Anda di halaman 1dari 6

Malam hari. Lari masih memikirkan tindakan Reno tadi di sekolah.

Sambil
menatap langit dari balkon kamarnya ditemani secangkir susu cokelat.
Bagi Lari susu cokelat adalah teman terbaiknya saat malam hari seperti
ini. Bukan susu putih, karena jika susu putih Lari merasa mual hanya
sekedar melihatnya apalagi meminumnya, entahlah kenapa.

Angin malam terasa sangat dingin, langit yang hari ini begitu cerah
menampakkan banyaknya bintang yang menghiasi dan bulan yang
tampak penuh dengan cahaya yang redup. Malam yang menemani
gundahnya hati Lari.

“Apa Reno menyukaiku?” Gumam Lari untuk kesekian kalinya.


Sebenarnya jika dipikir-pikir sikap Reno tadi hanya untuk dirinya. Reno,
cowok populer yang entah kenapa tadi saat akan masuk kelas cowok itu
malah mensejajarkan langkahnya dengan Lari mencoba membuka
pembicaraan diantara mereka hingga di depan kelas Lari, Reno
berpamitan sambil mengacak Rambut Lari. Perbuatan Reno tentu
membuat syok Lari karena memang hubungan Reno dan Lari tidak
sampai tahap harus berpamitan seperti itu, bahkan menjadi teman saja
mereka tidak. Mereka hanya saling mengenal satu sama lain, hanya
mengenal nama. Lagi bagi Lari jika cowok sudah mengacak rambut
seorang cewek itu tanda sebuah pernyataan sayang secara tidak
langsung. Itu yang Lari tangkap dari banyaknya novel romantis yang
dibacanya.

“Bintang.. aku harap bisa menggapaimu. Aku selalu bisa


menggenggammu dalam telapak tangan ini dari jauh.” Lari mengangkat
tangan kanannya keatas ke arah langit membuat gerakan seolah-oleh
sedang menggapai bintang nan jauh itu. Satu bintang pilihan Lari berhasil
tak tampak karna tersembunyi dalam kepalan tangannya.

“Tapi aku ingin bisa menggenggamu dari dekat. Ingin melihatmu dari
dekat agar aku tidak lagi merasa kesepian, agar aku tidak lagi merasa
rindu dan agar hati yang kosong ini terisi. Aku merasa tidak bisa lagi
hanya sekedar mengagumi mu dari jauh, aku ingin dekat dengamu.
Mengagumi dalam diam, jarak dan perbedaan itu menyesakkan.” Lari
menurunkan tangannya, menyesap susu cokelatnya dan kembali
menengadahkan kepalanya menatap objek kesukaannya itu.

“Aku punya banyak keraguan. Saat aku berjalan untuk mendekatimu, apa
kamu akan bertahan di tempatmu? Saat aku sampai di tempat itu, apa
kamu akan menyambutku dengan senyum? Saat aku ingin menangkap
sedikit sinarmu, apa kamu bersedia membaginya?.” Pertanyaan yang
selalu berhasil membuta Lari menjadi sendu.

“Hahaha. Wah.. wahhh, aku udah cocok jadi sastrawan aja, puitisnya
nggak nahan.” Lari menertawakan kelinglungannya menyadari kalau dia
sudah terlalu jauh karna kegilaannya pada bintang itu.

“Apa yang aku katakan? Lebih baik tidur saja,” Setelah itu Lari masuk,
sejenak menatap kembali objek indah yang bersinar itu lalu perlahan-
lahan menutup pintu balkon kamarnya sambil berapalkan sebuah kalimat
dalam hatinya, ‘Aku akan menutup pintu hatiku seperti aku menutup
pintu balkon ini dengan mudahnya sehingga sinar bintang itu tidak
menggangguku. Ya, meski sinar itu hanya setitik tapi tetap saja
mengganggu hati dan pikiranku. Selamat tinggal!”

Lari memandang sekitaran sekolahnya, tampak sepi meski ada juga


beberapa siswa yang juga sudah datang mungkin kebagian piket kelas.
Lain halnya dengan Lari, Ia bukan kebagian piket kelas atau ada janji
bertemu dengan seseorang sepagi ini. Ya, sekarang masih jam 6 padahal
mereka masuk jam 7. Lari hanya ingin berangkat lebih awal saja untuk
hari ini.

