Anda di halaman 1dari 138

BAB I

SIFAT-SIFAT UMUM TANAH

1.1 PENDAHULUAN

Istilah tanah dalam bidang Mekanika Tanah mencakup semua bahan dari
tanah lempung (clay) sampai dengan batuan (gravel) .Secara umum tanah
terdiri dari tiga bahan yaitu tanahnya sendiri, air dan udara yang terdapat
dalam ruangan (disebut pori/void ) antara butir-butir tersebut. Apabila tanah
sudah benar-benar kering maka tidak akan ada air sama sekali dalam porinya.

Sebaliknya sering ditemukan keadaan dimana pori tanah tidak mengandung


udara sama sekali, jadi pori tersebut menjadi penuh terisi air. Dalam hal ini
tanah dikatakan jenuh air (fully saturated)
Menurut sifatnya, tanah dapat digolongkan sebagai beriku :

1) Batu Kerikil dan Pasir.

Golongan Batu Kerikil dan Pasir dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang
berbutir kasar atau bahan-bahan tidak cohesive. Golongan ini terdiri dari
pecaha-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan bentuk. Butir-butir Batu
Kerikil biasanya terdiri dari pecahan-pecahan batu, tetapi mungkin pula
terdiri dari satu macam zat mineral tertentu, misalnya kwartz atau flint.
Butir-butir pasir hampir selalu terdiri dari satu macam zat mineral, terutama
kwartz.

Dalam beberapa hal mungkin hanya terdapat butir-butir dari satu ukuran
saja, dalam hal ini bahan tersebut dikatakan “gradasi seragam”

Apabila menunjukkan ukuran-ukuran butir yang mencakup seluruh daerah


ukuran, dari ukuran batu besar sampai ke ukuran pasir halus, dalam hal ini
bahan tersebut dikatakan ber “gradasi baik

2) Lempung

Lempung terdiri dari butir-butir yang sangat kecil dan menunjukkan sifat-
sifat plastisitas dan Cohesi.
Cohesi menunjukkan keadaan dimana bagian-bagian butir itu melekat
satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan
bentuk bahan itu dapat dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa
kembali ke bentuk aslinya, dan tanpa terjadi retakan-retakan atau
terpecah-pecah.

3) Lanau.

Lanau adalah suatu deposit yang relatif uniform, merupakan peralihan


antara lempung dan pasir halus. Bahan ini kurang plastis dan lebih mudah
ditembus air dari pada lempung serta memperlihatkan sifat dilatansi yang
tidak terdapat pada lempung.

Dilatansi ini menunjukkan gejala perubahan isi apabila lanau itu dirubah
bentuknya. Demikian pula lanau akan menunjukkan gejala untuk menjadi
“quick” (hidup) apabila diguncang atau digetarkan.Tanah ini mempunyai
permeabilitas vertikal yang tinggi tetapi permeabilitas horisontalnya rendah
dan menjadi sangat kompresibel apabila jenuh. Karena itu untuk suatu
pembangunan diatas tanah lanau agar tidak terjadi penurunan yang besar
setelah bangunan selesai, maka terlebih dahulu tanah ini dibasahi
sebelum pembangunan dimulai.

Pengetahuan Mekanika Tanah sangat berguna untuk memecahkan masalah-


masalah sebagai berikut :

a. Perencanaan Pondasi dan Konstruksi

Pondasi merupakan elemen penting pada segala struktur seperti


terowongan, bangunan, jembatan, bendungan dan lain-lain, sehingga

perlu diketahui :

- daya dukung tanah,


- pola distribusi tegangan didalam tanah yang berada dibawah lokasi
pembebanan
- kemungkinan penurunan pondasi,
- pengaruh air tanah,
- pengaruh getaran dan lain-lain.

Jenis pondasi seperti pondasi tapak, pondasi tiang, pondasi sumuran dan
lain-lain sangat tergantung pada jenis lapisan tanah, besarnya beban dan
kondisi air tanah.
Pengetahuan tentang penyusutan dan pemuaian tanah dibawah pondasi
juga merupakan hal yang sangat penting.

b. Perencanaan Permukaan Jalan (pavement design)

Permukaan jalan dapat berupa perkerasan fleksibel atau perkerasan kaku


(flexible and rigid) dan itu tergantung pada lapisan tanah yang berada
dibawahnya. Yang dimaksud dengan perkerasan fleksibel adalah lapisan
bitumen (aspal) dan perkerasan kaku adalah lapisan beton. Tebal
perkerasan tergantung juga pada karakteristik lapisan tanah yang berada
dibawahnya yang harus ditentukan sebelum perencanaan. Pada
permukaan jalan yang sering menerima beban kendaraan, maka pengaruh
dari beban hidup yang berulang dan faktor kelelahan harus diperhitungkan.

c. Perencanaan struktur dibawah tanah seperti terowongan, basement,


jaringan pipa, drainase dan dinding penahan tanah sangat memerlukan
Mekanika Tanah sebagai dasar perencanaan.

d. Perencanaan berem (embankment) dan penggalian (excavation).

Jika permukaan lapisan tanah tidak horizontal maka berat tanah yang
berada dilapisan atas akan bergerak kebawah dan akan mengganggu
stabilitas lapisan tanah tersebut.

Pengetahuan tentang gaya geser dan sifat-sifat tanah sangat penting


untuk perencanaan kemiringan (slope) dari berm (embankment) atau
kedalaman dari galian.

Biasanya untuk menjaga jangan sampai suatu tebing mengalami


kelongsoran, maka air tanah pada lapisan tebing tersebut dialirkan melalui
pipa-pipa drainase. Dan untuk menjaga dinding tanah setelah penggalian
maka dipasang sheet piles sepanjang dinding tanah.

e. Perencanaan bendungan tanah (earth dam)

Karena tanah merupakan material utama untuk pengurugan dari suatu


bendungan tanah, maka sifat-sifat yang perlu diketahui adalah : density;
plastisitas; specific gravity; konsolidasi; kompaksi; kekuatan geser tanah.

Penentuan kadar air optimum pada kepadatan (density) maksmum


merupakan aspek utama dalam perencanaan bendungan tanah.
1.2 PEMBENTUKAN TANAH, TANAH ENDAPAN DAN TANAH RESIDU

Istilah “tanah” dalam bidang mekanika tanah dimaksudkan untuk mencakup semua
bahan dari tanah lempung sampai kerakal; jadi semua endapan alam yang
bersangkutan dengan teknik sipil kecuali batuan. Batuan mejadi ilmu tersendiri
yaitu mekanika batuan.

Tanah dibentuk oleh pelapukan fisika dan kimiawi pada batuan. Pelapukan fisika
terdiri atas dua jenis yaitu jenis pertama adalah penghancuran disebabkan
terutama oleh pembasahan dan pengeringan terus-menerus ataupun pengaruh
salju dan es. Jenis kedua adalah pengikisan, akibat air, angin, ataupun sungai es
(glacier). Proses ini menghasilkan butir yang kecil sampai yang besar, namun
komposisinya masih tetap sama dengan batuan asalnya. Butir lanau dan pasir
biasanya terdiri atas satu jenis mineral saja. Butir lebih kasar terdiri atas beberapa
jenis mineral, seperti halnya pada batuan asalnya. Perlu dimengerti bahwa
pelapukan fisika tidak pernah menghasilkan tanah bersifat lempung sekalipun
ukurannya sama kecilnya dengan butir lempung. Untuk menghasilkan lempung,
harus ada juga pelapukan kimiawi.

Pelapukan kimiawi adalah proses yang lebih rumit daripada pelapukan fisika.
Pelapukan kimiawi memerlukan air serta oksigen dan karbondioksida. Proses
kimiawi ini mengubah mineral yang terkandung dalam batuan menjadi jenis
mineral lain yang sangat berbeda sifatnya. Mineral baru ini disebut mineral
lempung (clay minerals). Jenis mineral ini yang terkenal adalah kaolinite, illite, dan
montmorillonite. Mineral ini masih termasuk bahan yang disebut kristalin, dan
besarnya umumnya lebih kecil dari 0,002 mm. Mineral lempung inilah yang
menghasilkan sifat lempung yang khusus yaitu kohesi serta plastisitas.

Jenis mineral lempung yang dhasilkan pada suatu keadaan tertentu bergantung
pada batuan asal dan lingkungan pelapukan. Faktor-faktor penting adalah iklim,
topografi, dan nilai ph dari air yang merembes dalam tanah. Misalnya kaolinite
dibentuk dari mineral feldspar akibat air dan karbondioksida. Kwarsa adalah
mineral yang paling tahan terhadap pelapukan, sehingga tanah yang berasal dari
granit biasanya mengandung banyak butir kasar yang terdiri atas kwarsa
(tercampur dengan butir lain yang lebih halus). Pelapukan kimiawi paling keras
pada iklim panas dan basah. Pada iklim semacam ini pelapukan dapat
berlangsung sampai sangat dalam. Di Indonesia pelapukan masih berlangsung
sampai sedalam puluhan meter. Cara pelapukan sebetulnya kurang penting
diketahui dengan teliti; yang penting adalah sifat tanah yang dihasilkan oleh
proses pelapukan.

Selain pelapukan fisika dan kimiawi, ada faktor lain yang terlibat dalam cara
pembentukan tanah. Faktor terpenting adalah pengangkutan butir tanah dan
kemudian pengendapannya di lain tempat seperti laut atau danau. Proses ini
diperlihatkan pada Gambar 1.1. Tanah ynag terbentuk langsung akibat pelapukan
kimiawi disebut tanah residu (residual soil). Tanah ini tetap pada tempat
pembentukannya di atas batuan asalnya. Hujan menyebabkan erosi dan tanah
diangkut melalui sungai sampai mencapai laut atau danau. Disini terjadi
pengendapan lapisan demi lapisan pada dasar laut atau danau. Proses ini dapat
berlangsung selama ribuan atau jutaan tahun. Tanah ini disebut tanah endapan
(sedimentary soil) atau tanah yang terangkut (transported soil).

Setelah terjadi pengendapan, tanah ini masih mengalami perubahan selanjutnya


akibat dua faktor berikut:
1. Tekanan dari bahan tanah di atasnya, ini menyebabkan pemampatan sehingga
tanah menjadi lebih pekat dan lebih kuat.
2. Perubahan kimia yang berlangsung perlahan-lahan pada jangka waktu lama.
Akibat perubahan ini, tanah menjadi lebih kuat. Pengaruh ini disebut
pengerasan (hardening) atau penuaan (aging).

Air yang merembes di dalam tanah juga memengaruhi proses ini. Seandainya air
ini mengandung jenis bahan kimia (larutan) tertentu, bahan ini mungkin menjadi
bahan pelekat antara butir tanah. Lama-kelamaan faktor ini dapat menyebabkan
tanah menjadi batu. Batu pasir atau “shale” terbentuk dengan proses ini.

Tanah endapan ini dapat mengalami kenaikan akibat gaya tektonik sehingga
tanah ini terdapat di darat, jauh dari tempat asalnya di dalam laut atau danau.
Setelah dinaikkan dengan cara ini, proses erosi diulangi lagi dan ketebalan tanah
pun menurun.

1.3 PENGARUH “RIWAYAT TEGANGAN” PADA TANAH ENDAPAN


Setelah pengendapan, tanah endapan dapat mengalami perubahan lagi.
Khususnya, tanah ini mengalami pemampatan atau konsolidasi (consolidation)
akibat tekanan dari lapisan-lapisan yang kemudian mengendap diatasnya
sehingga menjadi lebh keras. Pada keadaan tertentu terjadi uplift yaitu kenaikan
akibat gaya tektonik. Setelah kenaikan ini, proses erosi mulai berjalan lagi yang
mengurangi tekanan pada tanah. Apabila ini terjadi, tanah akan mengembang
sedikit. Tanah endapan yang belum pernah mengalami pengurangan tekanan
diatasnya disebut terkonsolidasi normal (normally consolidated), sedangkan
tanah yang pernah mengalami konsolidasi akibat tekanan yang lebih tinggi
daripada tekanan yang berlaku pada masa sekarang disebut terkonsolidasi lebih
(overconsolidated). Urutan tegangan yang berlaku pada tanah sejak pembentukan
disebut riwayat tegangan (stress history). Gambar 1.4 memperlihatkan proses-
proses pembentukan yang berlaku pada kedua golongan.
Riwayat tegangan sudah lama dianggap sebagai faktor dasar yang memengaruhi
kelakuan tanah endapan. Walaupun demikian, pengalaman dan penelitian pada
zaman sekarang menunjukan bahwa faktor lain, seperti pengerasan (hardening)
dan penuaan (aging), memiliki pengaruh yang sama penting dengan riwayat
tegangan. Faktor ini berarti struktur terdapat juga pada tanah endapan dan
pengaruhnya perlu diperhatikan.

Cara pembentukan kedua jenis tanah ini agak rumit. Walaupun demikian, ada dua
faktor penting yang menjadikan tanah endapan lebih teratur dan seragam daripada
tanah residu. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a) Proses erosi, pengangkutan, dan pengendapan membuat tanah menjadi
golongan-golongan tertentu. Butir yang kasar diendapkan pada satu tempat dan
butir yang halus di lain tempat. Ini menghasilkan lapisan-lapisan yang seragam.
b) Riwayat tegangan menjadi faktor penting yang menentukan kelakuan tanah
endapan. Atas dasar riwayat tegangan, tanah endapan dibagi dalam dua
golongan seperti telah diterangkan, yaitu tanah yang terkonsolidasi normal dan
tanah yang terkonsolidasi kelebihan
Kedua faktor ini tidak terdapat pada tanah residu. Ini berarti tanah ini tidak dapat
dibagi dalam beberapa golongan.

Ada baiknya dimengerti bahwa pengaruh dari proses pembentukan pada sifat
kedua golongan ini saling bertentangan, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.5.
Pelapukan pada batu mengurangi kepadatan batu sehingga kekuatan turun. Pada
batuan tetap tidak ada pori sama sekali, sedangkan pada tanah volume pori sering
cukup besar dibandingkan volume butir. Ada jenis tanah dengan volume butir
kurang dari 20% volume total. Istilah angka pori dipakai untuk menyatakan volume
pori. Definisi angka pori adalah perbandingan volume pori terhadap volume butir.

Tanah endapan mengalami pemampatan akibat berat tanah sendiri, sehingga


volume pori menurun dan tanah menjadi lebih keras. Pengaruh tekanan pada
volume pori diperlihatkan pada Gambar 1.5(a). Angka pori terus menurun akibat
kenaikan tekanan, tetapi bisa naik lagi seandainya tekanan menurun.

1.4 MINERAL MINERAL LEMPUNG (CLAY MINERALS)

Mineral lempung merupakan suatu golongan butir tertentu yang menghasilkan sifat
khusus pada tanah yang mengandung mineral lempung. Jenis mineral lempung
yang paling terkenal adalah kaolinite, illite, dan montmorillonite. Struktur mineral ini
disebut kristalin, yaitu molekulnya tersusun sehingga merupakan “kesatuan”
dengan bentuk tertentu (seperti lapisan). Ada dua kesatuan khusus yaitu “silica
tetrahedron” dan “ alumina octahedron”. Kesatuan ini tersusun sehingga
merupakan butir sangat kecil dengan bentuk seperti piring (“plate-like”). Bentuknya
diperlihatkan secara skematis pada Gambar 1.2.

Struktur butir kaolinite terdiri atas satu lapisan silika tetrahedran dan satu lapisan
alumina oktahedran. Antara lapisan-lapisan ini terdapat ikatan agak kuat
disebabkan oleh hidrogen. Butir illite terdiri atas satu lapisan alumina antara dua
lapisan silika. Kesatuan baru ini diikat satu sama lain dengan ikatan potassium.
Ikatan semacam ini kurang kuat. Struktur montmorillonite tidak jauh berbeda
dengan struktur illite, tetapi ikatan antara lapisan berbeda, yaitu terdiri atas air
serta “exchangeable cations”.

Struktur khusus ini berarti butir lempung sangat berbeda dengan butir pasir atau
kerikil. Butir pasir dan kerikil terdiri atas bahan yang tetap keras dan “mati”, yaitu
selalu kaku dengan sifat yang tidsk pernah berubah (inert). Lain halnya pada butir
lempung; istilah “aktif” (active) dipakai untuk menggambarkan sifatnya. Butir ini
dapat mengembang atau menyusut akibat air masuk atau keluar. Umumnys,
makin besar sifat aktivitas makin buruk sifat tekniknya. Montmorillonite memiliki
sifat aktivitas tinggi; illite memiliki sifat aktivitas sedang; kaolinite memiliki sifat
aktivitas rendah. Lempung yang mengandung montmorillonite memiliki sifat teknik
yang buruk, khususnya sering menyebabkan kerusakan pada fondasi gedung
akibat pengembangan dan penyusutan. Sebaliknya lempung yang mengandung
kaolinite jarang menyebabkan kesulitan karena aktivitasnya sangat rendah.

Walaupun “aktivitas” tinggi berarti sifat teknik yang buruk, masih ada keadaan
yang memerlukan tanah dengan “aktivitas” tinggi. Misalnya, bangunan untuk
menahan air seperti bendungan tanah, memerlukan tanah dengan permeabilitas
yang rendah. Apalagi, seandainya terdapat pada daerah yang terkena
gempabumi, diperlukan tanah yang plastis agar dapat menahan deformasi akibat
gerakan tanah.

Selain ketiga jenis mineral lempung yang biasa ini, ada dua jenis lagi yang sering
terdapat pada lempung yang berasal dari bahan vulkanis. Nama mineral ini adalah
halloysite dan allophane/immogolite. Walaupun merupakan jenis tersendiri,
allophane dan immogolite biasanya terdapat berdampingan. Mineral ini terbentuk
akibat pelapukan pada abu vulkanis, yaitu bahan yang dikeluarkan oleh peletusan
gunung api, khususnya letusan “andesitic”. Abu ini terdiri atas butir sebesar lanau
dan pasir halus.

Berlainan dengan batuan biasa, ataupun bahan vulkanis biasa, butir abu vulkanis
agak luar biasa, yaitu strukturnya tidak kristal. Jadi strukturnya seperti “ volcanic
glass”, contohnya batu yang dinamakan “obsidian”. Karena tidak ada struktur
kristal pada batuan asalnya, pelapukan menghasilkan mineral ini dengan sifat
yang luar biasa, yaitu halloysite dan allphane/immogolite. Bentuk mineral ini
diperlihatkan pada Gambar 1.2. Ukuran butirnya sangat kecil dibandingkan
dengan ketiga mineral terkenal yang diuraikan di atas. Lagi pula strukturnya
kurang teratur, artinya masih ada susunan kristalin tetapi agak kurang kuat.
Gambar skematis pada Gambar 1.3 berdasarkan pada electron micrograph
menurut Wada (1989). Sifat geoteknik pada lempung yang mengandung allophane
terdapat pada tulisan Wesley (2002).

Halloysite berbentuk silinder atau gulungan seperti pada gambar. Allophane


berbentuk bola sedangkan immogolite berbentuk benang yang menyelip-selip
antara bola allophans. Ukuran butir allophane dan immogolite sangat kecil
dibandingkan dengan mineral lempung biasa. Ukuran butir kaolinite, illite, dan
montmorillonite umumnya kurang dari 0,002 mm (2 microns), sedangkan bola
allophane seribu kali lebih kecil. Baik halloysite maupun allophane/immogolite
menunjukan aktivitas yang tinggi. Sifat lempung yang terdiri atas
allophane/immogolite sangat luar biasa; kadar air asli dan batas Atterberg sangat
tinggi (seperti diterangkan pada bab 3). Walaupun demikian, sifat geoteknik masih
baik.

pada iklim dingin, proses pelapukan mungkin tidak berlangsung sampai


menghasilkan laterite. Pada pelapukan dari kaolinite sampai sesqui-oxides, kadar
silika berkurang akibat pelarutan dalam airtanah. Tetapi, kadar senyawa aluminium
dan besi dinaikkan. Pada jangka waktu lama, senyawa ini menjadi bahan pelekat
antarbutir sehingga menghasilkan bahan yang dinamakan laterite. Laterite bersifat
seperti kerikil atau kerikil berpasir.

1.5 PERBEDAAN UTAMA ANTARA TANAH RESIDU DAN TANAH ENDAPAN

1. Tanah residu umumnya kurang seragam dibandingkan dengan tanah endapan.


Walaupun demikian masih ada tanah residu yang hampir seragam. Tanah
merah adalah contoh tanah yang mendekati seragam.
2. Ada jenis tanah residu yang mengandung mineral lempung yang luar biasa,
yang banyak memengaruhi sifatnya. Mineral ini tidak terdapat pada tanah
endapan.
3. Ada jenis tanah endapan yang tidak particulate, artinya tidak terdiri atas butir
tersendiri. Walaupun kelihatan seolah-olah terdiri atas butir, apabila terganggu
atau dibentuk ulang, butir ini hancur dan menjadi kumpulan butir yang jauh lebih
kecil.
4. Riwayat tegangan tidak memengaruhi kelakuan tanah residu.
5. Pengertian mengenai kelakuan yang berasal dari penelitian pada tanah
endapan tidak berlaku pada tanah residu. Misalnya, penggunaan grafik
pemampatan yang memakai skala logaritmis dapat menimbulkan salah
mengerti.
6. Korelasi empiris berdasarkan pada sifat tanah endapan mungkin tidak berlaku
pada tanah residu.
7. Keadaan tegangan air pori di atas muka airtanah (bab 4) menjadi faktor penting
untuk memahami kelakuan tanah residu. Keadaan dan kelakuan tanah yang
paling penting dalam perencanaan projek paling sering terdapat di atas muka
airtanah.
1.6 DEFENISI SERTA HUBUNGAN HUBUNGAN ANTARA JUMAH BUTIR,
AIR, DAN UDARA DALAM TANAH

Segumpal tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian yaitu :

a. Dalam tanah yang kering, hanya akan terdiri dari dua bagian, yaitu butir-
butir tanah dan pori-pori udara.

b. Dalam tanah yang jenuh, juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat
atau butiran dan air pori.

c. Dalam tanah yang tidak jenuh, tanah terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian
padat (butiran), pori-pori udara, dan air pori.

Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti


ditunjukkan Gambar 1.1

Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan :

W = W s + Ww

dan V = V s + Vw + Va

V v = V w + Va

Dengan : Ws = berat butiran padat


Ww = berat air
Vs = volume butiran padat
Vw = volume air
Va = volume udara
Vv = volume pori
Sifat Persamaan Definisi

W Perbandingan antara berat tanah


Berat Isi b = V
seluruhnya dengan isi tanah seluruhnya
Basah

WS
Perbandingan antara berat butir dengan
Berat Isi  = VS
s
isi butir
Butir
WW
w = VW
Berat Isi Perbandingan antara berat air dengan isi
Air WS air
d = V

Berat Isi Perbandingan antara berat butir dengan


WW
Kering isi tanah seluruhnya
w = WS x

100
Perbandingan antara berat air dengan
Kadar Air
VV berat buitr tanah (dalam persen)
e = VS
Angka Perbandingan antara isi pori dengan isi
Pori VV butir tanah (dalam desimal)
n = V

Porositas
GS = s /w Perbandingan antara isi pori dengan isi
tanah seluruhnya (dalam persen atau
Berat
desimal)
Jenis

Perbandingan antara berat isi butir tanah


dengan berat isi air (tidak berdimensi)

Adapun satuan dan nilainya yang biasa untuk berat isi, kadar air dan
sebagainya adalah sebagai berikut :

Berat Isi tanah ditentukan dalam gm/cm 3 ( sama dengan ton/m3 ). Nilai
paling biasa adalah dari 1,6 sampai 2,0 kg/cm 3 .

Berat Isi Kering ditentukan dengan satuan yang sama gm/cm 3 .


Nilainya berkisar dari sekitar 0,6 sampai 2,4.
Kadar Air tanah dinyatakan dalam persen dan nilainya berkisar antara 0 %
sampai 200 atau 300 %. Pada tanah dalam keadaan aslinya biasanya dari 15
% sampai 100 %

Angka pori tanah dinyatakan sebagai bilangan saja. Nilainya dapat berkisar
dari 0,3 sampai lebih dari 3,0.

Derajat kejenuhan (S), adalah perbandingan antara isi air (V W) dengan total
isi pori (Vv). Biasanya dinyatakan dalam persen.

VW
S(%) = VV x 100

Nilainya berkisar antara 0 % sampai 100 %. Tanah asli dilapangan luas


mempunyai derajat kejenuhan lebih dari 90 %.

Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S = 1. Pada Tabel 1.1
menunjukkan berbagai macam derajat kejenuhan tanah untuk maksud
klasifikasi.

Berat jenis tanah (GS) tidak berdimensi. Berat jenis dari berbagai jenis tanah
berkisar antara 2,65 sampai 2,75. Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis
tanah seperti dalam Tabel 1.2

Keadaan Tanah Derajat kejenuhan S


Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 – 0,25
Tanah lembab 0,26 – 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 – 0,75
Tanah basah 0,76 – 0,99
Tanah jenuh air 1
Macam Tanah Berat Jenis (GS)
Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 – 2,68
Lanau anorganik 2,62 – 2,68
Lempung organic 2,58 – 2,65
Lempung anorganik 2,68 – 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 – 1,80

Contoh Soal 1.1

Pada kondisi dilapangan, tanah mempunyai volume (isi) 10 cm 3 dan berat


basah 18 gram. Berat tanah kering oven adalah 16 gram. Jika berat jenis
tanah Gs = 2,71.

Hitung : Kadar Air, Berat volume basah, Berat volume kering, Angka pori,
Porositas, dan Derajat kejenuhan (dianggap berat volume air 1
g/cm3)

Penyelesaian :

Ww W −W S 18−16
a. Kadar Air : w = WS = WS = 16 = 12,5 %

W
b. Berat volume basah b = V = 18/10 = 1,80 g/cm3

WS
c. Berat volume kering d = V = 16/10 = 1,60 g/cm3

VV
d. Angka pori e = VS

WS 16
VS = GSY W = 2,71x 1 = 5,90 cm3

VV = V - VS = 10 – 5,90 = 4,10 cm3

e = 4,10/5,90 = 0,69
e 0,69
e. Porositas : n = 1+e = 1+0 ,69 = 0,41

VW
f. Derajat kejenuhan : S = V V

WW
Vw = YW = ( 18 – 16 )/1 = 2 cm3

Jadi S = 2/4,10 = 0,49 = 49 %

1.7 PENGUJIAN LABORATORIUM UNTUK MENENTUKAN BERAT SATUAN,


KADAR AIR, DAN BERAT JENIS

 UJI BERAT JENIS


  I. PENDAHULUAN
Berat jenis (specific gravity) tanah adalah angka perbandingan antara berat isi butir
tanah dengan berat isi air suling pada volume yang sama dan suhu tertentu.
Berat jenis tanah sangat penting diketahui yang selanjutnya digunakan dalam
perhitungan - perhitungan mekanika tanah.

