Anda di halaman 1dari 2

Meskipun hujan tadi siang sudah reda dan jalan-jalan juga sudah tidak basah lagi, tapi udara

dinginnya masih tertinggal sampai malam. Sayangnya udara di luar sangat berbeda dengan
kontrakan tempat Agus dan kawan-kawannya tinggal. Bahkan salah satu kawan Agus, Badru yang
badannya gemuk sampai membuka baju.

“Jok, kipas anginnya diputer dong” Agus memanggil Joko sekaligus memerintah untuk memencet
tombol di atas kipas.
“Awaku juga gerak, mau menang sendiri aja kamu” protes Agus.

Kaki joko yang tadinya lurus dari tumit sampai paha menyentuh ubin langsung berubah posisi.
Untuk kali ini sebentar hanya jari dan dengkul saja yang menyentuh ubin, tangannya menggapai
atas kipas angin untuk menekan plastik di belakang jaring-jaring.

Di kontrakan petak ini kipas angin merupakan barang istimewa yang paling mahal setelah televisi,
walaupun hanya barang buatan Tiongkok dan bukan merk terkenal tapi mereka patungan untuk
membelinya.

“tek!” bunyi plastik yang sudah ditekan Joko, dan kipas angin mulai berputar dari selatan ke utara
lalu kembali lagi ke selatan terus menerus. Kipas angin sudah berputar Joko kembali lagi ke
posisinya dan hanyut menonton televisi lagi.

“ihh, banyak banget yang demo” respon Agus yang kaget ketika melihat layar televisi
menayangkan masa aksi Mogok Nasional .
“Ada dua juta buruh gus sejabodetabek yang ikut Mogok Nasional” kata Joko yang sejak tadi fokus
menonton televisi.
“dasar wong edan, bukan bersyukur sudah ada pekerjaan malah demo nuntut gaji naik. Coba
kalau pengusahanya tutup pabrik. bisa ngangur tuh semua!!” celetuk supri yang kelihatan jengkel
dengan aksi para buruh.

Tiba-tiba dari pojok mulai terdengar suara Badru, ikut nimbrung dalam diskusi “Sup, temanku ada
yang kerja di pabrik tapi gajinya dibawah kita, cuma satu juta perbulan, makan setiap hari paket
8000”
“Yah, kalo gaji kecil memang sudah seharusnya hemat.” Supri merespon cerita Badru.
“Sup, itu sih bukannya hemat karena ingin berhemat, tapi memang dipaksa hemat sama
keadaaan.” kata Badru sedikit membentak.
“mungkin karena perusahaan tempat kerja teman kamu pemasukannya kecil, jadi cuma bisa
ngegaji segitu. Nanti kalau omsetnya besar juga bakal naikin gaji pekerjanya.” Joko mencoba
menjelaskan alasan paling rasional kenapa gaji kecil.

Mendengar penjelasan Supri, Badru mengangkat kepalanya ke atas sambil mengusap-usap dagu.
“Iya juga yah sup” Badru mengamini. “waktu di Angke gaji kita kecil tapi pas si Ronald, bos kita
bisa tambah cabang di Serpong gaji kita dinaikin ”
Joko kemudian berkata dengan keras mengalahkan suara televisi “Makanya kerja yang rajin, bos
juga ga buta, Jangan demo terus apalagi sampai mogok, bodoh!.”
Ia kemudian membakar rokok dan berkata membentak namun dengan suara yang lebih pelan tapi
“Kalau pekerjanya mogok apa yang mau diproduksi? terus dapat uang dari mana?”

Agus yang sejak tadi diam akhirnya bersuara sekaligus memotong perkataan Supri
“yang bodoh itu kamu sup, kamu kejebak!!” ujarnya dengan membentak “Si Ronald memang
sudah sepantasnya menaikan gaji kita. 3 tahun setelah kita bekerja di Angke baru dinaikin dua
ratus ribu. Asal kamu tahu gaji kita sekarang saja masih seratus ribu dibawah UMK Tangerang.”
Setelah Agus bersuara melawan argumen Supri suasana kontrakan menjadi senyap, semua diam
hanya ada kipas angin yang masih mengeluarkan suara.

“Sup, bbm sudah naik otomatis harga-harga yang lain ikut naik, wajar saja kalau gaji kita naik”
Agus yang lulusan STM mulai bicara seperti layaknya ahli ekonomi.

Supri, Joko dan badru hanya bisa diam mendengarkan omongan-omongan Agus.
“Sekarang bandingkan antara kita dengan si Ronald, lima tahun buka usaha sudah bisa beli mesin
second dan cicil ruko, apa kerja si Ronal?” lanjut Agus seolah mengajak manusia-manusia pengisi
kontrakan berukuran empat kali tiga untuk berpikir. “Cuma telepon teman-temannya diajak jadi
klien, lihatin orang-orang di jalanan masuk ke ruko untuk ngeprint dan nonton kita yang lagi kerja.
Kalau ada order kita-kita saja yang ngerjain.”

Supri langsung memalingkan wajahnya ke arah Agus, dia kesal, ingin membantah argumen Agus
tapi bingung mau berkata apa. Dia mulai berpikir keras dan akhirnya menemukan satu jawaban
“terserahmu lah, mau ngomong apa, menurutku dia wajar saja kaya wong yang punya
perusahaan” gerutu Supri sambil mematikan rokok di asbak di samping kasur kemudian terbaring
untuk segera tidur.