Lari memutuskan untuk menghabiskan waktu di taman kecil belakang


sekolahnya dengan membaca novel romantis kesukaannya. Duduk di
bangku bawah pohon yang rindang, di situlah Lari sering menghabiskan
waktunya.

Seakan tenggelam dengan bacaannya Lari tidak menyadari sekitarnya


lagi. Hingga sebuah sapaan mengejutkannya yang sedang ada di alam
lain mengikuti bacaannya itu.

“Hai..”
“Eh?” Tepat dihadapan Lari, Reno tersenyum manis menampakan lesung
pipit di sisi kiri dan kanan pipinya membuat orang lain iri saja tentu
lesung pipit itu kan yang selalu dianggap manis oleh banyak orang.
Sedangkan Lari kini sibuk memasukan novel ke dalam tasnya dan siap
akan meninggalkan taman itu.
“Lari, mau ke mana?” tanya Reno yang heran melihat tingkah Lari.
Kenapa Lari menghindarinya?
“Aku ingin ke kelas… sepertinya sebentar lagi bel..” Lari kembali ingin
melanjutkan langkahnya namun kembali Reno mencegatnya dengan
perkataannya itu.
“Aku mau ngomong, Rii. Lagian masih ada 30 menit baru bel.”
“Maaf, ingin membicarakan apa ya Reno Ansgar?” Balas Lari dingin. Lari
tidak mau luluh dengan segala ketidak jelasan Reno. Mereka tidak pernah
berteman tapi sikap Reno seakan mereka sudah berteman lama tapi
kadang Reno juga seakan tidak mengenalnya.
“Lari, dengarkan aku dulu,” Reno menatap Lari teduh. “Bolehkan?” Reno
lalu memilih duduk di bangku taman yang semula ditempati Lari sembari
menepuk-nepuk bagian kosong sebelah kanan menyuruh Lari untuk
menempati bagian itu. Meski dengan setengah hati Lari akhirnya mau
juga mengikuti keinginan Reno.
‘Sebenarnya apa mau cowok nyebelin ini.’ Batin Lari. Lari merasa aneh,
kenapa Reno mengajaknya bicara? Mau membicarakan apa?

“Larita Hillary, usia 16 tahun, ulang tahun tanggal 12 Januari, kelas XI


IPS 3. Cewek yang suka baca novel romantis, baperan saat nonton drama
korea tapi paling anti dengan cerita yang sedih-sedih apalagi yang sad
ending. Nggak suka pake banget sama film horor gara-gara hantunya
sering tiba-tiba muncul dan suasananya selalu gelap, itu mengagetkan
plus menyeramkan baginya. Suka menatap langit, entah apa yang dilihat
di sana. Paling nggak suka sama pelajaran menghitung, suka sama
pelajaran Bahasa Indoesia aja. Punya sahabat namanya Yustika, kalo
Yustika nggak pake maksa ngajak jalan pasti seharian dikamar aja
bergelut dengan novel, laptop dan hp. Cewek yang nggak suka sayur,
jarang makan tapi kalo masalah nyemil nomor satu. Juga cewek yangg
tingkat kepercayaan diri sangat rendah, sering ngatain diri sendiri kalo dia
itu jelek.” Reno menjeda ucapanya hanya untuk melihat reaksi Lari. Reno
hanya tersenyum melihat wajah syok Lari sampai-sampai Lari lupa
menutup mulutnya. Bahkan matanya sudah berkaca-kaca.

“Tapi bagiku dia itu cantik, sangat cantik malah. Aku suka senyum
tulusnya saat memandang langit biru, aku suka tawa lepasnya itu saat
ada sesuatu yang menggembirakan, aku suka dengan wajah kesalnya
saat tidak menemukan novel yang dicarinya, aku suka wajah marahnya
itu saat dia dikerjai teman-teman yang lain. Dia baik hati yang
menyisihkan uang jajannya hanya untuk memberikan pengemis yang
setiap hari selalu ada di jalur jalan ke rumahnya, dia akan menyempatkan
diri untuk memberi kucing liar cemilannya dijalan dan dia akan tersenyum
sepanjang jalan, menyapa ramah orang-orang kompleknya. Itulah
kebaikan yang sungguh aku kagumi. Pokoknya aku suka semua tentang
Larita Hillary.” Reno menghembuskan nafas seakan masih banyak yang
akan Ia ungkapkan.

