Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Racun adalah
zat / bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung / inhalasi, suntikan
dan absorbsi melalui kulit atau di gunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif
kecil akan merusak kehidupan / menggangu dengan serius fungsi satu / lebih organ atau
jaringan.
Kasus keracunan merupakan masalah masyarakat modern dan kejadiannya terus
meningkat dari tahun ke tahun, sehingga sering disebut sebagai epidemic modern.
Keracunan adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan fungsi organ tubuh karena
kontak dengan bahan kimia.

Karena adanya bahan- bahan yang berbahaya, menteri kesehatan telah


menetapkan peraturan no 435 / MEN. KES / X1 / 1983 tanggal 16 November 1983
tentang bahan – bahan berbahaya. Karena tingkat bahayanya yang meliputi besar dan luas
jangkauan, kecepatan penjalaran dan sulitnya dalam penanganan dan pengamanannya,
bahan – bahan berbahaya atau yang dapat membahayakan kesehatan manusia secara
langsung atau tidak langsung.

B. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui konsep kegawatdaruratan pada intoksikasi obat

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan teori tentang intoksikasi obat

1
C. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan pada intoksikasi obat
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori tentang intoksikasi obat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan
adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam
tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal
dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung
sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek
yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
Intoksikasi atau keracunan merujuk pada suatu kejadian berupa efek samping
obat, zat kimia,atau substansi asing lainnya yang berhubungan dengan dosis. Terdapat
variasi respon dan kecenderungan individual terhadap dosis obat yang diberikan. Variasi
ini terjadi baik secara genetik maupun yang didapat, karena induksi enzim, inhibisi,
maupun toleransi.
Keracunan obat adalah suatu efek obat yang timbul pada pasien karena beberapa
faktor seperti miss use (salah penggunaan), miss dose (salah dosis), salah pemberian
obat,dan lain – lain yang sifatnya tidak di sengaja atau disengaja. Sedangkan alergi obat
adalah suatu reaksi yang ditimbulkan oleh tubuh akibat pemberian senyawa asing.

B. Etiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya, zat yang
dapat menyebabkan keracunan antara lain : zat padat (obat-obatan, makanan), zat gas
(CO2), dan zat cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun
hewan)

Racun racun tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara, diantaranya :

1. Melalui kulit

2. Melalui jalan napas (inhalasi)

3
3. Melalui saluran pencernaan (mulut)

4. Melalui suntikan

5. Melalui mata (kontaminasi mata)

C. Manifestasi Klinis

Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara


pemberian,apakah melalui mata,paru,lambung atau melalui suntikan. Karena hal ini
mungkin mengubah tidak hanya kecepatan absorpsi dan distribusi suatu bahan
toksik,tetapi juga jenis dan kecepatan metabolismenya,pertimbangan lain meliputi
perbedaan respon jaringan. Hanya beberapa racun yang menimbulkan gambaran khas
seperti pupil sangat kecil (pinpoint),muntah,depresi,dan hilangnya pernapasan pada
keracunan akut morfin dan alkaloid. Kulit muka merah,banyak
berkeringat,tinitus,tuli,takikardia dan hiperventilasi sangat mengarah pada keracunan
salisilat akut (aspirin).
Riwayat menurunnya kesadaran yang jelas dan cepat,disertai dengan gangguan
pernapasan dan kadang-kadang henti jantung pada orang muda sering dihubungkan
dengan keracunan akut dekstroprokposifen,terutama bila digunakan bersamaan dengan
alkohol.
Untuk zat aditif,gejala terdiri dari dua kelompok besar yaitu :
1. Kelompok Sindrom Simpatotimetik
Gejala yang sering ditemukan adalah dilusi, paranoid, takikardia, hipertensi, keringat
banyak midriasis, hiperefleksi, kejang (pada kasus berat), hipotensi (pada kasus
berat) dan aritmia.
Obat-obat dengan gejala tersebut adalah :Amfetamin, Kokain, Dekongestan,
Intoksikasi teofilin,Intoksikasi kafein
2. Golongan Opiat (morfin,petidin,heroin,kodein) dan sedatif
Tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah koma, depresi napas, miosis,
hipotensi, bradikardi, hipotermia,edema paru, bising usus menurun, hiporefleksi dan

4
kejang. Obat pada kelompok ini yaitu :Narkotik, Barbiturat, Benzodiazepin,
Meprebamat,Etanol

D. Patofisiologi
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat
penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin
juga terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah
perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang
terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,
hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas
syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia,
Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia

