesaikan semua pihak tidak hanya
aparat kepolisian saja. Karena, apabila dibiarkan saja aksi klitih ini akan
menjadi keteganggan sosial di masyarakat Yogyakarta. Banyak pihak yang
merasa resah dan terganggu setelah adanya aksi klitih ini.

Dari aksi klitih yang terjadi di Yogyakarta ini banyak faktor yang
melatarbelakanginya.Adanya perubahan-perubahan tersebut yang menjadi
faktor utama dalam fenomena klitih ini.Yaitu perubahan perilaku seseorang
yang melakukan aksi klitih karena adanya perubahan zaman, dimana sekarang
sudah memasuki era globalisasi maupun modernisasi. Maka, tidak menutup
kemungkinan adanya perubahan zaman juga mengubah cara berfikir dan
bersikap seseorang terhadap suatu lingkungan sosial. Sehingga, setelah adanya
fenomena klitih juga akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat di
sekitarnya. Karena, suatu perubahan apapun akan memberi pengaruh juga.

2
Dari paparan fenomena klitih yang terjadi di Yogyakarta, maka penulis
bermaksud untuk menulis makalah mengenai aksi klitih yang meresahkan
masyarakat Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah penyebab dari fenomena klitih di Yogyakarta?
2. Bagaimana kondisi sosial masyarakat di Yogyakarta dengan adanya
fenomena klitih?
3. Bagaimana teori sosial dalam memecahkan fenomena klitih di
Yogyakarta?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui penyebab dari fenomena klitih di Yogyakarta.
2. Mengetahui kondisi sosial masyarakat di Yogyakarta dengan adanya
fenomena klitih.
3. Mengetahui teori sosial dalam memecahkan fenomena klitih di
Yogyakarta.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyebab dari Fenomena Klitih di Yogyakarta


Menurut Topo S, Eva Achjani(2013:57) dari perspektif sosiologi
kejahatan terjadi di suatu lingkungan sosial. Terjadinya suatu kejahatan
sangatlah berhubungan dengan kemiskinan, pendidikan, pengangguran dan
faktor-faktor sosial ekonomi lainnya. Utamanya pada Negara-negara
berkembang, dimana pelanggaran norma dilatarbelakangi oleh hal-hal
tersebut. Disamping faktor ekonomi, faktor yang berperan dalam
menyebabkan kejahatan adalah faktor pendidikan yang dapat juga bermakna
ketidaktahuan dari orang yang melakukan kejahatan terhadap akibat-akibat
perbuatannya. Faktor lain yang lebih dominan adalah faktor lingkungan,
betapa pentingnya faktor lingkungan sebagai penyebab kejahatan. Dengan
demikian faktor ekonomi, faktor pendidikan dan faktor lingkungan merupakan
faktor yang lebih dominan khususnya dengankondisi kehidupan manusia serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi(R.Soesilo, 1985:28).

Kemudian, dalam mempelajari suatu masyarakat adalah dengan melihat


pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana
masing-masing berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, kita melihat
kepada struktur dari suatu masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi.
Jika masyarakat itu stabil, bagian-bagiannya beroperasi secara lancar,
susunan-susunan sosial berfungsi.Masyarakat seperti itu ditandai dengan
kepaduan, kerjasama, dan kesepakatan.Namun, jika bagian-bagian
komponennya tertata dalam satu keadaan yang membahayakan
keteraturan/ketertiban sosial, maka susunan masyarakat itu tidak berfungsi.

Menurut Emile Durkheim penjelasan tentang perbuatan manusia (dan


terutama perbuatan salah manusia) tidak terletak pada diri si individu, tetapi

4
terletak pada kelompok dan organisasi sosial.Dalam konteks inilah Durkheim
memperkenalkan istilah anomie (hancurnya keteraturan sosial sebagai akibat
hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai).

Telah banyak sarjana hukum atau ahli kriminologi mengemukakan


bahwa, kejahatan adalah hasil dari beberapa faktor-faktor baik dari internal
maupun eksternal diri pelaku kejahatan. Maka perlu dilakukan penelitian yang
dapat memberikan jawaban tentang sebab-sebab atau faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan kejahatan, dalam hal ini kejahatan yang
dilakukan oleh pelaku aksi klitih khususnya yang terjadi di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2017.

Menurut Handoko(2017) pada dasarnya sangat banyak faktor penyebab


remaja terjerumus ke dalam kawanan pelaku aksi klitih tersebut.Namun, salah
satu penyebab utama mengapa remaja memilih bergabung dengan gerombolan
pelaku klitih adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua.Hal ini
bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua mereka dengan
pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang kepada anaknya hanya
diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat mengganti
rasa ingin mereka akan kasih sayang dan perhatian orangtua maupun keluarga.

Berdasarkan wawancara (Dalam repository.umy.ac.id Oleh H Handoko


Tahun 2017), pada Tanggal 17 Mei 2017 Pukul 10.15, Bapak Wahyudi selaku
KANIT RESKRIM Polres Bantul dan Berdasarkan Wawancara pada tanggal
19 Mei 2017 Pukul 10.30, Bersama Bapak Nuri Aryanto selaku KASUMNIT
RESKRIM Polresta Kota Yogyakarta, bahwa ada kesamaan mengenai
beberapa faktor penyebab kejahatan yang dilakukan oleh pelaku aksi klitih di
Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain :

1. Faktor Sakit Hati dan/atau Dendam


2. Faktor Lingkungan

5
3. Pengaruh minuman keras
4. Minimnya pendidikan.

Berdasarkan faktor penyebab kejahatan yang dilakukan oleh pelaku Aksi


klitih di Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah diuraikan di atas, akan
Penulis jelaskan lebih lanjut berdasarkan pendekatan kriminologi sebagai
berikut :

1. Faktor Sakit Hati dan/atau Dendam


Perasaan sakit hati adalah semacam desakan batin yang senantiasa
memerlukan tindakan penyaluran atau pelampiasan. Apabila hal itu terus-
menerus bergejolak di dalam hati dan pikiran seseorang, maka setiap
kesempatan akan dicoba untuk dimanfaatkan guna menyalurkan atau
membalaskan dendamnya.

