Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

PERBAIKAN TANAH PADA SUBGRADE UNTUK TANAH


LEMPUNG LUNAK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Konstruksi Infrastruktur
(16MRI2023) program MTRI smester 2

Oleh:

Agustina S. D. Manurung NIM: 171158001

Dosen Pengajar:

ANDRI KRISNANDI S.,S.ST., M.Eng


NIP: 19881016 201504 1 003

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR


PROGRAM MAGISTER TERAPAN
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
Studi Literatur tentang
Perbaikan Tanah pada Subgrade untuk Tanah Lempung

Nama Mahasiswa : Agustina S.D. Manurung


NIM : 171158001
Jurusan/Prodi : Teknik Sipil/ Magister Terapan Rekayasa Infrastruktur
Mata Kuliah : Metode Konstruksi Infrastruktur

Abstrak
Berbagai teknik perbaikan tanah dapat dilakukan untuk memperbaiki masalah yang
terjadi pada saat membangun di atas tanah lempung lunak. Memperbaiki tanah yang
ada dengan menggunakan bahan tambahan disebut stabilisasi tanah. Proses tersebut
dapat mengurangi penurunan, meningkatkan kuat geser tanah yang berarti
meningkatkan daya dukung subgrade jalan, meningkatkan faktor keamanan lereng
timbunan, maupun menurunkan karakteristik penyusutan dan pemuaian tanah. Untuk
menanggulangi problema pembangunan infrastruktur transportasi pada tanah
lempung lunak, maka dilakukan metoda perbaikan tanah.

1.1 Pengertian Tanah Lempung


Lempung atau tanah liat adalah partikel mineral berkerangka dasar silikat
yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung mengandung leburan silika
dan/atau aluminium yang halus. Unsur-unsur ini, silikon, oksigen, dan aluminum
adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi. Lempung terbentuk dari
proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari
aktivitas panas bumi.
Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah
terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang mendominasinya.
Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan lapisan oksida silikon dan oksida
aluminium yang membentuk kristalnya. Golongan 1:1 memiliki lapisan satu oksida
silikon dan satu oksida aluminium, sementara golongan 2:1 memiliki dua lapis
golongan oksida silikon yang mengapit satu lapis oksida aluminium. Mineral
lempung golongan 2:1 memiliki sifat elastis yang kuat, menyusut saat kering dan
memuai saat basah. Karena perilaku inilah beberapa jenis tanah dapat membentuk
kerutan-kerutan atau "pecah-pecah" bila kering (wikipedia.com)
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-
partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila
dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih
kecil dari 2 mikron (=2µ), atau <5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain,
disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut lempung saja.
Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1µ) dan ukuran
2µ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung. Untuk
menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya saja
tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya.

1.2 Sifat – Sifat Tanah Lempung


Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai
berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
6. Proses konsolidasi lambat.
Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu
macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung
saja, akan tetapi dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan
mungkin juga terdapat campuran bahan organik.

1.3 Karakterisasi Fisik Tanah Lempung


Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Beberapa sifat umum
mineral lempung antara lain :
1. Hidrasi
Partikel lempung hampir selalu terhidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-lapisan
molekul air yang disebut “air teradsorbsi” (adsorbsed water). Lapisan ini
umumnya mempunyai tebal dua molekul dan disebut lapisan difusi (diffuse
layer), lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. Difusi “kation teradsorbsi” dari
mineral lempung meluas keluar dari permukaan lempung sampai ke lapisan air.
Lapisan air ini dapat hilang pada temperatur yang lebih tinggi dari 60 sampai
100 oC dan akan mengurangi plastisitas alamiah dari tanah. Sebagian air ini juga
dapat hilang cukup dengan pengeringan udara saja. Apabila lapisan ganda
mengalami dehidrasi pada temperatur rendah, sifat plastisitasnya dapat
dikembalikan lagi dengan mencampurnya dengan air yang cukup dan
dikeringkan selama 24 sampai 48 jam. Apabila dehidrasi terjadi pada temperatur
yang lebih tinggi, sifat plastisitasnya akan turun atau berkurang untuk
selamanya.