          II. TUJUAN


Mengetahui berat jenis tanah disturbed yang lolos saringan no.40 dan tanah
undisturbed dengan menggunakan piknometer.

        III. PERALATAN


1. 6 buah piknometer kapasitas 50 ml.
2. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk memanasi hingga 115° C.
3. Neraca dengan ketelitian 0.01 gr.
4. Thermometer ukuran 0 - 100° C dengan ketelitian 1° C.
5. Saringan no.40
6. Botol berisi aquades.
7. Kompor.
8. Bak perendam.
        IV. BENDA UJI
Benda uji diambil dari lapangan sepak bola Teknik Sipil USU. Benda uji pada
percobaan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu :
· Benda uji tanah tidak terganggu (undisturbed soil) hasil pengeboran.
· Benda uji tanah terganggu (disturbed soil).
Kedua benda uji tersebut merupakan hasil pengambilan sampel tanah 9soil
sampling).

        V. PROSEDUR
1. Sampel tanah disturbed dan undisturbed disiapkan
2. gumpalan – gumpalan tanah disturbed ditumbuk agar butiran tanah terlepas
sehingga dapat disaring pada saringan no.40
3. sampel tanah dikeringkan dalam oven suhu 110° C selama 24 jam lalu
dianginkan.
4. Cuci piknometer dan keringkan.
5. Timbang peknometer dan tutupnya lalu timbang sebagai W1.
6. Masukkan benda uji ke dalam piknometer hingga mencapai 1/3 volume,lalu
timbang dan catat sebagai W2.
7. Tambahkan air ke dalam piknometer sebanyak 1/3 volume sehingga isi
piknometer menjadi 2/3 bagian.
8. Didihkan piknometer di kompor untuk mengeluarkan udara yang terjebak di
dalamnya, kemudian angkat.
9. Rendam piknometer dalam wadah/bak rendaman selama 24 jam.
10. Ukur suhu rendaman air dengan termometer.
11. Akibat perendaman, air dalam piknometer akan berkurang, tambahkan air
kembali hingga posisi 2/3 volume piknometer.
12. Keringkan bagian luar piknometer dan timbang kemudian catat sebagai W3.
13. Keluarkan isi piknometer, lalu bersihkan.
14. Isi piknometer dengan aquades hingga 2/3 volume piknometer kemudian catat
sebagai W4.

       VI. PERHITUNGAN


Berat jenis tanah (GS) dapat dihitung dengan rumus :
GS = ( W2 – W1 )/ ( W4-W1 ) – ( W3-W2 )
Dimana :
W1 = berat piknometer (gr)
W2 = berat piknometer + tanah (gr)
W3 = berat piknometer + tanah + air (gr)
W4 = berat piknometer + air pada temperatur (T° C) (gr)
Faktor koreksi pada suhu dapat dilihat pada tabel berikut :
T° C k
25 1.0000
26 0.9997
27 0.9995
28 0.9992
29 0.9989
30 0.9986
31 0.9983

Deskripsi tanah berdasarkan berat jenis tanah

Jenis Tanah GS
Kerikil 2.65 - 2.68
Pasir 2.65 – 2.68
Lempung tak berorganik 2.62 – 2.65
Lanau 2.65 – 2.68
Lanau tak berorganik 2.68 – 2.72
Lempung berorganik 2.58 – 2.66

 UJI KADAR AIR

METODOLOGI PERCOBAAN
3.1    Tempat dan Waktu
Praktikum kadar air tanah dilaksanakan di depan Green House dan
Laboratorium Kimia Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin, Makassar.  Praktikum ini dilaksanakan pada Rabu 9 November 2011,
berlangsung dari pukul 13.00 WITA sampai dengan selesai.
3.2    Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sampel tanah Alfisol dan
air.      Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cangkul, plastik, ember,
cawan petridish, timbangan dan oven.
3.3    Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah:
3.3.1 Volumetrik
- Menimbang sample tanah utuh beserta ring sampelnya.
- Meringkannya di dalam oven suhu 105o C selama 2 x 24 jam.
- Mengeluarkan sample tanah utuh beserta ring sample, mendinginkannya terlebih
dahulu, kemudian timbang sample tanah tanah beserta ring sampelnya yang telah
kering oven.
- Mengeluarkan tanah dari dalam ring sample, kemudian menimbang ring sample.
- Menghitung dengan rumus :

Kandungan air tanah :    berat basah – berat kering


                                                                Volume tanah
3.3.2 Kapasitas Lapang
- Menentukan tempat/lokasi yang datar dan dekat dengan sumber air.
- Membersihkan tempat tersebut dari rerumputan.
- Membuat bedengan dengan ukuran 1 x 1 meter.
- Setelah bedengan dibuat cukup tinggi, padatkan bedengan tersebut untuk mencegah
air merembes.
- Menyiapkan air  +  200 liter dan menumpahkan pada bedengan secara bersamaan
sampai tanah tersebut jenuh air.
- Menutup bedengan dengan menggunakan plastik. Memastikan bahwa seluruh 
bedengan tertutup rapat, kemudian menyiamkan selama 1 x 24 jam.
- Setelah didiamkan selama 1 x  24 jam, membuka plastik yang menutupi pot
kemudian menyungkil tanahnya.
- Menimbang tanah yang telah dicungkil (nilai tersebut sebagai berat basah) kemudian
mengovenkan selama 1 x 24 jam.
- Setelah di ovenkan, menimbang tanahnya  (nilai tersebut sebagai berat kering).
- Menghitung kadar air kapasitas lapang dengan menggunakan rumus :
   Kadar air kapasitas lapang : berat tanah basah – berat tanah kering oven
                                                       berat tanah kering oven
- Melakukan analisis partikel untuk mengetahui persen liat pada tanah lalu menghitung
kadar air pada titik layu permanen dengan menggunakan rumus :

Kadar air TLP =


        ‘(0,649 + 0,3538 x % liat)
                                                          100
      -     Menghitung air tersedia dengan menggunakan rumus :
            Air Tersedia = Kadar air kapasitas lapang – kadar air TLP
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 8. Penetapan Kadar Air Tanah Alfisol
Gravimetrik Volumetrik
Kadar Air
Kandungan Kapasitas Kadar Air Air
Air Tanah Lapang TLP Tersedia

Tanah Alfisol 42,7% 0,42% - -

1.8 BESARNYA BUTIRAN TANAH DAN CARA MENGUKURNYA

Sifat-sifat dari suatu macam tanah tertentu banyak tergantung kepada ukuran
butirannya. Karena itu pengukuran besarnya butir tanah merupakan suatu
percobaan yang sering dilakukan dalam bidang Mekanika Tanah. Besarnya
butir juga merupakan dasar untuk menyatakan klasifikasi tanah atau
pemberian nama kepada macam-macam tanah tertentu. Dengan demikian,
analisis tentang butiran merupakan pengujian yang sangat sering dilakukan.

Analisis ukuran butiran tanah adalah penentuan persentase berat butiran yang
tertinggal pada satu unit seringan, dengan ukuran diameter lubang tertentu.

1) Tanah Berbutir Kasar

Distribusi ukuran butir untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan
cara menyaring. (lihat ukuran dan nomor saringan tabel 1.3)

Caranya, tanah benda uji disaring lewat satu unit saringan standar. Berat
tanah yang tertinggal pada masing-masing saringan ditimbang, lalu
persentase terhadap berat kumulatif tanah dihitung.

Adapun besarnya butir tanah biasanya digambarkan pada suatu grafik,


yaitu grafik lengkung gradasi atau grafik lengkungan pembagian butir
(particle size distribution curve), sebagaimana terlihat pada Gambar 1.2.
Juga pada gambar ini dapat dilihat besarnya butir yang merupakan batas
antara kerikil dan pasir, pasir dan lanau, dan sebagainya.
No. Diameter lubang No. Saringan Diameter lubang
Saringan mm mm

3 6,35 40 0,42
4 4,75 50 0,30
6 3,35 60 0,25
8 2,36 70 0,21
10 2,00 100 0,15
16 1,18 140 0,106
20 0,85 200 0,075
30 0,60 270 0,053
2) Tanah Berbutir Halus

Distribusi ukuran butir tanah berbutir halus atau sebagian bebutir halus
dari tanah berbutir kasar, dapat ditentukan dengan cara sedimentasi atau
pengendapan. Disebut juga analisa basah atau percobaan hidrometer.

Caranya, tanah dicampur dengan air (biasanya sebanyak 1000 cc) dan
diaduk dalam suatu tabung hidrometer dan dibiarkan tabung berdiri supaya
butir-butir tanah mengendap, kemudian dilakukan analisa saat
pengendapan berlangsung.

1.9 TANAH ASLI, TANAH TIDAK ASLI (DIBENTUK ULANG), STRUKTUR


TANAH, DAN SIFAT KEPEKAAN

1. PENGERTIAN TANAH ASLI

Menurut Das (1985), tanah di alam terdiri dari campuran butiran-butiran mineral
dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dengan mudah
dipisahkan satu sama lain dengan campuran air yang dikocok. Material ini berasal dari
pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifatsifat teknis tanah, kecuali oleh
sifat batuan induk yang merupakan material asal, juga dipengaruhi oleh kandungan-
kandungan bagian luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.
Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau, dan lempung digunakan dalam Teknik Sipil
untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah terdiri dari dua atau
lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan
organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan di belakang
material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung
yang mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.
Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Ruang di antara
butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga
tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi
udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering
adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol.

2. PENGERTIAN TANAH TIDAK ASLI

TANAH YANG TIDAK ASLI: TANAH YANG DIBENTUK ULANG


Selain kedua golongan utama tanah asli ini, ada golongan ketiga yaitu tanah yang
tidak asli atau yang disebut tanah dibentuk ulang (remoulded soil). Perilaku tanah
jenis ini tidak lagi sama seperti pada keadaan aslinya dan umumnya kurang
penting dibandingkan dengan tanah asli. Golongan ini termasuk tanah yang
dibentuk di laboratorium dengan memakai proses pengendapan dan tanah yang
dipadatkan.

Pada masa ini, ada istilah lain yang sering dipakai juga pada golongan ini, yaitu
destructured, artinya struktur tanah dihapuskan akibat pembentukan ulang. Arti
destructured hampir sama dengan remoulded, tetapi maksudnya adalah struktur
dihapuskan tetapi butir sendiri masih utuh. Istilah remoulded berarti segala sifat
yang berhubungan dengan keadaan aslinya dihapuskan sama sekali. Pada tanah
residu, pembentukan ulang dapat merusak struktur namun mungkin pula
menghancurkan butirnya.

Sifat tanah yang dibentuk ulang (baik itu tanah endapan atau tanah residu) tidak
lagi bergantung pada struktur. Jadi, berbeda dari tanah aslinya. Tanah yang
dipadatkan merupakan pengecualian dari hal ini karena proses pemadatan dapat
menghasilkan struktur, walaupun pengaruhnya tidak besar. Permeabilitas tanah
yang dipadatkan bisa lebih tinggi pada arah horizontal daripada arah vertikal,
akibat cara pemadatan dengan roda besi. Mungkin pula bahwa tanah ini lebih
kaku pada arah vertikal daripada arah horizontal.

3. STRUKTUR TANAH
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan
ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk
agregat dari hasil proses pedogenesis.
Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat
relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir
dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus
dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk
sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang
lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil ( mikropori) memegang air untuk
kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.
Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi
secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan
laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada
tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak
dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah
berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur
ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah
kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang
memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu akar memiliki kesempatan
untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada tanah
yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang
bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya
karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman
akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat, sehingga
perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme
tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah.
Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya
air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum
dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air
hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan
permukaan (longsor). Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan
penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan
sebagian besar menjadi aliran permukaan (longsor)
4. KEPEKAAN TANAH
Tingkat Kepekaan Tanah Terhadap Erosi.
Pengertian Kepekaan tanah terhadap erosi, atau disebut erodibilitas tanah
didefinisikan oleh Hudson (1978) sebagai mudah tidaknya suatu tanah tererosi.
Secara lebih spesifik Young et al. dalam Veiche (2002) mendefinisikan 28 erodibilitas
tanah sebagai mudah tidaknya suatu tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya
butir-butir hujan, dan/atau oleh kekuatan aliran permukaan. Negara-negara tropis
seperti Indonesia, kekuatan jatuh air hujan dan kemampuan aliran permukaan
menggerus permukaan tanah adalah penghancur utama agrerat tanah. Agregat tanah
yang sudah hancur kemudian diangkut oleh aliran permukaan, mengikuti gaya
gravitasi sampai suatu tempat di mana pengendapan terjadi. Keseluruhan proses ini,
yaitu penghancuran agrerat, pengangkutan partikel-partikel tanah, dan pengendapan
partikel tanah disebut sebagai erosi tanah. Proses erosi oleh air hujan dapat
dikelompokkan menjadi 5 bentuk, yaitu:
1. Erosi percikan (splash erosion), adalah proses terkelupasnya partikel-partikel tanah
bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos. Dapat diartikan
juga sebagai erosi hasil dari percikan atau benturan air hujan secara langsung partikel
tanah dalam keadaan basah.
2. Erosi lembaran (sheet erosion), adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis
permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian
(run off).
3. Erosi alur (riil erosion), adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan
partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-
saluran air.
4. Erosi parit (gully erosion), adalah kelanjutan dari erosi alur, yaitu terjadi bila alur-alur
menjadi semakin lebar dan dalam yang membentuk parit dengan kedalaman yang
dapat mencapai 1 sampai 2,5 meter atau lebih.
5. Erosi sungai atau saluran (stream/channel erosion), adalah erosi yang terjadi akibat
terkikisnya permukaan tanggul sungai dan gerusan sedimen di sepanjang dasar
saluran sungai.
Faktor yang Mempengaruhi Erodibilitas Tanah
Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yakni sifat fisik, mekanik,
hidrologi, kimia, reologi/litologi, mineralogy dan biologi, termasuk karakteristik profil
tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah (Veiche, 2002).
Poesen (1983) menyatakan bahwa erodibilitas bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat
tanah, namun ditentukan pula oleh faktorfaktor erosi lainnya, yakni erosivitas,
topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia. Hudson (1978) juga menyatakan
bahwa selain sifat fisik tanah, faktor pengelolaan atau perlakuan terhadap tanah
sangat berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas suatu tanah. Pada prinsipnya sifat-
sifat yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah : (1) sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas tanah menahan air, dan (2)
sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi, dan
pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan. Sifat-sifat tanah tersebut
mencakup tekstur, struktur, 30 bahan organik, kedalaman tanah, sifat lapisan tanah
dan tingkat kesuburan tanah (Arsyad, 2000).
1.10 TANAH JENUH AIR DAN TANAH TIDAK JENUH AIR
 PENGRTIAN TANAH JENUH AIR
merupakan media aliran lolos air pada zona tekanan air pori positif di
bawah phreatic surface. Aliran jenuh (saturated flow) pada umumnya dihasilkan akibat
adanya pengaruh perbedaan gaya berat gradient hidraulik antara waduk dan tempat
keluarnya rembesan dihilir/drain.
 PENGRTIAN TANAH TIDAK JENUH AIR
Aliran tak jenuh (unsaturated flow) merupakan media aliran lolos air pada zona
tekanan air pori negative di atas phreatic surface. Aliran tak jenuh (unsaturated flow)
pada umumnya terjadi karena adanya perbedaan antara tegangan permukaan kapiler
(yang diakibatkan oleh gradient hidraulik di antara zona jenuh air) dengan tempat
keluarnya rembesan.
BAB II
PENILAIAN, KLASIFIKAS, DAN DESKRIPSI TANAH

2.1 PENDAHULUAN
Tanah dasar merupakan bagian penting dari konstruksi jalan karena tanah ini
mendukung seluruh konstruksi diatasnya. Tanah dasar menentukan mahal tidaknya
pembangunan bangunan tersebut karena kekuatan tanah tersebut. Tanah dasar
dalam keadaan asli merupakan suatu bahan yang kompleks dan sangat bervariasi
kandungan mineralnya. Pembangunan konstruksi diatas tanah tidak selalu berada
pada tanah dasar yang relative baik, ada kemungkinan dibuat diatas tanah
yangkurang baik. Akibatnya tanah tersebut dapat langsung dipakai sebagai lapisan
dasar (subgrade). Oleh karena itu tanah dasar perlu dipersiapkan secara baik antara
lain dengan perbaikan tanah. Stabilitasi tanah adalah alternative yang dapat diambil
untuk memperbaiki sifat-sifat tanah yang ada. Pada prinsipnya stabilitasi tanah
merupakan suatu penyusunan kembali butir-butir tanah agar rapat dan saling
mengunci.
Banyak pekerjaan tanah seperti tanggul, dan bendungan urugan mempunyai
usia yang hampir sama tuanya seperti sejarah manusia, tetapi bangunan- bangunan
yang masih bertahan umumnya disebabkan oleh kombinasi dari pengendalian mutu
dan nasib baik.
Apabila suatu tanah yang terdapat dilapangan bersifat sangat lepas atau sangat
mudah tertekan atau apabila ia mempunyai indeks konsistensi yang tidak baik.
Permeabilitas yang terlalu tinggi atau sifat lain yang diinginkan sehingga tidak sesuai
untuk suatu konstruksi bangunan maka tanah tersebut harus distabilitaskan .

2.2 TANAH BERBUTIR KASAR DAN TANAH BERBUTIR HALUS


Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk mengelompokkan segala
jenis tanah ke dalam kelompok yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya.
Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah sebagai hasil pengembangan dari
sistem klasifikasi yang sudah ada. Sistem klasifikasi tanah yang paling umum
digunakan adalah :
a. Klasifikasi Tanah USCS (Unified Soil Clasification System) Sistem ini pada
mulanya diperkenalkan oleh Casagrande pada tahun 1942, dalam klasifikasi ini,
suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama yaitu:
1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils),
2) Tanah berbutir halus (fine-grained soils)
3) Tanah Organis Tinggi

Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah sistem Unified adalah sebagai


berikut :
1) Menentukan tanah apakah berupa butiran halus atau butiran kasar secara
visual atau dengan cara menyaringnya dengan saringan nomor 200.
2) Jika tanah berupa butiran kasar :
a) Menyaring tanah tersebut dan menggambarkan grafik distribusi
butirannya.
b) Menentukan persen butiran lolos saringan no.4. Bila prosentase
butiran yang lolos ≤ 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai kerikil.
Bila prosentase yang lolos > 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai
pasir.
c) Menentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200 jika prosentase
butiran yang lolos ≤ 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi dengan
menghitung Cu dan Cc. Jika termasuk bergradasi baik, maka
klasifikasikan sebagai GW (bila berkerikil) atau SW (bila pasir). Jika
termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP (bila berkerikil)
atau SP (bila pasir).
d) Jika prosentase butiran tanah yang lolos saringan no.200 di antara 5
sampai dengan 12%, tanah akan mempunyai simbol dobel dan
mempunyai sifat keplastisan (GW-GM, SW-SM, dan sebagainya).
e) Jika prosentase butiran tanah lolos saringan no.200 > 12%, harus
diadakan pengujian batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran
tanah yang tertinggal dalam saringan no.40. Kemudian, dengan
menggunakan diagram plastisitas, tentukan klasifikasinya.
3) Jika tanah berbutir halus :
a) Menguji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang
tinggal dalam saringan no.40. Jika batas cair lebih dari 50%, klasifikasikan
sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50%, klasifikasikan
sebagai L (plastisitas rendah).
b) Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau
anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai
CH.
c) Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi tanah
tersebut sebagai organik (OL) atau anorganik (ML) berdasar warna, bau,
atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan mengeringkannya
di dalam oven.
d) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area
yang diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50%, gunakan
simbol dobel.
2.3 BATAS-BATAS ATTERBERG
Suatu ukuran relatif dimana tanah dapat berubah bentuk dapat diartikan dengan
konsistensi, yang banyak digunakan untuk tanah berbutir halus. Konsistensi banyak
dihubungkan dengan kadar air yang menunjukkan kekentalan tanah itu. Seorang
ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg (1911) mengembangkan suatu metode untuk
menjelaskan batas konsistensi tanah pada kadar air yang bervariasi. Apabila kadar
airnya tinggi, campuran tanah dan air menjadi sangat lembek seperti cairan.

a. Batas Cair Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah kohesif tetap
dalam keadaan cair tetapi masih mempunyai kekuatan geser biarpun kecil yang
sanggup menahan tanah untuk mengalir (Braja M Das 1985). Batas cair berada
pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari
daerah plastis.
b. Batas Plastis Batas plastis adalah kadar air yang berhubungan dengan batas
sembarang antar keadaan plastis dan keadaan semi plastis. Pada umumnya
didefinisikan sebagai kadar air minimum untuk massa tanah yang digulung-
gulung dan mulai retak mendekati diameter 3 mm (Braja M Das 1985).
c. Indeks Plastisitas Selisih antara batas cair dan batas plastis tanah disebut
Indeks Plastisitas. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang
masih bersifat plastis.
d. Batas Susut ( Shrinkage Limit ) Batas susut adalah kadar air yang didefinisikan
pada derajat kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan
terdapat perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Harus diketahui
bahwa batas susut makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami
perubahan volume.
Batasan mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesinya dapat dilihat
pada Tabel 5 : Tabel 5. Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah

2.4 KEPADATAN RELATIF PASIR DAN INDEKS KECAIRAN LEMPUNG


Secara partikel, ukuran partikel pasir besar dan sama atau seragam, bentuknya
bervariasi dari bulat sampai persegi. Bentuk-bentuk yang dihasilkan dari abrasi dan
pelarutan adalah sehubungan dengan jarak transportasi sedimen.
Perilaku terjadinya massa disebabkan oleh jarak pori di antara butiran masingmasing
yang bersentuhan.
Mineral pasir yang lebih dominan adalah kwarsa yang pada dasarnya stabil,
lemah dan tidak dapat merubah bentuk. Pada suatu saat, pasir dapat meliputi granit,
magnetit dan hornblende. Karena perubahan cuaca di mana akan cepat terjadi
pelapukan mekanis dan terjadi sedikit pelapukan kimiawi, mungkin akan ditemui mika,
feldspar atau gypsum, tergantung pada batuan asal.
Secara permeabilitas, pasir merupakan material yang mempunyai permeabilitas tinggi,
mudah ditembus air.
Kapilaritas pasir dapat dikatakan rendah, sehingga dapat diabaikan.
Kekuatan hancur pasir diperoleh dari gesekan antar butiran. Dan berkenaan
dengan kekuatan hancur, perlu diperhatikan bahwa pada pasir lepas sedikit
tersementasi dapat menyebabkan keruntuhan struktur tanah.
Dalam hal kemampuan berdeformasi, pasir bereaksi terhadap beban cepat seperti
tertutupnya pori-pori dan padatnya butiran akibat pengaturan kembali. Deformasi atau
perubahan bentuk pasir pada dasarnya plastis, dengan beberapa pemampatan elastis
yang terjadi di dalam butiran-butiran. Jumlah pemampatan dihubungkan dengan
gradasi kerapatan relatif dan besarnya tegangan yang bekerja. Kepekaan dan
terjadinya kerapatan pasir disebabkan getaran keras dan material-material yang siap
dipadatkan. Kehancuran dapat terjadi pada butiranbutiran pada saat tegangan-
regangan yang bekerja relatif rendah.
Pada Tabel 2.9 di bawah ini ditampilkan perbandingan sifat-sifat mekanis tanah
lempung dan pasir, dipandang dari kebutuhan untuk konstruksi badan jalan maka
kedua material tersebut masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan.
2.5 KEPEKAAN DAN AKTIVITAS PADA LEMPUNG
Lempung adalah tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm dan mempunyai
partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur
dengan air (Grim, 1953 dalam Das, 1993). Menurut (Chen, 1975 dalam Supriyono,
1997) untuk tanah lempung ekspansif, kandungan mineralnya adalah montmorilonit
yang mempunyai luas permukaan yang lebih besar dan sangat mudah menyerap air
dalam jumlah banyak, bila dibandingkan dengan mineral lainnya, sehingga tanah
mempunyai kepekaan terhadap pengaruh air dan sangat mudah mengembang.
Potensi pengembangannya sangat erat hubungannya dengan indeks plastisitasnya,
sehingga suatu tanah lempung dapat diklasifikasikan sebagai tanah yang mempunyai
potensi mengembang tertentu didasarkan Indeks Plastisitasnya.

2.6 KEGUNAAN BATAS-BATAS ATTERBERG


Atterberg Limit diciptakan oleh Albert Atterberg seorang kimiawan Swedia, yang
kemudian diperbaharui oleh Arthur Casagrande. Limit ini adalah perhitungan dasar
dari tanah butir halus. Apabila tanah butir halus mengandung mineral lempung, maka
tanah tersebut dapat diremes-remes (remolded) tanpa menimbulkan retakan. Sifat
kohesif ini disebabkan karena adanya air yang terserap di sekeliling permukaannya.
Atterberg mengembangkan metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanha
berbutir halus pada kadar air yang bervariasi. Berdasarkan pada jumlah air pada
tanah, tanah dapat dipisahkan dalam 4 keadaan dasar : solid, semi-solid, plastis dan
cair.
Setiap tingkat mempunyai kepadatan dan tingkah laku tanah berbeda-beda dan begitu
juga property teknisnya. Batas perbedaan antara setiap bentuk dapat ditentukan
berdasarkan perubahan kebiasaan tanah tersebut.
Atterberg dapat digunakan antara silt dan clay, yang dapat dibedakan lagi
menjdi beberapa bagian pada setiap jenisnya.