Berdasarkan wawancara(Dalam repository.umy.ac.id Oleh H Handoko


Tahun 2017), Pada Tanggal 17 Mei 2017 Pukul 10.15, Bapak Wahyudi
selaku KANIT RESKRIM Polres Bantul,52 “Salah satu penyebab
kelompok pelaku aksi klitih yang terjadi di bantul dan menewaskan salah
satu siswa Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah 1 Yogyakarta yang
bernama Adnan Wirawan Ardiyanta oleh 10 orang pelaku dari Sekolah
Menengah Atas Bopkri 2 yang saat ini sudah di proses hukum adalah
dendam yang ditanamkan oleh kakak kelas secara turun temurun karena
kedua sekolah tersebut musuh bebuyutan”.

Berdasarkan Wawancara (Dalam repository.umy.ac.id Oleh H


Handoko Tahun 2017), pada tanggal 23 Mei 2017 pukul 11.15 bersama
Bapak Tumiran selaku Guru BK di SMK PIRI 1 Menerangkan “Penyebab
dendam adalah sebuah perasaan yang lahir dari perasaan benci atau marah,
yang sering kali dipendam secara rahasia. Padahal, tak hanya buruk bagi
kesehatan mental, dendam juga memiliki efek negatif bagi kesehatan fisik”.

6
Pada dasarnya persoalan sakit hati adalah persoalan yang sangat
bersentuhan dengan watak kita masing-masing. Tanpa kita sadari, apabila
kita memiliki sikap watak pendendam, maka dalam kesehariannya,
kapanpun perasaan kita tersakiti, maka secara tidak langsung kita akan
berusaha untuk membalasnya.

Faktor sakit hati atau dendam ini bisa terjadi di mana saja, bahkan
dalam lingkungan keluarga sekalipun.Hal ini tergantung dari watak
seseorang dan hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya.Melihat
kasus tersebut, komunikasi yang baik dan lebih intens mungkin dapat
menjadi solusi dalam faktor ini.

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan kurangnya pengawasan dari orang tua sangat


berperan penting, Dalam Wawancara (Dalam repository.umy.ac.id Oleh H
Handoko Tahun 2017), pada tanggal 19Mei 2017 Pukul 10.30, Bersama
Bapak Nuri Aryanto selaku KASUMNIT RESKRIM Polresta Kota
Yogyakarta, “kurangnya pengawasan dari orang tuamembuat anak - anak
bebas sehingga memberi kesempatan bagi pelaku melncarkan aksinya”.

Hal ini bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua
mereka dengan pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang kepada
anaknya hanya diekspresikan dalam bentuk materi saja.Padahal materi
tidak dapat mengganti dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian
orang tua hal lain juga terjadi karena orangtua bercerai dan hanya tinggal
bersama ibu saja, karena ibu sibuk bekerja anak pun kurang mendapatkan
perhatian.

Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan, perhatian,


pujian, dan kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang tua atau
keluarganya, karena secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki ikatan

7
yang sangat kuat. Pada saat pengakuan, perhatian, dan kasih sayang
tersebut tidak mereka dapatkan di rumah, maka mereka akan mencarinya di
tempat lain.

Salah satu tempat yang paling mudah mereka temukan untuk


mendapatkan pengakuan tersebut adalah di lingkungan teman sebayanya.
Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-anak
yang kurang perhatian tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan
tersebut.

3. Faktor Pengaruh Minuman Keras

Kenyataannya menunjukan bahwa, orang yang sering minum-


minuman keras secara berlebihan akan dapat mempengaruhi syarafberfikir
atau melahirkan suatu kepribadian yang menyimpang, dengan ciri-ciri
sebagai berikut :

 Terlalu mengutamakan dan mementingkan diri sendiri


 Ketergantungan kepada seseorang atau orang lain
 Perasaan yang berlebih-lebihan terhadap kemampuan diri sendiri atau
merasa dirinya jagoan.

Pada dasarnya dengan pengaruh minuman keras, seseorang dapat


melakukan suatu kejahatan tanpa disadari apakah tindakan tersebut benar
atau salah.Yang terjadi adalah pelaku kejahatan tersebut bertindak diluar
pemikiran yang normal atau dalam pengaruh minuman keras.Orang
tersebut menjadi mudah tersinggung dan perhatian terhadap lingkungan
juga terganggu, menekan pusat pengendalian diri sehingga yang
berangkutan menjadi berani dan agresif. Apabila hal ini tidak terkontrol,
akan menimbulkan tindakan-tindakan yang melanggar norma-norma dan

8
sikap moral yang lebih parah lagi, dengan kata lain menimbulkan tindak
pidana atau kriminal.

Berdasarkan hasil Wawancara (Dalam repository.umy.ac.id Oleh H


Handoko Tahun 2017) pada tanggal 19 Mei 2017 Pukul 10.30, Bersama
Bapak Nuri Aryanto selaku KASUMNIT RESKRIM Polresta Kota
Yogyakarta menerangkan kepada penulis “Minuman keras (minuman
beralkohol), selain berpotensi menimbulkan kriminalitas, juga dapat
merusak kesehatan. Kebanyakan pelaku kejahatan adalah mereka yang
meminum minuman keras”.

Penggunaan minuman keras secara berlebihan dan tidak terkendali,


akan menimbulkan berbagai masalah, baik bagi diri sendiri maupun orang
lain atau lingkungan masyarakat sekitarnya, bahkan bisa sampai
mengganggu stabilitas pembangunan daerah.

Pada dasarnya minuman keras sangat mempengaruhi bagi seseorang


untuk melakukan kejahatan, termasuk kejahatan yang dilakukan oleh
pelaku aksi klitih.

4. Minimnya Pendidikan

Menurut Cepi Safruddin Abdul Jabar (2016:1) pendidikan


dipersepsikan sebagai sebuah upaya pendewasaan rohani dan jasmani
individu ataupun kelompok masyarakat, upaya pemindahan tradisi dan
pelestarian dari satu generasi ke generasi lainnya, upaya pembekalan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat, upaya
rekayasa social untuk mengubah peradaban, pendidikan sebagai ukuran
strata social, dan ada pula yang mengidentikkan pendidikan dengan sekolah
dan atau belajar.