2. Aktivitas
Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi
tanah ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953)
mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks
Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm yang
dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan:

Nilai-nilai khas aktivitas dari persamaan diatas adalah sebagai berikut :


 Kaolinit 0,4 – 0,5
 Illit 0,5 – 1,0
 Montmorilonit 1,0 – 1,7
Indikator aktivitas yang praktis lebih baik adalah batas susut yaitu batas kadar
air sebelum terjadi perubahan volume. Aktivitas dalam kaitannya dengan
perubahan volume merupakan pertimbangan utama dalam mengevaluasi tanah
yang akan dipakai dalam pekerjaan tanah dan pondasi. Kapasitas penggantian
beberapa mineral lempung adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Kapasitas Penggantian Mineral Lempung

meq = milliekivalen Sumber : Joseph E. Bowles, 1984


Dalam pemakaian praktis, aktivitas lempung dapat ditentukan dalam
karakteristik plastisitasnya yang berubah oleh substitusi ion-ion logam dari
tingkat yang lebih tinggi, seperti terlihat pada skala substitusi berikut :
Li < Na < NH4 < K < Mg < Rb < Ca < Co < Al
Sesuai dengan skala ini, Ca akan lebih mudah menggantikan Na atau Mg
daripada Mg atau Na menggantikan Ca. Selain itu, dari sudut pandang praktis,
makin tinggi kapasitas penggantian, makin banyak kation (dalam bentuk
pencampuran) yang dibutuhkan untuk dapat mengubah suatu aktivitas.
3. Flokulasi dan Dispersi
Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah – air yang
bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan
mineral. Akibat adanya muatan ini, ion-ion H+ didalam air, gaya Van der Waals,
dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau
bertabrakan di dalam larutan itu. Beberapa partikel yang tertarik akan
membentuk “flok” (floc) yang berorientasi secara acak atau struktur yang
berukuran lebih besar yang akan mengendap didalam larutan itu dengan
cepatnya dan membentuk sedimen yang sangat lepas. Di dalam laboratorium,
contoh lempung seberat 50 atau 60 g akan mengendap di dalam larutan 1000 ml
dalam waktu 30 menit, kecuali apabila formasi flok dapat dikontrol. Untuk
menghindarkan flokulasi suatu larutan tanah – air yang terdispersi dapat
dinetralisasikan dengan menambahkan ion- ion H+ yang dapat diperoleh dari
bahan-bahan yang mengandung asam, misal sodium heksametafosfat.
Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan
kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, yang menandakan bahwa
tarikan antar partikel ternyata jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Tetapi
apabila lempung tersebut telah didiamkan selama beberapa waktu dispersi tidak
dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, di
mana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang
yang dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan membentuk kembali
struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban
awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih, beban desain
akan dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig,
Mekanika Tanah ).
4. Pengaruh Zat cair
Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak
murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg,
ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan.
Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup
berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah
terkontaminasi. Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari
lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada
ujung yang (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar
dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida (CCl4)
yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.

5. Sifat kembang susut (swelling potensial)


Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan syistem tanah dengan
air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya didalam struktur
tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang terdiri dari
gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta gaya van der
Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel. Partikel lempung
pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan bermuatan likstik
negatif dan ujung-ujungnya bermuatan posistif. Muatan negatif ini
diseimbangkan oleh kation air tanah yang terikat pada permukaan pelat oleh
suatu gaya listrik. Sistem gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan
seimbang antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah
berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya
air tanah, keseimbangan gaya–gaya dan jarak antar partikel akan membentuk
keseimbangna baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses
kembang susut.
Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan
volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan
bagunan. Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor
yaitu:
1. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.
2. Kadar air.
3. Susunan tanah.
4. Konsentrasi garam dalam air pori.
5. Sementasi.
6. Adanya bahan organik, dll.

1.4 Identifikasi Tanah Lempung


1. Identifikasi minerallogi
Analisa Minerologi sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang
susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara:
- Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction).
- Difraksi sinar X (X-Ray Fluorescence)
- Analisi Kimia (Chemical Analysis)
- Mikroskop Elektron (Scanning Electron Microscope).
2. Cara tidak langsung (single index method)
Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi
berpotensi ekspansif atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah
uji batas-batas Atterberg, linear shrinkage test (uji susut linear), uji mengembang
bebas. Untuk melengkapi data dari contoh tanah yang digunakan dalam penelitian
ini, dilakukan beberapa pengujian pendahuluan. Pengujian tersebut meliputi uji
sifat-sifat fisis tanah. Menurut Chen (1975), cara-cara yang bisa digunakan untuk
mengidentifikasi tanah ekspansif dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Identifikasi mineralogi
2. Cara tidak langsung (indeks tunggal)