“Ahh.. aku tidak suka satu hal tentangnya yaitu ketidakpekaannya. Aku
sering me-likes postingan sosmed yang hanya penuh dengan gambar
sampul novel. Aku juga jadi sering keperpustakaan hanya untuk
melihatnya. Aku bahkan ke toko buku hanya untuk pura-pura bertemu
secara tak sengaja, bahkan di sekolah aku sering ke toilet, ke kantin
barengan dengan waktu cewek itu tapi hasilnya hanya balasan sapaan
yang selalu kaku. Aku juga sering banget curi-curi pandang ke arah dia,
tapi malah sahabatnya aja yang sadar. Aduuhh… nasibku,”

“Eh? Itu…” Lari terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Reno. Ya,
Lari menyadari hal itu. Ada satu akun yang sering memberi ‘like’
postingannya itu @Ansgar R. Ia dan Reno juga sangat sering bertemu
tanpa sengaja, lalu Reno akan memberi senyum manisnya yang dibalas
Lari dengan senyum kaku. Reno akan menyapanya dengan kata ‘Hai,’ jika
berpapasan di lorong, toilet atau kantin, jika bertemu di perpustakaan
Reno akan menyapanya dengan kata ‘Lagi baca apa?’ atau jika di toko
buku Reno akan memulai dengan sapaan ‘Cari novel apa?’ namun semua
tanggapan Lari sama yaitu senyum kakunya dan balas menyapa ‘hai’ atau
dengan jawaban ‘tidak.’ Lari hanya terlalu gugup berhadapan dengan
cowok yang selama ini diam-diam disukainya itu. Hanya itu masalahnya.

Melihat Lari yang sepertinya sudah menyadari sebenarnya apa yang


terjadi pada mereka berdua, Reno akhirnya membuka percakapan lagi
setelah beberapa waktu tenggelam dengan pikiran masing-masing.

“Jadi.. Setelah panjang kali lebar aku menjelaskannya sampe mulutku ini
jadi pegal, apa aku harus mengatakan kesimpulannya dulu?” Reno
tersenyum menatap Lari yang kini menjadi salah tingkah. Wajah Lari
sudah memerah seperti tomat saja saking malu yang bercampur gugup.
Apalagi mendengar godaan Reno tadi. Kemana Lari yang penuh haru tadi.
Tentu Lari tidaklah bodoh kecuali masalah ketidakpekaannya itu Ia tahu
kesimpulan apa yang dimaksud Reno, cowok yang berhasil membuat
dadanya bergemuruh, berdebar seakan baru saja ikut lomba lari.

“Hmm.. itu.. itu tidak perlu.” Sambil mengatakan itu Lari menolehkan
kepalanya ke belakang seakan tidak sanggup memandang Reno saking
malunya. sedangkan Reno melihat tingkah Lari hanya bisa tersenyum
bahagia. Cintanya terbalas. Reno mendekati Lari membunuh jarak di
antara mereka. Secara perlahan-lahan merengkuh Lari dalam
pelukannya. Seakan ingin menyatukan debaran jantung mereka berdua.
Merasakan desiran yang begitu membahagiakan diantara mereka.
Senyum masing-masing tampil di kedua sudut bibir mereka seakan
menyatakan mereka sudah menjadi sepasang kekasih saat ini.

“Sejak kapan?”
“Entahlah, yang jelas sejak aku menyukaimu aku selalu mencari tahu
apapun tentangmu.”

