Anda di halaman 1dari 20

 Dalam pengelolaan limbah, media yang paling sering terkontaminasi yaitu air, tanah, dan batuan.

 Batugamping, karena kerentanannya untuk larut dalam air hujan, cenderung mengembangkan rongga dan
fitur solusi lainnya, menghasilkan topografi karst.
 Sinkhole dan bukaan bawah permukaan merupakan jalur potensial pergerakan kontaminan, dan memerlukan
penyelidikan yang cermat.
 Sifat Keteknikan Batuan:
1. Specific gravity (SG) dari material batuan merupakan perbandingan dari massa (atau berat) batuan dengan
volume air yang sama. Dapat dinyatakan sebagai:

SG = massa (atau berat) batuan di udara : massa (atau berat) volume air yang sama
Kerapatan massa suatu batuan dihubungkan dengan berat jenisnya dengan persamaan:

pw=densitas air (1 g/ml; 1000 kg/m3 or 62.4 lb/ft3)


Kerapatan massa memberikan nilai maksimum dari kerapatan batuan dan diasumsikan bahwa batuannya
masif dengan tidak adanya bukaan (pori, rekahan mikro). Pada kenyataannya, bagaimanapun, sebagian
besar batuan memiliki beberapa porositas, yang menghasilkan kerapatan yang lebih rendah, kurang dari
kerapatan massanya.
Berat jenis batuan, di sisi lain, memperhitungkan bukaan di batu dan dapat dinyatakan sebagai berat jenis
curah (SGb); berat jenis curah, permukaan jenuh kering (SGs); dan berat jenis semu (SGa).

Formasi batuan dengan kepadatan lebih rendah mungkin memiliki kecenderungan untuk retak jika tekanan
tinggi digunakan untuk injeksi limbah berbahaya ke dalam sumur dalam bentuk cair.
2. Absorption/penyerapan
Banyaknya air yang dapat masuk ke dalam pori-pori pada suatu material batuan yang jenuh.

3. Porositas (n)
Perbandingan volume rongga dengan volume total batuan (dalam %).
Sebagian besar mengontrol aliran fluida; masukan penting dalam pemodelan transportasi kontaminan.
Porositas tinggi dikombinasikan dengan diskontinuitas dapat membuat batuan kedap air, memungkinkan
pergerakan kontaminan.
4. Permeabilitas
Kemampuan batuan untuk melewatkan cairan melalui massanya tanpa perubahan strukturnya (koefisien
permeabilitas). Batuan beku dan metamorf berdasarkan pembentukannya, umumnya tidak memiliki ruang
terbuka (void) antara padatan (mineral). Mereka tidak memiliki porositas primer, yang didefinisikan sebagai
porositas yang berkembang di batuan selama pembentukannya. Batuan sedimen memiliki porositas primer.
Namun, semua batuan mengembangkan kekar dan diskontinuitas lain yang memberikan porositas sekunder
pada massa yang tidak berpori dan kedap air. Porositas sekunder berkembang setelah pembentukan
batuan, biasanya oleh kekuatan tektonik. Porositas sekunder ini sering mengakibatkan pergerakan air
melalui batuan tersebut, sehingga menimbulkan permeabilitas sekunder. Porositas dan permeabilitas
sekunder harus selalu dipertimbangkan saat menilai migrasi fluida melalui batuan.
Transportasi cairan yang terkontaminasi dalam batuan dipengaruhi oleh permeabilitasnya. Permeabilitas
lapangan harus ditentukan saat menilai sifat dan tingkat pencemaran air tanah dan studi pemodelan.
5. RQD
RQD menunjukkan bahwa diskontinuitas mengontrol kekuatan dan perilaku mekanik massa batuan.
Semakin tinggi frekuensi diskontinuitas dan bukaannya, semakin rendah kekuatannya. Secara umum, RQD
tinggi telah ditemukan berkorelasi dengan kuat tekan dan geser yang tinggi dan diskontinuitas yang lebih
sedikit dalam massa batuan. Hatheway (1990) dalam Hasan (1996) dalam membahas penggunaan
perwakilan RQD dalam rekayasa batuan, menunjukkan bahwa zona RQD rendah dalam massa batuan sesuai
dengan jalur aliran kontaminan, karena rekahan akan memfasilitasi aliran air tanah.
Dapat digunakan untuk memperkirakan transportasi kontaminan melalui formasi batuan.
 Unified Soil Classification System
Skema klasifikasi ini dirancang untuk mengevaluasi tanah dari segi kinerja teknik dan perilakunya. Klasifikasi
USCS ada 15 jenis tanah Klasifikasi tanah berdasarkan
- ukuran butir
- batas Atterberg: batas plastis (PL) dan batas cair (LL)
 Sifat Keteknikan Tanah
1. Moisture content/kadar air
Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (atau berat) air dengan padatan yang ada di
dalam tanah.