9
Tingkat pendidikan yang rendah dalam suatu lingkungan masyarakat,
dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat tersebut yaitu sikap
kurang kreatif sehingga tidak ada atau kurangnya pengendalian diri untuk
melakukan suatu kejahatan, sebaliknya ketersediaan pendidikan yang baik,
memungkinkan tingkah laku jahat tersebut dapat dicegah atau setidaknya
dikendalikan.

Jika kita berbicara mengenai masalah pendidikan, kita akan sampai


kepada tujuan pendidikan yaitu realisasi transformasi nilai-nilai budaya
yang baik dan benar dari generasi ke generasi berikutnya.

Hal yang perlu Penulis kemukakan di sini, bahwa walaupun


pendidikanyang kurang dalam suatu lingkungan masyarakat bisa
memungkinkan timbulnya para pelaku kejahatan, namun tidak secara
mutlak dapat dikatakan bahwa faktor pendidikan ini merupakan penyebab
utama timbulnya kejahatan yang dilakukan oleh pelaku aksi klitih di
Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan Faktor Penyebab Kejahatan penulis menambahkan Faktor


Penyebab Kejahatan yang diakukan oleh pelaku aksi klitih di Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah faktor dari diri sendiri. Walaupun seseorang
bergaul dengan teman sebaya yang banyak hal negatif akan tetapi orang itu
tidak mengikutinya karena karena tidak ada sama sekali keinginan.
Kemudian walaupun seseorang mendapat perhatian lebih dari keluarga, dan
materi juga tercukupi akan tetapi jika orang tersebut memiliki hati yang
kurang baik maka orang itu dapat melakukan kejahatan karena dorongan
keinginan dari diri pribadi.

Selain faktor tersebut diatas, perilaku menyimpang menjadi faktor


utama juga dalam aksi klitih yang terjadi di Yogyakarta.Perilaku
menyimpang merupakan suatu perilaku yang melanggar aturan yang

10
berlaku di dalam masyarakat, sehingga untuk mengarahkan kembali
perilaku individu yang melakukan penyimpangan, masyarakat melakukan
berbagai tindakan yang di sebut dengan pengendalian sosial.Joseph S.
Roucek (Setiadi dan Kolip, 2011: 252) mengartikan pengendalian sosial
sebagai “Proses baik direncanakan maupun tidak direncanakan, yang
bersifat mendidik, mengajak bahkan memaksa warga-warga masyarakat
agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku
“.sementara Bruce J. Cohen (Setiadi dan Kolip, 2011:252) mengemukakan
pengendalian sosial sebagai “Cara-cara yang digunakan untuk mendorong
seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau
masyarakat luas tertentu”. Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pengendalian sosial adalah suatu proses yang
dilakukan oleh masyarakat untuk menertibkan anggota masyarakatnya agar
bertingkahlaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat tersebut.

Dalam proses interaksi antar individu biasanya akan terdapat suatu


fenomena yang tidak biasa, tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku
atau biasa sering disebut dengan perilaku menyimpang. Perilaku
menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dan
nilai yang berlaku dalam masyarakat.Perilaku menyimpang tidak terjadi
begitu saja, melainkan ada hal-hal yang melatarbelakangi individu
melakukan penyimpangan yang di sebut dengan faktor penyebab.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, faktor merupakan “hal
(keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya
sesuatu, sedangkan penyebab atau pendorong adalah hal atau kondisi yang
dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha, atau
produksi”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor
penyebab adalah suatu keadaan yang mendorong dari terjadinya suatu

11
peristiwa atau kejadian.Aksi klitih yang terjadi di Yogyakarta ini terjadi
karena adanya perilaku menyimpang yang dilakukan pelaku.

Penyimpangan (orang yang menyimpang) adalah seseorang yang


memenuhi kriteria definisi itu secara tepat. Dengan demikian
penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu
pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat (Horton
dan Hunt, 1991 :191). Penyimpangan disebabkan oleh adanya gangguan
(disrupsi) pada proses penghayatan dan pengalaman nilai-nilai tersebut
dalam perilaku seseorang. Seseorang biasanya menghayati nilai-nilai dari
beberapa orang yang cocok dengan dirinya.setiap manusia cenderung untuk
tidak patuh pada hukum atau memiliki dorongan untuk melakukan
pelanggaran hukum. Oleh sebab itu perilaku menyimpang adalah
konsekuensi logis dari kegagalan seseorang untuk menaati hukum.

Secara umum dapat dikatakan bahwa yang digolongkan sebagai perilaku


menyimpang ada tiga ketegori (Narwoko dan Suyanto, 2004: 81):
1. Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan
norma-norma sosial yang ada. Misalnya, membolos sekolah, ke sekolah
tidak memakai seragam, merokok di wilayah dilarang merokok.
2. Tindakan yang antisosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan
kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Misalnya, tidak mau
berteman, minum-minuman keras, dan mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.
3. Tindakan-tindakan kriminal, yaitu tindakan yang melanggar aturan-aturan
hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang. Misalnya,
pencurian, perampokan, penganiayaan, dan pembunuhan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan individu atau kelompok
melakukan penyimpangan sosial. Faktor-faktor tersebut antara lain:

