Sorot matamu tulus, bagai pujangga merindukan rembulan di sela langit malam berbintang.
Ternyata gelombang kita tak satu frekuensi.
Aku jadi saksi betapa dekat dan serasi kehadiran kalian. Aku merasakan jiwaku terbakar, bukan
oleh api yang sama seperti biasa aku menatapmu. Seperti suatu siang yang membara, semasa
mentari membakar ubun-ubun. Konyol, aku memandang kalian, tersakiti, namun enggan
berpaling.
Hari ini hari ulang tahunmu, 16 Oktober. Aku menangis di bantalku lagi. Entah sembilu mana lagi
yang keji menyayat rasa hatiku. Di luar, malam meneteskan juga air kesedihannya. Dinginnya
hawa menyelimutiku dalam deru rintik hujan.
Itu hadiah biasa. Kemeja sederhana elegan putih sesuai kesukaanmu. Wajahmu tampak sangat
senang menerimanya. Senyum itu, yang biasa membakar jiwaku, tersungging bangga. Tentu saja.
Aku urung menyerahkan kue lapis buatan tanganku. Aku ragu rasanya akan kau suka. Daripada
aku merusak suasana, aku pergi ke sudut kolam ikan dan melempari kue lapis ke tengah riak air.
Hari ini hujan turun deras. Payung, aku punya sebenarnya. Tapi bocah-bocah nakal itu
menyembunyikannya di suatu tempat. Tentu aku tak tahu di mana. Ah, bagaimana aku pulang?
Tiba-tiba saja.
“Eh, jangan hujan-hujanan. Nanti kamu sakit!” serumu menahannya.
“Nggak papa. Cuma sampai depan kok. Nanti aku langsung naik angkot,” jawabnya cepat.
“Nih, aku bawa payung, kok,” katamu sambil menyodorkan sebentuk payung.
“Lha? Nanti kamu pulangnya gimana?” tanyanya khawatir.
“Maksudku, ayo bareng sampai depan,” katamu seraya menggandengnya ke gerbang depan.
Punggung kalian semakin menjauh. Namun, aku masih bisa mendengar tawa kalian di sela rintik
hujan. Aku menatap langit. Kelabu dan dingin.
Hari ini ulang tahunku, 22 Mei. Aku menangis di bantalku lagi. Kembali sembilu, entah yang mana
lagi, menyayat rasa hatiku. Di luar, langit tidak menangis untukku. Jangkrik pun sepertinya tak
tega untuk berdendang. Hanya sunyi dan udara dingin yang menusukku.
Cintaku tulus, ibarat siklus air yang tidak tahu mengawali di mana dan tak akan kenal akhir cerita.
Jika kata orang cinta itu indah, mengapa harus sesakit ini?
Harusnya hari ini aku berpesta, merayakan tujuh berlas tahun peziarahanku di dunia. Tapi ini?
Pesta macam mana ini? Pesta merayakan berbulan keakrabanmu dengan dia?