2. Distribusi ukuran butir


Tanah terdiri dari padatan dengan berbagai ukuran dan bentuk, tanah yang terdiri dari padatan yang berada
dalam satu rentang ukuran sangat jarang. Ukuran dari partikel tanah ditentukan dari diameter rata-rata dari
mineral tanah individu. Dua metode untuk menentukan: (a) metode mekanik, untuk butir kasar (pasir dan
gravel); (b) metode hydrometer, untuk butir halus (lanau dan lempung)
3. Atterberg Limit/batas Atterberg
Batas Atterberg hanya berlaku untuk tanah berbutir halus. Mereka memberi tahu kita apakah tanah
cenderung berperilaku sebagai cairan padat, semipadat, atau kental (massa seperti bubur) pada kadar air
tertentu. Dari lima batas asli yang diusulkan oleh Atterberg, dua yang umum digunakan dalam rekayasa
geoteknik: batas cair dan batas plastis. Selisih numerik antara nilai LL dan PL disebut indeks plastisitas (PI).

Dengan mengetahui kadar air alami tanah dan nilai batas Atterberg, seseorang dapat memperkirakan
karakteristik kekuatan tanah.
4. Hubungan kadar air dengan densitas
Uji Pemadatan menentukan berat satuan maksimum (perbandingan berat dengan volume) dari suatu tanah
yang sesuai dengan kadar air tertentu, yang disebut kadar air optimum. Pengujian ini didasarkan pada
kenyataan bahwa suatu massa tanah, ketika dipadatkan, mengalami peningkatan berat satuan secara
progresif, dengan meningkatnya kadar air.
Pemadatan adalah metode stabilisasi tanah yang paling murah. Sifat-sifat tanah yang tidak memadai secara
rutin diperbaiki dengan pemadatan, yang menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi, kompresibilitas yang
lebih rendah, dan berat satuan yang lebih tinggi. Karena pemadatan juga mengakibatkan penurunan
permeabilitas, pemadatan tanah yang tepat untuk digunakan sebagai pelapis di TPA akan memastikan
potensi minimum untuk migrasi lindi.
5. Kompresibilitas
Suatu massa tanah, setelah dibebani, mengalami pengurangan volume. Kompresibilitas sebagai ukuran
kompresi relatif dari suatu massa tanah ketika dibebani. Umumnya, tanah berbutir kasar memiliki
kompresibilitas yang rendah, sedangkan tanah berbutir halus memiliki kompresibilitas yang lebih tinggi.
Kompresibilitas adalah properti yang bergantung pada waktu. Di tanah berbutir kasar, sebagian besar
kompresi terjadi tepat setelah beban dikenakan padanya. Di tanah berbutir halus, kompresi adalah proses
yang lambat; mungkin diperlukan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan agar kompresi yang
signifikan terjadi di beberapa tanah.
6. Permeabilitas
Secara umum, tanah berbutir kasar dan batuan retak dan terlarut memiliki permeabilitas yang lebih tinggi
daripada tanah lempung berbutir halus dan batuan masif. Desain sistem evaluasi untuk air tanah yang
terkontaminasi didasarkan pada antara lain permeabilitas akuifer.
Perhatian harus dilakukan ketika menerapkan nilai konduktivitas hidrolik yang diperoleh dari tes
laboratorium pada tanah liat ke kondisi lapangan. Umumnya, nilai konduktivitas lapangan adalah orde
besarnya lebih besar daripada yang diperoleh dari tes laboratorium. Hal ini karena efek pori makro, lubang
akar halus, dan bukaan lain di tanah lempung seperti yang ada di lapangan tidak ada dalam sampel
laboratorium.
7. Shear strength/kuat geser
adalah ukuran kemampuan suatu massa tanah untuk menahan tegangan geser (beban) maksimum sebelum
terjadi keruntuhan. Kuat geser merupakan sifat dasar yang digunakan dalam desain struktur di atas tanah.
Ini adalah fungsi dari kohesi intrinsik dan gesekan internal tanah dan beban yang diterapkan.
Secara umum, tanah berbutir kasar memiliki kekuatan geser yang lebih tinggi dan tanah berbutir halus
memiliki kekuatan geser yang lebih rendah.
- Hal ini karena struktur batuan karst yang berongga dan banyak rekahan, bisa mengakibatkan tingginya potensi perembesan
air tercemar ke aliran bawah tanah.
- Gunungkidul curah hujan cukup tinggi -> cadangan airtanah cukup besar -> batuan sangat porous air tidak bisa
tertampung di permukaan, selalu mengalir ke bawah tanah melalui rongga.
- Karst memiliki dominasi aliran berpola diffuse atau aliran permukaan yang bergerak menuju rekahan-rekahan
batuan dan ada pula yang alirannya sudah conduit atau air langsung masuk ke dalam ponor-ponor (Nuraini, 2012).
Perkembangan pola aliran ini bergantung pada tingkat perkembangan kawasan karst. Semakin berumur dewasa, maka pola
aliran semakin berarah kepada pola conduit karena rekahan-rekahan yang semakin besar dan lama kelamaan akan
membentuk ponor.
- Pendugaan adanya aliran air di bawah permukaan tanah ini dapat dilakukan dengan melakukan tracer atau perunutan aliran
sungai bawah tanah.
- Salah satu pemicu alamiah terjadinya amblesan tanah adalah berupa proses pelarutan batuan bawah permukaan oleh air
yang umum terjadi pada batuan karbonat (batugamping dan dolomit), endapan garam dan gypsum (Allen, 1984 dalam
Rizqi, 2020).
- Keberadaan rongga pada batugamping disinyalir dapat menjadi cikal bakal adanya amblesan di daerah penelitian.
Keberadaan rongga tersebut banyak tercermin di lapangan sebagai lapies pada batugamping. Amblesan yang terjadi
pada permukaan diinterpretasikan dikontrol oleh struktur geologi. Struktur geologi diinterpretasi melalui citra DEMNAS
dan kajian lapangan. Citra DEMNAS menunjukkan Pola kelurusan serta terdapat offset topografi dari daerah
penelitian yang dimungkinkan adanya kontrol struktur berupa kekar-kekar yang intensif maupun berupa antiklin,
sinklin, dan sesar atau patahan. Pada peta DEMNAS terlihat pola kelurusan yang dominan berarah Baratlaut-
Tenggara, serta sebagian pola kelurusan relatif berarah barat-timur, yang diilustrasikan pada diagram rose. Adapun
Gambar 4 memperlihatkan kelurusan yang dianggap sebagaikelurusan struktur geologi atau slip lineament yang
mengontrol pada daerah penelitian, serta kelurusan bukit, kelurusan sungai, dan kelurusan lembah.Berdasarkan dari analisis
pola kelurusan pada daerah penelitian didapatkan hasil bahwa pola kelurusan umum di daerah penelitian berarah baratlaut-
tenggara. Hal tersebut memperkuat bahwa struktur daerah penelitian adalah salah satu faktor pengontrol terjadinya
amblesan pada salah satu titik kejadian amblesan di daerah penelitian.