Malam semakin larut, empat penghuni kontrakan telah berada di posisi biasa mereka tidur, seperti
pemain sepakbola professional mereka tidak perlu lagi diatur dimana posisi mereka seharusnya
berada, karena telah paham. Satu kasur empat orang, kasur diposisi portrait tapi mereka posisi
landscape, hanya kepala sampai pinggang yang menyentuh kasur sisanya tergeletak di atas ubin,
berjejer seperti ikan di pelelangan.

Ketika semua sudah tidur lelap dan bergentayangan di alam mimpi, Agus masih belum
memejamkan matanya, tidak bisa tidur. Memikirkan diskusi pepesan kosong barusan.

“Kami dipaksa hemat bukan karena ingin hemat, tapi keadaan memaksa kita untuk hemat.” ujar
Agus dalam hati, “Benar juga apa kata Supri wajar Ronald kaya, karena dia yang punya
perusahaan.”

Sambil memejamkan mata, Agus teringat pepatah kuno bahwa hemat adalah Pangkal Kaya, dan
pepatah itu sudah tidak relevan lagi saat ini “Sekarang bukan hemat tapi punya modal pangkal
kaya.” ucap hatinya

Agus membayangkan bagaimana kerjaan Ronald, bosnya, sehari-hari yang tidak harus lelah kerja
hanya menonton karyawannya kerja dan atur ini itu kemudian uang datang.

“Pekerjanya dipaksa mati-matian bekerja agar perusahaan tetap untung dan mereka tetap dapat
gaji. Bahkan biaya satu anak sekolahnya masih lebih besar daripada biaya pekerja yang mati-
matian menghidupi keluarga si pemilik perusahaan,” ujarnya dengan suara sangat kecil.

Kemudian dia teringat pada anak Ronald yang kadang-kadang pulang sekolah dengan wajah dan
senyum ceria penuh tawa, diantar ibunya datang ke ruko tempat dia dan kawan-kawannya bekerja
untuk bercanda gurau bermain bersama ayahnya. Agus jadi kepikiran, bagaimana nanti jika dia
memiliki anak dan membandingkan masa depan anaknya dengan anak majikannya.

Dia yakin nanti ketika besar anak Ronald yang sekarang belajar di sekolah mahal ketika sudah
lulus kuliah jadi pemilik perusahaan disokong oleh modal ayahnya sama seperti Ronald yang dulu
lulus kuliah langsung buka usaha disokong ayahnya.

“Keturunan pengusaha terus menerus jadi pengusaha. Lalu nanti nasib anakku Paling sama seperti
bapaknya, lulus sekolah jadi kuli,” ucap terakhirnya dalam hati pada malam ini, kemudian dia
menyusul kawan-kawannya ke alam mimpi.

Anda mungkin juga menyukai

  • Cerita Pendek - Tetangga Sebelah
    Cerita Pendek - Tetangga Sebelah
    Dokumen3 halaman
    Cerita Pendek - Tetangga Sebelah
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 2
    Uplo 2
    Dokumen1 halaman
    Uplo 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 5
    Uplo 5
    Dokumen2 halaman
    Uplo 5
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 2
    Uplo 2
    Dokumen6 halaman
    Uplo 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Cerpen
    Cerpen
    Dokumen1 halaman
    Cerpen
    rosa
    Belum ada peringkat
  • Uplo 1
    Uplo 1
    Dokumen1 halaman
    Uplo 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 3
    Uplo 3
    Dokumen2 halaman
    Uplo 3
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 1
    Uplo 1
    Dokumen3 halaman
    Uplo 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 2
    Uplo 2
    Dokumen4 halaman
    Uplo 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 1
    Uplo 1
    Dokumen3 halaman
    Uplo 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 2
    Uplo 2
    Dokumen4 halaman
    Uplo 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 8
    Uplo 8
    Dokumen1 halaman
    Uplo 8
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 3
    Uplo 3
    Dokumen2 halaman
    Uplo 3
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 7
    Uplo 7
    Dokumen1 halaman
    Uplo 7
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 6
    Uplo 6
    Dokumen3 halaman
    Uplo 6
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Cerpen 1
    Cerpen 1
    Dokumen1 halaman
    Cerpen 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 3
    Uplo 3
    Dokumen3 halaman
    Uplo 3
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Cerpen 3
    Cerpen 3
    Dokumen1 halaman
    Cerpen 3
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 5
    Uplo 5
    Dokumen4 halaman
    Uplo 5
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 1
    Uplo 1
    Dokumen2 halaman
    Uplo 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 2
    Uplo 2
    Dokumen3 halaman
    Uplo 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Cerpen 2
    Cerpen 2
    Dokumen2 halaman
    Cerpen 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Pungtuasi Dan Ejaan
    Pungtuasi Dan Ejaan
    Dokumen75 halaman
    Pungtuasi Dan Ejaan
    Muhammad Anka
    Belum ada peringkat
  • Kuliah Tropis Hiv (Dr. Tirta)
    Kuliah Tropis Hiv (Dr. Tirta)
    Dokumen59 halaman
    Kuliah Tropis Hiv (Dr. Tirta)
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Ragam Bahasa Indonesia
    Ragam Bahasa Indonesia
    Dokumen23 halaman
    Ragam Bahasa Indonesia
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Tertib Mengutip
    Tertib Mengutip
    Dokumen23 halaman
    Tertib Mengutip
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • DNA Replication
    DNA Replication
    Dokumen27 halaman
    DNA Replication
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Panu
    Panu
    Dokumen15 halaman
    Panu
    mulkihakam21
    Belum ada peringkat
  • DNA Ekstranuklear-R
    DNA Ekstranuklear-R
    Dokumen51 halaman
    DNA Ekstranuklear-R
    Bagoes As
    Belum ada peringkat