E. Patoflow

F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis pada keracunan diperoleh melalui analisis laboratorium. Bahan analisis
dapat berasal dari bahan cairan,cairan lambung atau urin.
1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun
melalui inhilasi atau adanya dugaan perforasi lambung.
2. Laboratorium klinik
Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas darah. Beberapa gangguan
gas darah dapat membantu penegakan diagnosis penyebab keracunan. Pemeriksaan
fingsi hati, ginjal dan sedimen urin harus pula dilakukan karena selain berguna untuk
mengetahui dampak keracunan juga dapat dijadiakan sebagai dasar diagnosis
penyebab keracunan seperti keracunan parasetamol atau makanan yang mengandung
asam jengkol.
3. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti
terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi,

5
takikardi supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi
elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan
adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia,
gangguan elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantunmg iskemik.

G. Komplikasi
1. Kejang
2. Koma
3. Henti jantung
4. Henti napas
5. Syok

H. Penatalaksanaan Pre Hospital Dan Intra Hospital Pada Intoksikasi

a) Penatalaksanaan pada pre hospital pada intoksikasi adalah :


1. Pastikan ABC dalam kondisi baik
2. Melindungi jalan nafas, dan memberi bantalan atau ikatan jika perlu
3. Baringkan di tempat yang datar dengan posisi miring kesalah satu sisi tubuh
4. Letakan bantal atau benda lunat lain di bawah kepala
5. Keluarkan benda atau makanan yang ada di dalam mulut
6. Longgarkan baju atau aksesoris yang ketat
7. Beri obat, atau bawa ke UGD terdekat

b) Penatalaksanaan pada intra hospital pada intoksikasi adalah :


1. Pengobatan penunjang
 Tetap pantau ABCD dalam keadaan baik
 Merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan
pemberian sirup ipecac 15-30 ml. dapat diulang setelah 20 menit bila tidak
berhasil

6
 Semua pakaian ketat dibuka
 Posisi kepala miring untuk mencegah aspirasi pada lambung
 Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
 Pantau fungsi vital seperti kesadaran, suhu, TD, RR, dan fungsi jantung harus
diawasi secara ketat
 Cairan intra vena sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk menilai
adanya kelainan metabolic dan elektrolit
 Berikan obat anti dotum
Antropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi pada tempat
penumpukan
 Mula-mula diberikan bolus IV 1 – 2,5 mg
 Dilanjutkan dengan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,
midriasis, febris, dan psikosis)
 Kemudian interval diperpanjang setiap 15-30-60 menit selanjutnya
setiap 2-4-6-8 dan 12 jam.

 Penatalaksanaan tambahan dalam kasus keracunan adalah sebagai berikut :


1. Penatalaksanaan Kegawatan
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan,setiap kasus keracunan harus
diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap
tanda-tanda Vital seperti jalan napas, sirkulasi,dan penurunan kesadaran harus
dilakukan secara cepat.
2. Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus
dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran
pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada
kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun
organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya
dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.

7
3. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan
pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak
berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun
telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada
penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4. Pemberian antidot/penawar
Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah mengatasi
keadaan sesuai dengan masalah.
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat
penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala
atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –
6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak
dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan
akut yang sering fatal.
5. Penilaian Klinis
6. Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang rinci. Beberapa
pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi keracunan,ialah :
a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang digunakan,termasuk
yang sering dipakai

8
b. Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas tentang obat yang
digunakan.
c. Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk pemeriksaan
toksikologi
d. Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi
autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah,nadi,ukuran pupil,keringat,air liur, dan
aktivitas peristaltik usus.
7. Dekontaminasi
Umumnya bahan kimia tertentu dapat dengan cepat diserap melalui kulit sehingga
dekontaminasi permukaan sangat diperlukan. Di samping itu,dilakukan
dekontaminasi saluran cerna agar bahan yang tertelan hanya sedikit
diabsorpsi,biasanya hanya diberikan pencahar,obat perangsang muntah,dan bilas
lambung.
Induksi muntah atau bilas lambung tidak boleh dilakukan pada keracunan
parafin,minyak tanah, dan hasil sulingan minyak mentah lainnya.
Upaya lain untuk megeluarkan bahan/obat adalah dengan dialisis.
8. Terapi suportif,konsultasi,dan rehabilitasi
Terapi suportif,konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara holistik dan
efektif dalam biaya.
9. Observasi dan konsultasi
10. Rehabilitasi

I. Prognosis
Prognosis dari kasus ini pada umumnya baik, bila pengobatan dilakukan secepat
mungkin, namun akan berdampak fatal hingga pada kematian jika terjadi kesalahan
dalam pengobatan. Beberapa kesalahan pengobatan yang sering terjadi, berupa :
1. Resusitasi kurang baik dikerjakan.
2. Eliminasi racun kurang baik.
3. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.