- Selain faktor geologi, curah hujan menjadi salah satu faktor ekternal yang sangat penting sebagai penyebab
terjadinya amblesan. Hal tersebut dikarenakan litologi pada daerah penelitian bersifat mudah larut. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan hasil bahwakejadian amblesan yang terjadi pada daerah lokasi penelitian cenderung muncul
pada musim penghujan dengan curah hujan yang sangat intensif dan biasanya terjadi pada awal tahun antara bulan
Januari –Maret dan pada akhir tahun yaitu pada bulan November –Desember(BMKG, 2019).
- Waltham, dkk, (2005) menyebutkan bahwa kejadian amblesan di daerah karst berkaitan dengan proses
pembentukan sinkhole.
- Indikasi amblesan permukaan dapat dikenali dengan mengamati kondisi sekitar seperti munculnya rekahan-rekahan
kecil (Gambar 11), sungai pemukaan yang tiba-tiba menghilang (sinking streams), dan turunnya muka tanah secara
perlahan.
- Batuan dasar Formasi Wonosari-Punung sebagian besar adalah batuan sedimen vulkano klastik berumur Miosen ( Formasi
Wuni, Formasi Sambipitu, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Nampol). Formasi-formasi ini ditemukan di
beberapa daerah menjadi batuan dasar kawasan Karst Gunungsewu.