2.7 SISTEM KLASIFIKASI DAN DESKRIPSI TANAH


Deskripsi tanah
Untuk dapat mendeskripsikan tanah/batuan, kita harus melihat kepada
beberapa parameter yang saling berhubungan dengan material dan massa. Seperti
pada artikel sebelumnya yaitu: Deskripsi Batuan Beku, Deskripsi Batuan Sedimen,
tanah juga dapat dideskripsikan berdasarkan kepada genesis, struktur, besar butir,
kandungan utama, mienral yang terkandung. Tujuan dari mendeskripsikan tanah
adalah untuk menentukan jenis dari tanah tersebut sehingga dapat diketahui
mengenai sifat-sifat tanah tersebut.

Point penting dalam mendeskripsikan tanah yaitu:


 Deskripsikan sifat dari bahannya yaitu seperti warna, tekstur proporsi S, M,
C, bentuk partikel dan komposisi, tingkat pelapukan, strength, konsistensi,
plastisitas, Shear strength, kondisi kelembaban, kepadatan relatif (density) &
compactions. 
 Deskripsikan sifat dari massa tanah yaitu struktur (contohnya laminate,
blocky, dan lain-lain), diskontinuitas tanah tersebut, profil pelapukan. Untuk
melakukan beberapa variabel deskripsi pada point ini dapat dilakukan di
laboratorium, sebagian besar dapat dilakukan di lapangan. 
 Nama tanah yang dipakai adalah nama dominan beserta kandungan
minornya.

klasifikasi tanah
Klasifikasi tanah sudah ditentukan yang digunakan untuk menentukan jenis tanah agar
dapat mengetahui gambaran sepintas tentang sifat-sifat tanah. USCS (Unified Soil
Classification System) merupakan salah satu cara klasifikasi tanah yang sering
digunakan yang diusulkan oleh Cassagrande. Dasar klasifikasi USCS membedakan
berdasarkan pada sifat tekstur tanah  dan melihat jenis ukuran butri tanah yang
kemudian dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
 Tanah berbutir halus merupakan tanah yang dapat lolos saringan 200
mesh lebih dari 50%.
 Tanah berbutir kasar merupakan tanah yang dapat lolos saringan > 200
mesh lebih dari 50%.
 Tanah organik.

2.8 DESKRIPSI TANAH ASLI DAN PENCATATAN HASIL PENGEBORAN

Cara deskripsi dan klasisifikasi tanah yang diuraikan sebelumnya hanya


bersangkutan dengan bahan itu sendiri, tetapi tidak meliputi keterangan tentang
keadaan-keadaan ditempat atau keadaan aslinya pada waktu tanah itu berada dalam
permukaan bumi. Adalah sangat penting bahwasanya keterangan-keterangan seperti
itu dimasukkan dalam semua cara deskripsi contoh-contoh asli, terutama pada waktu
memotong dan mengambil contoh-contoh lubang bor.

Keterangan-keterangan tambahan yang harus ditambahkan pada deskripsi itu adalah


sebagai berikut :

1) Pasir dan Kerikil

Sifat tanah ditempat yang paling penting adalah kepadatan atau derajat
pemadatan. Istilah-istilah lepas, kepadatan sedang, padat dan sangat
padat, dipakai untuk menyatakan sifat-sifat ini. Sebagai tambahan,
beberapa pasir dan kerikil mempunyai lapisan yang nyata, atau
mengandung daerah-daerah lempung, atau potongan-potongan akar. Hal-
hal demikian harus dicatat

2) Lanau dan Lempung

Sifat setempat yang paling penting adalah kekuatannya (atau keadaan


wujudnya) dan istilah-istilah yang dipakai untuk menerangkannya, sesuai
dengan kekuatan yang bersangkutan, yaitu sebagai berikut :

Unconfined Compressive
Deskripsi
Strength
Kg/cm²
Sangat lunak (very – 0.25
soft) 0.25 – 0.5
Lunak (Soft) 0.5 – 1.0
Teguh (Firm) 1.0 – 4.0
Kenyal (Stiff) ≥ 4.0
Keras (Hard)

Disamping tingkat kekuatan ini, harus pula diberikan keterangan,


menganai struktur bahan, terutama mengenai apakah homogen, berlapis-
lapis, berongga dan sebagainya.
Urutan yang baik untuk menerangkan tanah asli, sebagai berikut :

Nama Bahan / Kekuatan atau Kepadatan / Warna / Keterangan

Contoh-contoh deskripsi yang khas adalah sebagai berikut :

LANAU ; lunak, biru pucat mengandung jalur-jalur bahan organik.

PASIR ; rapat, abu-abu tua, hanya pasir halus dan ukuran sedang,
homogen, kadang-kadang disana-sini terdapat kulit kerang.

BAB IV
KEADAAN TEGANGAN DI DALAM TANAH DAN PRINSIP TEGANGAN EFEKTIF

4.1 PENDAHULUAN
Sejak dulu Pembangunan infrastruktur sudah banyak di bangun oleh
pemerintah maupun masyarakat yang dikerjakan oleh para ahlinya yang sudah
berpengalaman dan tukang bangunan, baik itu bangunan yang tinggi, bendungan,
perumahan,jembatan, dan bangunan yang lainnya. Dan sekarang ini masih ada
bangunan konu yang umurnya sudah berates tahun lamanya yang tetap berdiri,
tetapi bangunan tersebut mengalami penurunan, akibat tanah yang mengalami
tegangan yang cukup besar, sehingga bangunan tersebut miring, dan akan
menyebabkan keruntuhan pada bangunan.
Sebelum mendirikan bangunan, apalagi bangunan yang tinggi , sangat perlukita
memperhatikan keadaan tegangan dalam tanah dan perilaku tanah, sehingga
bangunan tersebut dapat bertahan lama dan aman bagi manusia. Pada
pembahasan kali ini kita akan mempelajari keadaan tegangan di dalam tanah dan
prinsip tegangan efektif.

4.2 KEADAAN TEGANGAN DI DALAM TANAH

TEGANGAN VERTIKAL DI DALAM TANAH


Jika kita mengebor kedalam tanah, kita akan menemukan bahwa pada suatu
kedalaman tertentu tanah akan menjadi lebih basah dan air akan mulai mengalir ke
dalam lubang. Jika lubang tersebut di biarkan, krtinggian air akan naik dan menjadi
tetap. Kedalaman ini disebut muka air tanah, seperti Gambar 1.1.
Kita dapat menentukan keadaan tegangan di tanah pada elemen yang
kedalamannya D. Kita ambil berat satuan tanah sebesar γ dan nilainya sama di bawah
atau di atas muka air. Ini adalah keadaan biasa pada lempung asalkan iklimnya
“sedang” (temperate), akan tetapi mungkin akan berlainan jika iklim keering atau jika
tanah brupa lanau atau pasir.
Tegangan vertical adalah sebesar σ v =γD dimana σ v =¿ tegangan vertical total
pada tanah, disebut tegangan total karena merupakan hasil dari seleruh bahan di
atasnya.
Kita juga dapat menemukan tegangan yang lain pada kedalaman D ; ini adalah
tekanan pada air yang tekandung pada dalam pori tanah. Tekananan ini di sebut
tekanan air pori. Pori ini saling berhubunhan sehingga pada keadaan tersebut tekanan
air pori adalah hidrostatik terhadap muka air tanah, sehingga nilainyaadalah :

u=γ ω ( D−H ω )dimanau=¿ tekanan air pori


γ ω=¿ berat satuan air

Gambar 1.1 muka air tanah dan keadaan tegangan dalam tanah
Perbedaan antara kedua tegangan ini disebut tegangan efektif, yaitu :
σ ' =σ v −u=γD−γ ω ( D−H ω)
Dimana σ ' adalah tegangan efektif vertical.
Hubungan antara tegangan total, tekanan air pori, dan tegangan efektif berlaku
secara umum di dalam tanah, tidak hanya pada arah vertical, dan ditulis sebagai:
σ '=σ −u (1.1)

TEGANGAN HORIZONTAL DI DALAM TANAH

Kadang-kadang pada bidang geoteknik kita perlu mengetahui besarnya


tegangan horizontal dalam tanah. Penggalian yang dalam atau penggalian terowongan
merupakan contoh keadaan ini. Nilai tegangan horizontal bergantung pada banyak
faktor dan tidak ada cara sederhana untuk mengetahui nilai tegangan horizontal pada
suatu kedalaman tertentu. Tegangan in di pengaruh oleh jenis tanah, proses
pembentukannya, dan riwayat tegangannya.
Hubungan antara tegangan horizontal dan tegangan vertical pada tanah
umumnya dinyatakan dengan K o yang disebut Koefisien tekanan tanah pada
keadaan diam , yaitu :
σh'
Ko= (1.2)
σv '
Istilah “diam” atau “keadaan” berarti tanah tersebut tertahan dalam arah
horizontal sehingga tidak terjadi deformasi horizontal. Namun, istilah K o digunakan
juga pada keadaan dimana tegangan horizontal disebabkan oleh faktor faktor khusus,
seperti pergerakan tektonik. Dalam hal ini, mungkin terjadi deformasi horizontal.

Hubungam antara tegangan horizontal dan vertical pada keadaan K o ini


diperlihatkan pada gambar 4.8. jka tegangan vertical bertambah maka tegangan
horizontal juga bertambah. Hubungan antara keduanya adalah linier, dan nilai K o pada
keadaan ini biasanya berkisaran anatara 0,3 sampai 0,5. Hal ini sesuai perkiraan teori
elastis, yaitu bahwa hubungan antara K o dan rasio possion adalah :
v'
Ko= (1.3)
1−v '
Rasio poisson pada tanah umumnya berkisaran antara 0,2 sampai 0,4 yang
memberikan nilai K o dari 0,25 hingga 0,67. Penelitian pada pasir dan lempung
terkonsolidasi normal menghasilkan hubungan antara K o dan sudut gesekan ϕ’
sebagai berikut :
K o =1−sin ϕ ’ dimana ϕ’ adalah sudut gesekan (1.4)

Ada keadaan dimana tanah mengalami pengurangan tegangan di atasnya


akibat gerakan tektonik , di ikuti oleh erosi. Dalam hal ini tanah menjadi terkonsolidasi
berlebihan. Selama pengurangan tegangan vertical , tanah tidak elastis dan
penurunan tegangan horizontal tidak lagi sebanding dengan penurunan tegangan
vertical. Awalnya penurunan tegangan horizontal lebih kecil daripada penurunan
tegangan vertical , seperti ditunjukkan oleh garis pengurangan tegangan pada gambar
4.8 . selanjutnya, tegangan horizontal menjadi sama dengan tegangan vertical , lalu
melebihi tegangan vertical.
Pada tanah residu, keadaannya berbeda dan sukar diperkirakan. Sampai
sekarang sedikit sekali keterangan tentang nilai K o pada tanah residu. Pada
umumnya, proses pelapukan yang membentuk tanah residu di sertai dengan
kehilangan bahan serta penurunan kekakuan dan kekuatan bahan. Karena hal ini, ada
alasan untuk berpendapat bahwa tegangan horizontal akan menjadi kecil
dibandingankan dengan tegangan vertical.
Vaughan dank wan (1984) mempergunakan anlisis secara teoritis untuk
meneliti pengaruh pelapukan terhadap tegangan horizontal. Kesimpulannya adalah
bahwa tegangan horizontal pada batuan asalnya semula segera menurun akibat
proses pelapukan dan nilai K o mendekati nilai menurut teori elastic, yaitu nilai pada
persamaan 4.3. karena nilai rasio poisson pada tanah residu umumnya agak kecil,
nilai K o juga akan kecil.
Keadaan pada tanah residu yang berasal dari batu pasir atau shale atau clay-
stone akan menjadi sebaliknya. Pada bahan semacam ini, mungkin proses pelapukan
melepaskan mineral lempung yang aktif yaitu suka mengembang (expansive). Dengan
demikian ada kemungkinan bahwa tegangan horizontal akan naik akibat pelapukan.
Gambar 4.9 memperlihatkan perubahan nilai parameter K o terhadap waktu
disebabkan oleh proses pembentukan dan pelapukan yang berbeda-beda.
Ada faktor lain lagi yang mempengaruhi nilai K o , yaitu topografi seperti
diperlihatkan pada gambar 4.10. tanah pada lereng bukit cenderung bergerak ke
bawah sehingga tegangan pada bagian atas lereng berkurang pada dasar lembah,
tanah menahan kecenderungan bergerak sehingga tegangan horizontal di sini menjadi
lebih besar.

Kembali pada gambar 4.1 dan tegangan pada elemen tanah pada kedalaman D, kita
dapat menghitung tegangan horizontal seperti di bawah ini :
Tegangan vertical total :σ v =γD
Tekanan air pori :u=γ ω ( D−H ω )
Sehingga σ 'v =σ v −u=γD−γ ω ¿¿
Tegangan efektif horizontal σ h=K o σ 'v
Tegangan horizontal total σ h=σ 'h +u
Yaitu σ h=K o σ 'v +u (1.5)

DISTRIBUSI TEGANGAN DI DALAM TANAH

Hitungan tegangan -tegangan yan g terjadi di dalam tanah berguna untuk analisis
tegangan-regangan (stress-strain) dan penurunan (settlenzent). Sifat-sifat tegangan
-regangan dan penurunan bergantung pada sifat tanah bila mengalanti pembebanan.
Dalam hitungan tegangan di dalam tanah, tanah dianggap bersifat elastis,
homogen.isotropis, dan terdapat hubungan linier antara tegangan dan regangan.

Tegangan yang terjadi di dalam massa tanah dapat di sebabkan oleh beban yang
bekerja di permukaan atau oleh beban akibat berat sendiri tanah. Tegangan yang
berasal dari beban di permukaan tanah berkurang bila kedalaman bertambah.
Sebaliknya, tegangan yang berasal dari berat sendiri tanah bertambah bila
kedalamannya bertambah.

Regangan volumetrik pada material yang bersifat elastis dinyatakan oleh


persamaan:

∆ V 1−2 μ
= (σ x +σ y +σ z )
V E

Dengan :

∆ V =peruba h an volume
V =volume awal
E=modulus elastis
σ x ,σ y , σ z =tegangan−tegangan dalam ara h x , y , dan z

Dalam persamaan (6.1), bila pembeban yang mengakibatkan penurunan, terjadi pada
kondisi tanpa dranasi (undrained), atau penurunan terjadi pada volume konstan, maka
∆ /V =0. dalam kondisi ini, angka poisson µ = 0,5. Jika pembebanan menyebabkan
perubahan volume (seperti contohnya penurunan akibat proses konsilidasi)
sehingga ∆ /V >0, maka µ < 0,5.

TEORI BOUSSINESQ

Beban Titik
Analisa tegangan yang terjadi di dalam massa tanah akibat pengaruh beban titik di
permukaan dapat dilakukan dengan menggunakan teori boussinesq (1885). Anggapan
anggapan yang dipakai pada teori boussineq adalah :

1. Tanah yang merupakan yang bersifat elastis, homogeny, isotropis, dan semi tak
terhingga (semi infinite).
2. Tanah tidak mempunyai berat.
3. Hubungan tegangan regangan mengikuti hokum Hook.
4. Distribusi tegangan akibat beban yang bekerja tidak bergantung pada jenis
tanah
5. Distribusi tegangan semitri terhadap sumbu vertical (z).
6. Perubahan tanah diabaikan.
7. Tanah tidak sedang mengalami tegangan sebelum beban Q diterapkan.

Telah diamati bahwa tegangan vertikal tidak bergantung pada modulus elastis (E)
dan angka Poisson (µ). Akan tetapi, tekananlateral bergantung pada angka Poisson
dan tidak bergantung pada modulus elastis.

Dalam hitungan distribusi tegangan akibat beban struktur,tegangan yang terjadi


biasanya dinyatakan dalam istilah tambahan tegangan (stress increment), yaitu ∆ σ.
Karena dalam kenyataan,tegangan yang diakibatkan oleh beban stuktur merupakan
tambahantegangan pada tekanan overburden (tekanan vertikal akibat berattanahnya
sendiri). Jadi. sebenarnya tanah sudah mengalami tegangan sebelum beban struktur
bekerja
Teori Boussinesq (1885) untuk tambahan tegangan vertikaJ akibat beban titik
dianalisis dengan meninjau sistem tegangan pada koordinat silinder (Gambar 6.1).
Dalam teori ini tambahan tegangan vertikal ( ∆ σ z ) pada suatu titik A di dalam tanah
akibat beban titik Q di permukaan dinyatakan oleh persamaan:
5
3Q 1

( ( ))
2
∆ σz=
2 π z2 r 2
(1.2)
1+
z

Tambahan tegangan mendatar arah mendatar dalam arah radial :

Q
∆ σ r= ¿(1.3)

Tambahan tegangan mendatar arah tangensial :

−Q
∆ σ θ= ( 1−2 μ) ¿ (1.4)

Gambar 1.1a Tambahan


tegangan akibat beban Tarik.
Gambar 1.1b Distribusi tegangan akibat bebantitik Q.

Tegangan geser :

3Q
τ rz = ¿ (1.5)

Bila μ= 0,50, maka suku persamaan kedua dari Persamaan (1.3) sama
dengan nol. dan pada Persamaan (1.4), nilai σθ = 0. Jika faktor pengaruh untuk beban
titik untuk teori Boussinesq didefinisikan sebagai:

5
3 1

( ( ))
2
I B=
2π r 2
(1.6)
1+
z

Maka persamaan (6.2) akan menjadi :

Q
∆ σ zσ = IB (1.7)
z2

Nilai I B yang disajikan dalam bentuk grafik diperhatikan dalam gambar 1.2, dalam

gambar ini, nilai pengaruh beban titik ( I B ) untuk teori boussinesq digambarkan

bersama-sama dengan faktor pengaruh beban titik ( I w ) untuk teori westergaard yang
akan dipelajari dalam bab ini.
Gambar 1.2 Faktor pengaruh untuk beban titik didasarkan teori boussinesq ( I B )
dan teori westergaard ( I w ) (taylor, 1948).

Intensitas tambahan tegangan vertikal ( ∆ σ z )akibat beban titik Q pada kedalaman


tertentu diperlihatkan secara skematis dengan garis patah-patah dalam Gambar 6.1b.
Jika titik-titik dengan tambahan tegangan yang sama dihubungkan, maka akan
dihasilkan gelembung tegangan(pressure bulb) atau isobar tegangan, seperti yang
ditunjukkan sebagai garis-garis penuh. Dalam satu kurva gelembung tegangan ∆ σ z
bernilai sama.

Beban Garis

Tambahan tegangan akibat beban garis Q per satuan panjang (Gambar 1.3) pada
sembarang titik di dalam tanah dinyatakan oleh persamaan-persamaan berikut ini.
Gambar 1.3 Tambahan tegangan akibat beban garis.
Tambahan teganagan vertikal arah sumbu −z :

2 Q z3
∆ σz= (1.8)
π ¿¿¿

Tambahan tegangan arah mendatar sumbu – x :

2 Q x2 z
∆ σx= (1.9)
π ¿¿ ¿

Tegangan geser :

2 Q x z2
τ xz = (1.10)
π ¿¿¿

Beban Terbagi Rata Berbentuk Lajur Memanjang


Tambahan tegangan akibat pada titik A di dalam tanah akibat beban fondasi
fleksibel terbagi rata q yang berbentuk lajur memanjang (Gambar 1.4) di permukaan
dinyatakan oleh persamaan persamaan berikut ini.

Tambahan teganagan vertikal arah sumbu −z :

q
∆ σz= ¿ (1.11)
π

Tambahan teganagan vertikal arah sumbu −x :

q
∆ σ x= ¿ (1.12)
π

Tegangan geser :
q
τ xz = sin α sin 2 β (1.13)
π

Dengan α dan β dalam radian, yaitu sudut yang ditunjukkan dalam Gambar 1.4. Isobar
tegangan adalah kurva yang menunjukkan tempat kedudukan titik yang mempunyai
teganagan vertical yang sama (lihat Gambar 1.5).

Gambar 1.4 Tambahan tegangan akibat terbagi rata berbentuk lajur


memanjang fleksibel.

Gambar 1.5 Isobar tegangan untuk beban terbagi rata berbentuk lajur
memanjang dan bujur sangkar didasarkan oleh teori Boussinesq.
Beban terbagi Rata Berbentuk Empat Persegi Panjang

Tambahan tegangan vertical akibat beban terbagi rata benrbentuk empat persegi
panjang fleksbel, dengan ukuran panjang Ldan lebar B (Gambar 1.6), dadat dihitung
dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari hasil pembelajaran teori
Boussinesq, sebagai berikut :

Gambar 1.6 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk empat persegi panjang.

∆ σ z =ql (1.14)

Dengan q = tegangan akibat beban pondasi, dan :

1
I= ¿ (1.15)

B L
m= ; n=
Z Z
Gambar 1.7 Faktor pengaruh I untuk tegangan vertical di bawah sudut luasan empat
persegi panjang akibat beban terbagi rata (U.S.Navy<1971).

Nilai Faktor pengaruh I untuk tegangan vertical di bawah sudut luasan empat persegi
panjang akibat beban terbagi rata q dalam bentuk grafik. Diperhatikan dalam Gambar
1.7. Tambahan tegangan vertical pada sembarangan titik di bawah luasan empat
persegi panjang dapat ditentukan dengan cara membagi-bagi empat persegi panjang,
dan kemudian menjumlahkan tegangan yang terjadi akibat tekanan masing-masing
bagiannya. Misalnya akan ditentukan tambahan tegangan vertical di bawah titik X dan
titik Y (Gambar 1.8) untuk ini dapat dilakukan cara sebagai berikut :
∆ σ z ( x )=∆ σ z ( XEBF )+ ∆ σ z ( XFCH ) +∆ σ z ( XGDH )+ ∆ σ z ( XGAE)

∆ σ x ( z )=∆ σ z (YIBJ ) +∆ σ z ( YLDK ) +∆ σ z (YIAK )+ ∆ σ z (YLCJ )


Gambar 1.8 Hitungan tambahan tegangan vertical disembarangan titik akibat
beban terbagi rata empat persegi panjang.

Beban terbagi Rata Berbentuk Lingkaran

Dengan dari persamaan beban titik, diperoleh besarnya tambahan tegangan di bawah
pusat fondasi lingkaran fleksibeldengan beban rata yang terbagi pada luasannya.
Tegangan akibat beban lingkaran sepeerti yang diperlihatkan dalam gambar 1.9
ditentukan dengn persamaan sebagai berikut :
3q 1
d σ z=
(
2 π z [ 1+ ( r / z )2 ]5/ 2
2
dA
)

Gambar 1.9 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran.


Karna dA=r dθ dr, integrasi persamaan (1.17) akan diperoleh persamaan teganagan di
bawah pusat beban terbagi rata berbentuk lingkaran, sebagai berikut :

1
∆ σ z =q 1−
( 3 /2
[ 1+ ( r / z )2 ] ) (1.17)
¿ ql (1.18)

Dengan :

1
(
I = 1−
[ 1+ ( r / z )2 ]
3 /2
)
Nilai faktor pengaruh I untuk tambahan tegangan vertikaldi beban terabagi rata
berbentuk lingkaran, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Gambar 1.10
(foster dan lhvin, 1954).

Beban Terbagi Rata Berbentuk Segi Tiga Memanjang Tak Terhingga

Pada Gambar 1.11 diperlihatkan suatu beban terbagi rata memanjang tak terhingga
fleksibel berbentuk segi tiga dengan lebar 2 b. Beban bertambah dari nol sampi q pada
potongan melintangnya. Untuk elemen selebar dz, beban per satuan panjang adalah
(q /2b) s ds.

Gambar 1.11 Teganagan akibat terbagi rata segi tiga memanjang.

Hitungan tambahan tegangan vertical yang telah terjadi pada titik A didasarkan pada
teori beban garis, yaitu dengan subsitusi nilai ( q /2b ) s . sd untuk q dan ( x−s) untuk x
dalam persamaan (1.8) sampai (1.10). Penyelasain dari persamaan (1.8) sampai
(1.10), untuk beban terbagi rata berbentuk segi tiga, kakan memberikan persamaan-
persamaan sebagai brikut :

Untuk tambahan tegangan arah vertical :


q x
∆ σz=
2π b (
α−sin2 δ ) (1.19)

Untuk tambahan tegangan mendatar arah sumbu −x :

q x z R
( )
2

∆ σx= α −2,303 log 1 +sin 2 δ (1.20)


2π b b R2 2

Tegangan geser :
q z
τ xz =
2π (
1+ cos 2 δ α
b ) (1.21)

Dengan :
d=1/2lebar alas penampang segi tiga
q=¿tinggi timbunan x berat volume tanah timbunan
α , δ=¿sudut yang ditunjakkan pada Gambar 1.11 dalam radian.

Beban Terbagi Rata Berbentuk Segi Empat Memanjang Tak Terhingga

Dalam menentukan tambahan tegangan vertikal yang terjadi akibat beban terbagi rata
berbentuk trapesium dengan panjang tak terhingga, ditinjau titik Adi dalam tanah yang
mengalami pembebanan akibat beban terbagi rata berbentuk trapesium (Gambar
1.12a). Tegangan pada titik A ekivalen dengan tegangan akibat beban yang
diperlihatkan pada (Gambar 1.12b) dikurangi dengan tegangan di A akibat beban pada
(Gambar 1.12c). Dari persamaan (1.19), tegangan pada titik A akibat beban pada
(Gambar 1.12b), adalah :

q+ ( b /a ) q
π
( α 1 +α 2 ) (1.22)

Tegangan pada titik A akibat beban pada Gambar 1.12c adalah :


b 1
( )
q α
a π 2
(1.23)

Jadi tambahan tegangan vertical akibat beban Gambar 1.12a adalah :

q a+b b
∆ σz=
π ({ }(a
α 1 +α 2) − α 2
a ) (1.24)

Atau
∆ σ z =ql (1.25)
dengan
1 a+b b
I=
π ({ }(
a
α 1 +α 2 )− α 2
a )
q a a
¿
π ({ }),
z z
(1.26)

Nilain faktor pengaruh untuk berbagai macam a /z dan b /z dapat diperoleh dalam
Gambar 1.13.