9
J. Pencegahan

A. Pencegahan Primer (pencegahan dini)


Ditujukan kepada individu yang sama sekali belum terpengaruh penyalagunaan dan
dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :
 Penyuluhan tatap muka dalam bentuk ceramah dan diskusi, sarasehan, seminar
 Pelayanan dan penyebaran informasi yang benar melalui media cetak (surat kabar,
majalah, buletin, leaflet, booklets, dll) dan media elektrolit (televisi, radio, website
dll)
 Penyuluhan dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya penyalahgunaan
Napza dalam kegiatan-kegiatan KB, PKK, Kesehatan, Gizi Keluarga, Pertanian dll
 Penyuluhan dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya penyalahgunaan
Napza kedalam pendidikan agama, moral dan hukum, serta dalam kurikulum SLTP
dan SLTA
 Melalui kegiatan-kegiatan alternatif antara lain olaraga, perlombaan, kesenian,
keagamaan, bakti sosial, pramuka dll
B. Pencegahan Sekunder (pencegahan kerawanan)
Ditujukan kepada individu yang rawan terhadap pengaruh penyalah gunaan. Untuk
mencegah perluasan pengaruh dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :
 Penyuluhan dengan ceramah, sarasehan, diskusi, pementasan drama/film,
peningkatan bakat (olaraga dan kesenian), keagamaan dan kegiatan sosial
 Pelayanan dan penyebaran informasi yang benar melalui media cetak (surat kabar,
majalah, buletin, leaflet, booklets dll) dan media elektronik (televisi, radio, website
dll)
 Mengadakan kegiatan-kegiatan ekstra kulikuler antara lain UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah ), PKS ( patroli Keamanan Sekolah ), Palang Merah Remaja, Pramuka,
OSIS, Pesantren kilat, Kegiata Seni Budaya seperti kesenian tradisional dll.
C. Pencegahan Tersier (pencegahan kekambuhan)
Ditujukan kepada individu yang pernah menjadi korban pengguna dan telah ”
Sembuh” dari ketergantungan. Untuk mencegah kambuhnya kembali mantan

10
pengguna yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan niat dan tekat yang kuat untuk
tidak lagi menjadi pegguna dan kiat-kiat yang dapat dilakukan adalah:
 Hindari teman pengguna Napza
 Dalami spiritual
 Diperlukan dukungan dan perhatian keluarga

K. Askep Teori
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada klien
dengan keracunan baygon, botulisme karena klien sering mengalami depresi
pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinun.
b. Breathing
Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa
gas darah atau spirometri.
c. Circulation
Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan
vena sentral dan suhu. mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio
depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas
bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan meningkatnya
permeabilitas kapiler.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS,
ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran dapat
terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-obatan. Penurunan kesadaran
dapat juga disebabkan karena penurunan oksigenasi, akibat depresi
pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum.

11
2. PengkajianSekunder

a. Riwayat Kesehatan
riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui
setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma
toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
b. Pemeriksaan fisik head to toe
c. Pemeriksaan ADL (Activity Daily Living)
1. Aktifitas dan Istirahat

Gejala : Keletihan,kelemahan,malaise

Tanda : Kelemahan,hiporefleksi

2. Sirkulasi

Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi,hipotensi (pada kasus berat)


,aritmia jantung,pucat, sianosis,keringat banyak.

3. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih,distensi vesika urinaria,bising usus


menurun,kerusakan ginjal.

Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat

4. Makanan Cairan

Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati

Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak

5. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala,penglihatan kabur,midriasis,miosis,pupil


mengecil,kram otot/kejang

12
Tanda : Gangguan status mental,penurunan lapang
perhatian,ketidakmampuan berkonsentrasi kehilangan
memori,penurunan tingkat kesadaran(azotemia), koma,syok.