- Fokus dari hidrologi karst adalah bukan pada airpermukaan tetapi pada air yang tersimpan di bawah tanah pada
sistemsistem drainase bawah permukaan karst.
- Potensi air tanah karst dapat dijumpai di atas permukaan dan bawah permukaan. Air tanah atas permukaan
berupa mata air dan telaga, sedangkan air tanah bawah permukaan berupa sungai bawah tanah.
- Daerah karst memiliki sifat batuan karbonat yang mempunyai banyak rongga percelahan dan mudah larut dalam
air, sehingga sistem drainase permukaan tidak berkembang dan lebih didominasi oleh sistem drainase bawah
permukaan.
- Pada umumnya air yang mengalir menjadi sungai bawah tanah bersumber dari air vadose dan air perkolasi. Air
vadose adalah air yang masuk ke dalam tanah melalui Swallow Hole (mulut gua) dan air perkolasi merupakan air
yang masuk melalui rekahan. Keduanya akan bertemu menjadi satu menjadi aliran sungai bawah tanah. Peresapan
air perkolasi ke dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tekstur tanah dan permeabilitasnya.
- sifat komponen aliran di karst dibagi menjadi dua komponen aliran yang mempunyai perbedaan yang tegas, yaitu
komponen aliran diffuse dan conduit, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.5. Komponen aliran diffuse adalah
komponen aliran yang masuk ke sungai bawah tanah melalui proses infiltrasi yang terjadi secara perlahan-lahan
melewati zona permukaan bukit karst (epikarst) dan memberikan imbuhan ke sungai bawah tanah berupa tetesan
ataupun rembesan– rembesan kecil. Contoh yang paling sederhana berupa tetesan pada ornamen gua. Sementara
itu, conduit adalah komponen aliran yang memberikan imbuhan sungai bawah permukaan melalui ponor yang ada
dipermukaan dan melewati rongga–rongga yang besar (gua) dengan kecepatan aliran yang cepat dan menghasilkan
banjir pada sungai bawah tanah jika imbuhan hujan di permukaan besar.
- Issues of concern are the potential threats to human health and the environment that could result from (1) collapse
or subsidence, with the associated loss of structural integrity of the landfill; (2) release of contaminants through
collapse, subsidence, or leakage from the landfill; and (3) contamination of groundwater or surface water, which
may result from a release.
- Isu yang menjadi perhatian adalah potensi ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan yang dapat
diakibatkan oleh (1) runtuhnya atau penurunan permukaan tanah, yang terkait dengan hilangnya integritas
struktural TPA; (2) pelepasan kontaminan melalui keruntuhan, penurunan muka tanah, atau kebocoran dari TPA; dan
(3) pencemaran air tanah atau air permukaan, yang mungkin diakibatkan oleh pelepasan.

- Conceptually, the selection of waste management sites involves collection of information necessary to answer a
few simple questions, including: Will the natural hydrogeologic system provide for isolation of wastes, so that
disposal will not cause potential harm to human health or the environment? Is the site potentially susceptible to
destabilizing events, such as collapse or subsidence, which will result in sudden and catastrophic release of material
from the facility and rapid and irrevocable transmission to important aquifers or bodies of surface water? Are the
monitoring wells in proper positions to intercept groundwater flow from the facility? If minor releases (leakages)
occur, will contaminants be readily detected in monitoring wells? If a release is detected, is knowledge of the
hydrogeologic setting sufficient to allow rapid and complete remediation of release? Is the hydrogeologic system
sufficiently simple to allow interception and remediation of contaminated groundwater?
- Apakah sistem hidrogeologi alam menyediakan isolasi limbah, sehingga pembuangan tidak akan menyebabkan
potensi bahaya bagi kesehatan manusia atau lingkungan? Apakah lokasi berpotensi rentan terhadap kejadian yang
tidak stabil, seperti keruntuhan atau penurunan permukaan tanah, yang akan mengakibatkan pelepasan material
secara tiba-tiba dan membawa bencana dari fasilitas dan transmisi yang cepat dan tidak dapat dibatalkan ke akuifer
atau badan air permukaan yang penting? Apakah sumur pemantau berada pada posisi yang tepat untuk menahan
aliran air tanah dari fasilitas? Jika pelepasan kecil (kebocoran) terjadi, apakah kontaminan akan mudah dideteksi di
sumur pemantauan? Jika pelepasan terdeteksi, apakah pengetahuan tentang pengaturan hidrogeologi cukup untuk
memungkinkan remediasi pelepasan yang cepat dan lengkap? Apakah sistem hidrogeologi cukup sederhana untuk
memungkinkan intersepsi dan remediasi air tanah yang terkontaminasi?

- ASPEK GEOLOGI
(1. Tipe batuan)
- Carbonate-type rocks such as limestone and dolomite consist mostly of calcite and dolomite minerals with minor
inclusions of clay. Dolomitic rocks, or dolostones, are secondary in origin, formed by geochemical alternation of
calcite, which creates an increase in porosity and permeability as the crystal lattice feature of dolomite occupies
about 13% less space than that of calcite. Geologically young carbonate rocks commonly have porosities that
range from 20% for coarse, blocky limestone to more than 50% for poorly indurated chalk.21 At depth, the soft
minerals that constitute the matrix of the carbonate rock are normally compressed and recrystallized into a more
dense, less porous rock. Fractures or openings along bedding planes of carbonate beds create appreciable
secondary permeability, whereas secondary openings due to stress conditions may be enlarged as a result of
dissolution of calcite or dolomite by circulating groundwater.
- Batuan jenis karbonat seperti batugamping dan dolomit sebagian besar terdiri dari mineral kalsit dan dolomit
dengan sedikit inklusi lempung. Batuan dolomit, atau dolostone, berasal dari sekunder, dibentuk oleh pergantian
geokimia kalsit, yang menciptakan peningkatan porositas dan permeabilitas karena fitur kisi kristal dolomit
menempati ruang sekitar 13% lebih sedikit daripada kalsit. Batuan karbonat muda secara geologis umumnya
memiliki porositas yang berkisar dari 20% untuk batugamping yang kasar dan bergumpal hingga lebih dari 50%
untuk kapur dengan indurasi buruk.21 Pada kedalaman, mineral lunak yang menyusun matriks batuan karbonat
biasanya dikompresi dan direkristalisasi menjadi batuan yang lebih padat dan kurang berpori. Kekar muncul
akibat tegangan di sepanjang bidang perlapisan batuan karbonat menghasilkan permeabilitas sekunder yang
cukup besar dan dapat berkembang akibat pelarutan kalsit atau dolomit oleh sirkulasi air di bawah permukaan.