Gambar 1.12 Tambahan tegangan vertical akibat beban timbunan.


Gambar 1.13 faktor pengaruh akibat beban timbunan (Osterberg, 1957).

HITUNGAN TAMBAHAN TEGANGAN VERTIKAL CARA NEWMARK

Persamaan (1.17) dapat diubah dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

√((
−2
r ∆σz
z
= 1−
q ))3
−1

Nilai-nilai dan merupakan besaran yang tak berdimensi. Dengan berdasarkan


persamaan (1.27), Newmark (1942) membuat suatu diagram dengan pengaruh yang
dapat digunakan untuk menentukan besarnya kenaikan tegangan vertical di bawah
sembarangan luasan yang mendukung beban terbagi rata (Gambar 1.14) jari jari
lingkaran adalah nilai r / z,yaitu untuk ∆ σ z /q=0; 0,1; 0,2 ; 0,3 ; … . ;1. Jadi, seluruhnya ada
9 lingkaran. Panjang AB merupakan panjang satuan untuk menggambarkan lingkaran
tersebut. Lingkaran-lingkaran dibagi-bagi oleh garis-garis. sedemikian rupa sehingga
mempunyai sudut pusat yang sama. Nilai pengaruh diberikan oleh1/n,dengann adalah
jumlah elemen-elemen yang terpotong oleh garis lewat pusat lingkaran dengan
lingkarannya. Karna terdapat 200 elemen, maka nilai faktor pengaruhnya adalah 1/200
atau 0,005. Untuk menentukan besarnya tegangan vertikal pada kedalaman tertentu di
bawah fondasi , dilakukan cara sebagai berikut :

Gambar 1.14 Diagram pengaruh untuk tambahan tegangan vertical di dasarkan


pada teori Boussinesq (Newmark, 1942).

(1) Tententukan kedalaman ( z ) yang akan dihitungan tegangannya. Buatlah z= AB.


Jika tegangan yang akan dihitung terletak pada kedalaman z=5 m, maka
panjang AB dalam grafik Newmark adalah 5 m.
(2) Gambarkan denah fondasi dengan skala panjang sesuai dengan satuan garis
AB. Artinya jika panjang fondasi L=10 m dan lebar B=5 m, maka panjang
fondasi ( L) yang digambarkan pada lingkaran Newmark adalah (10/5)=2 Kli
panjang garis AB, sedangkan lebarnya (B) adalah (5/5)= 1 kali AB, atau
lebarnya sama dengan panjang AB.
(3) Dengan fondasi diletakkan dengan sedemikian rupa sehingga proyeksi titik
tegangan pada denah fondasi yang akan ditentukan tegangannya, berimpit
dengan pusat lingkaran Newmark.
(4) Dihitung jumlah elemen yang tertutup oleh denah fondasi, misalnya n elemen.
(5) Tambahan tegangan pada kedalam z, dihitung dengan menggunakan
persamaan:
∆ σ z =n ql
Dengan :
q=beba terbagi rata pada fondasi .
n= jumla h elemen tertutup dena h fondasi .
I =faktor pengaru h , untuk grafik yang diberikan
dalam conto h ini I =0,005.

Cara Newmark untuk fondasi dengan bentuk dan ukuran sembarang, sejauh dengan
fondasi masih dapat digambarkan pada diagram dengan skala yang memenuhi.

TEORI WESTERGAARD

Dalam hitungan tegangan yang terjadi di dalam tanah menurut teori Westrergaard
(1938), massa tanah dianggap sebagai material yang mendapat perkuatan dalam arah
lateral oleh lapisan yang sangat tipis, tapi kuat dan massa tanah dianggap terletak
pada ruang tertutup sedemikian hingga regangan arah lateral nol. Contoh dari kondisi
lapisan tanah yang sedemikian adalah tumpukan lapisan lempung dan lapisan pasir
yang berseling –seling. Teori Westergaard memberikan nilai tegangan yang lebih kecil
dari cara Boussinesq. Dalam praktek cara Boussinesq lebih banyak digunakan.
Westergaard memberikan pemecahan cara hitungan tambahan tegangan di sebuah
titik di dalam tanah akibat beban titik di permukaan yang dinyatakan oleh persamaan-
persamaan:
1−2 μ
∆ σz=
Q √
2 π z 2 1−2 μ r
2−2 μ
2 3/ 2 (1.28)
[ +
2−2 μ z ( )]
Untuk angka poisson μ=0, maka persamaan (1.28) menjadi :

Q 1
∆ σz= (1.29)
2 π z [ 1+2 ( r / z )2 ]3 /2
2

Persamaan (1.29) dapat dituliskan dalam bentuk :

Q
σ z= Iw (1.30)
z2
Dengan l w adalah faktor pengaruh yang merupakan fungsi dari nilai r/z, yang nilai-
nilainya dapat ditentukan dari Gambar 6.2. Besamya tegangan vertikal menurut teori
Westergaard, untuk beban-beban terbagi rata berbentuk luasan bujur sangkar dan
berbentuk memanjang tak terhingga, dalam bentuk isobar tegangan
vertikal.Ditunjukkan dalam Gambar 6.15. Isobar tegangan yang sama seperti faktor
pengaruh Boussinesq untuk fondasi empat persegi panjang. Juga dapat digambarkan
dengan menggunakan teori Westergaard untuk angka Poisson μ=0. diagramnya
ditunjukkan dalam Gambar 6.16.

Pada persamaan (1.28), jika

1−2 μ
α= (1.31)
2−2 μ

Maka dengan mengintegrasikan dengan cara sama seperti cara untuk mempeeroleh
persamaan tegangan beban terbagi rata berbentuk lingkaran dalam teori Boussinesq,
diperoleh persamaan untuk pondasi lingkaran menurut cara Westergaard, sebagai
berikut :

1/ 2
a
(
∆ σ z =q 1−
( r / z )2+ a ) (1.32)
Gambar (1.15) Isobar tegangan vertical didasarkan teori Westergaard untuk beban
terbagi rata berbentuk bujur sangkar dan berbentuk lajur memanjang.
Persamaan (1.32), dapat ditulis dalam bentuk :

r a
z
=
√( 1−σ z /q )
2
−a (1.33)

Persamaan (1.33) dapat digunakan untuk menggambarka diagram pengaruh cara


Newmark menurut teori Westergaard, dengan angka poission tertentu. Sepert yang
dikerjakan juga pada persamaan Boussinesq. Contoh diagram pengaruh Newmark
pada penyelesaiandengan cara Westergaard untuk = 0, ditunjukkan dalam (Gambar
1.17)
Gambar 1.16 Faktor engaruh utuk tegangan vertical dibawah sudut lluasan
bebanterbagi rata berbentuk empat persegi panjang di dasarkan teori Westergaard
(Duncan dan Bachigani, 1976).

Gambar 1.17 Diagram pengaruh Newmark untuk tegangan vertical didasarkan teori
Westergaard.

FAKTOR KOREKSI UNTUK MENGUBAH TEGANGAN PADA PUSAT FONDASI


MENJADI
NILAI TEGANGAN RATA-RATA

Seperti dapat dilihat pada grafik-grafik pengaruh tegangan vertical, tegangan vertical
kearah horizontal jauh melebihi batas tepi fondasi. Tegangan pada sembarangan titik
di dalam atnah kadang–kadang harus dihitung dengan memperhatikan pengaruh
beberapa beban fondasi berdekatan. Karna itu, dalam hitungan tegangan harus
diggunakan dengan cara superposisi. Tegangan yang terjadi akan sama dengan
jumlah aljabar dari tegangan tiap beban yang bekerja. Dengan cara ini, hitungan
tegangan pada sembarangan titikakibat beban fondasi yang terpisah dihitung, hasilnya
ditambahkan untuk memperoleh perubahan tegangan totalnya.

Untuk hitungan penurunan di bawah fondasi yang kaku sermpurna, tambahan


tegangan rata-rata di bawah fondasi dari pusattepi sangat dtbutuhkan. Dalam Analisis
Boussinesq dan Westergaard,untuk mengubah tegangan pada pusat berat fondasi
menjadi nilai ratarata tegangan di bawah fondasi, dapat dilakukan dengan cara
mengalikan hasiI hitungan tegangan vertikal di bawah pusat beratnyadengan suatu
faktor koreksi yang di berikan oleh Shower (1962). Nilai -nilai koreksi tersebut dapat dil
ihat pada Tabel 6.1. Dalam table ini,B adalah Iebar fondasi.

Tabel. 1.1 koreksi untuk mengubah tegangan pada pusat fondsi kaku menjadi
tegangan rata-rata (Shower,1962).

Kedalama Faktor Koreksi


0-0,5B 0,85
B 0,90
1,5B 0,95
2B 1,0

METODE PENYEBARAN BEBAN 2V : 1H

Bermacam-macan cara telah digunakan untuk menghitung tambahan tegangan akibat


beban fondasi. Semuanya menghasilkan kesalahan bila nilai banding z/B bertambah.
Salah satu cara pendekatan kasar yang sangat sederhana untuk mengiltung
tambahan
tegangan akibat beban dipermukaan diusulkan oleh Boussinesq. Caranya dengan
membuat garis penyebaran beban 2V: 1H (2 Vertikal di banding 1 Horisontal). Dalam
cara ini. dianggap beban fondasi Q didukung oleh piramid yang mempunyai
kemiringan sisi 2 V : 1H (Gambar 6.18).
Dengan cara pendekatan ini, nilai tambahan tegangan vertical dinyatakan oleh
persamaan :

(a) Untk fondasi empat persegi panjang :


Q
∆ σz=
( L+ z ) ( B+ z )

qLB
∆ σz=
( L+ z ) ( B+ z )

Dengan :
∆ σ z =tamba h antegangan vertical (kN/m 2)
Q=bebantotal pada dasar fondasi( kN ).
q=beban terbagi rata pada dasar fondasi (kN/m2)
l= panjang fondasi( m)
B=lebar fondasi(m)

Gambar 1.18 Penyebaran Beban 2V :1H.


(b) Untuk fondasi lajur memanjang.

Cara yang sama dapat juga untuk menghitung fondasi berbentuk lajur
memanjang. Dalarn hal ini, bentuk penyebaran beban yang berupa pyramid
penyebaran berubah menjadi bentuk trapesiodal. Tambahan tegangan vertikal
pada fondasi lajur memanjang dinyatakan oleh:

qB
∆ σz=
B+ z

Jika letak fondasi berdekatan, ada kemungkinan piramid penyebaran


tegangan saling berpotongan. Untuk itu .besarn ya tambahan tegangan vertical
total diperoleh dcngan menj umlahkan tambahan tegangan secara aljabar pada
lokasi dimana penyebaran tegangan berimpit.

Dalam menghitung besarnya tegangan total yang terjadi dalam tanah, setelah
tegangan vertikal yang diperoleh dari persamaanpersamaan Boussinesq, Westergaard
maupun dari teori penyebaran beban 2 V : lH diperoleh, hasiln ya mas ih harus
ditambahkan dengan tegangan akibat beban tanah di kedalaman yang ditinjau (yaitu
tekanan
overburden). Hal ini perlu dimengerti , karena pada cara elastis dianggap bahwa tanah
yang mengalami pembebanan tidak rnempunyai berat.

PENYEBERAN TEGANGAN PADA TANAHBERLAPIS

Distribusi tegangan yang telah dipelajari adalah untuk tanah-tanah yang homogen
akibat beban-beban dengan bentuk tertentu.
Di alam, tanah tentunya berlapis lapis
dengan modulus elastis yang berbeda-beda.
Hal khusus yang sering dijumpai adalah
lapisan keras yang berada di atas lapisan
lunak, seperti yang diperhatikan dalam
Gambar 1.19 bila dipermukaan bekerja
beban tertentu, pengaruh lapisan lebih keras
di atas adalah mereduksi konsentrasi
tegangan ppada tanah di bawahnya,
Burmister (1943) meneliti hal tersebut untuk dua atau tiga lapisan tanah fleksibel, yang
kemudian dikembangkan oleh Fox (1948), Burmister (1958), Jones (1962), dan Peattie
(1962).

Gambar 1.19 beban terbagi rata berbentuk


Lingkaran pada dua lapisan tanah.

Pengaruh reduksi konsentrasi tegangan akibat adanya lapisan keras diperlihatkan


pada Gambar 6.20. Dalam gambar tersebut ditinjau untuk kasus luasan berbentuk
lingkaran fleksibel dengan jarijari B dan beban terbagi rata per satuan luas (q) yang
bekerja pada lapisan tanah yang terdiri dari dua lapisan, seperti gambar 1.19. Modulus
elastis tanah bagian atas adalah E1, sedang yang di bawahnya adalah E2, dengan
E1 > E2 dan H adalah tebal lapisan bagian atas. Gambar 1.20 berlaku untuk H=B. Kurva
E1 / E2=1 adalah sama dengan kurva teori Boussinesq. Dalam Gambar 1.20 terlihat
bahwa untuk E1 / E2 >1, nilai ∆ σ z /q untuk z /B tertentu berkurang dengan kenaikan E1 / E2
(dibandingkan dengan cara Boussinesq). Harus diingat bahwa cara ini mengambil
asumsi bahwa tidak ada penggelinciran pada bidang pertemuan dua lapisan
(interface). Cara Burmister ini sering dipakai pada perencanaan perkerasan jalan raya.

Gambar 1.20 Tegangan vertical di bawah pusat lingkaran beban terbagi rata
berbentuk lingkaran pada dua lapisan tanah (Burmister, 1958)

4.3 PRINSIP TEGANGAN EFEKTIF


PRINSIP TEGANGAN DASAR
Pada pembahasan sebelumnya telah diperkenalkan konsep dasar dari tegangan
efektif dan hubungannya dengan tegangan total dan tekanan air pori, seperti diberikan
oleh persamaan 4.1 (untuk tanah jenuh yaitu σ ' =σ−u dimana σ ' adalah tegangan
efektif ,σ adalah tegangan total,dan u adalah tekanan air pori.
Untuk memahami dasar teoritis dari rumus ini ditinjau “bidang” Y-Y di dalam tanah
jenuh, seperti gambar 6.1. bidang tersebut dipilih untuk melewati rongga dan titik
kontak antar butiran, dan tidak melewati butiran tanah itu sendiri. Walaupun Y-Y
digambarkan sperti garis lengkung pada gambar 6.1, sebenarnya tidaklah demikian.
Pada tanah berbutir halus, terutama lepung, ukuran buturan sangat kecil tidak
lurusnya bidang Y-Y dapat diabaikan.
Tegangan vertical total yang bekerja pada bidang =σ
Tekanan air pori pada tanah = u
Jika gaya vertical rata-rata dari tekanan air butir adala P, dan luas kontak rata-rata
antar butiran (pada bidang Y −Y ) adalah A, maka tegangan per satuan luas yang
bekerja pada kerangka tanah adalah NP, dimana N=¿ banyaknya titik kontak antar
butiran per satuan luas. Tegangan total per satuan luas diberikan oleh
σ =NP+ u(1+ NA ) karna luas berlakunya tekanan pori = (1−NA).
NPadalah tegangan persatuan luas yang bekerja pada kerangka tanah dan NA adalah
jumlah titik kontak anatar-butiran per satuan luas ¿ a.
Dengan demikian kita dapat menuliskan:
σ =σ ' +u(1−a)
Sehingga
σ ' =( σ−u )+ ua
Jadi tegangan efektif tidak tepat sama dengan ( σ −u ), namun bergantung pada nilai a
.luas kontak. Umumnya nilai a kurang dari 0,5%, sehingga persamaan σ ' =( σ−u )
perkiraan yang sangat tepat.
Namun, dapat ditunjukkan bahwa deformasi kerangka tanah tidak bergantung pada
luas a. Tinjau lagi tegangan antar dua butir, seperti terlihat pada gambar 6.2 .keadaan
tegangan yang sebenarnya pada gambar 6.2a; tegangan ini dapat dianggap terdiri
atas dua bagian seperti pada gambar 6.2b. tekanan air pori,u, yang bekerja pada
seluruh butiran tidak aka ada pemampatan pada kerangka tanah, walaupun mungkin
terjadi perubahan volume yang sangat kecil. Oleh karna itu, tegangan yang
menyebabkan pemampatan pada kerangka tanah adlah bagian ( P−uA ). Dengan
demikian:
σ 'c =( P−uA ) N
¿ NP−uNA
¿ σ ' −au
Dimana N adalah banyak kontak per satuan luas.

Memasukkan nilai σ ' dalam persaman 6.1 di atas memperoleh:


σ 'c =( σ−u ) +ua−au
Jadi
σ 'c =σ−u
Analisa ini menunjukkan bahwa walupun tegangan antar butiran bergantung pada nilai
luas kontak, a, perubahan volume tanah selama deformasi hanya bergantung pada
selisih ( σ −u ). Jika pemampatan pada butiran tanah itu sendiri diperhitunhkan,maka
akan terdapat penambahan sengat kecil pada perubahan volume. Analisa mengenai
hubungan antar tegangan efektif dan kuat geser tanah juga menunjukkan bahwa
persamaan 4.1 adalah perkiraan yang bergantung pada perbandingan luas kontak
antar butiran terhadap luas total. Pada keadaan umum, kekuatan geser dipengaruhi
hanya oleh selisih ( σ −u ), yaitu oleh persamaan 4.1.
Anggapan dan batas bats pada persamaan tegangan efektif σ =σ ' −u adalah sebagai
berikut :
a. Untuk menghitung perubahan volume, persamaan ini tepat benar,asal
kompresibilitas butiran sangat kecil dibandingkan dengan kompresibilitas
kerangka tanah.
b. Untuk menghitung perubahan kekuatan geser, persamaan juga ini benar asal
luas antar kontak butir sangat kecil di bandingkan dengan luasnpenampang
total.

Pertimbangan-pertimbangan ini semata hanya teoritis, dua pada praktiknya geoteknik


dapat diabaikan. Konsep tegangan efektif dan persamaan σ =σ ' −u adlah prinsip paling
mendasar dari mekanika tanah. Prinsip tegangan efektif (untuk tanah tak jenuh) dapat
di ringkas sebagai berikut:
 Umumnya, tegangan pada tanah terdiri atas dua komponen tegangan total dan
tekanan air pori. Selisih antara keduanya disebut efektif,dan ini merupakan
tegangan yang benar-benar bekerja pada”kerangka tanah”, yaitu susunan
butiran padat dari tanah.
 Tanah hanya akan dipengaruhi oleh tegangan efektif, bukan tegangan total.
Tanah hanya akan mengalami perubahan kekuatan jika terjadi perubuhan
tegangan efektif. Perubahan tegangan total dengan sendirinya sama sekali
tidak memengaruhi tanah.

4.4 TEGANGAN YANG BERLAKU, PERILAKU TANAH TERDRAINASI DAN


TANAH TAK

TERDRAINASI
Keadaan yang paling umum dalam bidang geoteknik yang memberikan tegangan pada
tanah adalah pembuatan sebuah pondasi gedung atau urugan, seperti diperlihatkan
pada gambar 6.3. pembebanan semacam ini memberikan tegangan normal arah
vertical pada permukaan tanah. Di bawah pusat daerah pembebanan yang luas ini
akan menyebabkan terutama tegangan normal vetikal dan horizontal, sedangkan pada
bagian tepi, daerah pembeban akan mengeluarkan terutama tegangan geser. Penting
diketahui bahwa tegangan normal dapat di tahan oleh tanah atau air pori, ataupun
keduannya. Tegangan geser hanya dapat di tahan oleh tanah itu sendiri, bukan oleh
air pori.

Bagaimana tanah menahan pembebanan di atasnya bergantung pada jenis tanah dan
kecepatan penambahan beban. Jika rembesan tanah tersebut rendah dan beban
diberikan secara cepat, tegangan yang terjadi akan di tahan baik oleh tanah maupun
oleh air pori. Ini berarti pembeban menyebabkan perubahanan tegangan air pori di
dalam tanah. Keadaan ini adalah perilaku tidak terdrainasi (undrained behavior),
yang berarti selama pembeban tidak terjadi gerakan air di dalam, dan kadar air
tersebut tetap. Baik tegangan air pori maupun ketinggian muka air tanah berubah
selama pembebanan tidak terdrainasi sejalan dengan waktu, tegangan air pori yang
disebabkan oleh pembebanan akan mangalir keluar dan tegangan air pori dan muka
air akan kembali ke keadaan keseimbangan sebelum pembebanan. Tanah tersebut
akan mengalami penurunan volume. Proses ini dinamakan konsilidasi.
Di lain pihak, jika rembesan tanah tinggi, seperti pasir , tegangan pori yang timbul
akibat pembebanan akan mengalir lebih cepat seiring dengan pertambahan beban.
Keadaan ini adalah perilaku ini adalah perilakuterdrainasi (drained behavior) pada
keadaan, hampir tidak ada perubahan pada muka air atau tekanan air pori di dalam
tanah.
Istilah terdrainasi dan tidak terdrainasi digunakan secara umum dalam mekanika
tanah. istilah tersebut tidak mengarah pada ada atau tidak adanya drainasi, walaupun
drainasi dapat memengaruhi apakah perilaku terdrainasi atau tidak terdrainasi. Istilah
tersebut hanya untuk menunjukkan ada atau tidak pergerakannya air dalam tanah.

4.5 KEADAAN TEGANGAN PADA ELEMEN TANAH DI BAWAH PERMUKAAN


TERENDAM

(DASAR LAUT ATAU DASAR DANAU)


Keadaan tegangan tanah yang berada di bawah permukaan tanah yang terendam
ditunjukkan pada gambar 6.5.

Total tegangan vertical pada elemen σ =γ ω H ω+ γD


Tekanan air pori pada elemen u=γ ω (H ω+ D)
Tegangan efektifσ '=σ −u
¿ γ ω H ω+ γD−γ ω (H ω+ D)
¿( γ −γ ω) D
Ternyata dalam keadaan ini tegangan efektif sepenuhnya terlepas dari kedalaman air;
jadi tegangan efektif pada pasir tettap sama meskipun terendam di bawah air 1 cm
atau 1 km. menigkatkan ketingian air tidak akan berpengaruh sama sekali pada pasir.

BAB V
REMBESAN AIR DALAM TANAH

5.1 PENDAHULUAN

Tanah merupakan kumpulan butir-butiran mineral alam yang melekat tetapi tidak erat,
sehingga masih mudah dipisah-pisahkan. Tanah yang lokasinya pindah dari tempat
terjadinya akibat aliran air, angin, dan es disebut transported soil. Tanah yang tidak
pindah lokasinya dari tempat terjadinya disebut residual soil. Misalnya tanah yang
berbutir halus mempunyai rembesan yang kecil dan daya rembes yang besar.
Sedangkan tanah yang berbutir kasar memiliki rembesan yang besar dan daya
rembes yang kecil. Tanah yang bersifat rembesan kecil dan daya rembes besar
disebabkan ukuran pori-pori dan butiran-butiran tanah yang kecil, sedangkan tanah
yang bersifat rembesan besar dan daya rembes kecil disebabkan ukuran pori-pori dan
butiran tanah yang besar (Bowles, 1989) B
 
Tanah adalah merupakan sususnan butiran padat dan pori-pori yang saling
berhubungan satu sama lain sehingga air dapat mengalir dari satu titik yang
mempunyai energi lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi lebih rendah.
Studi mengenai aliran air melalui pori-pori tanah diperlukan dalam mekanika hal
ini sangat berguna didalam menganalisa kestabilan dari suatu bendungan tanah dan
konstruksi dinding penahan tanah yang terkena gaya rembesan.
Rembesan air dimaksudkan untuk mengukur kemampuan tanah dilewati oleh air
melalui pori-porinya.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menentukan koefisien daya


rembes (k) pada suatu contoh tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan permeability
adalah kemungkinan adanya air yang merembes melalui satu jenis tanah. Apabila
porositas tanah makin besar, maka makin besar pula air yang merembes pada tanah
tersebut, atau makin besar pula koefisien permeability (k) tanah tersebut

5.2 DAYA REMBESAN (PERMEABILITY)

Rembesan ait tanah hampir selalu berjalan “linear” yaitu jalan atau garis yang
ditempuh air merupakan garis dengan bentuk teratur (smooth cruve). Dalam hal ini
kecepatan merembes adalah menurut suatu hukum yang disebut hukum Darcy
(Darcy’s Law).

Air yang terdapat didalam tanah dapat dibedakan atas air absorbsi yakni air yang
diabsorbsi oleh permukaan butir-butir tanah, air kapiler yakni air yang tertahan dalam
pori oleh tegangan permukaan, dan air gravitasi yakni air yang bergerak sepanjang
gravitasi. Air yang berada dalam tanah adalah bebas dalam zone jauh (saturation
zone) yang selanjutnya dapat dibedakan atas air tanpa tekanan dengan pemukaan
yang bebas dan air tanah dengan tekanan tanpa tekanan bebas.
            Air yang merembes melalui bendungan urugan atau tanggul adalah juga air
gravitasi. Air gravitasi yang mengalir dalam tanah disebabkan oleh energi sebagai
berikut  :
1.   Energi potensial yang disebabkan oleh posisi atau perbedaan tinggi
2.   Energi tekanan yang disebabkan oleh tekanan air atau tekanan lain
3.   Energi kinetis yang disebabkan oleh kecepatan aliran
            Air yang merembes dalam tanah, biasa mengalir mengikuti keadaan aliran air
lamiler. Kecepatan aliran air rembesan dinyatakan oleh hukum darcy sebagai berikut :

                                       v = k . i
Dimana  :
          i         = gradien hidrolis = ∆h/1
         k         = koefisien permeabilitas….(cm/dt)
            Koefisien permeabilitas tergantung dari jenis serta kerapatan tanah. Pada
umumnya koefisien permeabilitas itu mempunyai harga yamg berbeda-beda seperti
yang tercantum dalam table dibawah ini.