6. Nyaman / Nyeri

Gejala : Nyeri tubuh,sakit kepala

Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah

7. Pernafasan

Gejala : Nafas pendek,depresi napas,hipoksia

Tanda : Takipnoe,dispnoe,peningkatan frekuensi,kusmaul,batuk produktif

8. Keamanan

Gejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia

9. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan


berulang

B. DIAGNOSIS YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan
2. Resiko kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan output yang berlebihan
3. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah
5. Perubahan perfusi berhubungan dengan efek toksik pada miokard
6. Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan depresi mekanisme suhu tubuh
7. Cemas berhubungan dengan Tidak efektifnya koping individu.

13
C. RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Intervensi Rasional
Hasil
1. Tidak Tujuan : a. Pantau tingkat, a. Efek insektisida mendepresi
efektifnya Mempertahankan irama SSP yang mungkin dapat
pola nafas keefektifan pola pernapasan & mengakibatkan hilangnya
berhubungan nafas. suara napas kepatenan aliran udara atau
dengan serta pola depresi pernapasan,
distress Kriteria hasil : pernapasan pengkajian yang berulang
pernapasan RR dalam batas kali sangat penting karena
normal, jalan kadar toksisitas
nafas bersih, mungkin berubah-ubah
sputum tidak secara drastis.
ada b. Tinggikan b. Menurunkan kemungkinan
kepala tempat aspirasi, diafragma bagian
tidur bawah untuk menigkatkan
inflasi paru.

c. Dorong untuk c. Memudahkan ekspansi paru


batuk/ nafas & mobilisasi sekresi untuk
dalam mengurangi resiko
atelektasis/pneumonia.

d. Auskultasi
d. Pasien beresiko atelektasis
suara napas
dihubungkan dengan
hipoventilasi & pneumonia.

e. Berikan O2 jika
e. Hipoksia mungkin terjadi
dibutuhkan
akibat depresi pernapasan

14
f. Kolaborasi f. Memantau kemungkinan
untuk sinar X munculnya komplikasi
dada, Blood sekunder seperti
Gas Analysis atelektasis/pneumonia,
evaluasi kefektifan dari
usaha pernapasan.

2. Resiko Tujuan : a. Monitor a. Dokumentasi yang akurat


kekurangan Kekurangan pemasukan dan dapat membantu dalam
cairan tubuh cairan tidak pengeluaran mengidentifikasi pengeluran
berhubungan terjadi cairan. dan penggantian cairan.
dengan
output yang Kriteria hasil : b. Monitor suhu b. Kulit dingain dan lembab,
berlebihan Tanda-tanda kulit, palpasi denyut yang lemah
vital stabil, denyut perifer. mengindikasikan penurunan
Turgor kulit sirkulasi perifer dan
stabil, dibutuhkan untuk pengantian
Membran cairan tambahan.
mukosa c. Observasi c. Mual, muntah dan
lembab, adanya mual, perdarahan yang berlebihan
Pengeluaran muntah, dapat mengacu pada
urine normal 1 perdarahan hipordemia.
– 2 cc/kg d. Pantau tanda- d. Hipotensi, takikardia,
BB/jam tanda vital peningkatan pernapasan
mengindikasikan

15
kekurangan cairan
(dehindrasi/hipovolemia).

e. Berikan e. Pemasukan peroral


kembali bergantung kepada
pemasukan pengembalian fungsi
oral secara gastrointestinal.
berangsur-
angsur.

f. Kolaborasi f. Cairan parenteral


dengan tim dibutuhkan untuk
medis dalam mendukung volume cairan
pemberian /mencegah hipotensi.
cairan
parenteral
g. Kolaborasi g. Antiemetik dapat
dalam menghilangkan
pemberian mual/muntah yang dapat
antiemetic menyebabkan ketidak
seimbangan pemasukan
h. Pantau studi h. Sebagai indikator untuk
laboratorium menentukan volume
(Hb, Ht). sirkulasi dengan kehilanan
cairan.

16
3. Perubahan Tujuan : a. Kaji adanya a. Data tersebut berguna
perfusi Mempertahankan perubahan dalam menentukan
jaringan perfusi jaringan tanda-tanda perubahan perfusi
berhubungan yang adekuat vital.
dengan efek b. Kaji daerah b. Ekstremitas yang
toksik pada ekstremitas dingin,sianosis
mioakrd dingin,lembab, menunjukan penurunan
dan sianosis perfusi jaringan

c. Berikan c. Kenyamanan fisik


kenyamanan memperbaiki
dan istirahat kesejahteraan pasien
istirahat mengurangi
komsumsi oksigen

d. Kolaborasi d. Obat antidot (penawar)


dengan dokter dapat mengakumulasi
dalam penumpukan racun.
pemberian
terapi
antidotum