- Karst terrains have specific hydrologic characteristics and are composed of limestone, dolomites, gypsum, halite, or
other soluble rocks. Karst landscapes that exhibit irregularities of the land surface are caused by surface and
subsurface removal of rock by dissolution of limestone, calcite, or dolomite by circulating groundwater and erosion.
- Medan karst memiliki karakteristik hidrologi yang spesifik dan tersusun dari batugamping, dolomit, gipsum, halit,
atau batuan terlarut lainnya. Bentang alam karst yang menunjukkan ketidakteraturan permukaan tanah disebabkan
oleh pengangkatan batuan di permukaan dan bawah permukaan oleh pelarutan batugamping, kalsit, atau dolomit
oleh sirkulasi air tanah dan erosi.

- Tabel 2.1 mencakup daftar kategori umum jenis batuan dan informasi relevan lainnya yang harus dipertimbangkan
selama evaluasi lokasi potensial untuk pembuangan lahan.
Karakteristik penting dari medan geologi yang berbeda:
Stratigrafi
(Regional dan Lokal)
Kolom stratigrafi
Ketebalan setiap unit karbonat
Ketebalan interbeds nonkarbonat
Jenis perlapisan
Tipis
Sedang
Tebal
Kemurnian setiap unit karbonat
Batu kapur atau dolomit
Bersih
Sandy
berlumpur
Liat
silika
Interbeds
Bahan penutup
(Tanah dan Subsoil)
Distribusi
Asal
Tertransport
Glasial
Aluvial
koluvial
Sisa
Lainnya
Karakteristik dan variabilitas
Ketebalan
Properti fisik
Sifat hidrologi

Hidrologi
Air Permukaan
Discharge/Buangan
Variabilitas
Musiman
Bergabung
Kehilangan
Air tanah
Aliran difus
Aliran saluran
Aliran celah
Recharge/Pengisian
Penyimpanan
Pembuangan
Fluktuasi ketinggian air
Hubungan aliran air permukaan dan air tanah

Struktur Geologi
(Regional dan Lokal)
Perlapisan hampir horizontal
Perlapisan miring
Homoklin
Monoklin
Perlapisan terlipat
antiklin
Sinkronisasi
Monoklin
kubah
Cekungan
Lainnya
Fraktur
Lineament
Lokasi
Hubungan dengan
Fitur geomorfik
Fitur karst
Stratigrafi
Fitur struktural
Sistem Kekar
Kumpulan Kekar
Orientasi
Jarak
Kontinuitas
Terbuka
Tertutup
Terisi
Sesar
Orientasi
Frekuensi
Kontinuitas
Jenis
Normal
Reverse
Thrust
Lainnya
Umur sesar
Holosen
Pra-Holosen
Geomorfologi
(Regional dan lokal)
Relief-lereng
Densitas jaringan drainase
Karakteristik sungai
Pola drainase
Dendritik
Trellis
Rectangular
Lainnya
Parenial
Intermittent
Teras
Mata air dan/atau rembesan

Danau dan kolam


Dataran banjir dan lahan basah
Fitur karst—aktif, bersejarah
Dataran karst
Poljes
Lembah kering, lembah buta, sinking creeks
Depresi dan penurunan
Kerucut penurunan, di lapisan penutup
Sinkholes
Atap runtuh
Uvala
Gua, gua, dan rongga
Rise pit
Swallow holes
Estavelles
Karren
Lainnya
Paleo-Karst

(2. candidate sites)