1.5 Jurnal Perbaikan pada Subgrade untuk Tanah Lempung

a) Investigation of Stability Batu Pahat Soft Soil Pertaining on its CBR and
Permeability Properties for Road Construction (M M Mohd Idrus, J S M
Singh, ALA Musbah, DC Wijeyesekera); (Soft Soil Engineering International
Conference 2015 (SEIC 2015)

Stabilisasi tanah dengan menambahkan bahan-bahan seperti semen, kapur dan


aspal adalah salah satunyametode efektif untuk meningkatkan sifat geoteknik tanah
Nano-partikel adalah satuaditif terbaru dan banyak studi tentang penggunaan nano-
partikel dalam perbaikan tanah telah dilakukan tetapi diberikan kurang perhatian
ketika stabilisasi tanah liat tanah liat yang bersangkutan. Untuk mengevaluasi
karakteristik kekuatan batu lempung lunak Batu Pahat yang stabil, penyelidikan
laboratorium pada kekuatan awal yang diperoleh oleh tanah stabil harus dilakukan
untuk merumuskan yang cocok dan desain campuran ekonomis. Untuk mencapai
tujuan tersebut, penelitian ini meneliti efek dari NanoClay terhadap California
Bearing Ratio (CBR) dan Permeabilitas tanah liat lunak. Hasilnya didapat
menunjukkan bahwa Nano-Clay mampu meningkatkan kekuatan lempung lunak. The
California Rasio bantalan tanah meningkat secara signifikan dimana hasil untuk
persentase tertinggi admixture adalah 14,4% sementara permeabilitas tanah menurun
secara signifikan dengan peningkatan Nano-Clay dimana hasil persentase
pencampuran tertinggi adalah 2.0187x10-11 m / s. Setelah melakukan penelitian ini,
terbukti bahwa Nano-clay dapat berkontribusi terhadap tanah yang lebih baik
stabilisasi dan meningkatkan kualitas tanah sebagai tanah dasar dan pondasi pada
umumnya.

Berdasarkan penelitian, kesimpulan penelitian ini yakni

1. Meningkatnya Bentonit dan Nano clay menurunkan kekosongan di BPSC. Ketika


kekosongan pada Pahat Soft Clay (BPSC) menurun, laju air yang mengalir
melalui tanah juga menurun sehingga memperbaiki tanah dan cocok untuk
subgrade jalan.
2. Nilai CBR untuk BPSC meningkat ketika persentase Bentonit dan Nano clay
meningkat sehingga meningkatkan kekuatan BPSC. Nilai CBR yang tinggi
menunjukkan bahwa kekuatan tanah adalah baik.
3. Campuran yang digunakan yaitu Bentonit dan tanah liat Nano adalah aditif yang
cocok untuk penguatan tanah dan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
subgrade jalan yang lemah.
4. Pengujian Laboratorium
 Batas Atterberg
Batasan Atterberg adalah tes laboratorium yang dilakukan untuk menentukan
batas plastik dan batas cair tanah. Batas plastik dan cair BPSC ditentukan
dengan menggunakan uji cone penetrometer. Dengan memperoleh nilai batas
plastik dan cair BPSC, indeks plastisitas (PI) BPSC dapat diperoleh.
 Permeabilitas
Uji permeabilitas adalah tes laboratorium yang dilakukan untuk menentukan
koefisien permeabilitas, k atau laju aliran air melalui sampel tanah. Jenis uji
permeabilitas yang digunakan adalah uji jatuh kepala sebagai sangat cocok untuk
tanah berbutir halus. Dalam hal ini, BPSC digunakan. Hasil tes memberikan laju
air
rembesan melalui tanah. (Lihat Gambar 2).
8.3. Rasio Bantalan California
Ini adalah tes penetrasi untuk evaluasi kekuatan mekanik dari subgrades jalan dan
kursus dasar. Tes ini dilakukan dengan mengukur tekanan yang diperlukan untuk
menembus sampel tanah dengan plunger area standar dengan peralatan seperti
yang ditunjukkan pada gambar 3.1. Rating CBR dikembangkan untuk mengukur
kapasitas menahan beban dari tanah yang digunakan untuk membangun jalan.
Semakin keras permukaan, semakin tinggi CBR rating.