Lari telah terjebak pesona Reno begitu juga sebaliknya namun hanya
karna Lari yang begitu mempercayai bahwa Reno, si bintang tak akan
pernah bisa dicapainya hanya karna perbedan yang begitu kentara. Ya,
Lari hanya gadis berkacamata, dengan rambut panjang yang selalu diikat
dan memiliki otak setengah, itu yang selalu Lari keluhkan. Intinya Lari itu
tidak cantik, jauh dari kata sempurna untuk ukuran pendapat teman-
teman penghuni sekolah ini. Sedangkan Reno itu cowok keren yang
otaknya encer yang tentu masuk kelas IPA 1 dan ketua OSIS pula.
Intinya Reno itu cowok populer yang banyak penggemarnya.

Reno juga menganggap jika Lari terlalu jauh jaraknya untuk digapainya
karna Lari terlalu nyaman dengan dunianya sendiri.

Tapi kini, Lari telah menggenggam bintangnya dan Reno telah membagi
cahanyanya. Itulah akhirnya.

Bel tanda masuk sudah dibunyikan sejak 15 menit yang lalu. Meski
mereka dua akan mendapatkan hukuman karna telat masuk kelas, biarlah
karna jika sudah mendapatkan mantra cinta, hukuman bisa saja terasa
sangat manis.

Selesai

Anda mungkin juga menyukai

  • Cerita Pendek - Tetangga Sebelah
    Cerita Pendek - Tetangga Sebelah
    Dokumen3 halaman
    Cerita Pendek - Tetangga Sebelah
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 1
    Uplo 1
    Dokumen1 halaman
    Uplo 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 2
    Uplo 2
    Dokumen1 halaman
    Uplo 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Cerpen
    Cerpen
    Dokumen1 halaman
    Cerpen
    rosa
    Belum ada peringkat
  • Uplo 5
    Uplo 5
    Dokumen2 halaman
    Uplo 5
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 3
    Uplo 3
    Dokumen2 halaman
    Uplo 3
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 2
    Uplo 2
    Dokumen4 halaman
    Uplo 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 8
    Uplo 8
    Dokumen1 halaman
    Uplo 8
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 1
    Uplo 1
    Dokumen3 halaman
    Uplo 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 3
    Uplo 3
    Dokumen2 halaman
    Uplo 3
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 1
    Uplo 1
    Dokumen3 halaman
    Uplo 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 7
    Uplo 7
    Dokumen1 halaman
    Uplo 7
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 2
    Uplo 2
    Dokumen4 halaman
    Uplo 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 6
    Uplo 6
    Dokumen3 halaman
    Uplo 6
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 5
    Uplo 5
    Dokumen4 halaman
    Uplo 5
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Cerpen 1
    Cerpen 1
    Dokumen1 halaman
    Cerpen 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 3
    Uplo 3
    Dokumen3 halaman
    Uplo 3
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Cerpen 3
    Cerpen 3
    Dokumen1 halaman
    Cerpen 3
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 4
    Uplo 4
    Dokumen2 halaman
    Uplo 4
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 1
    Uplo 1
    Dokumen2 halaman
    Uplo 1
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Uplo 2
    Uplo 2
    Dokumen3 halaman
    Uplo 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Cerpen 2
    Cerpen 2
    Dokumen2 halaman
    Cerpen 2
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Pungtuasi Dan Ejaan
    Pungtuasi Dan Ejaan
    Dokumen75 halaman
    Pungtuasi Dan Ejaan
    Muhammad Anka
    Belum ada peringkat
  • Kuliah Tropis Hiv (Dr. Tirta)
    Kuliah Tropis Hiv (Dr. Tirta)
    Dokumen59 halaman
    Kuliah Tropis Hiv (Dr. Tirta)
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Ragam Bahasa Indonesia
    Ragam Bahasa Indonesia
    Dokumen23 halaman
    Ragam Bahasa Indonesia
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Tertib Mengutip
    Tertib Mengutip
    Dokumen23 halaman
    Tertib Mengutip
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • DNA Replication
    DNA Replication
    Dokumen27 halaman
    DNA Replication
    Bagoes As
    Belum ada peringkat
  • Panu
    Panu
    Dokumen15 halaman
    Panu
    mulkihakam21
    Belum ada peringkat
  • DNA Ekstranuklear-R
    DNA Ekstranuklear-R
    Dokumen51 halaman
    DNA Ekstranuklear-R
    Bagoes As
    Belum ada peringkat