Tabel nilai koefisien permeabilitas secara kasar


Soil Type K
( cm/sec ) ( ft/min )
Clean gravel 1.0-100 2.0-200
Coarse sand 1.0-0.01 2.0-0.02
Fine sand 0.01-0.001 0.02-0.002
Silty 0.001-0.00001 0.002-0.00002
Clay Lebih kecil – 0.000001 Lebih kecil – 0.000002
Sumber : Braja M. Das, Mekanika Tanah 1, Hal 85
            Dalam memilih jenis tanah bagi bahan konstruksi penahan seperti tanggul
penahan sungai atau bendungan urugan, maka permeabilitas tanah adalah sifat yang
perlu diperhatikan disamping karakteristik pemadatanya. Permeabilitas tanah
merupakan salah satu karakteristik yang penting untuk memperkirakan volume air
rembesan pada pekerjaan galian sedalam muka air tanah atau lebih dalam lagi.
            Untuk mengetahui permeabilitas tanah, biasanya digunakan uji permeabilitas.
Untuk mengetahui permeabilitas lapisan tanah setempat digunakan cara dengan
mengukur fluktuasi muka air tanah dari lapisan tanah disekitarnya setelah air dipompa
keluar melalui suatu sumuran atau sebaliknya, kadang-kadang digunakan cara
menuangkan air dalam sumuran.
             Mengingat air rembesan dalam tanah bergerak sepanjang pori tanah maka
rembesan itu sudah tentu berkaitan dengan angka pori tanah atau diameter butir
tanah.

PERALATAN
a. Tabung silinder diameter 10 cm dan tinggi 13 cm.
b. Gelas ukur.
c. Thermometer.
d. Tabung reservoir, sekaligus sebagai bak perendaman.
e. Alat ukur falling head.
f. Stop-watch.
g. Mistar.

  PROSEDUR PERCOBAAN
a.       Sampel tanah yang akan diudji diambil langsung dengan menekan tabung
silinder ke dalam tanah sampai penuh.
b.      Tabung dan tanah dimasukkan ke dalam kotaknya dan direndam dalam
reservoar sampai penuh.
c.       Reservoir atau kotak tabung dihubungkan dengan alat pengukur head, setelah
itu air dialirkan jatuh bebas dari ketinggian tertentu yang mana nantinya akan
merembes melalui tanah.
d.      Ketinggian air mula-mula dicatat (h 0), sampai pada suatu ketinggian dimana air
akan turun (h1), juga dicatat interval waktu.

DATA

Tanggal L T Waktu H Selang Permeability Permeabilit


Pengamatan (cm) (°C) (detik) (cm) Waktu (KT°C) y (K20)
(detik)
16-05-2016 6,27 27° 0 0 0
16-05-2016 6,27 27° 5 2 5
16-05-2016 6,27 27° 10 4 5
16-05-2016 6,27 27° 15 10 5
16-05-2016 6,27 27° 20 16 5
16-05-2016 6,27 27° 25 22 5
16-05-2016 6,27 27° 30 28 5
16-05-2016 6,27 27° 35 34 5
16-05-2016 6,27 27° 40 40 5
16-05-2016 6,27 27° 45 46 5
16-05-2016 6,27 27° 50 50 5
16-05-2016 6,27 27° 55 55 5
16-05-2016 6,27 27° 60 59 5
16-05-2016 6,27 27° 65 62 5
16-05-2016 6,27 27° 70 67 5
16-05-2016 6,27 27° 75 71 5
16-05-2016 6,27 27° 80 74 5
16-05-2016 6,27 27° 85 77 5
16-05-2016 6,27 27° 90 81 5
16-05-2016 6,27 27° 95 84 5
16-05-2016 6,27 27° 100 86 5
16-05-2016 6,27 27° 105 89 5
16-05-2016 6,27 27° 110 91 5
16-05-2016 6,27 27° 115 94 5
16-05-2016 6,27 27° 120 97 5
16-05-2016 6,27 27° 125 98 5
16-05-2016 6,27 27° 130 100 5

ANALISA DATA

Tanggal L T Waktu H Selang Permeability Permeabilit


Pengamatan (cm) (°C) (detik) (cm) Waktu (KT°C) y (K20)
(detik)
16-05-2016 6,27 27° 0 0 0 0 0 0
16-05-2016 6,27 27° 5 2 5 0,900 0,858 0,77
16-05-2016 6,27 27° 10 4 5 0,741 0,858 0,64
16-05-2016 6,27 27° 15 10 5 0,530 0,858 0,45
16-05-2016 6,27 27° 20 16 5 0,422 0,858 0,36
16-05-2016 6,27 27° 25 22 5 0,349 0,858 0,30
16-05-2016 6,27 27° 30 28 5 0,293 0,858 0,25
16-05-2016 6,27 27° 35 34 5 0,248 0,858 0,21
16-05-2016 6,27 27° 40 40 5 0,211 0,858 0,18
16-05-2016 6,27 27° 45 46 5 0,179 0,858 0,15
16-05-2016 6,27 27° 50 50 5 0,160 0,858 0,14
16-05-2016 6,27 27° 55 55 5 0,138 0,858 0,12
16-05-2016 6,27 27° 60 59 5 0,121 0,858 0,10
16-05-2016 6,27 27° 65 62 5 0,110 0,858 0,09
16-05-2016 6,27 27° 70 67 5 0,092 0,858 0,08
16-05-2016 6,27 27° 75 71 5 0,079 0,858 0,07
16-05-2016 6,27 27° 80 74 5 0,069 0,858 0,06
16-05-2016 6,27 27° 85 77 5 0,060 0,858 0,05
16-05-2016 6,27 27° 90 81 5 0,049 0,858 0,04
16-05-2016 6,27 27° 95 84 5 0,040 0,858 0,03
16-05-2016 6,27 27° 100 86 5 0,035 0,858 0,03
16-05-2016 6,27 27° 105 89 5 0,027 0,858 0,02
16-05-2016 6,27 27° 110 91 5 0,022 0,858 0,02
16-05-2016 6,27 27° 115 94 5 0,014 0,858 0,01
16-05-2016 6,27 27° 120 97 5 0,010 0,858 0,006
16-05-2016 6,27 27° 125 98 5 0,004 0,858 0,004
16-05-2016 6,27 27° 130 100 5 0,000 0,858 0,000

CONTOH PERHITUNGAN :
·         H0 = 100 cm

·         Untuk suhu ruangan 27 °C didapat factor koreksi 

·         a =   x π x d2  =   x 3.14 x 1.532 = 9.6 cm2

·         A =   x π x d2  =   x 3.14 x 6.272 = 30.86 cm2

CONTOH PERHITUNGAN (pada t = 5 detik)

     Permeability (KT°C)      = 2,3 x   x log 


= 2,3 x ((9,6×6,27)/(30,86x5)) log (100/95)
= 0,0012 cm/dt

·         Permeability (K20°C)     = KT°C × 


= 0,0012 × 0,858
= 0,00102 cm/dt

NOTASI & KETERANGAN

kT°c                             =  permeability tanah pada suhu T°C


a                                  =  luas pipa (cm2)
d                                  =  diameter pipa (cm)                         
L                                   =  tinggi atau panjang sampel (cm)
A                                 =  luas sampel (cm2)
t                                   =  interval waktu penurunan dari h0 ke h1
h1                                 =  tinggi antara permukaan air dalam pipa dan kontainer pada
k20°c                           =  permeability tanah pada temperatur standar
                          =  faktor koreksi (lihat tabel terlampir)

5.3 REMBESAN AIR DALAM DI LAPANGAN

Untuk menentukan koefisien rembesan dari suatu tanah (k) di Laboratorium dapat
dilakukan dengan alat permeameter. Sampai saat ini telah diperkenalkan dua macam
alat permeameter, yaitu constant head permeameter dan falling head permeameter.

1.ConstantHeadPermeameter
Constant head permeameter adalah suatu permeameterndengan tinggi tekanan yang
konstan. Alat ini digunakan untuk jenis tanah yang relatif sangat poreous. Untuk
menentukan nilai koefisien permeabilitas (k), dapat langsung mengukur banyak air
yang masuk dan keluar dari sample tanah dalam jangka waktu tertentu.
Cara melakukan percobaan ini diperlihatkan pada gambar percobaan constant head di
bawah ini. Agar percobaan dapat berhasil dengan baik, maka tanah percobaan dibuat
kenyang/jenuh air terlebih dahulu, sehingga udara dalam pori-pori tanah tersebut
keluar. Bila dalam pori-pori tanah masih ada udara yang tertinggal, maka dapat
menghalang-halangi aliran air. Bila contoh tanah sepanjang L dengan luas penampang
(A) dipasang pada tempat yang berbentuk silinder, karena ada selisih tinggi muka air
sebesar Δh, maka air akan mengalir melalui pori-pori tanah. Menurut hukum Darcy
kecepatan aliran dalam tanah adalah:

V=kxi
dimana :
k = koefisien rembesan
i  = hidraulic gradien = Δh/L

Debit air yang mengalir adalah sebesar Q,


Q = A x V = A x k x i = A x k x (h/L)
dimana :
A = Luas penampang contoh tanah

Dalam waktu t detik, maka volume air yang melalui contoh tanah yang dapat
ditampung dalam gelas ukur adalah V (volume) dengan :

V=Qxt
V = A x k x (h/L) x t
k = (V x l)/ (A x h x t) 

2. Falling Head Permeameter


Falling head permeameter adalah suatu permeameter dengan tinggi tekanan air
berubah-ubah. Alat ini dipergunakan pada jenis tanah yang cukup rapat : Lempung,
dsb.

Cara melakukan percobaannya diperlihatkan pada gambar falling head permeameter


dibawah ini. Contoh tanah sepanjang L dengan Luas A diletakkan dalam suatu tempat
berbentuk silinder. Pipa kecil dengan luas penampang a diisi air setinggi h1,  karena
adanya perbedaan tinggi muka air, maka air mengalir melalui pori-pori tanah. Oleh
karena itu, pada suatu saat tinggi air dalam pipa tinggal h2.

Penentuan nilai koefisien permeabilitas (k) dilakukan dengan mengukur penurunan


ketinggian air pada pipa tersebut. Jadi tegangan air sekarang tidaklah tetap dan rumus
Dancy dapat ditulis pada saat tertentu.

Misalnya dalam waktu δt air berkurang setinggi -δh, maka volume pengurangannya
adalah :

Untuk mencapai penurunan air dari h1, -h2 diperlukan waktu sebesar t detik. Dari hasil
percobaan integrasi didapat hasil sebagai berikut:

Koreksi temperatur pada koefisien permeability (k) di dalam penyelidikan mekanika


tanah, pada umumnya ditentukan dengan standar temperatur 200. Jika pada hasil-hasil
percobaan penentuan koefisien rembesan pada temperatur yang lain (di atas 200C
atau dibawah 200C) perlu diadakan koreksi disebabkan viscositas air berubah. Dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

5.4 CARA MENGGAMBARKAN JARINGAN ALIRAN

Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir-butir akan bergerak dari bagian
hulu ke bagian hilir sungai melalui media tanah yang tembus air (permeable). Garis
ekipotensial adalah suatu garis sepanjang mana tinggi potensial di semua titik pada
garis tersebut adalah sama. Jadi apabila alat-alat piezometer diletakkan di beberapa
titik yang berbeda-beda di sepanjang suatu garis ek ipotensial, air di dalam piezometer
tersebut akan naik pada ketinggian yang sama. Gambar 3 a menunjukkan definisi
garis aliran dan garis ekipotensial untuk aliran di dalam lapisan tanah yang tembus air
(permeable layer) di sekeliling jajaran turap yang ditunjukkan pada gambar tersebut
(untuk kx = kz = k)

Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan jaringan aliran
(flow net). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa jaringan aliran dibuat untuk
menghitung aliran air tanah.

PENGGAMBARANJARINGANALIRAN

Dalam pembuatan jaringan aliran, garis-garis aliran dan ekipotensial digambar


sedemikian rupa sehingga :

1. Garis ekipotensial memotong tegak lurus aliran


2. Elemen-elemen aliran dibuat kira-kira mendekati bentuk bujur sangkar

Penggambaran suatu jaringan aliran biasanya harus dicoba berkali-kali.


Selama menggambar jaringan aliran, harus selalu diingat kondisi-kondisi batasnya.
Untuk jaringan aliran yang ditunjukkan dalam gambar.4 , keadaan batas yang dipakai
adalah :
 Permukaan lapisan tembus air pada bagian hulu dan hilir dari sungai
(garis ab dan de) adalah garis-garis ekipotensial.
 Karena garis ab dan de adalah garis-garis ekipotensial, semua garis-garis
alirannya memotomh tegak lurus.
 Batas lapisan kedap air, yaitu garis fg, adalah garis aliran ; begitu juga
permukaan turap kedap air, yaitu garis acd.
 Garis-garis ekipotensial memotong acd dan fg tegak lurus.

Persamaan Kontinuitas

Persamaan kontinuitas yang saya maksud disini adalah hukum kekekalan massa.
Pada posting mengenai hukum kekekalan massa saya telah membahas dan
menurunkan persamaan kekekalan massa ini.

Persamaan tersebut juga telah saya bahas lebih jauh di posting mengenai fluida yang
kompresibel dan inkompresibel. Pada kasus fluida yang inkompresibel, rumus diatas
dapat disederhanakan menjadi

Persamaan terakhir ini mengatakan bahwa bila fluida bersifat inkompresibel, maka
kekekalan massa akan tercapai bila setiap volume elementer tanah memenuhi
persyaratan persamaan diatas.
Kita juga dapat menuliskan persamaan tersebut sbb:

Kontinuitas aliran rembesan pada fluida inkompresibel


Dari hukum Darcy klasik, kita ketahui kecepatan aliran rembesan   didefinisikan sbb:

Dengan:

Dengan definisi kecepatan aliran rembesan dari hukum Darcy diatas, maka
persamaan kontinuitas dari bagian sebelumnya dapat kita tuliskan menjadi:

Karena gradien hidrolik didefinisikan sebagai beda tekanan hidrolik disepanjang arah
aliran rembesan, maka:

Sehingga

Persamaan kontinuitas pada fluida inkompresibel dan tanah isotrop


Pada tanah isotrop, besarnya konduktivitas hidrolik   sama besarnya sama
semua arah, dimana
Sehingga:

Ini merupakan bentuk persamaan harmonik yang dikenal dengan nama persamaan


Laplace
Pada kasus 2D, persamaan Laplace diatas dapat disederhanakan menjadi:

Persamaan inilah yang menggambarkan kontinuitas tinggi hidrolik aliran. Dari


formulasi ini, kita dapat menggambarkan garis ekuipotensial, yang mana garis ini
menyatakan titik-titik di gambar yang memiliki tinggi hidrolik yang sama (equivalent
potential).
Dua garis ekuipotensial tentu saja membentuk apa yang dikenal sebagai beda
potensial  , sehingga bila kita ketahui jarak antar garis ekuipotensial maka kita akan
peroleh gradien hidroliknya  .
Bila kita ingat formulasi hukum Darcy yang menyatakan bahwa aliran air terjadi akibat
beda gradien hidrolik, maka garis yang tegak lurus garis ekuipotensial otomatis
merupakan garis aliran (stream line).
Hal inilah yang menyebabkan perpotongan antara garis ekuipotensial dan garis aliran
harus tegak lurus.

Bendungan dengan garis alirannya (sumber)

Bendungan dengan garis aliran dan garis ekuipotensial (sumber)


5.5 CARA DUPUIT UNTUK REMBESAN TIDAK TERKEKANG

Air yang merembes di dinding akan terus mencari celah keluar. Karena itu, mencegah
dinding rembes tidak bisa dilakukan hanya dengan sekadar melapisi dinding dengan
semprot waterproof.

Saat bagian dinding yang merembes “dibendung” dengan cat, air rembesan terus
mengalir di dalam dinding menuju tempat lain. Bukan tidak mungkin langkah ini justru
akan memperlebar rembesan.

Langkah-langkah

Cari sumber rembesan pada dinding. Rembesan dapat berasal dari dinding luar atau
berhubungan dengan air. Jika rembesan berasal dari retakan dinding maka retakan
harus ditutup menggunakan semen instan dan bahan aditif lain.

Jika retakan terdapat pada dag beton di atap, Anda bisa menambal dengan acian atau
semen groating pada titik retaknya.

Setelah retakan ditambal, barulah Anda bisa melapisi dinding dengan waterproof. Saat
ini sudah banyak tersedia jasa waterproofing dengan berbagai merk atau produk.

Tindakan preventif menghindari dinding rembes

Buat dinding dengan komposisi campuran semen yang sesuai. Agar kedap air
gunakan campuran 1:2 dengan kadar air yang tidak berlebihan atau kekurangan.

Gunakan lapisan waterproof atau damproof (lembap) pada bagian dinding yang
berpotensi “memasukan” air, misalnya perbatasan dinding dengan atap, celah finishing
batu alam, dan sebagainya.
BAB VI
KONSOLIDASI DAN PENURUNAN

6.1 PENDAHULUAN

Bilamana suatu lapisan tanah mengalami tambahan beban di atasnya, maka air
pori akan mengalir dari lapisan tersebut dan isinya (volume) akan menjadi lebih kecil,
yaitu akan terjadi konsolidasi. Pada umumnya konsolidasi ini akan berlangsung dalam
satu jurusan saja, yaitu jurusan vertikal, karena lapisan yang kena tambahan beban itu
tidak dapat bergerak dalam jurusan horizontal (ditahan oleh tanah di sekelilingnya).
Keadaan-keadaan demikian dapat dilihat pada Gambar K. 1.

Dalam keadaan seperti ini pengaliran air juga akan berjalan terutama dalam
jurusan vertikal saja. Ini disebut "one dimensional consolidation" (konsolidasi satu
jurusan) dan perhitungan konsolidasi hampir selalu berdasarkan teori "one
dimensional consolidation" itu.
Pada waktu konsolidasi berlangsung, gedung atau bangunan di atas lapisan
tersebut akan menurun (settle). Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu
diketahui mengenai penurunan itu, yaitu :
(a)    Besarnya penurunan yang akan terjadi.
(b)   Kecepatan penurunan ini.
Bilamana tanah terdiri dari lempung maka penurunan akan agak besar
sedangkan kalau tanah terdiri dari pasir, penurunan akan kecil.
Karena itu lempung dikatakan mempunyai "highcompressibility" dan pasir
mempunyai "low compressibility". Penurunan pada lempung biasanya makan waktu
yang lama, karena daya rembesan air sangat rendah. Sebaliknya penurunan pada
pasir berjalan dengan cepat sehingga pada waktu pembangunan di atas pasir sudah
selesai maka penurunan juga dapat dianggap sudah selesai. Oleh karena hal-hal ini
maka biasanya hanya penurunan pada lapisan lempung yang diperhitungkan, dan
teori konsolidasi yang diterangkan disini hanya dimaksudkan untuk tanah lempung.

6.2 UJI KONSOLIDASI ( UJI ODOMETER )

Untuk mengukur konsolidasi di laboratorium dipakai alat konsolidasi


(Consolidated Apparatus Atau Oedometer). Prinsip alat ini dapat dilihat pada
gambar K. 2.

Contoh tanah untuk percobaan ini dimasukkan dalam suatu cincin dengan batu berpori
(porous stones) yang dipasang di bawah dan di atasnya.
Kemudian cincin dengan batu berpori ini ditaruh dalam sel konsolidasi
(consolidation cell) yang berisi air supaya tanah tidak menjadi kering.
Setelah dipasang dalam alat, contoh diberi beban vertikal yang tertentu dan
penurunan diukur dengan arloji penunjuk (dialgauge). Tekanan tersebut dibiarkan
berlaku sampai penurunan selesai. Sesudah itu contoh diberi tambahan beban, yang
mana juga dibiarkan berlaku sampai penurunan berhenti dan seterusnya. Biasanya
beban ditambah setiap 24 jam dengan memakai harga tegangan yang berikut.
0,25; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0; 8,0 kg/cm 2
Setelah mencapai 8 kg/cm 2 beban dikurangi lagi sampai 0,25 kg/cm 2 untuk mendapat
"rebound curve". Pada setiap pembebanan pembacaan penurunan dilakukan pada
jangka-jangka waktu tertentu. Dengan demikian baik besarnya penurunan maupun
kecepatannya dapat diketahui.

6.3 HASIL UJI KONSOLIDASI


Pada contoh tidak asli, yang dicampur air sehingga menjadi cair(Slurry
Sample).Bayangkanlah suatu contoh semacam ini yang ditambah beban di atasnya sedikit
demi sedikit, dengan memperbolehkan konsolidasi berjalan sampai selesai pada setiap
penembahan beban. Tebalnya contoh ini akan menurun akibat konsolidasi itu, dan besarnya
penurunan ini dapat ditentukan pada setiap saat dari pembacaan arloji penunjuk. Dari
pembacaan-pembacaan ini angka pori juga dapat dihitung asal kadar air contoh semula
diketahui. Dengan demikian dapat dibuat grafik penurunan (dan angka pori terhadap
tegangan seperti terlihat pada gambar K. 3.
Jika tegangan ditambah sampai mencapai P0 maka kita akan mendapat garis AB. Garis AB
ini biasanya hampir lurus disebut "virgin consolidation curve" (garis konsolidasi asli). Pada
waktu lapisan-lapisan lempung mengendap dilapangan, suatu proses yang sama akan
berjalan. Dan bilamana tegangan dan penurunan ditentukan maka akan diperoleh grafik
seperti garis AB. juga. Bilamana tegangan sekarang dikurangi lagi menjadi P 1 maka tebalnya
contoh akan menjadi lebih besar sedikit, menurut garsi BC. Demikian juga di lapangan, kalau
setelah proses pengendapan berhenti, dan tegangan di atas menjadi lebih kecil lagi, tanah
akan mengikut garis BC itu. Jikalau sekarang tegangan ditambah kembali sampai menjadi
sebesar P, maka kita akan mendapat garis CDE. Garis DE merupakan terusan dari garis AB,
yaitu ABE adalah garis konsolidasi asli. Persamaan (equations) yang biasanya dipakai untuk
garis AE ini adalah sebagai berikut :

a)    Untuk grafik yang dibuat dengan mempergunakan penurunan sebagai ordinant
Δ h / h = (1/C) log e (P/P0)
di mana Δ h = penurunan akibat tambahan tegangan dari P 0 menjadi P.
  h = tebalnya contoh.
              C= konstanta.

 Cc = (e0 - e) / (log 10P/P0)


                              Yaitu      e0 - e = Cc log  10P/P0  
                              Di mana e0 = angka pori pada tegangan P0
  e = angka pori pada tegangan P
Cc = compression index.
b)   Pada contoh yang Normally Consolidated.
Bilamana dilakukan percobaan konsolidasi pada contoh semacam ini, maka akan
diperoleh hasil seperti terlihat pada gambar K. 4.
Tegangan P0 adalah tegangan efektif yang berlaku di atas tanah ini di lapangan dan
angka pori e0 adalah angka pori aslinya. Dengan demikian titik A menunjukkan
keadaan tanah setempat. Sebelum tegangan mencapai harga P 0 penurunan di
laboratorium kecil, tetapi kalau tegangan sudah melebihi P 0 maka penurunan akan
menjadi besar. Jikalau contoh yang dipakai benar-benar contoh asli (undisturbed),
maka setelah tegangan P0 dilampaui, penurunan akan berlangsung menurut garis
konsolidasi asli (virgin consolidation curve), yaitu garis AB.

Dengan grafik seperti ini kita dapat menghitung besarnya penurunan yang akan terjadi
di lapangan. Misalnya, kalau tegangan setempat naik dari P 0 menjadi P besarnya
penurunan (atau perubahan angka pori) dapat dibaca langsung dari grafik. Yaitu
perurunan persatuan tebal akan sebesar
Δ h / h atau (e0 - e) / (1+e0)
di mana Δh =  penurunan akibat tambahan tegangan dari P o menjadi P.
h =  tebalnya contoh di laboratorium.
e0 =  angka pori pada tegangan P0, yaitu angka pori asli.
e = angka pori pada tegangan P.
Dengan demikian penurunan (s) pada lapisan setebal H adalah sebesar

Karena penurunan dalam hal ini ialah garis konsolidasi asli maka kedua rumus ini
dapat dirubah menjadi
Kedua rumus ini dapat dipakai hanya untuk lapisan tanah yang normally consolidated.
c)    Pada contoh yang Over Consolidated.
    Dalam hal ini hasil percobaan konsolidasi akan seperti pada Garnbar K. 5.

Tegangan P0 adalah tegangan effektif yang berlaku sekarang di atas contoh ini di
lapangan. Pada suatu ketika pada masa lampau tanah ini pernah mengalami tekan-
an sebesar P0. Tekanan P0 ini disebut "overconsolidation” atau "preconsolidation"
pressure. Tempat lengkungan maksimum dari grafik ini terdapat kira-kira pada tekanan
P0. Jika tegangan di lapangan naik dari P 0 menjadi P maka penurunan akan terjadi
menurut garis ABC. Besarnya penurunan pada lapisan setebal H akan sebesar
Teranglah dari gambar K.4 dan K. 5 bahwa penurunan pada lapisan "Over
Consolidation" akan lebih kecil dari pada penurunan pada lapisan yang "Normally Con-
solidated"
d)   Pada "Residual Soil".
Istilah "Normally Consolidated" tidak dapat dipakai secara tepat untuk "Residual
Soil" karena pembentukannya tidak seperti cara pembentukan lapisan endapan
(Sedimentary Soils).
"Residual Soil" adalahtanah yang berasal danlapisan di bawahnya,
yaitupembentukkannya berlangsung di tempatasalnyadantanahtersebut tidak
mengalami pemindahan atau pengendapan. Dapat dikatakan bahwa residual
soilsadalah normally consolidateddengan arti belum pernah mengalami tekanan di
atasnya lebih tinggi dari pada yang berlaku pada waktu ini. Tetapi cara
pembentukannya (yaitu chemical weathering) mengakibatkan residual soilsmempunyai
sifat seolah-olah over consolidated. Grafik penurunan untuk tanah semacam ini sering
menunjukkan bahwa lengkungan maksimum terdapat pada tegangan yang lebih tinggi
dari pada tegangan di atas tanah setempat.
Karena itu untuk menghitung penurunan pada residual soilssebaiknya dipakai rumus-
rumus :

6.4 KECEPATAN PENURUNAN


Sampai di sini hanyalah besarnya penurunan yang dibicarakan. Selain
besarnya penurunan kita juga ingin mengetahui kecepatannya, yaitu apakah akan
lekas selesai atau akan terus berjalan bertahun-tahun lamanya.
Kecepatan penurunan tergantung kepada dua faktor, yaitu :
1.    Daya rembesan air tanah (Permeability). Ini yang menentukan kecepatan air
mengalir dari tanah.
2.    Compressibilitytanah. Ini yang menentukan banyaknya air yang harus mengalir.
Bayangkanlah suatu lapisan lempung di antara dua lapisan pasir, seperti terlihat
pada Gambar K.8

Bilamana lapisan ini diberi tambahan tegangan sebesar P maka tegangan ini pada
saat diberikan akan dipikul seluruhnya oleh air pori, yaitu tegangan air pori akan naik
menjadi P. Pengaliran air akan lekas mulai berjalan sehingga tegangan air pori akan
menurun. Besarnya tegangan air pori pada waktu t1, t2. t3 akan terlihat seperti dalam
Gambar K. 8. Akhirnya tegangan air pori akan menjadi sama seperti sebelum
tambahan tegangan diberikan Rumus yang berlaku selama konsolidasi berlangsung
adalah rumus Terzaghi yang terkenal itu.
Rumus Terzaghi itu berdasarkan pada beberapa anggapan (assumptions) sebagai
berikut :
1.    Derajat kejenuhan tanah 100%.
2.    Tidak terjadi perobahan isi pada air atau butir tanah.
3.    Konsolidasi, yaitu pengaliran air serta perobahan isi berlangsung pada satu
jurusan saja, yaitu jurusan vertikal.
4.    Rumus Darcy berlaku.
5.    Tegangan total dan tegangan air pori dibagi rata pada setiap bidang horizontal.
Umpamakanlah suatu elemen yang sedang mengalami konsolidasi, pada jarak Z
dari batas lapisan tersebut, seperti terlihat pada Gambar K. 8. Elemen ini mempunyai
satuan luas dan tebal dz.
Dengan demikian isi elemen = dz.
Air sedang mengalir melalui elemen ini seperti terlihat pada gambar. Karena sedang
berlangsung konsolidasi (yaitu perobahan isi) maka kecepatan air yang keluar dari
elemen tidak sama dengan kecepatan air yang masuk.
Kecepatan air yang masuk = V
Banyaknya air yang hilangdarielemenadalahsamadengan perubahanisielemen,
dankecepatan kehilangan air adalahsamadengan kecepatan perobahanisi.