Gambar 2. Core Cutter fir Permeability & CBR Test equiment

b) Perbaikan Tanah Lempung Lunak Metoda Preloading Pada Pembangunan


Infrastruktur Transportasi Di Pulau Kalimantan (Wahyu P. Kuswanda);
(Prosiding Seminar Nasional Geoteknik 2016; ISBN: 978-602-6483-02-7)

Sekitar 20 juta hektar atau lebih dari 10% luas daratan di Indonesia merupakan
tanah lunak yang terdiri dari tanah lempung lunak (soft clay soil) dan tanah gambut
(peat soil). Penyebaran tanah lempung lunak di Indonesia ditunjukkan pada Gambar
1. Di Pulau Kalimantan penyebaran tanah lempung lunak berada di Provinsi
Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat
maupun Kalimantan Tengah.
Sebagai pendukung bangunan infrastruktur transportasi, tanah lempung lunak
mempunyai karakteristik daya dukung yang relatif rendah dan pemampatannya yang
relatif besar serta berlangsung relatif lama. Apabila tanpa dilakukan perbaikan
terlebih dahulu maka bangunan infrastruktur transportasi yang dibangun di atasnya
berpotensi mengalami kerusakan sebelum mencapai umur konstruksi yang
direncanakan.

Untuk menanggulangi problema pembangunan infrastruktur transportasi pada


tanah lempung lunak memiliki beberapa metoda perbaikan tanah yakni preloading
(with vertical drain), electroosmosis, vacuum consolidation, lightweight fill, stone
column, jet grouting, lime columns, fracture grouting, ground freezing, vitrification,
electrokinetic treatment dan electroheating. Dari berbagai metoda tersebut yang
dibahas pada makalah ini hanya metoda preloading (vertical drain) saja.

Tahapan dari itu perencanaan pekerjaan dijabarkan sebagai berikut:


 Perencanaan Timbunan Preload

Salah satu hal penting yang menentukan keberhasilan metoda preloading dengan
PVD adalah dalam hal perencanaan timbunan preload. Preload harus direncanakan
sesuai dengan beban konstruksi (construction load) dan beban kerja (work load) yang
akan berada di atas tanah dasar. Output hasil perencanaan preload berupa data berat
jenis () dan tinggi timbunan preload atau dapat dilihat seperti Gambar 3.

Gambar 3. Perencanaan timbunan preload


Misalnya beban konstruksi (perkerasan jalan) sebesar 1,25 ton/m 2 dan beban kerja
(lalu-lintas) 1,86 ton/m 2 maka apabila digunakan tanah timbunan dengan berat jenis
() sebesar 1,75 ton/m 3 direncanakan tinggi timbunan preload sebesar 1,77 meter.
Timbunan preload setinggi 1,77 meter itulah yang dibongkar apabila konsolidasi
tanah dasar telah mencapai sesuai dengan yang direncanakan (Ur > 90%).
Selanjutnya digantikan dengan beban yang sama, yaitu beban konstruksi (perkerasan
jalan) sebesar 1,25 ton/m 2 dan beban kerja (lalu-lintas) 1,86 ton/m 2 .

 Perencanaan PVD
PVD (prefabricated vertical drain) merupakan salah satu produk geosintetik
(geosynthetics products) yang berfungsi sebagai pengalir air (drainage). PVD
merupakan material komposit yang terdiri dari inti (core) dan penyaring (filter)
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Fungsi PVD pada pekerjaan perbaikan
tanah lempung lunak metoda preloading dengan penggunaan PVD adalah untuk
mempercepat waktu proses konsolidasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 4. Material PVD Gambar 5. Fungsi PVD