12
1. Individu biasanya menghayati nilai-nilai dari beberapa orang yang cocok
dengan dirinya. Bilamana sebagian besar teman menyimpang, maka
individu tersebut kemungkinan besar akan menjadi menyimpang.
2. Adaya imitasi atau meniru perilaku orang lain. Peniruan perilaku ini
banyak dilakukan oleh individu yang masih berusia anak-anak.
3. Masyarakat yang memiliki banyak nilai dan norma, dimana diantara satu
dengan lainnya saling bertentangan. Tidak terdapat seperangkat nilai dan
norma yang dipatuhi secara teguh dan diterima secara luas. Kondisi ini
terjadi pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan dari
masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
4. Anggota masyarakat Indonesia yang mempunyai mental mengambil jalan
pintas. Anggota masyarakat yang ingin cepat memperoleh kedudukan atau
kekayaan dengan cara-cara yang melanggangar norma-norma sosial.
5. Adanya pemberian cap atau label oleh masyarakat terhadap individu atau
kelompok. Pemberian cap atau label ini yang menyebabkan individu atau
kelompok melakukan penyimpangan.
Apabila dilihat dari pelakuanya, perilaku menyimpang tidak hanya
dilakukan secara perseorangan, namun juga dilakukan secara
berkelompok.Penyimpangan yang dilakukan secara berkelompok disebut
dengan subkebudayaan menyimpang. Subkebudayaan adalah sekumpulan
norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan, atau gaya hidup yang berbeda dari
budaya dominan. Asal mula terjadinya subkebudayaan menyimpang karena
ada interaksi diantara sekelompok orang yang mendapatkan cap atau label
menyimpang. Melalui intensitas interaksi terbentuklah perasaan senasib dalam
menghadapi dilema yang sama. Para anggota dari subkebudayaan seperti itu
memiliki perasaan saling pengertian dan memiliki jalan pikiran, nilai dan
norma, serta aturan tingkah laku yang berbeda dengan budaya dominan. Para
anggota subkebudayaan menyimpang biasanya juga mengajarkan kepada
anggota baru tentang berbagai keterampilan untuk melanggar hukum dan

13
menghindari kejaran aparatus kontrol sosial.Mereka juga mengindoktrinasi
suatu keyakinan yang berebeda dari keyakinan yang dianut mayoritas
masyarakat (Narwoko dan Suyanto, 2004: 88).Perilaku menyimpang inilah
yang menyebabkan, para pelaku melakukan aksi klitihnya tidak hanya
perseorangan namun juga dilakukan secara berkelompok.
Kehidupan masyarakat akan berlangsung dengan tertib dan lancar apabila
seluruh anggota masyarakat mentaati norma-norma sosial yang berlaku.
Namun, dalam kenyataan tidak mungkin seluruh anggota masyarakat
berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.Tidak semua anggota
masyarakat selalu mematuhi norma-norma sosial yang berlaku di
masyarakatnya.Ada sebagian anggota masyarakat yang melakukan
pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma sosial, bahkan ada
pelanggaran yang disengaja, baik untuk kepentingan pribadi maupun
kelompok.Untuk mencegah kecenderungan warga masyarakat yang ingin dan
telah melakukan pelanggaran norma-norma sosial, masyarakat perlu
melakukan pengendalian sosial terhadap perilaku individu warganya.
Pada dasarnya ada dua bentuk pengendalian sosial, yaitu pengendalian
sosial secara persuasif dan pengendalian sosial secara koersif.Pengendalian
sosial secara persuasif ditekankan pada usaha mengajak atau membimbing
anggota masyarakat untuk mematuhi norma-norma sosial. Pengendalian sosial
secara koersif menekankan pada cara kekerasan atau ancaman dengan
mempergunakan atau mengandalkan kekuatan fisik. Ada bentuk-bentuk
pengendalian sosial yang selama ini dilakukan oleh masyarakat, seperti
mempergunjingkan, mengolok-olok, mengucilkan, dan menyakiti.Ada juga
masyarakat yang melakukan pengendalian sosial melalui cara-cara kekerasan.

14
2.2 Kondisi Sosial Masyarakat di Yogyakarta Setelah Adanya Fenomena
Klitih
Masih maraknya aksi klitih di wilayah Yogyakarta, membuat sebagian
masyarakat merasa was-was saat hendak pulang malam. Fenomena Klitih
yang sampai saat ini masih terjadi di wilayah Yogyakarta telah mengubah
kondisi di Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana Yogyakarta sebagai kota
yang aman, damai, dan tenteram berubah menjadi kondisi yang darurat klitih
sehingga banyak orang, terutama masyarakat di Yogyakarta takut terhadap
fenomena ini. Mereka tidak mau dirinya bahkan keluarganya menjadi korban
aksi klitih di Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Pergeseran kondisi yang terjadi ini merupakan salah satu perubahan sosial
yang ada di wilayah Yogyakarta semenjak maraknya aksi klitih.Masyarakat
merasa khawatir karena pelaku tidak memperdulikan korban. Korban yang
tidak mengerti apa-apa akan menjadi korban yang sadis bahkan bertaruan
nyawa sekalipun. Aksi ini telah menggeser nilai norma, serta adat istiadat
yang berlaku di masyarakat Yogyakarta.
Dengan maraknnya aksi klitih yang telah memakan banyak korban dan
meresahkan masyarakat Yogyakarta ini, wajar saja jika muncul pertanyaan
apakah tujuan Keisitmewaan Yogyakarta sudah tercapai. Yogyakarta sebagai
Daerah Istimewa harus bebas dari klitih dan aksi kekerasan lain yang
meresahkan masyarakatnya. Salah satu tujuannya: mewujudkan kesejahteraan
dan ketentraman masyarakat. Apabila masih marak aksi klitih yang
meresahkan maka tujuan keistimewaan untuk ketentraman masyarakat belum
tercapai.Keistimewaan Yogyakarta harus menjawab teror klitih yang
meresahkan masyarakat Yogyakarta.Pemda DIY sebagai penyelenggara
pemerintahan dan urusan keistimewaandihimbau agar mampu menciptakan
langkah-langkah strategis untuk mengurangi tindak kekerasan oleh pelajar,
termasuk aksi klitih ( dalam Kumparan.com, Irsad Ade Irawan:2017).

15
Cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kondisi masyarakat
Yogyakarta dalam menghadapi fenomena klitih ini sebagai berikut (dalam
Kumparan.com, Irsad Ade Irawan:2017):

1. Pemerintah Daerah DIY dapat melakukan beberapa hal, di antaranya,


pertama; 'nguri-nguri' (memelihara untuk melestarikan) filosofi dan
kebudayaan Jawa. Salah satunya adalah prinsip kerukunan yang tidak
hanya memuat tatanan kehidupan yang harmonis, namun lebih dari itu
bahwa rukun diartikannya sebagai cara bertindak masyarakat Jawa
untuk tidak mengganggu keselarasan hidup yang sudah ada, dan
menghindari terjadinya konflik.
2. Pemerintah Daerah DIY mengalosikan dana untuk penanggulangan
tindak kekerasan oleh pelajar/remaja. Dana ini misalnya bisa untuk
memberikan insentif kepada warga masyarakat maupun ormas
kepemudaan/keagamaan yang melakukan jagawarga.
3. Perlu diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) tentang pencegahan
kekerasan oleh pelajar. Perda ini diharapkan mampu menjadi payung
hukum bagi segala upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah tindak
kekerasan yang melibatkan remaja/pelajar.
4. Pemerintah Daerah DIY dapat menginisiasi pembentukan forum warga
sampai ke desa-desa di seluruh wilayah DIY.
5. Pemerintah Daerah DIY perlu menggalang dukungan dari kampus-
kampus yang ada di Yogyakarta dan lembaga swadaya masyarakat
yang fokus terhadap isu dan perlindungan anak.