Kecepatan air dapat dihitung dengan rumus Darcy yaitu V = k.i


dimana V = kecepatan
 k = permeability ( daya rembesan air )
             i = gradien hidraulik

di mana V =    perubahan isi


V = isi
P' = perubahan tegangan efektif
mv =  Coeficient Of Volume Decrease.
Dalamhal ini perubahanisi = - mvP' x dz

Inilah rumus Terzaghi yang sudah lama merupakan dasar untuk perhitungan
kecepatan penurunan.
Cv disebut "Coeficient Of Consolidation”, biasanya dalam cm2/sec. Selama konsolidasi
berlangsung maka harga m v dan K menjadi lebih kecil dengan akibat bahwa besarnya
Cv tidak banyak mengalami perubahan.
Dari hasil persamaan Terzaghi ini kita dapat mengetahui besarnya u pada setiap
titik pada setiap waktu dalam lapisan tersebut. Pada umumnya bukan besarnya u
(tegangan air pori) yang perlu diketahui untuk perhitungan penurunan. Yang ingin kita
ketahui adalah besarnya penurunan pada jangka waktu tertentu, atau yang disebut
derajat konsolidasi (Degree Of Consolidation).
Derajat Konsolidasi     

  
Harga U juga dapat diperoleh dari rumus Terzaghi, yaitu U = t (z, t), f (z, t) ini adalah
suatu deretan (series) tetapi dapat diperkira-kirakan dengan persamaan yang berikut :

Dari persamaan di atas dapat dihitung harga-harga U dan T sebagai berikut :

U (%) 20 40 60 80 90

T 0,031 0,126 0,287 0,565 0,848

Jadi kalau kita ingin menghitung waktu yang diperlukan sampai penurunan 90 %
selesai maka kita ambil harga T untuk U = 90 %.
Yaitu t90 = 0,848 = (Cv t90)/ H2
Di mana t90 = waktu sampai penurunan 90 % selesai H = jalan air terpanjang. (Kalau
terdapat lapisan pasir di atas dan di bawah lapisan lempung tersebut, maka H adalah
separuhnya tebal lapisan).
Jadi, t90 = 0,848H2 / Cv
Ternyata dari rumus ini bahwa waktu penurunan adalah sebanding dengan pangkat
dua tebal lapisan dan berbanding terbalik dengan "Coeficient Of Consolidation".
6.5 PERBANDINGAN PENURUNAN YANG DI HITUNG DENGAN PENURUNAN
SEBENARNYA
Dari percobaan konsolidasi di laboratorium kita mendapat :
a.Grafik penurunan terhadap tegangan, yang mana pakai untuk menghitung besarnya
penurunan.
b.Harga Cv yang mana dipakai untuk menghitung kecepatan penurunan.
Sudah seringkali diadakan pengukuran penurunan di lapangan, diberbagai negara,
untuk mendapat perbandingan antara penurunan yang terjadi dengan yang dihi tung
terlebih dahulu.
Hasil-hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa pada umumnya besarnya
penurunan di lapangan kira-kira sesuai, atau lebih kecil daripada angka yang dihitung.
Ketidak sesuaiannya penurunan dapat disebabkan hal-hal yang berikut :
1.      Contoh tanah tidak benar-benar asli.
2.      Alat konsolidasi kurang sempurna.
3.      Tegangan yang dihitung menurut teori elastis kurang tepat.
Kecepatan penurunan di lapangan ternyata agak lebih cepat daripada yang dihitung Ini
disebabkan karena :
1.      Harga Cv yang diukur di laboratorium lebih kecil daripada yang berlaku di
lapangan. Ini mungkin karena tanah setempat tidak seragam dan mengandung
retakan-retakan atau lapisan-lapisan pasir.
2.      Pengaliran air di lapangan tidak berjalan pada jurusan vertikal saja. Terutama
kalau lapisan lempung mengandung lapisan-lapisan pasir yang tipis, atau
permeabilitydalam jurusan horizontal lebih besar daripada permeabilitydalam
jurusan vertikal.

6.6 CONTOH PERHITUNGAN PENURUNAN


Sebagai contoh cara menghitung penurunan kita ambil keadaan seperti
terlihat pada Gambar K. 11, yaitu fondasi plat di atas lapisan lempung.
Di bawah lapisan lempung, pada kedalaman 18 meter, terdapat lapisan pasir.
Dalamnya fondasi adalah 1 meter, dan muka air tanah terdapat pada kedalaman 3,0
m. Lapisan lempung ini kita anggap seragam dan hasil rata-rata dari percobaan
Konsolidasi pada tanah tersebut adalah seperti terlihat pada Gambar K. 12.

Perhitungan penurunan kita lakukan secara bertahap sebagai berikut :


a.    Lapisan ini dibagi menjadi beberapa lapisan yang lebih tipis, dalam hal
ini kita ambil tiga lapisan, masing-masing setebal 5 meter, 6 meter dan 6 meter.
Pembagian ini perlu untuk memperhitungkan variasi nilai P 0 (tegangan semula)
dan P1 (tegangan akhir) pada lapisan lempung ini, hal ini bukan karena sifat-sifat
tanah tidak, seragam.
b.    Nilai P0 dihitung pada pertengahan masing-masing lapisan. Misalnya pada
lapisan 1 :
P0 = (350 x 1,7 - 50 x 1,0) x (1/1000)kg/cm2
     = 0,545 kg / cm2
c.    Nilai Δp dihitung pada pertengahan masing-masing lapisan dan di bawah
titik tengah-tengah fondasi tersebut. Ini dapat dilakukan dengan mempergunakan
grafik yang terdapat pada gambar K. 6. Dengan grafik ini kita dapat menentukan
tegangan vertikal di bawah sudut suatu fondasi, sehingga untuk mendapatkan
tegangan di bawah titik tengah, kita anggap fondasi terdiri dari empat bagian
yang
sama besarnya. Jadi disini B = 5 m dan L = 20 m.

Nilai m dan n kita menentukan pada pertengahan masing masing lapisan .


Misalnya pada lapisan 1 :
Z = 2,5 m sehingga
m = B/z = 2
n = l/z = 8
Jadi gambar K.6 kita mendapat I σ = 0,24
Nilai Δp akibat seperempat luas fondasi = I σq
sehingga untuk seluruh fondasi Δp = 4 I σq

d.   Nilai ini ditambah pada P 0 adalah merupakan nilai P 1 , yaitu tegangan setengah
bangunan didirikan.
e.    Dengan memakai nilai P0 dan P1 , kita menentukan penurunan  Δ h pada
masing-masing lapisan.
Misalnya pada lapisan 1 :
Δ h = 0,755 — 0,170 mm.
       = 0,585 mm.
f.     Penurunan pada masing-masing lapisan sekarang dapat kita hitung dengan
rumus :  s = (Δ h /h) H
Pada lapisan 1 misalnya :
s = (0,585 / 20) 500 = 14,6 cm
g.    Dengan menjumlah penurunan pada masing-masing lapisan kita mendapatkan
jumlah penurunan yang kita cari, dalam hal perhitungan di atas sebesar 34 cm.
h.    Waktu yang diperlukan untuk penurunan ini kita hitung dengan rumus : t =
TH2 / Cv
 Untuk menentukan jangka waktu sampai penurunan 90 % selesai, kita gunakan
rumus :
 t90 = 0,848H2 / Cv
Dalam hal ini H adalah sebesar separuh tebal lapisan, karena air dapat mengalir ke
atas dan ke bawah. yaitu H = 8,5 m = 850 cm. Nilai C vkita ambil sebesar 6 x 10-3
cm2/detik, sehingga:
t90 = (0,848 x 850 x 850) / (6 x 0,001) detik = 3,2 tahun
 
Ada beberapa hal yang perlu kita ingat mengenai perhitungan tadi, yaitu sebagai
berikut :
(1)Hasil perhitungan dapat dijadikan lebih tepat dengan memakai lebih dari tiga
lapisan. Makin tipis lapisan yang diambil berarti makin teliti perhitungan ini. Untuk
perhitungan sehari-hari, dengan mengambil tiga atau empat lapisan akan
memberi hasil yang cukup tepat.
(2)Penurunan yang kita hitung tadi ialah penurunan pada pertengahan fondasi.
Dengan cara yang serupa kita dapat menghitung penurunan pada sudut atau
pada tepi fondasi.
Penurunan yang sebenarnya terjadi akan tergantung pada kekakuan (rigidity)
bangunan yang bersangkutan. Apabila bangunan benar-benar kaku, maka
penurunan pada setiap bagian fondasi akan sama, dan akan sebesar nilai rata-
rata dari penurunan yang dihitung pada pertengahan, dan pada tepi.

(3)Penentuan jangka waktu berdasarkan pada anggapan bahwa pengaliran air


berjalan pada jurusan vertikal saja. Sebenarnya air juga akan mengalir pada arah
horizontal sehingga kecepatan konsolidasi akan lebih cepat dari pada yang
dihitung cara tadi.
BAB VII

KEKUATAN GESER TANAH

PENDAHULUAN

Salah satu fungsi yang terpenting dalam studi mekanika adalah perkiraan
mengenai besarya tegangan akibat suatu pembebanan yang akan
menghasilkan deformasi yang berlebihan setiap beban akan menghasilkan
tegangan dan regangan yang dapat berintegrasi pada zona tegangan yang
ditinjau untuk meninjau deformasi. Deformasi ini biasanya disebut penurunan
dan telah banyak dilakukan usaha untuk meramalkan penurunan. Suatu beban
yang dikerjakan pada suatu massa tanah akan selalu menghasilkan tegangan-
tegangan dengan intensitas yang berbeda-beda di dalam zona berbentuk bola
lampu (bulb) di bawah beban tersebut.
Tegangan-tegangan ini dipakai bersama dengan “teori konsolidasi” yang
digunakan untuk memperkirakan penurunan jangka panjang atau penurunan
konsolidasi. Meninjau penurunan “segera” bersama dengan gaya dukung
(pembebanan terhadap tanah yang diizinkan), tetapi pertama-tama
perlu ditinjau kekuatan tanah.

1. PENGERTIAN KUAT GESER TANAH

Kuat geser tanah yaitu : kemamapuan tanah melawan tegangan geser yang
timbuldalam tanah. Dalam hal ini tanah dipandang sebagai bahan konstruksi
digunakan misalnya :
Kekuatan geser tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut
persatuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser
dalam tanah yang dimaksud (Braja M.Das,1985). Dalam buku yang lain
disebutkan bahwa kekuatan geser tanah adalah kekuatan tanah untuk memikul
beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran,keruntuhan,
gelincir dan pergeseran tanah.
1) Faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah disebabkan oleh pengaruh :
a. Keadaan tanah : angka pori, ukuran dan bentuk butiran
b. Jenis tanah : pasir, berpasir, lempung dan atau jumlah reatif dari bahan-
bahan yang ada
c. Kadar air (terutama lempung) sering berkisar dari sangat lunak sampai
kaku, tergantung pada nilai sesaat w)
d. Jenis beban dan tingkatnya. Dari teori konsolidasi dapat diketahui
bahwa beban yang cepat akan menghasilkan tekanan pori yang berlebih.
e. Kondisi Anisotropis. Kekuatan yang tegak lurus terhadap bidang dasar
(bedding plane) akan berbeda jika dibandingkan dengan kekuatan yang
sejajar dengan bidang tersebut.
2) Faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah pada saat pengujian di
laboraturium, yaitu:
a) Metode pengujian. Terbentuknya tekanan pori yang berlebih
b) Gangguan terhadap contoh tanah. Mengurangi kekuatan Kadar air
Tingkat regangan. Biasanya menambah kekuatanKeruntuhan geser
(Shear failure) tanah terjadi bukan disebabkan karena hancurnya butir-
butir tanah tersebut tetapi karena andanya gerak relative antara butir-
butir tanah tersebut.
Mohr (1910) menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material
yang menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat
kombinasi kritis tegangan normal dan geser, dan bukan hanya akibat
tegangan normal maksimum atau tegangan geser maksimum saja.f = f
()Garis keruntuhan (failure envenlope) yang dinyatakan oleh persamaan di
atas sebenarnya adalah sebuah garis lengkung pada sebuah grafik yang
menyatakan hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser,namun
untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut
cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan
linier antara tegangan normal.
Tegangan geser (Couloumb,1776), secara matematis dinyatakan dengan
persamaan : = c + n.tan dimana,s/ : Kekuatan geser tanah c : Kohesi : Sudut
geser internal Hubungan di atas disebut juga sebagai kriteria keruntuhan.
menurutMohr Couloumb. Kemiringan bidang keruntuhan akibat geser
Keruntuhan geser (keruntuhan akibat geser) terjadi pada suatu bidang telah
mencapai syarat batas sebagai mana yang telah dirumuskan oleh
Couloumb..
1. Percobaan Kekuatan Geser Tanah Untuk mendapatkan nilai C dan dapat
dilakukan dengan 3 (tiga ) cara percobaan, yaitu:
a. Percobaan tertutup (Undrained Test) Pada percobaan ini air tidak ijinkan
mengalir keluar dari contoh tanah sama sekali, baik pada tingkat pertama
maupun kedua. Disini biasanya tegangan air pori tidak diukur. Biasanya
digunakan untuk tanah lempung.
b. Percobaan tertutup dan di konsolidasikan (Consolidated Undrained Test)
Pada percobaan ini contoh tanah diberikan tegangan normal dengan air
diperbolehkan mengalir dari contoh. Tegangan normal bekerja sampai
konsolidasi selesai, yaitu sampai tidak ada lagi perubahan isi contoh.
Kemudian contoh tanah di tutup dan diberi tegangan geser secara
tertutup (Undrained).
c. Percobaan terbuka (Drained Test)Contoh tanah diberikan tegangan
normal dan air di perbolehkan mengalir sampai konsolidasi selesai.
Kemudian diberikan tegangan geser dengan kondisi semula.Percobaan
triaxial merupakan metode yang paling umum dipakai di dalam
laboratorium-laboratorium mekanika tanah dibandingkan dengan dua
percobaan tersebut.
2. Lingkaran Mohr Lingkaran Mohr adalah cara untuk mendapatkan harga dan
secara grafis tegangan normal di plotkan ke sumbu X (positif, kekanan) dan
tegangan geser di plotkan ke sumbu Y.OT = + = Jari-jari lingkaran ; = Garis
TP miring dengan sudut 2 terhadap sumbu X (pengukuran sudut berlawanan
dengan arah jarum jam).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kuat Geser Jelas terbukti dari uraian-uraian
diatas bahwa kuat geser bukanlah merupakan nilai yang unik, tetapi tergantung
pada keadaan dan metodenya. Beberapa factor ini antara lain adalah:

a. Tekanan efektif atau tekanan antar butir


b. Saling keterkuncian antar partikel; jadi, partikel-pertikel yang bersudut
akan lebih saling terkunci dan memiliki kuat geser yang lebih tinggi
daripada partikel-partikel yang bundar yang dijumpai pada tebing-tebing
atau deposit-deposit glasial
c. Kemampatan partikel atau kerapatan
d. Sementasi partikel, yang terjadi secara ilmiah atau buatan
e. Daya tarik anatar partikel atau kohesi. Harus diperhatikanbahwa koheesi
yang terlihat pada butiran-butiran tanah lembabmungkin hanya
merupakan keadaan sementara saja
f. Kadar air untuk tanah kohesif. Ini diperlihatkan oleh kekuatan dari
bongkah lempung kering versus basah
g. Kualitas contoh (berhubungan dengan gangguan, retakan, celah, dan
hal-hal yang serupa)
h. Metode percobaan seperti U, CU atau CD dan termasuk triaksial, geser
langsung di lapangan dan sebagainya. Untuk laboraotrium, prosedur
konsolidasi seperti isotropik, anisotropik dan K0 atau rasio konsolidasi
lainnya yang dipakai
i. Pengaruh-pengaruh lainnya seperti kelembapan dan temperature.
Untuk tanah kohesif, kuat geser juga sangat dipengaruhi oleh:
1) Tingkat regangan. Kuat geser yang lebih tinggi didapatkan pada tingkat
regangan yang lebih tinggi
2) Anistropi massa tanah. Kekuatan verikal tidak sama dengan kekuatan
lateral
3) Pengaruh-pengaruh kerentanan progresi

2. PERCOBAAN KOTAK GESER


Pada benda kasar yang terletak pada lantai kasar, bekerja gaya normal
sebesar N, bila benda tersebut ditarik dengan gaya T maka akan timbul
gaya perlawanan yang berupa gaya gesekan atau friction (F).

F = T = Nf = N tg ϕ (1)

Dimana :
f = koefisien gesek antar lantai dengan benda
ϕ = sudut geser antara lantai dengan benda
jika ditinjau persatuan bidang geser
T N
= tgϕ (2) N
A A
τ = σ tgϕ
τ = σ tan ϕ T
τ = tegangan geser
σ = tegangan normal F
Gambar 22. Koefisien gesek antar lantai dengan benda
Tegangan geser dipengaruhi secara linear oleh tegangan normal dan koefisien
gesekan benda halus terletak dilantai licin yang
diberi perekat basah . jika benda ditarik
dengan gaya geser T akan dilawan dengan
gaya lekatan yang besarnya :
Gambar 23. Koefisien gesek antar lantai dengan benda

F=AC (3)
Dimana :
A = luas bidang geser (m 2)
C = daya lekat perekat / mutu perekat (KN/ M 2)

Pada kondisi ultimat F = TT = AC


Jadi T dipengaruhi secara linear oleh luas bidang dan daya lekat lem. Jika dipandang
persatuan luas τ = c.

3. HUKUM COULOMB
Rumus coulomb
τ = c + σ tan ϕ (4)
dengan :
τ = kuat geser tanah (kN/m2)
c = kohesi tanah
φ = sudut gesek dalam tanah atau sudut gesek intern (derajat)
σ = tegangan normal pada bidang runtuh (kN/m2)
Hubungan antara τ , c, σ , danϕ
Dapat digambarkan sebagai grafik

τ
KN/ M 2
ϕ

σ KN/ M 2
Gambar 24. Hubungan antara τ , c, σ , danϕ

Jika terjadi pergeseran didalam tanah misalnya longsoran lereng berarti terjadi
pergeseran antara tanah. Yang melawan adalah kuat geser tanah, yang terdiri atas :
a) Gesekan intern : Gesekan antara tanah dengan tanah, sudut geseknya adalah
sudut gesek intern = ϕ. Terjadi pada tanah butir kasar
b) Kohesi c Letakan antara tanah dengan tanah terjadi pada tanah butir halus.
Untuk tanah campuran antara tanah butir kasar dan butir halus, kuat geser
tanah berupa kombinasi kohesi dan gesekan dan berlaku hukum coulomb.
τ = c + σ tan ϕ τ = c + σ tan ϕ (5)

Tanah butir kasar sering disebut tanah non kohesif. Tanah butir halus sering disebut
tanah kohesif (khususnya lempung) F dan c disebut parameter kuat geser tanah.
Momentum nilai F dan c dilaboratorium, antara lain :
1) Cara geser langsung (Direct Shear Test)
Benda uji berupa contoh tanah bertampang lingkaran/bujur sangkar, ( sebanyak
3 buah atau lebih). Satu persatu benda uji ditaruh dalam 2 buah cincin
(tersusun atas dan bawah), kemudian diatas diberi beban normal N yang tetap
besarnya. Digeser dengan gaya T yang besarnya berangsur dinaikka. Sehingga
pada suatu saat tanah pecah tergeser, dan dicacat besarnya T yang
memecahkannya.

N1
Tegangan normal : = σ 1 N/cm2 τ = c + σ tan ϕ (6)
A

T1
Tegangan geser : = τ1 N/cm2 τ = c + σ tan ϕ (7)
A

Dulangi lagi benda uji ke 2,3 dan seterusnya setiap kali menggunakan gaya N 2,
N 3, dan seterusnya yang tidak sama, dihitung τ 2 , σ 2 , τ 3 , σ 3 dst. Nilai f dan c dicari
secara grafis (dari data hasil penguian) berdasarkan hukum coulomb.

τ = c + stan ϕ (8)
Catatan :
a) Yang dicari dua variable c dan ϕ
b) Sebenarnya cukup dengan 2 benda uji untuk mendapatkan 2 persamaan
τ 1 = c + σ 1 tan ϕ dan τ 2 = c + σ 2 tan ϕ
c) Tetapi tanah selalu tidak homogen maka diperlukan lebih banyak sampel
Contoh :

Sampel diuji dengan 3 tegangan yang berbeda masing-masing digeser sampai pecah,
dicacat tegangan geser sebagai berikut :
Tabel 5. Percobaan tegangan geser

No percobaan Tegangan Normal (N/cm2 ¿ Tegangan Geser (N/cm2)


1 5 10.6
2 10 13.5
3 20 19.7

Plotkan 3 kombinasi data pada grafik 3 titik τ N/cm 2


Tarik garis lurus kemudian nilai c di ukur 20
Pada ordinat dan sudut f di ukur kemiringannya 20 ϕ
Terhadap datar dan didapat c=7,5 N /cm2 5 10 15 20
danϕ = 31º Gambar 25. Hubungan antara τ , c, σ , danϕ

2) Penguji tekan bebas


Pengujian ini hanya untuuk tanah kohesif terutama lempung kenyang air yang
di anggap tidak punya f (dianggap f = 0).percobaan ini hanya untuk menentukan
qu = kuat tekan bebas ( N /cm2 ) dan c = kohesi = ½ qu.
Cara:
Benda uji berbentuk silinder h > 2 x
Diameter (2-3D)
Dibebani Q berangsur – angsur di perbesar
Sampai tanah pecah.
Kuat tekan bebas qu = Q/A yang memecahkan tanah
C = ½ qu

Kekerasan lempung kenyang air dapat dinyatakan atau di ukir dari nilai qu
Kekeresan qu
Sangat lunak 0.00 - 25.00
Lunak /soft 25.00 – 50.00
Sedang /medium 50.00 – 100.00
Kenyal / stif / kaku 100.00 – 200.00
Sangat kenyal 200.00 – 400.00
Keras / hard > 400.000
Catatan :
a. Jika tanah sangat lunak sehingga dalam pengujian tidak pecah, tapi hanya
mengembung, maka qu adalah yang menyebabkan pemendekan 20 %
b. Tanah non kohesi bersih tidak punya kohesi c (c = 0) tanah ini hanya
mempunyai ϕ, misalnya pasir ϕ pasir = 28.5° - 46°
(min) (max)
Sangat tidak padat padat
Poorly graded wellgraded
Butir bulat butir tajam
Φantara 30° - 36° adalah umum
seringkali disebut f = sudut lereng alam. Jika pasir bbersih, kering dituang akan
membentuk kerucut dengan sudut ϕ

Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain :
1. Pengujian geser langsung (Direct shear test)
Suatu percobaan untuk memperoleh kuat geser tanah dengan percobaan geser
langsung. Dimana tahanan geser diukur pada suatu cicin uji (proving ring), dan
harga maksimum adalah kekuatan geser tanah pada bidang keruntuhan. Kuat
geser tanah ini diperoleh dengan contoh tanah yang dibebani bermacam-
macam beban tekan dan digambar suatu grafik dari tegangan geser terhadap
tegangan tekan, biasanya memberikan suatu grafik garis lurus.
2. Pengujian tiaksial (Triaksial test)
Tujuan pengujian ini untuk mendapatkan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam
tanah (φ). Mendapatkan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (φ) pada
pengujian triaksial ini bisa dengan penggambaran sampul mohr dan rumus kuat
geser tanah.
Keterangan :
σ1 = tekanan sel (kN/m2)
σ3 = tekanan vertikal total (kN/m2)
τ = (σ1 – σ3)/2
σ = (σ1 + σ3)/2
3. Pemadatan
Bowles, 1989. Teori pemadatan pertama kali dikembangkan oleh R.R. Proctor.
Empat variabel pemadatan tanah yang didefinisikan oleh Proctor, yaitu usaha
pemadatan atau energi pemadatan, jenis tanah (gradasi, kohesif atau tidak
kohesif, ukuran partikel dan sebagainya), kadar air dan berat isi tanah. Oleh
karena itu, prosedur dinamika laboratorium yang standar biasanya disebut
dengan uji Proctor.
Untuk berat volume tanah kering dapat dituliskan dengan rumus :
keterangan :
γb
𝜸d = (9)
1+ w
𝜸d = berat volume kering
𝜸b = berat volume tanah basah
w = kadar air
Namun dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser
tanah adalah pengujian geser langsung dan pengujian triaksial (Triaksial test).
Pengujian kuat geser ini dilakukan untuk mendapatkan parameter kuat geser
yaitu kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ).