PVD dapat mempercepat waktu konsolidasi dikarenakan PVD dapat


memperpendek jarak pengaliran air pori. Apabila tanpa menggunakan PVD, waktu
konsolidasi tanah lempung lunak diilustrasikan seperti pada Gambar 6. Air pori
mengalir ke arah vertikal sesuai dengan besarnya koefisien konsolidasi vertikal (Cv)
sepanjang tebal lapisan tanah lunak (Hd). Waktu konsolidasi (t) ditentukan oleh
besarnya kuadrat dari tebal lapisan tanah lunak (Hd) dibagi dengan koefisien
konsolidasi vertikal (Cv). Apabila digunakan PVD, waktu konsolidasi tanah lempung
lunak diilustrasikan seperti pada Gambar 7. Air pori mengalir ke arah horisontal
sesuai dengan besarnya koefisien konsolidasi horisontal (Ch) sepanjang setengah dari
jarak pemasangan PVD (s). Waktu konsolidasi (t) ditentukan oleh besarnya kuadrat
dari setengah jarak pemasangan PVD (s) dibagi dengan koefisien konsolidasi
horisontal (Ch).
Gambar 6. Proses konsolidasi tanpa PVD Gambar 7 Proses konsolidasi dengan
PVD

 Perencanaan Horizontal Drain

Drainase horisontal (horizontal drain) diperlukan untuk mengalirkan air pori


secara horisontal yang berasal dari PVD. Ada berbagai macam alternatif horizontal
drain yang bisa digunakan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8 sampai Gambar
13. Pada Gambar 8 ditunjukkan alternatif horizontal drain dengan menggunakan
pasir. Pada Gambar 9 dengan menggunakan pasir dan 1 lapis geotextile di bawahnya.
Pada Gambar 10 dengan menggunakan pasir dan 2 lapis geotextile di bawah dan di
atas pasir.

Gambar 8. Penggunaan pasir Gambar 8. Penggunaan kerikil &


geotex
Gambar 9. Penggunaan pasir dan 1 geotextile Gambar 12. Penggunaan pipa & geotextile

Gambar 10. Penggunaan pasir dan 2 geotextile Gambar 13. Penggunaan PHD

Apabila permeabilitas pasir sangat kecil dan untuk membuat horizontal drain
yang lebih tebal memerlukan biaya yang tinggi maka di dalam pasir tersebut
dipasang subdrain yang dibuat dari kerikil yang dibungkus geotextile seperti pada
Gambar 11. Apabila untuk penggunaan pasir biayanya sangat tinggi maka horizontal
drain dibuat dari pipa berlubang (perforated pipe) yang dibungkus geotextile seperti
pada Gambar 12. Sebagai alternatif pengganti pipa berlubang (perforated pipe) yang
dibungkus geotextile digunakan prefabricated horizontal drain (PHD) seperti pada
Gambar 13. PHD (prefabricated horizontal drain) merupakan salah satu produk
geosintetik (geosynthetics products) yang berfungsi sebagai pengalir air (drainage).

 Perencanaan Instrumen Geoteknik


Pemasangan instrumen geoteknik (geotechnical instrument) pada pekerjaan
perbaikan tanah lempung lunak metoda preloading dengan penggunaan PVD
berfungsi untuk monitoring proses pelaksanaan selama pekerjaan berlangsung
dan mengetahui kinerja hasil pekerjaan perbaikan tanah yang telah selesai
dilakukan. Berikut ini hanya diuraikan beberapa instrumen geoteknik saja, yaitu
settlement plate, extensometer, piezometer dan inclinometer.

Pekerjaan perbaikan tanah lempung lunak metoda preloading dengan


penggunaan PVD telah diaplikasikan dengan menerapkan sistem kontrak berbasis
kinerja (performance based contract) pada Proyek Pembangunan Stasiun Curah
Bagendang di Sampit, Kalimantan Tengah, pada tahun 2008. Kriteria penerimaan
kinerja pekerjaan yang disyaratkan adalah : a. Besarnya kecepatan penurunan pada
90% konsolidasi tercapai < 0,012 mm per hari. b. Derajat konsolidasi rata-rata pada
lapisan tanah yang berkonsolidasi tercapai > 90%. c. Shear strength tanah dasar
meningkat dengan capaian > 20%.

c) Utilization Waste Material as Stabilizer on Kuantan Clayey Soil Stabilization

(Ahmad Fauzi , Wan Mohd Nazmi Wari Abdul Rahman, Zuraidah Jauhari);
(Malaysian Technical Universities Conferenceon Engineering & Technology
2012)