Dengan demikian, pencegahan kekerasan ini juga menumbuhkan sense of


community bahwa pemberantasan klitih merupakan tanggung jawab bersama
semua unsur masyarakat seperti keluarga, rukun tetangga, tokoh masyarakat,
pemuka agama, dan warga yang lain.Jika kekerasan pelajar atau remaja seperti
klitih dan tawuran dapat dikurangi bahkan dihilangkan, maka ketentraman

16
masyarakat Yogyakarta dapat terwujud.Jika masyarakat Yogyakarta merasa
tentram, maka salah satu tujuan Keistimewaan Yogyakarta sudah tercapai.Itu
artinya, fenomena klitih dan pemberatasannya merupakan salah satu alat
untuk mengevaluasi keistimewaan Yogyakarta

Belum lama ini juga terjadi aksi klitih.Tim Gabungan Polda DIY dan
Polres Sleman berhasil menangkap 4 pelaku klitih yang beraksi di 5 lokasi di
Kabupaten Sleman.Dalam salah satu aksinya yang dilakukan pada 29
Desember 2018 yang lalu, para pelaku bahkan melakukan pembacokan
terhadap korbannya.Keempat pelaku tersebut berinisial GO (19), warga Turi
yang merupakan eksekutor, RS (16) warga Condongcatur, AJ (17) Sinduharjo,
Ngaglik dan AWR (17) warga Tepus (dalam jogja.Tribunnews.com).

Selain itu, aksi klitih terjadi pada Rabu (19/12/2018) dini hari di SPBU
Pendowoharjo, Sewon, Bantul.Tak biasa, pelaku klitih kali ini menyerang
karyawan SPBU yang tengah bertugas dini hari itu.Tri Handoko (38),
karyawan yang sempat diserang oleh dua pelaku.modus klitih ini merupakan
pertama kalinya yang tidak terjadi di jalan raya.Ini pertama, modus klitih
pertama, biasanya di jalan raya dan ini masuk. Maka harus dipelajari dulu
modusnya apa, apakah ada dendam sama SPBU, karena tidak ada pola seperti
itu. Fenomena klitih ini, semakin hari semakin mengkhawatirkan karena aksi
ini masih terus terjadi hingga saat ini.

Grup ICJ ( Info Cegatan Jogja ), yang saya juga merupakan salah satu
member dari grup tersebut. Grup ICJ yang mayoritas anggotanya terdiri dari
seluruh masyarakat kota Jogja, yang merupakan penduduk dari segala penjuru
kota ini banyak menginfokan mengenai aksi klitih tersebut. Saya sebagai salah
satu penduduk dan masyarakat Yogyakarta yang ikut diresahkan oleh berita
dan isu tersebut, membuat saya harus lebih waspada ketika ingin berpergian
hingga larut malam.

17
Bayangkan saja, ketika ada keperluan mendesak yang mengharuskan kita
keluar larut malam dan memakai sepeda motor, tapi dibayangi dengan
kekhawatiran akan rasa takut oleh kelompok klitih tersebut yang siap
menerjang kita kapanpun dan dimanapun pada saat kita lengah.Saya sebagai
mahasiswa yang aktif memantau perkembangan informasi terupdate dalam
grup ICJ, melihat dari sekian banyak berita yang ada, kebanyakan pelaku
klitih ini tidak terungkap identitasnya dan tidak pernah jelas kelanjutan
kasusnya.Seperti contoh kasus yang sempat di share di grup ICJ, pada
pertengahan tahun 2017 mengenai aksi klitih yang menimpa pemuda berusia
20 tahun di Bantul tewas, dikarenakan dilempar batako oleh orang tak dikenal
yang terjadi pada dini hari itu juga tidak terungkap siapa identitas pelukanya.
Itu adalah salah satu contoh kasus yang terjadi, dari sekian banyak kasus yang
ada akhir–akhir ini.

Menurut saya sebagai warga Yogyakarta, kasus seperti ini harus tetap
dituntaskan hingga membuat efek jera terhadap pelakunya. Jika tidak
diungkap dan tidak ditindak tegas hal – hal kriminal ini akan terus berlanjut,
dan membuat para pelakunya merasa “aman” dan leluasa melakukan tindak
kejahatanya.Sudah saatnya aparat Kepolisian bertindak lebih serius dalam
memberantas perilaku kriminal yang meresahkan ini.Pelaku tetap harus
diberikan shock terapi bahkan bahkan jika perlu tembak ditempat karena
selama ini pelaku tak jera bahkan semakin merajalela dan sudah menjadi
rahasia umum bagi kita masyarakat Yogyakarta.Pelaku tersebut setelah
ditangkap dan ditahan beberapa hari dan dilepaskan lagi dengan alasan masih
di bawah umur atau kalaupun disidangkan hukuman yang diberikan juga
dirasa ringan. Saya sebagai masyarakat Yogyakarta yang peduli, tentunya
berharap kembalinya rasa nyaman, tentram, dan damai yang dirindukan oleh
seluruh penduduk kota Yogyakarta dan wisatawan. Mudah–mudahan
fenomena klitih ini segera dapat diberantas dan diatasi.