4. PERBEDAAN SIFAT PASIR DAN LEMPUNG

SIFAT PASIR LEMPUNG

Ukuran butir Kasar Halus


Permeabilitas Tinggi Rendah
Kenaikan air kapiler Rendah Tinggi
Terjadi konsistensi
Pengaruh air Tidak ada
kembang susut
Perlawanan geser Non kohesif Kohesif
Besar, perluh
kompressibilitas Kecil
diperhitungkan
Proses konsoloidasi Cepat lambat
Tabel 6. Perbedaan sifat pasir dan lempung

Lanau mempunyai sifat antara pasir dan lempung

Cara Sederhana Membedakan Jenis Tanah


a. Kerikil dan pasir mudah dibedakan secra visual dari ukuran butir
b. Berdasarkan kecepatan mengendap
Hancurkan tanah dan aduk rata dalam air dan gelas.
Pasir mengendap dalam : 30 – 60 detik
Lanau dapat sampai 15 – 60 menit
Lempung beberapa jam – hari. (colloid)
Larutan koloid (<0.001 mm) selain butir-butirnya sangat halus bersifat sebagai
elektrolit(bermuatan listrik). Butir-butir mengalami gerak brown (tolak menolak
karena muatanya sama). Maka sangat sukar mengendap. Untuk menjernihkan
larutan koloid diberi larutan tawas (menetralkan muatan).
c. Lanau dan lempung sama-sama mempunyai butir sangat halus, sehingga sukar
dibedakan secara visual. Dapat dibedakan berdasarkan sifa-sifatnya.
1) Cara pengendapannya. (cara 2).
2) Kekerasan pada keadaan kering. Gumpalan lanau kering mudah
dihancurkan dengan jari.
3) Sifat melekatnya. Kotoran tanah basah mudah dibersihkan jika berasal dari
lanau
4) Bersifat permeabilitas. Taruh segumpalan tanah basah ditelak tangan.
Tanah lanau bersifat permebel sehingga air dalam pori dapat dengan mudah
mengalir keluar permukaan. Jika telapak tangan ditekuk atau diketuk-ketuk,
permukaan jadi mengkilat, jika direnggangkan akan suram sebab air masuk.
Keadaan ini tidak tampak pada lempung.
BAB IX

DAYA DUKUNG TANAH DAN PERENCANAAN PONDASI

1. Definisi Dan Fungsi Pondasi

Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendifinisikan suatu bagian
konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan
meneruskan beban bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup
kuat daya dukungnya. Untuk itu pondasi bangunan harus diperhitungkan untuk
menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban berguna,
gaya-gaya luar, seperti tekanan angin, gempa bumi dan lainnya serta tidak boleh
terjadi penurunan yang melebihi batas yang diijinkan. Pondasi bangunan
dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu pondasi dangkal (shallow foundation)
dan pondasi dalam (deep foundation), Terzaghi (1940) meyebutkan bahwa
pondasi dangkal apabila kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi
(D
≤ B).

Setiap jenis pondasi mempunyai kelebihan dan kekurangan bila pondasi


digunakan pada suatu kondisi tertentu sehingga tidak ada satu jenis pondasi pun
yang cocok untuk digunakan dalam semua kondisi. Pemilihan jenis pondasi
(Telapak tunggal, Telapak Gabungan, Telapak Kantilever dan Pondasi Rakit)
sangat bergantung oleh beberapa faktor, yaitu:
- Beban yang bekerja dari bangunan atas (kolom).

- Kodisi tanah yang akan dijadikan penopang pondasi

- Kemudahan pelaksanaan pondasi dan Teknologi yang tersedia di tempat


tersebut.

Berikut beberapa bentuk pondasi dangkal yang sering digunakan seperti pada
Gambar 1. dan 2.
(a) (b)

Gambar 1. Beberapa bentuk pondasi dangkal (a) pondasi plat setempat


(b) Pondasi rakit

(a) (b)

Gambar 2. Beberapa bentuk pondasi dangkal (a) pondasi plat


gabungan segi-empat (b) pondasi plat gabungan
trapesium

2. Daya Dukung dan Kapasitas Dukung Tanah.

Kapasitas/daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah untuk


menahan suatu beban yang bekerja padanya yang biasanya disalurkan melalui
pondasi. Sedangkan kapasitas/daya dukung batas tanah (q u = qult = ultimate
bearing capacity) adalah tekanan maksimum yang dapat diterima oleh tanah
akibat beban yang bekerja tanpa menimbulkan kelongsoran geser pada tanah
pendukung tepat di bawah dan sekeliling pondasi.

Terdapat 3 kemungkinan pola keruntuhan kapasitas dukung tanah, yaitu :

a. Keruntuhan geser umum (General Shear Failure), Gambar 3 :

Keruntuhan ini dapat terjadi pada satu sisi sehingga pondasi miring dan tanah
diatas pondasi mengembang akibat desakan tanah dibawah pondasi,
biasanya terjadi pada tanah yang padat dan kaku (kompresibilitas rendah).
Gambar 3. Pola keruntuhan geser umum (General Shear Failure).
b. Keruntuhan geser setempat (Local Shear Failure), Gambar 4 :

Tanah di atas pondasi tidak terlalu mengembang karena dorongan di bawah


pondasi lebih besar dan kemiringan pondasi tidak terlalu besar, biasanya
terjadi pada tanah lunak (kompresibilitas tinggi).

Gambar 4. Pola keruntuhan geser setempat (Local Shear Failure).

c. Keruntuhan geser baji / penetrasi (Punching Shear Failure), Gambar 5 :

Keruntuhan ini terjadi akibat desakan di bawah dasar pondasi disertai


pergeseran arah vertikal sepanjang tepi. Kemiringan pondasi sama sekali
tidak terjadi dan pengembangan tanah di atas pondasi tidak terjadi akibat
penurunan yang besar di bawah pondasi. Biasanya terjadi pada tanah sangat
lunak atau lunak (kompresibilitas tinggi) dan nilai q u sulit dipastikan.

Gambar 5. Pola Keruntuhan geser baji (Punching Shear Failure)

Adapun cara-cara yang digunakan untuk menghitung daya dukung tanah


dibawah pondasi khususnya pondasi dangkal antara lain : Metode Terzaghi,
Metode Meyerhof, Metode Hanzen dll. Teori dari Terzaghi banyak digunakan
karena metode ini dapat digunakan untuk semua jenis tanah dan hasilnya
memberikan nilai daya dukung maksimum mendekati kondisi sebenarnya yang
ada di lapangan. Gambar 6 menunjukkan keruntuhan umum yang terjadi pada
pondasi menurut teori Terzaghi (1943).
III I III
IIII

Gambar 6. Analisa distribusi tegangan di bawah pondasi menurut Terzaghi (1943)

Zona I :

Pondasi akan tertekan ke bawah dan menghasilkan suatu keseimbangan plastis


dalam bentuk zona segitiga (triangular zone / wedge zone) di bawah pondasi
dengan sudut ACD
= CAD = α = 45o + /2. Gerakan bagian tanah ACD ke bawah mendorong tanah
disampingnya (zona II) ke samping.
Zona II :

Bagian ADF dan CDE disebut daerah geser radial (radial shear zones) dengan
kurva DE dan DF yang bekerja pada busur spiral logaritma dengan pusat ujung
pondasi.
Zona III :

Bagian AFH dan CEG dinamakan zona pasif Rankine (Rankine passive zones)
dimana bidang tegangannya merupakan bidang longsor yang mengakibatkan
bidang geser di atas bidang horisontal, yang digantikan dengan beban sebesar :
q =  . Df ( = berat isi/volume tanah).

3. Kapasitas Dukung Menurut Terzaghi (1943)

Terzaghi (1943), memberikan beberapa rumus sesuai dengan bentuk geometri


pondasi tersebut. Rumus-rumus yang dimaksud antara lain :
a. Untuk tanah dengan keruntuhan geser umum (general shear failure) :
1. Kapasitas dukung pondasi menerus dengan lebar B :

qu = c.Nc + .Df.Nq + ½..B.N (1)

2. Kapasitas dukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R :


qu = 1,3.c.Nc + .Df.Nq + 0,6..R.N (2)

3. Kapasitas dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B :

qu = 1,3.c.Nc + .Df.Nq + 0,4..B.N (3)

4. Kapasitas dukung pondasi segi empat (B x L) :

qu = c.Nc.(1 + 0,3.B/L) + .Df.Nq + ½..B.N (1 – 0,2.B/L) (4)

keterangan :

qu = kapasitas dukung
maksimum q = P0 = tekanan
overburden = .Df
c = kohesi tanah
 = berat isi tanah
Df = kedalaman pondasi
B = lebar pondasi (R = jari-jari untuk pondasi
lingkaran)
L = panjang pondasi (L ≥ B)
Nc , Nq , N adalah faktor daya dukung yang besarnya dapat ditentukan
dengan memakai Tabel 1. atau dengan memakai rumus-rumus berikut :

 
 e2(3/4/2)tan 

Nc  cot  (5)

 
π

 
2cos2  

  4 2  

2(3/4/2)tan
e
 
Nq  2  


2cos2 45 


( 6 )

 
1
Nγ   1.ta (7)
Kpy
n

2  cos2 

Kpy = koefisien tanah pasif = 3.tg².[45º + ½.( + 33º)] (8)


Tabel 1. Faktor-faktor daya dukung Terzaghi untuk kondisi keruntuhan geser
umum (general shear failure)

 Nc Nq N  Nc Nq N
0 5,70 1,00 0,00 26 27,09 14,21 9,84
1 6,00 1,10 0,01 27 29,24 15,90 11,60
2 6,30 1,22 0,04 28 31,61 17,81 13,70
3 6,62 1,35 0,06 29 34,24 19,98 16,18
4 6,97 1,49 0,10 30 37,16 22,46 19,13
5 7,34 1,64 0,14 31 40,41 25,28 22,65
6 7,73 1,81 0,20 32 44,04 28,52 26,87
7 8,15 2,00 0,27 33 48,09 32,23 31,94
8 8,60 2,21 0,35 34 52,64 36,50 38,04
9 9,09 2,44 0,44 35 57,75 41,44 45,41
10 9,61 2,69 0,56 36 63,53 47,16 54,36
11 10,16 2,98 0,69 37 70,01 53,80 65,27
12 10,76 3,29 0,85 38 77,50 61,55 78,61
13 11,41 3,63 1,04 39 85,97 70,61 95,03
14 12,11 4,02 1,26 40 95,66 81,27 115,31
15 12,86 4,45 1,52 41 106,81 93,85 140,51
16 13,68 4,92 1,82 42 119,67 108,75 171,99
17 14,60 5,45 2,18 43 134,58 126,50 211,56
18 15,12 6,04 2,59 44 151,95 147,74 261,60
19 16,56 6,70 3,07 45 172,28 173,28 325,34
20 17,69 7,44 3,64 46 196,22 204,19 407,11
21 18,92 8,26 4,31 47 224,55 241,80 512,84
22 20,27 9,19 5,09 48 258,28 287,85 650,67
23 21,75 10,23 6,00 49 298,71 344,63 831,99
24 23,36 11,40 7,08 50 347,50 415,14 1072,80
25 25,13 12,72 8,34

* Kumbhojkar (1933)

b. Untuk tanah dengan keruntuhan geser setempat (local shear failure) :

1. Kapasitas daya dukung pondasi menerus dengan lebar B :

q′u = c′.N′c + .Df.N′q + ½..B. N′ (9)

2. Kapasitas daya dukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R :

q′u = 1,3.c′.N′c + .Df.N′q + 0,6..R.N′ (10)

3. Kapasitas daya dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B :

q′u = 1,3.c′.N′c + .Df.N′q + 0,4..B.N′ (11)

4. Kapasitas daya dukung pondasi persegi empat (B x L) :

q′u = c′.N′c.(1 + 0,3.B/L) + .Df.N′q + ½..B.N′ (1 – 0,2.BL)(12)


Jika harga c diganti c′ = 2/3.c dan harga  diganti  ′ = tan-1 (2/3.tan  ),
maka dari nilai c′ dan  ′ didapatkan faktor-faktor daya dukung untuk kondisi
keruntuhan lokal : N′c; N′q; N′ (Tabel 2).

Tabel 2. Faktor-faktor daya dukung Terzaghi modifikasi untuk kondisi


keruntuh-an geser setempat (locall shear failure)

 N′c N′q N′  N′c N′q N′


0 5,70 1,00 0,00 26 15,53 6,05 2,59
1 5,90 1,07 0,005 27 16,30 6,54 2,88
2 6,10 1,14 0,02 28 17,13 7,07 3,29
3 6,30 1,2 0,04 29 18,03 7,66 3,76
4 6,51 1,30 0,055 30 18,99 8,31 4,39
5 6,74 1,39 0,074 31 20,03 9,03 4,83
6 6,97 1,49 0,10 32 21,16 9,82 5,51
7 7,22 1,59 0,128 33 22,39 10,69 6,32
8 7,47 1,70 0,16 34 23,72 11,67 7,22
9 7,74 1,82 0,20 35 25,18 12,75 8,35
10 8,02 1,94 0,24 36 26,77 13,97 9,41
11 8,32 2,08 0,30 37 28,51 15,32 10,90
12 8,63 2,22 0,35 38 30,43 16,85 12,75
13 8,96 2,38 0,42 39 32,53 18,56 14,71
14 9,31 2,55 0,48 40 34,87 20,50 17,22
15 9,67 2,73 0,57 41 37,45 22,70 19,75
16 10,06 2,92 0,67 42 40,33 25,21 22,50
17 10,47 3,13 0,76 43 43,54 28,06 26,25
18 10,90 3,36 0,88 44 47,13 31,34 30,40
19 11,36 3,61 1,03 45 51,17 35,11 36,00
20 11,85 3,88 1,12 46 55,73 39,48 41,70
21 12,37 4,17 1,35 47 60,91 44,54 49,30
22 12,92 4,48 1,55 48 66,80 50,46 59,25
23 13,51 4,82 1,74 49 73,55 57,41 71,45
24 14,14 5,20 1,97 50 81,31 65,60 85,75
25 14,80 5,60 2.25

* Kumbhojkar (1933)

4. Perngaruh Permukaan Air Terhadap Kapasitas Dukung Pondasi

Terdapat tiga keadaan pengaruh muka air tanah (Ground water table) terhadap
kapasitas dukung, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Perubahan kapasitas dukung adanya beda tinggi muka air tanah

a. Kasus I = jika letak muka air tanah, 0  D1  Df :

q = D1. + D2(sat - w) dan nilai  dibawah pondasi menjadi : ´= sat – w
(13)

b. Kasus II = jika letak muka air tanah, 0  d  B :

q = .Df dan nilai  dibawah pondasi


d (14)
menjadi : γ  γ  (γ 
γ) B
c. Kasus III = jika letak muka air tanah, d 
B:

Muka air tanah tidak berpengaruh terhadap kapasitas dukung tanah.

Bila asumsi memakai kapasitas dukung pondasi menerus dengan lebar B (pers.
1), maka kapasitas dukung pondasi akibat pengaruh letak muka air tanah dari
rumus qu = c.Nc +
.Df.Nq + ½..B.N, menjadi :

Kasus I : qu = c.Nc + [D1. + D2.´].Nq + ½.´.B.N (15)


 d 
Kasus II : qu = c.Nc + .Df.Nq + ½. γ  (γ  γ) .B.N (16)

 B 
 

Kasus III : qu = c.Nc + .Df.Nq + ½..B.N (tetap)

(17) dimana:
´ = sat – w

´ = berat volume/isi tanah efektif


s = berat volume/isi tanah
at saturated
 = berat volume/isi air
w
Contoh Soal-1

1. Suatu bangunan gedung berlantai dua akan dibangun disuatu lahan dengan
data sebagai berikut:
Berat volume tanah (t) = 15 kN/m3dan berat volume tanaj jenuh (tsat) =
16.5 kN/m3. Kohesi tanah (C) = 4 kN/m2.
Sudut geser dalam () = 25o.

Beban dari kolom = 20 ton, dengan momen =


0 tm. Angka keamanan (Fk) = 2

Pertanyaan:

a) Tentukan lebar pondasi jika berbentuk bujur sangkar

b) Berapa daya dukung pondasi apabila kondisi muka air tanah: 0.5m diatas
dasar pondasi, didasar pondasi, 0.5m dibawah pondasi dan 3m dibawah
pondasi.

Penyelesaian:

a) Berdasarkan nilai () = 25o, maka didapatkan nilai N = 8.34, Nq =


12.72, Nc =

25.2. karena pondasi berbentuk bujur sangkar maka persamaan yang


digunakan adalah persamaan 2, yaitu: qu = 1,3.c.Nc + .Df.Nq + 0,4..B.N.
Df adalah kedalaman pondasi yaitu: 1.5m. Beban ijin (q all) = qu/FK, karena
beban yang bekerja dari kolom sebesar 20 ton (200 kN) merupakan beban
ijin (qall), maka qu = 200 x 2 = 400 kN. Masukkan nilai nilai yang sudah
diketahui dalam persamaan diatas, sehingga menjadi:
400 = (1.3x4x25.2) + (15x1.5x12.72) + (0.4x15xBx8.34)
400 = 417.24 + 50.B, dari persamaan ini dapat dihasilkan lebar pondasi (B)
= 0 karena nilai ruas kiri persamaan lebih besar dari nilai ruas kanan.
Karena dalam kenyataannya pondasi juga menerima beban momen maka
lebar pondasi diambil minimal 0.8 meter.
b) Berdasarkan penjelasan dari Gambar 7, perubahan muka air pada nilai qu
sangat berpengaruh.
- Muka air berada 0.5m di atas pondasi (0  D
 1.5) Maka digunakan pers. 13, yaitu:
q = D1. + D2(sat - w) dan nilai  dibawah pondasi menjadi : ´= sat –
w, sehingga pers. 13 menjadi pers. 15, yaitu:
qu = c.Nc + [D1 . + 2D .´].N
q + ½.´.B.N
 . dengan nilai ’ = 16.5 – 10 =
6.5 kN/m3. Maka nilai beban batas untuk pondasi bujur sangkar
menjadi:
qu = 1.3c.Nc + [D1. + D2.´].Nq + 0.4.´.B.N.

= (1.3x4x25.2) + [(0.5x15)+(1x6.5)x12.72] + (0.4x6.5x0.8x8.34)

= 131.04 + 178.08 + 17.35

= 326.47 kN = 32.6 ton

- Muka air berada di dasar pondasi pondasi (0  D  1.5)

Persamaan yang digunakan tetap pers. 13 hanya D2 = 0, maka pers. 15


menjadi:

qu = 1.3.c.Nc + D1..Nq + 0.4.´.B.N. maka nilai beban batas


menjadi: qu = (1.3x4x25.2) + (15x1.5x12.72) +
(0.4x6.5x0.8x8.34)
= 432.21 kN = 43.20 ton.

- Muka air tanah berada 0.5m di bawah dasar pondasi, 0  d  0.8 :

q = .Df dan nilai  dibawah pondasi


d
menjadi : γ  γ  (γ 
γ) B

maka nilai  suku ke-3 menjadi rata-rata = 6.5 + [(0.5/0.8)x(15-6.5)] =


10.62 kN/m3. Maka persamaan untuk pondasi bujur sangkar menjadi:

q = 1.3.c.N +  d 
+ 0.4. γ  (γ  γ) .B.N .
.D .N
u c f  B  
 
q

= (1.3x4x25.2) + (15x1.5x12.72) + (0.4x10.62x0.8x8.34)

= 445.58 kN = 44.5 ton.

- Muka air tanah terletak 2.5m di bawah dasar pondasi, 2.5  0.8.

Karena letak muka air tanah cukup jauh dari dasar pondasi maka
persamaan untuk pondasi bujur sangkar tetap, yaitu:

qu = 1,3.c.Nc + .Df.Nq + 0,4..B.N.

= (1.3x4x25.2) + (15x1.5x12.72) + (0.4x15x0.8x8.34)

= 457.27 kN = 45.7 to
BAB X
TEKANAN TANAH DAN DINDING PENAHAN

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinding penahan tanah bisa memberikan kontribusi untuk mengurangi
bahaya longsor, karena di Indonesia sering terjadi longsor maka analisi tentang
kestabilan dinding penahan sangat diperlukan. Analisis stabilitas dinding
penahan tanah terhadap bahaya pergeseran, penggulingan dan juga keruntuhan
akan digunakan dari hasil pengolahan data CPT dengan metode probabilitas.
Perbedaan metode deterministik dengan metode probablitas adalah pada cara
deterministik hanya menggunakan satu nilai propertistanah tertentu yang
dianggap mewakili (Taruna,2011),sedangkan konsep probabilitas memakai
semua data propertistanah yang ada mengakomodasi setiap variasi yang terjadi.
Metode Probabilitas karena dianggap metode ini akan lebih mewakili semua
data-data yang digunakan dan akan mengahasilikan data yang lebih mewakili
juga. Salah satu propertis tanah yang menunjukkan tingginya variasi data
adalahhasil Cone Penetration Test (CPT) yang di Indonesia lebih dikenal dengan
nama Sondir. Variasi data yang begitu tinggi dapat dilihat pada nilai tahanan
konus (qc) maupun hambatan lekat (fs) dari hasil CPT. Pengolahan data
CPTyang akan digunakan dalam analisis model probabilitas yang selanjutnya
dipakai untukanalisis stabilitas dinding penahan.
1. TEKANAN HORIZONTAL PADA TANAH ASLI
Kadang - kadang pada bidang geoteknik kita perlu mengetahui besarnya tegangan
horizontal dalam tanah. Penggalian yang dalam atau penggalian terowongan
merupakan contoh keadaan ini. Nilai tegangan horizontal berada pada banyak
faktor dan tidak ada cara yang sederhana untuk mengetahui nilai tegangan
horizontal pada suatu keadaan tertentu. Tegangan ini dipengaruhi oleh jenis tanah,
proses pembentukannya, dan tegangannya.
Menurut Hardiyatmo, 2003 tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan
oleh akibat dorongan tanah dibelakang struktur penahan tanah. Besar tekanan
lateral sangat dipengaruhi oleh perubahan letak (displacement) dari dinding
penahan dan sifat-sifat tanah asli.
Pada Gambar tanah dibatasi oleh dinidng dengan permukaan licin (frictionless
wall) AB yang dipasang sampai kedalaman tak terhingga. Suatu elemen tanah yang
terletak pada kedalaman z akan mendapatkan tekanan ke arah vertikal σv dan
horisontal σh, dimana σv dan σh merupakan tekanan efektif dan takanan total
tanah. Tanah akan berada dalam keadaan keseimbangan elastis (elastic
equilibrum) apabila dinding dalam keadaan diam. Koefisien tekanan tanah dalam
keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest) Ko yaitu tekanan arah
horisontal dan vertikal, seperti pada Gambar .

Menurut Das, 1993 persamaanya dapat ditulis sebagai berikut:


σh
Kₒ =
σv
Karena σv = 𝛾𝑧, maka tekanan lateral saat diam adalah:
σh = Kₒ (γ z)
Nilai gaya total per satuan lebar dinding Po sama dengan luas dari diagram
tekanan tanah. Diagram tekanan tanah dalam keadaan diam yang bekerja pada
dinding setinggi H, seperti Gambar

Menurut Das, 1993 persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:


1
Pₒ = x Kₒ γ H²
2
Hardiyatmo, 2003 mengatakan pada posisi ini tekanan tanah pada dinding akan berupa
tekanan tanah saat diam (earth pressure at rest) dan tekanan tanah lateral (horisontal)
pada dinding, pada kedalaman tertentu (z), dinyatakan oleh persamaaan:
σh = Ko z γ
atau

σh σh
Ko = =
γz σv
dengan:
σh = Tegangan horisontal efektif (kN/m3)
σv = Tegangan vertikal efektif ( kN/m3)
Ko = Koefisien tekanan tanah saat diam
z = Kedalaman dari muka air (m)
γ = Berat volume tanah (kN/m3)
2. CARA RANKINE
Teori rankine (1857, dalam hardiyatno, 2006), dalam analisis tekanan lateral
dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut :
1) Tanah dalam kedudukan keseimbangan plastis, yaitu sembarang elemen
tanah dalam kondisi tepat akan runtuh.
2) Tanah urugan tidak berkohesi (c = 0)
3) Gesekan antara dinding dan urugan diabaikan atau permukaan dinding
dianggap licin sempurna ( = 0)

Tekanan Tanah Lateral Pada tanah Tak Kohesif


Permukaan Tanah Urugan horizontal Tanah tak kohesif atau tanah granular adalah
tanah tanah yang tidak mempunyai kohesi (c = 0) seperti pasir, kerikil. Bila
permukaan tanah urugan horizontal, tekanan tanah aktif (Pa) pada sembarang
kedalaman z dari permukaan tanah atau puncak dinding penahan dinyatakan
dengan persamaan :
Pa = z γ Ka
dengan :
1−sinϕ ϕ
Ka = = tg2 ( 45 -
1+sinϕ 2

Tekanan tanah aktif total (Pa) untuk dinding penahan tanah setinggi H dinyatakan
oleh persamaan : Pa = 0,5 H 2γ Ka Dengan titik tangkap gaya pada H/3 dari dasar
dinding penahan.