- Some conditions that may, but do not always, lead to rejection of a candidate site include the following: areas that
contain well-developed karst features and recent karst activity; recharge areas for aquifers (i.e., particulate
stratigraphic intervals); specific geologic structures (e.g., some folds, faults, and lineaments); areas that contain thin
or geotechnically unsuitable soil; areas of wellhead protection for public water supplies; and areas of significant
pumping (e.g., quarries, mines, and industrial wells).
- Beberapa kondisi yang mungkin, tetapi tidak selalu, menyebabkan penolakan terhadap calon lokasi adalah sebagai
berikut: kawasan yang memiliki fitur karst yang berkembang dengan baik dan aktivitas karst terkini; daerah resapan
untuk akuifer (yaitu, interval stratigrafi partikulat); struktur geologi tertentu (misalnya, beberapa lipatan, patahan,
dan kelurusan); daerah yang mengandung tanah yang tipis atau tidak sesuai secara geoteknik; daerah kepala sumur
perlindungan untuk pasokan air umum; dan area pemompaan yang signifikan (misalnya, tambang, tambang, dan
sumur industri).
- Location Restrictions
1. Fault areas: Landfills should not be located within 200 ft of the active fault zones that have undergone
displacement in Holocene time.
- Batasan Lokasi
1. Area sesar: Tempat pembuangan sampah tidak boleh ditempatkan dalam jarak 200 kaki dari zona sesar aktif
yang telah mengalami perpindahan dalam waktu Holosen.
(4. Struktur Geologi)

- Faults may act either as barriers to or as channels for fluid movement. Generally, geologists should consider any
significant fault to be a potential flow path for purposes of preliminary evaluation of its importance. Accordingly,
the fault would be an environmental hazard according to this assumption.
- Sesar dapat bertindak baik sebagai penghalang atau sebagai saluran untuk pergerakan fluida. Umumnya, ahli
geologi harus mempertimbangkan sesar yang signifikan sebagai jalur aliran potensial untuk tujuan evaluasi awal
kepentingannya. Dengan demikian, sesar dapat menjadi bahaya lingkungan berdasarkan asumsi ini.

- Fractures that occur without any movement lead to cracks or joints, which are important to the development of
porosity and permeability in some aquifers, but can be undesirable when there could be potential for draining fluids
rapidly away from the disposal site.
- Fraktur yang terjadi tanpa pergerakan menyebabkan retakan atau sambungan, yang penting untuk perkembangan
porositas dan permeabilitas di beberapa akuifer, tetapi dapat menjadi tidak diinginkan ketika ada potensi untuk
mengalirkan cairan dengan cepat dari lokasi pembuangan.

(5. Physical Properties)


- Physical properties of fluid and porous media that describe the hydraulic aspects of saturated groundwater flow
include density, ρ, viscosity, μ, and compressibility, β, for the fluid, whereas for the media (aquifers), they are
porosity, Ø, permeability, k, and compressibility, α. These parameters are essential to quantitatively evaluate the
hydrogeologic conditions of the potential sites for land disposal.
- Sifat fisis fluida dan media berpori yang menggambarkan aspek hidraulik aliran airtanah jenuh antara lain densitas,
ρ , viskositas, μ, dan kompresibilitas, β, untuk fluida, sedangkan untuk media (akuifer) yaitu porositas, Ø,
permeabilitas, k, dan kompresibilitas, α. Parameter-parameter ini penting untuk mengevaluasi secara kuantitatif
kondisi hidrogeologis dari situs-situs potensial untuk pembuangan tanah.

a. Porositas
- Porosity is basically grain formation dependent on grain size and degree of roundness.

Quantitatively, Porosity (θ) = Vv/Vt

where
Ø = porosity (expressed as a percentage)
Vv = volume of voids
Vt = total volume of soil sample

Total porosity is a measure of all void space, whereas effective porosity is defined as the hydraulic properties
of a rock unit, which considers the volume of interconnected voids available only to fluids flowing through
the rock.
A distinction must be made between primary and secondary porosity. Primary porosity is intergranular or
intercrystalline. Intergranular porosity in a sandstone depends on the size distribution, shape, angularity,
packing arrangements, mineral composition, and cementation. Secondary porosity results from fractures,
solution channels, cavities or space (particularly in karst), and recrystallization processes and dolomitization.
- Porositas pada dasarnya adalah pembentukan butir tergantung pada ukuran butir dan derajat kebulatan.