18
2.3 Teori Sosial dalam Memecahkan Fenomena Klitih di Yogyakarta
Menurut Nasiwan (2016:2) perkembangan Ilmu-ilmu sosial di Asia
termasuk di dalamnya di Indonesia dalam waktu yang lama berada dalam
pengaruh, dominasi serta mengadopsi ilmu-ilmu sosial yang berkembang di
Eropa atau Amerika. Kondisi perkembangan Ilmu Sosial yang demikian telah
mengundang beberapa intelektual di Asia dan juga Indonesia, untuk
mempertanyakan sekaligus mencari jalan keluar, kondisi perkembangan ilmu
Sosial yang memprihatinkan dari suatu kondisi ketidakberdayaan-
ketergantungan (captive mind) dengan ilmu-ilmu sosial Barat.

Solusi yang dapat ditawarkan untuk menghadapi kondisi tersebut ialah


pentingnya ikhtiar untuk membangun suatu diskursus alternatif Ilmu-ilmu
sosial di luar arus besar diskursus ilmu-ilmu sosial Barat.Dari diskursus
alternatif inilah kemudian muncul berbagai gagasan kritis tentang pentingnya
melakukan indigenisasi Ilmu-ilmu sosial, salah satunya, muncul gagasan
pentingnya Ilmu Sosial Profetik (ISP).

Diskusi tentang pentingnya membangun suatu diskursus alternatif ilmu-


ilmu sosial di Indonesia, memiliki makna strategis bagi perkembangan ilmu-
ilmu sosial di Indonesia. Hal tersebut sangatlah mendesak untuk dilakukan
oleh para ilmuwan Indonesia dikarenakan adanya kenyataan bahwa
perkembangan ilmu–ilmu sosial di Indonesia setelah sekian abad berjalan
masih memiliki ketergantungan akademis yang sangat tinggi dengan ilmu-
ilmu sosial di Eropa atau Barat. Melalui ikhtiar untuk melahirkan diskursus
alternatif dimungkinkan adanya langkah yang lebih elaboratif untuk
melakukan Indigenisasi ilmu-ilmu sosial di berbagai bidang keilmuan(
Nasiwan, 2016:3).

Menurut Nasiwan (2016:7) ilmu sosial di Indonesia terkesan juga lebih


condong pada pemikiran Barat. Ketidaktepatan teori yang ada di Barat untuk

19
membaca realita dan fenomena yang ada di Indonesia turut andil dalam
menambah ketidakmampuan untuk menyelesaikan suatu masalah.Akademisi
di Indonesia terkesan hanya mengambil tanpa melihat apakah teori yang
diambil pas untuk diterapkan di Indonesia. Sehingga tidak mengherankan
apabila selama ini banyak permasalahan yang mendera negara-negara di Asia
tidak mampu dientaskan secara tuntas, bukan karena ketidak mampuan ahli
dan akademisi di negara asia, tetapi lebih pada kesalahan pembacaan masalah
akibat ketidaktepatan alat analisis yang dalam hal ini berupa teori. Ironisnya
pemilihan topik riset dan prioritas wilayah riset pun mendapat arahan dari
lembaga-lembaga ilmu sosial Barat.

Persoalan pelik dalam perkembangan ilmu sosial di Indonesia dimulai


dari ketidakmampuan dan ketidakpercayaan ilmuwan, akademisi terhadap
pemikiran orisinal yang bersumber dari masyarakat.Ketidakpercayaan ini
menjadi penyakit yang menggerogoti ilmuwan, karena tanpa sadar memaksa
peneliti untuk menggunakan, menduplikasi teori-teori Barat yang dianggap
sebagai pusatnya ilmu.

Teori sosial dibutuhkan Indonesia dalam memecahkan permasalahan


sosial yang terjadi.Pemikiran dari ahli Indonesia sendiri yang dibutuhkan
Indonesia dalam memerangi masalah sosial ini.Banyak fenomena sosial yang
membutuhkan pemikiran-pemikiran dari ahli Indonesia, agar sesuai dengan
budaya yang terjadi dan relevan terhadap permasalahan yang ada.Hal ini,
menuntut para pemikir asli Indonesia untuk mengembangkan pemikirannya
sehingga sesuai dengan budaya dan masalah yang ada di Indonesia.Karena,
teori-teori dari barat tidak relevan jika digunakan untuk Indonesia.

Pada dasarnya manusia pasti mengalami berbagai perubahan dalam


kehidupannya.Tidak ada satupun individu dalam masyarakat yang tidak
mengalami perubahan.Karena sejatinya kehidupan manusia merupakan proses

20
hidup yang mengalami tahap demi tahap untuk menyempurnakan dan
memenuhi kebutuhan hidupnya, maka manusia dalam proses hidupnya pasti
mengalami berbagai perubahan.Perubahan-perubahan yang terjadi di
kehidupan manusia ada dalam berbagai bidang seperti, bidang sosial, bidang
politik, bidang ekonomi, maupun perubahan dalam kebudayaan.

Perubahan dalam bidang sosial di masyarakat sering disebut dengan


perubahan sosial.Perubahan sosial ini terjadi pada seluruh lapisan masyarakat
tanpa terkecuali.Perubahan sosial yang terjadi dalam lingkungan masyarakat
ini terjadi dikarenakan berbagai faktor, serta perubahan sosial tersebut dapat
menuju kearah perubahan positif maupun negatif.Perubahan sosial positif
dapat bermanfaat dalam kehidupan manusia sehingga banyak masyarakat
yang mengharapkan adanya perubahan sosial tersebut.Sedangkan perubahan
sosial negatif membawa dampak yang merugikan manusia dalam berbagai
bidang kehidupannya.

Yang terjadi di Indonesia saat ini, telah banyak mengarah pada perubahan
sosial yang negatif.Masalah ini dapat menjadi sumber permasalahan yang
membawa dampak besar terhadap negara Indonesia. Maka, saat ini negara
Indonesia perlu adanya suatu solusi, strategi ataupun teori untuk menangani
masalah ini. Tetapi kenyataannya negara Indonesia saat ini masih banyak
mengadopsi teori-teori dari Barat, maka dalam memecahkan suatu masalah
sosial yang terjadi di Indonesia tidak dapat teratasi secara baik, karena
ketidaksesuaian teori-teori Barat dengan masalah yang ada di negara
Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan teori ataupun pemikiran dari ilmuwan
Indonesia yang mengetahui dan sesuai dengan masalah negara
Indonesia.Karena pada hakikatnya mereka lebih mengerti karakteristik negara
Indonesia sehingga mudah untuk mencetuskan teori atau pemikiran sebagai
upaya untuk menyelesaikan atau menjawab permasalahan yang terjadi di
Indonesia, khususnya permasalahan perubahan sosial.