Tujuan dari penelitian ini adalah meneliti pemanfaatan High Density


Polyethylene (HDPE) dan Glass sebagai bahan penstabil dalam Stabilisasi tanah
lempung Kuantan. Penelitian ini melakukan sifat teknik tanah dan uji kekuatan
untuk berbagai konten HDPE dankaca untuk berbagai jenis tanah liat dari
berbagai situs di Kelantan. Pemadatan Standar dan California Bearing Ratio
(CBR) adalahditerapkan dalam sampel tanah untuk memperkirakan desain
campuran optimal. Sampel dibuat dengan mencampurkan sampel tanah dengan
berbagai kandungan stabilizer pada kadar air optimum. Variasi kandungan
stabilizer adalah 4%, 8% dan 12% dari total berat kering. Pencapaianstabilisasi
subgrade tergantung pada sifat rekayasa tanah liat dan karakteristik stabilizer [5,
6, 7, 8, 9, dan 10]. Laboratorium Hasil pengujian menunjukkan sifat rekayasa
tanah Kuantan Clayey dan CBR ditingkatkan dengan menambahkan Cutting
HDPE dan Crushed Kaca sebagai penstabil.
Tanah marjinal, termasuk pasir longgar, lempung lunak, dan organik tidak
cukup bahan untuk pembangunan jalan raya proyek. Tanah marginal ini tidak
memiliki sifat fisik yang berharga untuk aplikasi konstruksi. Biasanya metode
untuk remediasi subgrade lemah ini seperti menghapus tanah dan mengganti
dengan yang baru biasanya mahal. Bahan limbah seperti fly ash, bottom ash
menawarkan metode yang lebih murah untuk menstabilkan tanah marginal [5, 6,
6, 7, 8, 9, dan 10]. Sebagai manfaat tambahan, memanfaatkan bahan limbah dalam
aplikasi stabilisasi tanah membuat bahan-bahan ini tidak dibuang tempat
pembuangan sampah, sehingga menghemat ruang TPA yang telah menipis.
Termasuk dalam laporan ini adalah penyelidikan ekstensif terhadap arus keadaan
penelitian tentang limbah dan bahan daur ulang dalam aplikasi konstruksi.
Perubahan sifat rekayasa tanah sebagai hasil dari penambahan bahan limbah ini
dipelajari dan rekomendasi untuk menerapkan efek ini ke dalamnya aplikasi
konstruksi ditawarkan.
Tanah liat K2 dan K4 adalah tanah plastisitas sedang dan diklasifikasikan
sebagai A-6 dan A-5 dalam Sistem Klasifikasi AASHTO masing-masing. Sifat-
sifat rekayasa tanah itu ditingkatkan dengan menambahkan HDPE dan Glass
sebagai penstabil. Untuk tanah stabil K2 dan K4 ditunjukkan: (1) kerapatan kering
maksimum menurun dan kadar air optimum meningkat ketika konten HDPE dan
Glass meningkat; (2) nilai CBR meningkat ketika konten HDPE dan Glass
meningkat. Selain di atas, HDPE dan Glass juga dapat menghilangkan kebutuhan
untuk bahan pinjaman mahal, mempercepat pembangunan oleh meningkatkan
subgrade yang terlalu basah atau tidak stabil dengan meningkatkan kondis
subgrade, dan mendorong penghematan biaya melalui pengurangan ketebalan
perkerasan yang dibutuhkan. Tanah yang distabilkan oleh HDPE dan Glass
sedang menyelesaikan masalah pembuangan dan mempromosikan jalan raya yang
berkelanjutan konstruksi. Setelah mempertimbangkan aspek lingkungan dan
ekonomi, HDPE dan Glass ditemukan cocok untuk digunakan sebagai Stabilizer
dalam stabilisasi subgrade untuk struktur jalan.

d) Mix Design Charts For lightweight cellular cemented Bangkok Clay (Chairat
Teerawattanasuk, Panich Voottipruex, Suksun Horpibulsuk); (ELSEVIER,
2015)

Penelitian ini menginvestigasi bobot unit dan pengembangan kekuatan terhadap


waktu pengawetan Lightweight Cellular Semen (LCC) Bangkok clay dengan
berbagai kandungan semen antara 100 dan 250 kg / m3 dan busa udara isi antara 0
dan 50% dari volume tanah basah. Kandungan air yang dipelajari dari LCC Bangkok
adalah di bisa diterapkan, yang 2 kali batas cair. Penelitian ini memastikan bahwa
limbah yang digali lunak Tanah liat Bangkok dapat distabilkan dengan semen dan
busa udara menjadi bahan perkerasan ringan yang berkelanjutan. Sebagai konten
semen meningkat dan konten udara menurun, berat satuan dan kekuatan tekan bebas
LCC Bangkok clay meningkat. Berdasarkan analisis kritis dari data uji, bagan desain
campuran untuk ringan bahan perkerasan yang ditentukan oleh otoritas jalan nasional
setempat, yang merupakan subgrade, material yang dipilih dan subbase diusulkan.
Bagan ini berguna sebagai alat praktis untuk memperkirakan isi udara masukan dan
konten semen untuk mencapai berat unit target untuk setiap material perkerasan .