Secara kuantitatif, Porositas (θ) = Vv/Vt

di mana
= porositas (dinyatakan dalam persentase)
Vv = volume rongga
Vt = volume total sampel tanah
Porositas total adalah ukuran dari semua ruang hampa, sedangkan porositas efektif didefinisikan sebagai
sifat hidrolik dari suatu unit batuan, yang mempertimbangkan volume rongga yang saling berhubungan
yang hanya tersedia untuk fluida yang mengalir melalui batuan.
Sebuah perbedaan harus dibuat antara porositas primer dan sekunder. Porositas primer adalah intergranular
atau interkristalin. Porositas intergranular pada batupasir tergantung pada distribusi ukuran, bentuk,
angularitas, susunan packing, komposisi mineral, dan sementasi. Porositas sekunder dihasilkan dari rekahan,
saluran larutan, rongga atau ruang (khususnya di karst), dan proses rekristalisasi dan dolomitisasi.
b. Permeabilitas
- Permeability
Permeability is expressed as the coefficient of permeability (k in cm2). It is a formation property that allows
the flow of liquids within the rock under an applied potential gradient, and it is a rock parameter that
influences the flow velocity. In general, the permeability is usually much lower in vertical directions than in
horizontal. Permeability depends on the grain size. The smaller the grains, the larger will be the surface area
exposed to the flowing fluid. As the frictional resistance of the surface area lowers the flow rate, the smaller
the grain size, the lower the permeability. Shales, which are formed from extremely small grains, have very
small permeability and are classified as confining intervals. The fracture permeability, due to fracturing, as
well as the secondary permeability caused by the creation of karst in limestone and dolomite, may be
significant for fracture flow. Intrinsic permeability is expressed as follows:
- Permeabilitas
Permeabilitas dinyatakan sebagai koefisien permeabilitas (k dalam cm2). Ini adalah properti formasi yang
memungkinkan aliran cairan di dalam batuan di bawah gradien potensial yang diterapkan, dan ini adalah
parameter batuan yang mempengaruhi kecepatan aliran. Secara umum, permeabilitas biasanya jauh lebih
rendah dalam arah vertikal daripada horizontal. Permeabilitas tergantung pada ukuran butir. Semakin kecil
butir, semakin besar luas permukaan yang terkena fluida yang mengalir. Karena hambatan gesekan dari luas
permukaan menurunkan laju aliran, semakin kecil ukuran butir, semakin rendah permeabilitasnya. Serpih,
yang terbentuk dari butiran yang sangat kecil, memiliki permeabilitas yang sangat kecil dan diklasifikasikan
sebagai interval pembatas. Permeabilitas rekahan, akibat rekahan, serta permeabilitas sekunder yang
disebabkan oleh pembentukan karst pada batugamping dan dolomit, mungkin signifikan untuk aliran
rekahan. Permeabilitas intrinsik dinyatakan sebagai berikut:

k = koefisien permeabilitas
Q = laju aliran melalui media berpori
A = luas penampang dimana aliran terjadi
μ = viskositas fluida
ρ = densitas fluida
L = panjang media berpori tempat aliran terjadi
h = kehilangan head fluida di sepanjang L
g = percepatan gravitasi
- Transmissivity (or transmissibility), T, can be interpreted as the rate at which fluid of a certain viscosity and
density is transmitted through a unit width of an aquifer at a unit hydraulic gradient. It is measured as the
product of the thickness of the aquifer (b) and its hydraulic conductivity (K). Its unit is generally gallons per
day per foot2 (gpd/ft2) or m/day.
- Transmisivitas (atau transmisibilitas), T, dapat diartikan sebagai laju di mana fluida dengan viskositas dan
densitas tertentu ditransmisikan melalui satu satuan lebar akuifer pada gradien hidrolik satuan. Ini diukur
sebagai produk dari ketebalan akuifer (b) dan konduktivitas hidroliknya (K). Satuannya umumnya galon per
hari per kaki2 (gpd/ft2) atau m/hari.
c. Kompresibilitas
- Compressibility
The compressibility of an aquifer, α, encompasses not only the formation or the skeleton of the aquifer but
also the contained fluids. Compressibility and the coefficient of storage are combined as a function of the
aquifer thickness.
Quantitatively, compressibility of an elastic medium is defined as
- Kompresibilitas
Kompresibilitas akuifer, , tidak hanya mencakup pembentukan atau kerangka akuifer tetapi juga fluida yang
terkandung. Kompresibilitas dan koefisien penyimpanan digabungkan sebagai fungsi dari ketebalan akuifer.
Secara kuantitatif, kompresibilitas media elastis didefinisikan sebagai:

d. Storativitas
e. Viskositas
Tujuan akhir dari proses penentuan lokasi adalah untuk membantu memenuhi kebutuhan pembuangan di lokasi
yang akan menjamin perlindungan lingkungan.

SINKHOLES
Pembentukan tiba-tiba dari sinkhole—bencana subsidence—biasanya disebabkan oleh pergerakan overburden ke
dalam rongga di bawahnya pada batuan dasar yang dapat larut (Gambar 4.3). Kegagalan batuan dasar jarang
dipercaya sebagai faktor utama dalam bencana subsidensi.
Terjadinya subsidence dan sinkholes dilaporkan dan didokumentasikan setiap tahun di beberapa bagian Amerika
Serikat dan banyak negara lain di dunia yang dilatarbelakangi oleh batuan karbonat. Geologi karst, yang diperburuk
oleh penambangan, praktik konstruksi, dan drainase air hujan, merupakan sumber kekacauan dan humor. Ratusan
lubang runtuhan dan ribuan depresi lanskap (termasuk pembentukan atau pengisian lubang pembuangan) dapat
terjadi di dalam pita batuan dasar karbonat. Potensi kerusakan yang besar terjadi ketika setiap struktur termasuk
bangunan (perumahan, blok perkantoran, komersial, dan industri), jaringan pipa, jalan, rel kereta api, bandara,
danau, laguna limbah, timbunan sampah, dan tempat pembuangan sampah dibangun di kawasan medan karst.