Gambar . Diagram tekanan tanah aktif pada tanah tak kohesi (Sumber :
Hardiyatmo, 2006)
Tekanan Tanah Lateral Pada Tanah Kohesif
Bila tanah mempunyai kohesi (c) dan sudut gesek dalam (∅), maka pada
kedudukan rankine, tekanan tanah aktif (Pa) dinyatakan oleh persaman :
Pa = γz tg2 (45 - ∅/2) – 2c tg (45 - ∅/2 )
Karena, Ka = tg2(45 - ∅/2), maka :
Pa = γz Ka – 2c √ K a
Dalam persaman terebut, terlihat bahwa terdapat kemungkinan Pa negatif, yang
berarti ada gaya tarik yang bekerja pada tanah. Pada bagian tanah yang menderita
gaya tarik tersebut, tanah menjadi retak-retak. Retakan bila terisi oleh air hujan
selain mengurangi kohesi juga mengkibatkan tambahan tekanan tanah lateral
akibat tekanan hidrostatis. Teknan tanah aktif total :
Pa = 0,5 γ H2 ka – 2cH√ K a
dengan :
Pa = tekanan tanah aktif total
H = tinggi dinding penahan tanah
γ = berat volume tanah urugan
c = kohesi tanah urugan
Diagram tekanan tanah aktif untuk tanah kohesif ditunjukan dalam Gambar .

Gambar. Diagram tekanan tanah aktif pada tanah kohesi (c > 0 dan ∅> 0) (Sumber
: Hardiyatno, 2006

3. CARA COULOMB
Pada hitungan tekanan tanah lateral teori Coulomb (1776), pengaruh gesekan
antara dinding dan tanah urug di belakangnya diperhitungkan. Sudut gesek
antara dinding dan tanah (δ) bergantung pada kekasaran dinding dan regangan
lateral pada waktu dinding bergerak.
Dalam menghitung tekanan tanah lateral teori Coulomb, terdapat beberapa
anggapan-anggapan sebagai berikut :
a) Tanah adalah bahan yang isotropis dan homogen yang mempunyai sudut
gesek dan kohesi.
b) Bidang longsor dan permukaan tanah urugan adalah rata.
c) Gaya gesek didistribusikan secara sama di sepanjang bidang longsor dan
koefisien
gesek f = tg ꝕ
d) Tanah yang longsor berbentuk baji, dan merupakan satu kesatuan.
e) Terdapat gesekan antara dinding penahan dan tanah urug. Tanah yang
longsor bergerak turun disepanjang dinding belakang mengembangkan gesekan.
f) Keruntuhan dinding penahan tanah dianggap masalah dua dimensi dengan
memperhatikan dinding penahan tanah yang panjangnya tak terhingga.
Ditinjau struktur dinding penahan tanah seperti yang ditunjukan pada .
Luas baji tanah yang longsor A = ½ x QR x PS
sin ( α + β )
PS = PQ
sin ( i−β )
QR = PQ Sin (α+ i)
PQ = H/Sin α

Tekanan tanah Aktif (Pa)


Tekanan tanah aktif metode Coulomb sama dengan persamaan tekanan tanah
aktif cara
Rankine.
Gambar . (a) Kondisi saat longsor (b) segi tiga gaya (Sumber : Hardiyatmo,
2006)
Pa = ½ Ka γ H2
Dengan :
sin2 ( α + ϕ )
Ka =
sin 2 α . sin¿ ¿ ¿

Dalam perencanaan tembok penahan, nilai sudut geser dinding δ adalah


diperkirakan antara ø/2 sampai 2/3ø.
Tekanan tanah Pasif (Pp)
Dengan cara yang sama tekanan tanah pasif dapat pula ditentukan dengan
melihat gambar.

Gambar . (a) Gaya-gaya yang bekerja pada kondisi tekanan Pasif (b) Poligon
gaya untuk hitungan tekanan pasif (Sumber : Hardiyatmo, 2006)
Gambar . Tekanan tanah lateral menurut Coulomb (Sumber : Hardiyatmo, 2006)

Pp = ½. γH1.H2.Kp
sin 2 ( α −ϕ )
KP =
sin2 α . sin¿ ¿ ¿
dengan :
α = Sudut kemiringan dinding penahan tanah
δ = Sudut gesek antara dinding dan tanah (derajat)
β = Sudut kemiringan permukaan tanah urugan (derajat)
ø = Sudut gesek dalam tanah (derajat)

4. ANALISIS BERDASARKAN TEGANGAN TOTAL


Persamaan di atas dapat diubah sedikit sehingga berlaku pada keadaan
tidak terdrainasi. Nilai Ф' menjadi nol dan kohesi menjadi kekuatan gesertak
terdrainasi. Persamaan menjadi seperti berikut:

Tekanan tanah:
Tekanan aktif pa = γz -2Su
Tekanan pasif pp= z γz + 2Su
Gaya total:
1 2
Gaya aktif Pa= γ H – 2 S uH
2
1 2
Gaya Pasif Pp = γ H + 2 S uH
2

Persamaan ini kurangberguna pada keadaan praktis, terkecuali bilapermeabilitas


tanah sangat rendah. Dalam hal ini persamaan menghasilkanP a,atau Pp pada
jangka waktu pendek. Walaupun demikian, pada keadaanini pun persamaan
harus digunakan dengan hati-hati. Mengapa demikianakan dibahas dalam
bagian berikut, yang membahas tentang ketinggiankritis tebing vertikal yang tidak
tertahan.

5. KETINGGIAN MAKSIMUM PADA TEBING VERTICAL DALAM LEMPUNG


Ketinggian maksimum (critical beight) tebing vertikal dapat ditentukan
secara teoretis dengan memakai konsep yang dijelaskan di atas. Terlebih dulu,
sebaiknya ditekankan bahwa ketinggian maksimum ini adalah teoretis saja dan
tidak dapat dipercaya pada keadaan praktis. Hal ini perlu dipahami dengan jelas.
Banyak orang yang bekerja dalam parit atau penggalian telah meninggal dunia
akibat keruntuban tebing yang vertikal. Harus dipabami bahwa tidaklah mungkin
menentukan apakab sesuatu tebing vertikal pada tanah akan tahan mantap atau
akan runtuh. Terlampau banyak jiua sudah meninggal karena bekerja dalam
parit atau lenggalian lain yang "aman sajakelihatannya" ataupun tetap mantap
menurut analisis teoretis.
Unruk menentukan pengaruh kedalaman pada gaya yang berlaku pada
dinding.Tekanan adalah negatif sampai kedalaman Z O, kemudian menjadi positif.
Gaya pada dinding menjadi positif apabila gaya tekanan negatif menjadi sama
dengatL }ay^ dari tekanan positif. Jadi kalau gaya P a disamakan dengan nol, kita
dapat menghitung kedalaman maksimum yang tidak memerlukan dinding
penahan. Jadi kedalaman
maksimum (critical depth) diperoleh sebesar:
4 c'
Hc =
γ √ Ka
Pada keadaan tak terdrainasi (keadaan tegangan total) persamaan ini menjadi:
4 Su
Hc =
γ
selain cara ini, ada cara lain untuk memeriksa hal ini. Seperti telah dijelaskan,
tanah biasanya tidak dapat menahan tegangan negatif (tegangan tarik ) antara
tanah dan dinding, sehingga tekanan di atas ketinggian Z O seharusnya tidak
diperhitungkan untuk analisis kedalaman maksimum.
Apabila kedalaman melampaui zo maka gaya pada dinding mulai menjadi positif
dan perlu memakai dinding penahan untuk mencegah keruntuhan. Jadi
kedalaman zo dapat ditentukan dengan mengambil σ a= 0. Dengan demikian kita
mendapat nilai Hc (= zo) sebagai berikut:
2 c'
Hc =
γ √ Ka
Pada keadaan tak terdrainasi
2 Su
Hc =
γ

Ternyata, dengan cara ini diperoleh kedalaman maksimum sama dengan


separuh dari nilai tadi. Sekarang kita boleh menggunakan kedua persamaan
tersebut untuk menghitung ketinggian maksimum seandainya dibuat potongan
vertikal pada suatu jenis lempung yang boleh dianggap “biasa” yaitu mempunyai
sifat-sifat yang terdapat pada lempung. Dari pengalaman penulis, banyak tanah
residu mempunyai sifat rata-rata sebagai berikut:
Kekuatan geser tak terdrainasi = 100 kPa
Kohesi c' = 15 kPa
Sudut gesekanФ’ = 30o.
Berat satuan = 16 kN/m3
Analisis dengan memakai tegangan efektif menghasilkan H c = 3,6
m,sedangkan dengan memakai tegangan total (keadaan tak terdrainasi) H c
=12,5 m. Sudah jelas kiranya dari pengalaman pembaca bahwa tidakmungkin
sama sekali ada tepi vertikal pada lempung setinggi 12,5 m yangmasih tetap
mantap. Malahan, jarang sekali ada tepi vertikal sampai 3,6m yang dapat tahan
lebih dari beberapa jam saja. Instansi-instirnsi yangbertanggung jawab atas
keamanan pekerja biasanya menentukan orang tidak boleh bertugas di samping
tebing vertikal yang lebih tinggi dari 1,5m. Kalau lebih tinggi dari ini, maka tebing
harus ditahan dengan dinding penahan atau sangga atau dengan cara lain.
Penyebab mengapa persamaan di atas tidak menghasilkan nilai yang
dapat dipercaya, tidak diketahui dengan pasti, tetapi beberapa kemungkinan
adalah seperti berikut:
a. Tanah tidak seragam, mungkin mengandung bidang-bidang yang lunak seperti
retak-retakan atau "fault planes" akibat gerakan tektonik.
b. Adanya daerah tegangan taik (tension zone) dekat bagian atas tebing.
c. cara analisis di atas tidak memperhitungkan pengaruh tekanan air pori.
Faktor yang terakhir ini adalah faktor yang sangat penting karena sebagian besar
keruntuhan tebing vertikal terjadi pada waktu hujan. Selama cuaca kering,
sebagian besar kekuatan tanah berasal dari adanya tekanan air pori yang
negatif. Keadaan ini sering terdapat pada tanah residu dimana muka air tanah
terdapat agak dalam. Tekanan air pori negatif menambah tegangan efektif
sehingga menambah juga kekuatan tanah. Hujan dapat menurunkan tekanan
negatif ini dan menurunkan kekuatan tanah. Jadi suatu parameter yang sangat
penting, yaitu tekanan ait pori, diabaikan sama sekali oleh Persamaan
persamaan-persamaan.O1eh karena faktor-faktor tersebut, persamaan ini tidak
banyak berguna pada keadaan praktis.

6. FAKTOR PELAKSANAAN PEMBANGUNAN YANG MEMPENGARUHI


TEKANAN TANAH PADA DINDING PENAHAN
Selain faktor teoretis, sebagaimana diterangkan pada cara Coulomb dan
Rankine, ada juga faktor praktis yang memengaruhi tekanan pada dinding.
Faktor utama adalah cara membangun dinding. Cara yang sering dipakai terlihat
pada gambar. Pertama-tama tanah dipotong dengan tebing yang agak curam,
dengan harapan akan tetap tahan sampai dinding baru selesai dibangun.
Setelah itu, ruangan kosong antara dinding dan tebing diisi dengan tanah
timbunan. Mungkin tanah yang baru dipotong dipakai, tetapi mungkin juga tanah
lain yang dipakai. Tanah bersifat pasir atau kerikil sering dipakai karena
permeabilitasnya tinggi dan gampang dipadatkan. Dengan cara ini, gaya pada
dinding bisa berasal dari baji dengan bidang geser di dalam atau bahan
timbunan atau tanah asli, seperti terlihat pada Gambar
Dalam keadaan ini analisis baji coulomb harus dilakukan pada kedua
bahan untuk mengetahui bidang geser mana yang menghasilkan nilai
Pa,terbesar. cara mengisi dan memadatkan bahan di belakang dinding akan
memengaruhi tekanan pada dinding. Cara pemadatan, misalnya dengan alat
pemadat yang memakai roda baja biasa atau roda "kaki domba,',(sheeps-foot
roller),menimbulkan tekanan horizontal yang tinggi di dalam tanah. tekanan ini
bisa sangat tinggi, terutama bila alat pemadat yang berat dipakai dekat pada
dinding. Tekanan ini bisa lebih tinggi daripada tekanan yang dihitung menurut
cara coulomb (atau Rankine). Selain cara pemadatan dan berat alat pemadat,
tekanan pada dinding juga bergantung pada kekakuan dinding. Penjelasan yang
lebih lengkap mengenai hal inidapat diperoleh di Ingol d (1979).
Gambar (b) memperlihatkan dinding yang dibuat dengan memakai tiang
yang dimasukkan dalam tanah, ditambah dengan papan horizontal yang
merentang di antaranya.. Untuk membangun dinding semacam ini, lubang dibor
dahulu..Kemudian tiang dimasukkan dan lubang diisi dengan beton. Penggalian
dan pamasangan papan horizontal dilaksanakan bersama-sama. Dinding
semacam ini sering dipakai apabila tidak mungkin tanah dipotong seperti pada
Gambar (a).
Gambar (c) memperlihatkan dinding yang ditahan dengan jangkar (tied-
back wall). Dinding ini dibangun dengan cara agak sama dengan cara pada
Gambar (b), yaitu dinding dibuat di dalam tanah sebelum penggalian dimulai.
Kemudian, penggalian dan pemasangan jangkar dilaksanakan bersama-sama.
Untuk memasang jangkar, perlu adanya lapisan tanah (atau batu) yang keras.
Setelah dipasang, jangkar ini ditegangkan dengan memakai sebuah dongkrak
khusus. Dalam hal ini, tekanan pada dinding bergantung pada gaya tarik pada
jangkar. seandainya tidak ada batas tentu pada deformasi dinding, maka gaya
tarik akan sebesar tekanan tanah aktif. Bila deformasi harus dibatasi sekecil
mungkin, sebaiknya gaya tarik disesuaikan dengan tekanan tanah diam (K o).
Gambar (d) memperlihatkan penggali al yang ditahan oleh dinding
penahan sekelilingnya. Dinding penahan keliling ini dipasang di dalam tanah
sebelum penggalian dimulai, dan kemudian menjadi fondasi keliling pada gedung
yang akan dibangun. Lantai gedungjuga menjadi penyokong (penyangga) pada
dinding penahan, seperti dilihat pada Gambar (d).
Lantai ini dipasang satu per satu sambil penggalian dilaksankan. Cara
membangun ini sering disebut "pembangunan atas-ke bawah" (top doun
construction). Diperkirakan cara ini mencegah adanya deformasi pada dinding
sehingga keadaan diam (Ko) dipertahankan. Dalam praktiknya keadaan tidak
demikian. Sebelum lantai dapat dipasang, penggalian harus dilakukan sampai
kedalaman lantai tersebut. oleh karena itu, sudah ada deformasi pada dinding
sebelum lantai dipasang. selain itu, akan ada penyusutan beton (pada masing-
masing lantai) yang ikut menyebabkan deformasi dinding. oleh karena hal-hal
inilah tekanan tanah akan kurang dari keadaan K o, dan mungkin mendekati K a.
Tentu, perancangan dengan memakai tekanan K o adalah aman (konseryatif).

7. CONTOH PERHITUNGAN ( DESAIN ) DINDING PENAHAN


Gambar memperlihatkan sebuah dinding penahan yang dibuat dari pemasangan
batu dengan permukaan tanah di belakangnya miring. Dinding seperti ini
bergantung pada berat dinding itu sendiri untuk mampu menahan, biasanya
disebutDinding penahan gaya berat (gravity retaining wall). Pertama-tama, tanah
dipotong dengan membuat lereng dengan kemiringan 65 o, kemudian dinding
dibuat, dan ruang belakangnya diisi dengan kerikil. Ada air yang rembes di
dalam tanah asli di belakang dinding; keadaan rembesan pada jangka panjang
diperlihatkan pada gambar. Karena permeabilitas kerikil sangat tinggi, tidak ada
tekanan air pori di dalamnya. Sudut gesekan antara dinding dan kerikil (= δ pada
gambar) diambil sebesar 100. Kita akan menentukan ukuran dinding yang
diperlukan.
Pada permulaan, kita mempergunakan cara baji Coulomb untuk
menghitung gaya pada dinding dari tanah yang tertahan. Tidak dapat langsung
diketahui apakah bidang geser kritis (yaitu yang menghasilkangaya terbesar)
terdapat pada kerikil atau pada tanah asli. Karena itu kita akan menguji
sederetan bidang dengan sudut miring dari 30 o sampai 80o dengan perbedaan 5o.
Analisis ini dapat dilakukan langsung atau dengan memakai cara grafik. Sebagai
contoh cara menghitung kita akan mengambil baji dengan sudut miring
45o.Diagram benda bebas serta poligon gaya diperlihatkan pada Gambar (b) dan
(c) masing-masing. Arah semua gaya diketahui, tetapi besarnya gaya paidz
bidang geser, R, serta Faya dari tanah, P, tidak diketahui.
Resolusi gaya untuk menentukan gaya p dapat dilakukan dengan
beberapa cara, salah satunya seperti pada Gambar . Suatu cara yang berlainan
adalah resolusi pada arah yang tegak lurus terhad ap arah gaya R. dengan cara
ini, kita langsung mendapat suatu persamaan dimana hanya Besarnya gaya
yang tidak diketahui. pada Gambar 13.9 garis ,4-B adalah Kemiringan bidang
geser baji, sedangkan garis M-N adalah tegak lurus terhadap arah gaya R,jadi ini
adalah arah resolusi gaya yang kita pakai. Sudut masing-masing gaya terhadap
arah ini diperlihatkan pada gambar. Dengan resolusi gaya kita mendapat
persamaan:

W sin ( α −Ф' ) +U sin Ф' −Ccos Ф ' + Pcos [ ( α−Ф ' ) −δ ]=0
Nilai gaya P diperoleh sebagai berikut:
1
P= '
[ W sin ( α −Ф' ) +U sin Ф' −Ccos Ф' ]
cos [ α−(Ф +δ ) ]
Nilai W dan C adalah :
1 cosαcosβ
W = γ H2
2 sin ⁡(α −β)
Hcos β
C=c ' l=c '
sin ⁡( α −β)
Nilai W adalah benar jika baji tanah berada pada bahan seragam, yaitu di dalam
kerikil. Dalam contoh ini sudut bidang geser harus lebih besar dari 65 O. Apabila baji di
dalam lempung, nilai W perlu dihitung dengan memakai berat satuan masing-masing
bahan.
Nilai U, gaya dari tekanan air pori tidak dapat dihitung langsung. Nilainya
sebesar U = 𝞢u Δl dimana u adalah tekanan air pori dan l adalah panjang bidang geser.
U dapat dihitung dari nilai u, dengan memperhitungkan kemiringan garis ekipotensial,
seperti diperlihatkan pada gambar. Seandainya muka freatik dan arah rembesan
hamper mendatar, garis ekipotensial boleh dianggap vertikal.
Pada baji dengan sudut kemiringan 45o yang diperlihatkan pada Gambar
,nilai W,C,dan U menjadi W=767,6 kN, C =123,2 kN, U= 135,8 kN, dengan hasil P =
211 kN. Analisis baji yang termasuk lengkap di dalam kerikil (α = 65 0 sampai 800),
perhitungannya lebih sederhana daripada yang di dalam lempung karena bahannya
seragam,jrtga tidak ada kohesi ataupun tekanan air pori. Hasil dari semua baji yang
diperiksa terdapat pada Gambar . Sebagaimana diperkirakan, ada "diskontinu"pada
grafik bila sudut α = 650, yaitu batas antara kerikil dan lempung. Pada sudut ini, kalau
bidang geser dianggap letaknya di dalam kerikil, maka nilai P lebih besar daripada
kalau bidang geser ada di dalam lempung. Walaupun demikian, pada sudut yang lebih
kecil, gaya menjadi lebih besar dan mencapai nilai maksimum pada sudut α = 42 0.
Gaya terbesar adalah 212 kN.
Langkah kedua adalah menentukan ukuran dinding supaya ada factor keamanan
yang sesuai terhadap keruntuhan. 3 mekanisme keruntuhan yang perlu diperhatikan,
yaitu:
(a) Pergeseran mendatar
(b) Penggulingan
(c) Daya dukung tanah dasar dilampaui. Biasanya bahaya terjadinya ini adalah pada
muka kakinya dimana rekanan pada tanah paling besar.
Ukuran dinding, terutama lebar pada dasarnya, harus dihitung supaya dinding
tetap aman terhadap ketiga kemungkinan keruntuhan ini. Cara rnenganalisis adalah
dengan mencoba-coba. Kita akan mengambil lebar atas sebesar 1 m dan menentukan
lebar dasarnya, B. Ukuran dinding serta gaya yang berlaku diperlihatkan pada Gambar.
Gaya W adalah berat dinding itu sendiri, dengan titik pusat berat sejauh dari permukaan
diding terhadap tanah. Gaya Padalah gaya dari tekanan tanah pada dinding, sebesar
212 kN, sebagaimana dihitung di atas. Titik tangkap gaya ini adalah sepertiga
ketinggian dinding, dengan kemiringanhorizontal 10 0. Berat satuan dinding diambil
sebesar 22 kN/m3. Gaya R adalah resultan gaya-gayapada dinding, dengan titik
tangkap gaya sejauh x dari sudut O, dengan kemiringan α terhadap vertikal.
Sebelum memulai analisis, perlu kiranya memberikan sedikit penjelasan tentang
dua mekanisme keruntuhan, yaitu keruntuhan guling dan keruntuhan daya dukung
tanah dasar. Kedua mekanisme ini biasanya dihitung tersendiri. Keruntuhan guling
dianalisis dengan menghitung keseimbangan momen terhadap kaki dinding, yaitu titlk M
pada Gambar. Penting disadari bahwa titik M hanya menjadi sumbu bila tanah dasar
adalah batu keras. Sumbu putaran terhadap titik Mberarti tegangan di sini sangat tinggi,
sehingga kalau dinding dibangun di atas lempung biasa, ada kemungkinan besar daya
dukung tanah dilampaui sehingga sumbu putaran tidak lagi pada titik M. Sumbu putaran
akan pindah pada titik yang sedikit jauh dari titlk M,yang berarti analisis penggulingan
tidak lagi benar.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dengan rnemastikan dinding memiliki
keamanan terhadap keruntuhan guling. Sebaiknya kita memakai faktor keamanan yang
agak besar terhadap keruntuhan daya dukung, dan juga menganggap faktor keamanan
terhadap keruntuhan penggulingan sebagai batas tinggi (upper limit) nllai yang benar,
terkecuali lapisan dasatadalah batu keras.

Karena lapisan dasar adalah lempung, kita memulai analisis dengan


menentukan lebar B yang perlu untuk menghasilkan faktor keamanan yang cukup besar
terhadap keruntuhan daya dukung. Karena beban pada tanah baik miring maupun
eksentrik, kita memakai cara Meyerhof untuk menentukan tekanan fondasi serta daya
dukung tanah. Sebagai percobaan kita mengambil lebar B = 4 m.Dengan lebar ini, berat
dinding menjadi 440 kN, dan jarak z = 1,4 m. Sudut α menjadi 23,7 0.Momen terhadap
titik O menghasilkan persamaan berikut:
212 cos 10 x 2,67 + 440 x1,4 = (440 + 212 sin 10)x
Penyelesaian me mberikani, x = 2,46.m.
Menurut cara Meyerhof: e = x - 0,5B = 0,46 m.
Lebar efektif; B' = B - 2e = 3,08 m
Tekanan dari dinding = (440 + 2!2 sin 10)/3,08 = 155 kPa.
Sekarang kita dapat menentukan daya dukung tanah dengan memakai Persamaan.
Daya dukung maksimum adalah menurut persamaan adalah
Q =q=Su i c N c +γD
Dimana,
α° 2
(
i c = 1− )
90 °
=0,544
Dengan mengambil N c =5,14 , Su =110kPa ,dan kedalaman fondasi
diabaikan(karena keadalaman di sebelah luar sangat kecil)kita mendapatkan:
q=110 x 0,544 x 5,14 = 307 kPa.

Dengan demikian faktor keamanan F = 307 /155 = 2,0. Dengan mengulangi


Perhitungan ini dengan berbagai lebar, kita mendapat hasil seperti diperlihatkan pada
Gambar dibawah . Analisis terhadap keruntuhan guling (berputar terhadap titik M pada
Gambar 13.11) juga dilakukan, hasilnya dimasukkan juga pada gambar yang sama.
Pada contoh ini, ternyata faktor
keamanan terhadap penggulingan lumayan besar dibandingkan dengan faktor
keamanan terhadap keruntuhan daya dukung. Seandainya tanah dasar lebih keras,
keadaan akan sebaliknya.Jelas dari contoh ini bahwa factor keamanan terhadap
keruntuhan g"li"S adalah "teoretis" saja. Penggulingan akan terjadi akibat keruntuhan
daya dukung. Terhadap kemungkinan ini factor keamanan adalah lebih kecil.

Masalah besarnya faktor keamanan yang sesuai mendapat berbagai


jawabandariahligeoteknik.SudahbiasapadaPerencanaanfondasi memakai faktor
keamanan terhadap daya dukung yang tinggi (2,5 atau 3). Sebabnya adalah untuk
membatasi besarnya Penurunan' Pada dinding penahan deformasi biasanya tidak
menjadi soal sehingga mungkin factor keamananbolehlebihkecil.Tetapi,jelas bahwa
keruntuhan dinding
penahanlebihseringterjadidaripadakeruntuhanfondasi,sehinggafaktor keamanan pada
dinding sebaiknya memakai nilai yang agak tinggi juga.oleh karena itu, kita akan
mengambil faktor keamanan sebesar 2,5 untuk daya dukung. Dengan demikian, dari
grafik pada Gambat kita
mendapat lebar 4,5 m.
Sekarang tinggal cara keruntuhan pergeseran yang perlu diperiksa'Tanah dasar
adalah lempung yang lumayan keras' dan kita boleh menganggap bahwa bagian
gesekan dari kekuatan geser mencapai nilai maksimum fully mobilised) antara dasar
dinding dan lapisan tanah. Dengan lebar dasar Dinding sebesar 4,-5 m, berat dinding
menjadi 484 kN, sehingga factor keamanan menjadi:
( 484+211 sin 10 ° ) tan 35°
SF= =1,75
212 cos 10 °
Nilai ini tidak begitu tinggi, tetapi nilai yang sering dipakai adalah 1,5sampai 2,0
(baik untuk pergeseran maupun penggulingan). Dalam hal ini1,75 dianggap cukup
besar karena bagian kohesi kekuatan tanah besertaperlawanan pasif pada kaki dinding
tidak diperhitungkan.

Anda mungkin juga menyukai