Bagan desain untuk LCC clay sebagai material perkerasan ada 5 standar material
perkerasan yang ditentukan olehDinas Bina Marga, Thailand termasuk: tanah-dasar
semen(DH-S 204/2533), subbase semen tanah (DH-S 206/2532), dipilih bahan A
(DH-S 208/2532), material B yang dipilih (DH-S 209/2532) dan materi subgrade
(DH-S 102/2532). Bahan yang dipilih A dan B adalah umumnya antara subgraded
dan subbase untuk tujuan peningkatan ketebalan perkerasan Tabel 2 merangkum
persyaratan UCS untuk bahan perkerasan. Dari Tabel 1 dan 2, dicatat bahwa
LCCTanah liat Bangkok dengan C = 100 kg / m3 pada 7 hari pengawetan tidak
cocok sebagai bahan subgrade untuk semua isi udara karena nilai UCS semua
spesimen lebih rendah dari
Gambar 14. Design charts for LCC Bangkok clay as pavement materials.

persyaratan (kurang dari 294.20 kPa). Gambar 14. menunjukkan grafik desain untuk
C = 150, 200 dan 250 kg / m3, masing-masing untuk material perkerasan yang
berbeda. Jelaslah bahwa LCC Tanah liat Bangkok tidak cocok sebagai bahan dasar.
The LCC Bangkok clay dapat digunakan sebagai material subbase hanya ketika C =
250 kg / m3 di mana berat unit minimum adalah sekitar 13,8 kN / m3 untuk AF =
22%. Berikut ini adalah ringkasan dari data uji:

 Bahan yang dipilih A:

(1) C = 150 kg / m3 dan AF = 0% hingga 6% di mana satuan berat mulai

dari 14,4 hingga 13,9 kg / m3

(2) C = 200 kg / m3 dan AF = 0% hingga 17,5% dengan satuan berat

mulai dari 14,6 hingga 13,5 kg / m3

(3) C = 250 kg / m3 dan AF = 0% hingga 30% di mana berat unit

mulai dari 14,8 hingga 13,0 kg / m3

 Materi yang dipilih B:

(1) C = 150 kg / m3 dan AF = 0% hingga 11% dengan satuan berat

mulai dari 14,4 hingga 13,6 kg / m3

(2) C = 200 kg / m3 dan AF = 0% hingga 24% di mana berat unit

mulai dari 14,6 hingga 13,2 kg / m3

(3) C = 250 kg / m3 dan AF = 0% hingga 41,5% di mana berat unit

mulai dari 14,8 hingga 12,4 kg / m3

 Materi subgrade:

(1) C = 150 kg / m3 dan AF = 0% hingga 19% di mana berat unit

mulai dari 14,4 hingga 13,3 kg / m3

(2) C = 200 kg / m3 dan AF = 0% hingga 27% di mana berat unit

mulai dari 14,6 hingga 13,0 kg / m3

(3) C = 250 kg / m3 dan AF = 0% hingga 44% di mana satuan berat

mulai dari 14,8 hingga 12,2 kg / m3

Penelitian ini memastikan bahwa tanah liat Bangkok yang digali halus, secara
tradisional ditakdirkan untuk TPA, dapat digunakan untuk mengembangkan
berkelanjutan bahan perkerasan ringan, yang signifikan dari teknik, perspektif
ekonomi dan lingkungan. Tipikal Bangkok tanah liat dari provinsi Pathumthani,
memiliki batas cair 69% dan plastik indeks 40%, dipelajari. The UCS dari LCC
Bangkok clay meningkat dengan meningkatkan kandungan semen dan waktu
pengawetan dan menurunkan kadar udara. Tiga bagan desain campuran untuk 4
material perkerasan ditentukan oleh Departemen Jalan Raya, Thailand termasuk
subbase semen tanah, material terpilih A, material B yang dipilih dan material
subgrade adalah disajikan. Bagan ini berguna sebagai alat praktis untuk
memperkirakan input busa udara dan semen untuk mencapai berat unit target untuk
setiap material perkerasan.