17
4. Tidak Tujuan : a. Observasi a. Untuk mengetahui
efektifnya tanda-tanda keadaan umum pasien
pola napas Mempertahankan vital. dalam menentukan
berhubungan pola napas tetap tindakan selanjutnya
dengan efektif b. Berikan O2 b. Terapi oksigen
depresi sesuai anjuran meningkatkan suplai
pernapasan dokter oksigen ke jantung

c. Jika c. Ventilator bisa membantu


pernafasan memperbaiki depresi jalan
depresi napas
,berikan
oksigen(ventila
tor) dan
lakukan
suction.

d. Berikan d. Kenyamanan fisik akan


kenyamanan memperbaiki
dan istirahat kesejahteraan pasien dan
pada pasien mengurangi
dengan kecemasan,istirahat
memberikan mengurangi komsumsi
asuhan oksigen miokard
keperawatan
individual
5. Penurunan Tujuan : a. Monitor vital a. bila ada perubahan yang
kesadaran sign tiap 15 bermakna merupakan
berhubungan Setelah dilakukan menit indikasi penurunan

18
dengan tindakan perawatan kesadaran
depresi diharapkan dapat b. Catat tingkat b. Penurunan kesadaran
sistem saraf mempertahankan kesadaran sebagai indikasi
pusat tingkat kesadaran pasien penurunan aliran darah
klien otak.
(komposmentis) c. Kaji adanya c. Gejala tersebut merupakan
tanda-tanda manifestasi dari perubahan
distress pada otak, ginjal, jantung
pernapasan,na dan paru.
di
cepat,sianosis
dan kolapsnya
pembuluh
darah
d. Monitor d. Tindakan umum yang
adanya bertujuan untuk
perubahan keselamatan hidup,
tingkat meliputi resusitasi :
kesadaran Airway, breathing,
sirkulasi
e. Kolaborasi e. Anti dotum (penawar
dengan tim racun) dapat membantu
medis dalam mengakumulasi
pemberian anti penumpukan racun
dotum
6. Cemas Tujuan : a. Kaji tingkat a. Tingkat kecemasan ringan
berhubungan kecemasan dan sedang bisa
dengan Setelah pasien ditoleransi dengan
koping yang dilakukan pemberian pengertian
tidak efektif tindakan sedangkan yang berat
perawatan diperlukan tindakan

19
kecemasan medikamentosa
berkurang b. Jelaskan b. Pengetahuan terhadap
mekanisme mekanisme pengobatan
pengobatan diharapkan dapat
mengurangi kecemasan
pasien
c. Tingkatkan c. Kecemasan akan dapat
mekanisme teratasi jika mekanisme
koping yang koping yang dimiliki
efektif efektif
d. Jika keracunan d. Konsultasi psikiatri atau
sebagai usaha perawat psikiatri klinis
untuk bunuh dapat membantu proses
diri maka pengobatan
lakukan safety
precautions.

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan
adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam
tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal
dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung
sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek
yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan ilmu mengenai
keracunan dan penanganannya, apalagi kita sebagai calon pendidik harus mengetahui apa
saja penyebab dan solusi dari keracunan ini.
Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis anti dotum dan penanganan
racun berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa memberikan pertolongan yang cepat dan
benar.
Bagi petugas kesehatan hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda vital seperti jalan
nafas / pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga penanganan tindakan
risusitasu ABC (Airway, Breathing, Circulatory) tidak terlambat dimulai.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma Life
Support). Jakarta : EMS 119

https://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-berbahaya/
diakses tanggal 25 Februari 2016. Jam 15:32:15 WITA

http://keperawatan-wn.blogspot.co.id/2012/10/asuhan-keperawatan-pada-kasus.html diakses
tanggal 25 Februari 2016. Jam 15:40:10 WITA

http://lukmanfebriantonurse.blogspot.co.id/2013/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_3229.html diakses tanggal 25 Februari 2016. Jam 16:40:30 WITA

http://dokumen.tips/documents/keperawatan-gawat-darurat-55a0d03434cdc.html diakses tanggal


27 Februari 2016. Jam 20:20:10 WITA

http://www.artikelkedokteran.com/360/intoksikasi.html#sthash.XXGx6lIg.dpuf diakses tanggal


27 Februari 2016. Jam 17.34:00 WITA

http://dokumen.tips/documents/penanganan-pre-hospital-dan-intra-hospital-pada-intoksikasi.html
di akses tanggal 27 februari 2016 jam 18:05:00

22

Anda mungkin juga menyukai