ketika berbalut amarah, bahkan tetap sama saat kau telah beranjak meninggalkanku. Hingga kini,
setelah hari-hari berlalu menyisakan sepi, menumbuhkan rindu menusuk dada, bangkitkan
kenangan. Aku tetaplah orang yang sama, tak berubah sedikitpun.
Aku menemukan Kean kembali di kota ini, kota baru yang jauh dari hiruk-pikuk masa lalu. Kurasa
sudah cukup kami membiarkan waktu berganti wajah. Yang jelas sekarang ia berada disampingku,
mengisi sepi seiring rindu-rindu bermekaran. Mengenai bagaimana kami bertemu tentu bukan hal
yang disengaja. Aku mempercayainya sebagai jodoh.
“Jika kau tak ingin sekarang maka tak apa. Tapi aku adalah orang yang selalu menunggu waktu
mengizinkan aku membawamu. Meski dimasadepan sekalipun saat kita sudah saling tua atau
bahkan saat mataku tak mampu lagi menangkap simpul senyummu, dalam do’a-do’a aku akan
selalu bersamamu meski tak ada sepercik harapanpun yang tersisa”
Setelah ini, ia melangkah membelakangiku, mengubur janji dan pergi dalam luka.
Di sisi lain sudut kehidupan seorang terpaku menghadap sekumpulan tamu berwajah cemas,
menunggu pengantin tak kunjung datang. Jas hitam gagahnya bak lusuh akan perasaan yang
melanda saat itu. betapa ia berdo’a agar hal ini tak pernah terjadi. Bahkan dalam mimpi, Kean
hanya ingin bersama Dara. bukan Lea atau wanita lain. Namun manusia tak berdaya banyak, ibu
Kean memaksanya agar menikah dengan Lea.
Pagi ini ia menangkap wajah sumbringah bermekaran senyum dari wanita tua itu, berjarak duduk
tak jauh darinya. Kean mencoba membalas senyum yang harus ia usahakan sekuat tenanga. Di
sudut lain ada orangtua Lea yang menanti cemas anak mereka. Kean dan Lea adalah sahabat
sejak kecil, satu-satunya hal yang membuat mereka jadi canggung tak selayaknya teman adalah
perjodohan ini.
Kean kembali menyeret bola matanya, susuri setiap wajah yang berbisik-bisik. Sudah sekian lama
menunggu, namun Lea tak kunjung datang. Hal yang melegakan Kean, setidaknya ia punya waktu
lebih untuk menyadarakan diri bahwa ini nyata.
Ia terbangun dari posisi duduknya secepat kilat, menyaksikan ibunya tercengap-cengap mengutip
nafas dengan keadaan setengah tertidur. Banyak orang menampung tubuh wanita itu hingga
memasuki ruang ICU dan berujung kabar tak terkira. Lea, ia pergi dihari pernikahan mereka
bersama kekasihnya, menjadi hal yang telah merenggut hidup wanita yang kini pucat kaku di
hadapan Kean. Ia menatap kosong sekujur tubuh tak bergerak itu, berharap dapat menukar
kenyataan ini dengan segala hal yang ia punya.
“Aku tak ingin kehilangan lagi, Dara. cukuplah kau saja yang menjadi duniaku. Aku tak akan
menukarnya dengan apapun lagi”
Sekumpulan rerintik menumpuk dirinya di kelopak mataku. Aku juga tak ingin melewati hari
tampanya lagi. biarlah yang sudah lalu menjadi keeping using hiasan waktu saja. lalu kami
kembali merajut mimpi-mimpi yang dulu terbengkalai bak ruangan kosong hampa ditinggal
penghuninya.
“Akankah kau ingin menjadi rumahku, Dara? tempat paling nyaman dalam tujuan setiap
langkahku. Menjadi halal bagiku…”
Tak ada kata yang mampu lolos dari mulutku sedari tadi, setelah menyeka airmata ia berlutut
antara dingin angin dan kepak burung-burung sore itu. Aku menatap lekat bola matanya, bundar
yang selalu kucari dalam sendu.
Cerpen Pangkuan Masa merupakan cerita pendek karangan Suci Ariani, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.