21
Aksi klitih yang terjadi di Yogyakarta ini merupakan dampak negatif dari
adanya perubahan sosial yang terjadi di Indonesia.Karena perubahan sosial
yang terjadi di Indonesia pasti membawa dampak negative maupun
positif.Fenomena klitih yang terjadi di Indonesia ini sesuai dengan Teori
Modern Perubahan Sosial.Menurut Beni Ahmad (2016:90) pada umumnya
penganut teori modern perubahan sosial melihat perubahan sosial di Negara-
Negara berkembang secara linear yaitu bergerak dari tradisisonal ke
modernitas. Teori ini berpandangan bahwa Negara- Negara terbelakang akan
meniru Negara-negara maju. Dengan meniru Negara maju, Negara
terbelakang akan menjadi negara berkembang melalui proses modernisasi.

Salah satu bentuk nyata dari perubahan sosial adalah modernisasi yaitu
perubahan sosial budaya yang terarah yang didasarkan pada suatu
perencanaan. Modernisasi merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi
masyarakat, karena proses tersebut mencakup bidang-bidang yang sangat luas
yang menyangkut proses disorganisasi, masalah-masalah sosial, konflik antar
kelompok, hambatan-hambatan terhadap perubahan, dan lain sebagainya.

Modernisasi dalam ilmu sosial merujuk pada sebuah bentuk transformasi


dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih
baik dengan harapan akan tercapai kehidupan yang lebih maju, berkembang,
dan makmur. Modernisasi tidak sekedar menyangkut aspek yang meteriil saja,
melainkan juga aspek immaterial seperti pola pikir, tingkah laku, dan lain
sebagainya.Modernisasi ini berdampak pada tingkah laku sesorang.

Teori perubahan sosial yang dapat mengkaji Fenomena Klitih yang ada di
Daerah Istimewa Yogyakarta ini.Dalam konsep pemikiran Selo Sumardjan,
perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
masyarakat yang mempengaruhi system sosial, sikap, dan pola tingkah laku
antar kelompok dalam masyarakat(Nasiwan,2016:182). Menurut Jacobus

22
R.(2015:7) pengertian perubahan sosial adalah proses di mana terjadi
perubahan struktur masyarakat yang selalu berjalan sejajar dengan perubahan
kebudayaan dan fungsi suatu sistem sosial. Berdasarkan hal tersebut dapat
diketahui bahwa antara perubahan sosial dengan perubahan budaya berjalan
beriringan dan akan saling mempengaruhi. Suatu perubahan sosial akan
diikuti oleh perubahan budaya serta perubahan budaya diikuti pula adanya
perubahan sosial.

Menurut Soejono Soekanto (1983 : 27) terdapat kondisi yang dapat


mendorong terjadinya perubahan. Kondisi tersebut berupa pertumbuhan
pengetahuan serta konflik sosial yang menjadi salah satu faktor penting dalam
perubahan-perubahan sosial mutakhir. Sebagai salah satu faktor terjadinya
perubahan sosial, maka konflik sosial dapat ditelaah dari berbagai aspek,
sebagai berikut :

1. Konflik antar golongan dapat mendorong terjadinya perubahan dan


penemuan-penemuan baru,
2. Secara historis, konflik antar masyarakat berperan penting dalam
pembentukan unit sosial yang lebih besar dan lebih luas, memperkuat
sistem stratifikasi sosial, serta memperluas difusi penemuan baru dalam
berbagai bidang sosial budaya,
3. Adanya kemungkinan terjadinya konflik antar generasi.
Fenomena Klitih yang terjadi di Yogyakarta merupakan salah satu konflik
sosial yang terjadi karena adanya perubahan sosial yang terjadi saat ini.
Perubahan sosial yang digagas oleh Selo Sumardjan yang bersumber dari
adanya perubahan soaial di Yogyakarta memunculkan konsep dalil-dalil
umum yang merupakan karakteristik perubahan sosial (Sumardjan melalui
Nasiwan, 2016 : 183-185), sebagai berikut :
1. Apabila ada rangsangan yang cukup kuat untuk mengatasi hambatan-
hambatan yang merintangi tahap permulaan proses perubahan, maka

23
hasrat kan perubahan sosial bisa berubah menjadi tindakan untuk
mengubah.
2. Orang-orang yang mengalami tekanan kuat dari luar cenderung
mengalihkan agresi balasan mereka dari sumber tekanan yang
sebenarnya ke sasaran-sasaran materiil yang ada sangkut pautnya
dengan sumber tersebut.
3. Rakyat yang tertekan oleh kekuatan luar cenderung untuk bekerjasama
dengan kekuatan luar, tetapi hanya untuk mempertahankan
ketentraman jiwa mereka
4. Orang-orang yang tertekan cenderung untuk menjadi lebih agresif. Hal
ini disebabkan karena mereka semakinmenyadari adanya kesenjangan
antara keadaan hidup yang sekarang dengan keadaan yang mereka
inginkan.
5. Proses perubahan sosisal di kalangan para pelopor-pelopornya bermula
dari pemikiran pada sesuatu eksternal. Pada kalangan masyarakat
lainnya, proses tersebut berlangsung dari hal yang ada diluar kepada
sesuatu yang bersifat kelembagaan.
6. Harta kekayaan yang diinginkan akan tetapi tidak dapat diperoleh lagi
dikarenakan kesempatan tersebut telah tertutup oleh kekuatan-
kekuatan luar sehingga telah hilang nilai sosialnya oleh rasionalisasi.
Dalam hal yang ekstrim harta kekayaan tersebut tidak akan dihargai
lagi.
7. Rakyat menolak perubahan karena berbagai alasan, diantaranya yaitu :
-Mereka tidak memahaminya
-Perubahan tersebut bertentangan dengan nilai serta norma yang ada
-Para anggota masyarakat yang berkepentingan dengan keadaan yang
ada cukup kuat menolah perubahan
-Resiko yang terkandung dalam perubahan itu lebih besar dari pada
jaminan sosial dan ekonomi yang bisa diusahakan