e) Improvement of Bearing Ratio of Clayey Subgrade Using Compacted Flyash


Layer (Ashimanta Sengupta, Sibapriya Mukherjee, Ambarish Ghosh);
(Geotech Geol Eng, 2017)

Makalah ini menyajikan studi laboratorium tentang California Bearing Ratio


(CBR) dari flyash diatasnya tanah liat lunak. Sampel Flyash (Kelas F) telah
dikumpulkan dari Titagarh Thermal Power Plant dekat Kolkata. Jenis tanah yang
dikumpulkan secara lokal adalah lempung berlumpur. Konfigurasi tanah dan flyash
yang berbeda diatas tanah telah dipelihara dengan bervariasi rasio ketebalan (rasio
ketebalan flyash untuk itu dari tanah liat) dalam rasio 1: 2, 1: 1 dan 2: 1. Kedua
Standar Proctor dan pemadatan Proctor Modified tes telah dilakukan untuk
mendapatkan masing-masing kerapatan kering maksimum dan kadar air optimum
untuk digunakan untuk tes CBR. Isi air tanah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 16, 22, 28, 34 dan 40% dimana 16% adalah kadar air optimum dari tanah
sebagai diperoleh dalam uji pemadatan Standar Proctor.
Demikian pula kadar air tanah telah disimpan pada 12, 18, 24, 30, 36 dan
42% untuk sampel yang disiapkan menggunakan energi Modified Proctor di mana
12% adalah yang sesuai kadar air optimum dari tanah. Perbaikan nilai CBR sistem
tanah-flyash komposit telah diamati ketika lapisan flyash yang dipadatkan adalah
ditempatkan di atas tanah yang dipadatkan. Dari tiga Rasio ketebalan diuji, nilai
CBR telah ditemukan menjadi yang terendah pada rasio ketebalan 1: 2 dan tertinggi
pada 2: 1. Faktor peningkatan ditemukan maksimum untuk kadar air cetak tertinggi
tanpa memandang rasio ketebalan dan energi pemadatan. Saya t menunjukkan
penggunaan efektif komposit tanah fly ash matriks di bawah kondisi yang terkena
dampak buruk dari air yang tinggi konten. Makalah ini menyoroti sifat perbaikan
tanah liat ketika lapisan flyash yang dipadatkan memiliki ditempatkan di atasnya
dengan nilai ketebalan yang berbeda rasio dan penempatan kadar air dan pemadatan
energi.
Kesimpulan berikut dapat diambil dari penelitian ini:
 Rasio bantalan meningkat sebagai rasio ketebalan meningkat dan menjadi
maksimal ketika rasio adalah 2: 1 dalam rentang parameter belajar. Rasio bearing
flyash yang dipadatkan menurun dengan penurunan ketebalan flyash. Maka
tampak bahwa di bidang subgrade persiapan dengan menggunakan rasio ketebalan
2: 1 akan cukup mempertimbangkan nilai CBR diperoleh dalam penelitian.
 Saat kadar air pencetakan mendekati batas cair tanah dari OMC, rasio bantalan
menurun secara mencolok berkenaan dengan hal itu ke OMC. Kecenderungan yang
sama terjadi untuk keduanya kasus pemadatan Proctor Standar dan Dimodifikasi.
Oleh karena itu bahkan untuk tanah dasar tanah liat lunak peningkatan dengan
penempatan flyash yang sesuai ketebalan lapisan tampaknya layak.
 Pemadatan yang dimodifikasi selalu menghasilkan lebih banyak CBR nilai untuk
rasio ketebalan yang sama menyiratkan demikian bahwa energi pemadatan yang
dimodifikasi mungkin diperlukan untuk mendapatkan nilai CBR lebih tinggi yang
diinginkan diperoleh dalam rentang parameter belajar dalam penelitian ini.
 Faktor peningkatan ditemukan menjadi maksimum untuk kadar air cetak tertinggi
terlepas dari rasio ketebalan dan energi pemadatan. Ini menunjukkan bahwa
penggunaan matriks komposit tanah flyash di bawah kondisi yang terkena dampak
buruk dari air yang tinggi konten akan layak.

Anda mungkin juga menyukai