24
-Pelopor perubahan ditolak
8. Perubahan yang tidak merata pada berbagai sektor kebudayaan
masyarakat cenderung menimbulkan ketegangan-ketegangan yang
mengganggu keseimbingan sosial.
9. Dalam proses perubahan sosial, kebiasaan-kebiasaan lama
dipertahankan dan diterapkan pada inovasi sehingga tiba saatnya
kebiasaan baru yang lebih menguntungkan menggantikan yang lama.
10. Kalau rakyat terus menerus tidak diberi kesempatan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan sosialnya, mereka cenderung beralih
merenungkan hal bukan keduniawian untuk mendapatkan ketentraman
jiwa. Dalam hal sebaliknya, mereka cenderung beralih merenungkan
hal bukan keduniaan untuk mendapatkan ketentraman jiwa. Dalam hal
sebaliknya, mereka cenderung untuk menjadi lebih sekuler dalam
sistem kepercayaannya.
11. Suatu perubahan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pelopor
yang berlawanan dengan kepentingan-kepentingan pribadi cenderung
untuk berhasil.
12. Perubahan yang dimulai dengan pertukaran pikiran secara bebas
diantara para warga masyarakat yang terlibat, cenderung mencapai
sukses yang lebih lama daripada perubahan yang dipaksakan dengan
dekrit mereka.
13. Perubahan dari sistem kelas tertutup ke kelas terbuka akan disertai
dengan perubahan dari sistem komunikasi vertikal satu arah ke arah
sistem komunikasi vertikal dua arah.
14. Perubahan dari sistem kelas tertutup ke kelas terbuka cenderung untuk
mengalihkan orientasi rakyat dari tradisi. Maka, mereka menjadi lebih
mudah menerima perubahan-perubahan yang lainnya.
15. Semakin lama dan semakin berat penderitaan yang telah dialami oleh
rakyat karena berbagai ketegangan psikologis dan frustasi, maka

25
semakin tersebar luas dan cepat kecenderungan perubahan yang akan
menuju kelegaan.

Teori perubahan sosial yang digagas oleh Selo Sumardjan menjadi


jawaban atas fenomena klitih yang saat ini telah mengubah kondisi sosial
masyarakat di Yogyakarta.Bahwa perubahan yang tidak merata pada berbagai
sektor kebudayaan masyarakat cenderung menimbulkan ketegangan-
ketegangan yang mengganggu keseimbingan sosial.Hal ini karena aksi klitih
timbul karena banyak faktor salah satunya yaitu modernisasi yang tidak dapat
diterima dengan baik. Pemikiran-pemikiran yang mulai merosot, nilai dan
norma yang seharuisnya menjadi kepribadian suatu bangsa sudah mulai
memudar digantikan dengan kebebasan. Perilaku generasi muda yang hanya
memikirkan kepuasaan diri semata.Sehingga ilmu sosial yang ada di
Indonesia harus mampu memecahkan fenomena klitih ini melalui Teori
Perubahan Sosial dengan pemikiran Selo Sumardjan.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Permasalahan sosial yang saat ini menjadi kekhawatiran masyarakat di


Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Fenomena Klitih.Fenomena klitih ini
merupakan bentuk anarkisme remaja yang sekarang sedang marak di
Yogyakarta.Klitih identik dengan segerombolan para remaja yang ingin
melukai atau melumpuhkan lawannya dengan kekerasan.Tidak hanya lawan
atau orang yang dikenalnya, tetapi orang yang tidak dikenalnya juga.
Ironisnya, klitih juga sering melukai lawannya dengan benda-benda tajam
seperti: pisau, gir, pedang samurai, gas air mata, dan senjata tajam atau api
lainnya. Klitih ini biasanya dilakukan malam hari di jalan-jalan yang sepi
pengendara.

Faktor penyebab klitih di Yogyakarta yaitu faktor sakit hati atau dendam,
faktor lingkungan, pengaruh minuman keras, dan minimnya pendidikan.
Faktor tersebut dilandasi dengan adanya perilaku menyimpang yang
dilakukan oleh pelaku aksi klitih.

Maraknya aksi klitih ini membuat masyarakat Yogyakarta merasa resah


dan was-was apabila mereka menjadi korban klitih. Bahkan, Yogyakarta
sebagai dari Istimewa sudah mulai darurat klitih yang mana Yogyakarta
sebagai kota yang aman, damai, tenteram berubah menjadi kota dengan
kondisi yang meresahkan. Untuk menjawab permasalahan sosial ini yaitu
Fenomena Klitih, teori sosial yang dapat digunakan adalah Teori Perubahan
Sosial yang digagas oleh Selo Sumardjan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jabar, Cepi Safruddin,Dkk. 2016. Manajemen Pendidikan.Yogyakarta:


UnyPress.

Ahmad Saebani, Beni. 2016. Perspektif Perubahan Sosial. Bandung: Pustaka Setia.

Bagong, Suyanto dan Dwi Narwoko. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.

Jakarta: Kencana Media Group.

Horton, B.P. dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi. Diterjemahkan oleh Drs.
Aminudin Ram,M. Ed dan Dra. Tita Sobari. Jakarta: Erlangga.

Kartono. 1999. Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nasiwan.2014. Filsafat Ilmu Sosial. Yogyakarta: Primaprint.

Nasiwan danSri Wahyuni, Yuyun.2016. Seri Teori-Teori Sosial


Indonesia.Yogyakarta: Unypress.

R.Soesilo, 1985, Kriminologi (Pengetahuan tentang sebab-sebab kejahatan), Bogor:


Politea

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana

Preneda Media Group .

Soerjono, Soekanto. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.


Topo Santoso & Eva Achjani Z., 2013, Kriminologi, Jakarta: Rajawali Pers.

Al-AdYaN/Vol.X, N0.1/Januari-Juni/2015

H Handoko. 2017. repository.umy.ac.id

https://kumparan.com/erucakra-garuda-nusantara/jogja-istimewa-dan-fenomena-klitih

http://jogja.tribunnews.com/2019/01/04/lakukan-aksi-klitih-lima-kali

28
LAMPIRAN

Gambar 1.1 Konsep Makalah

29

Anda mungkin juga menyukai