Kegagalan terkait lubang pembuangan tidak hanya dapat menyebabkan kerusakan properti dan lingkungan yang
signifikan, tetapi juga menimbulkan ancaman serius terhadap kehidupan dan kesejahteraan ekonomi dan emosional
mereka yang terlibat. Medan karst dan daerah rawan sinkhole menghadirkan masalah khusus, kesulitan
penambangan, dan kekhawatiran pengelolaan pit, serta tantangan untuk desain dan konstruksi pembangunan
karena sifat tanah dan batuan yang berubah-ubah dan berubah-ubah yang dapat menopang struktur tersebut.

Untuk memilih lokasi dan desain yang sesuai untuk suatu proyek, pemahaman menyeluruh tentang kondisi
hidrogeologi regional, struktur geologi, pola dan interkoneksi rekahan dan sambungan, urutan stratigrafi, rongga dan
fitur solusi, dan faktor pemicu penurunan atau keruntuhan sangat penting. Pemahaman penuh tentang morfologi
karst, evaluasi yang cermat dari data bawah permukaan bersama dengan perencanaan yang komprehensif, dan
desain rekayasa dapat mengatasi masalah terkait lubang runtuhan dan menghindari atau meminimalkan kerusakan
akibat pengembangan lubang runtuhan yang diinduksi dan runtuhnya lubang pembuangan di masa depan. Namun,
secara berkala, sebagian besar masalah berkembang atau terwujud dalam residuum (regolit) atau tanah yang
diendapkan yang menutupi fitur solusi batuan (void dan rongga). Untuk mengatasi masalah ini, termasuk cacat dan
kelemahan yang melekat pada tanah dan batuan, penting untuk memahami dan mengkarakterisasi batuan dan
tanah di atasnya serta interaksinya dengan perubahan fisik. Struktur yang kegagalannya dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan yang signifikan atau berdampak pada kesehatan dan keselamatan manusia harus dirancang
untuk tahan terhadap penurunan muka tanah atau pengembangan lubang pembuangan.

- Karst conditions present special challenges for foundation engineering and construction because
of the variable and changeable nature of the soil and rock that may support structures. The primary
difficulty with foundations in karst terrains is the nonuniformity and potentially changing nature of
the soil and rock profile. The rock is generally hard and the rock surface is typically irregular due
to differential weathering along joints and bedding planes. Deep soil-filled slots that form between
pinnacles of hard rocks are typically common. These conditions pose potential differential settlement
problems for shallow foundations unless full support of the foundation on the rock is or can
be established.

- Kondisi karst menghadirkan tantangan khusus untuk rekayasa dan konstruksi pondasi karena sifat tanah dan
batuan yang bervariasi dan dapat berubah yang dapat mendukung struktur. Kesulitan utama dengan pondasi di
medan karst adalah ketidakseragaman dan berpotensi mengubah sifat tanah dan profil batuan. Batuan umumnya
keras dan permukaan batuan biasanya tidak teratur karena pelapukan diferensial di sepanjang sambungan dan
bidang perlapisan. Celah berisi tanah dalam yang terbentuk di antara puncak batuan keras biasanya umum terjadi.
Kondisi ini menimbulkan potensi masalah penurunan diferensial untuk fondasi dangkal kecuali jika dukungan penuh
dari fondasi di atas batu telah atau dapat dibangun.

- Voids or cavities may also be present in the soil and rock in a karst area. If the voids are not
detected during the investigative or construction phase and addressed, foundation placed above
them can be damaged and may fail when the voids eventually collapse. Additionally, the continuing
process of weathering and percolation of water through the soil into solution cavities in the rock
may cause soil particles to migrate. This raveling of soil may form sinkholes and cause settlement
or collapse of foundations above the migrating soil

- Rongga atau rongga juga mungkin ada di tanah dan batuan di kawasan karst. Jika rongga tidak terdeteksi selama
fase investigasi atau konstruksi dan ditangani, pondasi yang ditempatkan di atasnya dapat rusak dan dapat runtuh
ketika rongga akhirnya runtuh. Selain itu, proses pelapukan dan perkolasi air yang terus berlanjut melalui tanah ke
dalam rongga larutan di batuan dapat menyebabkan partikel tanah bermigrasi. Penguraian tanah ini dapat
membentuk lubang pembuangan dan menyebabkan penurunan atau runtuhnya fondasi di atas tanah yang
bermigrasi.
- Conduits carrying water can exist in a variety of forms: along deeply penetrating geologic
faults, joints, and fractures or following the path of preferentially eroded bedding. Preferential
structural deformation along faults, joints, and fractures or eroded bedding planes can enhance
dissolution during subsequent interaction with groundwater.10,14 The resulting conduit may be a
complex combination of many geologic features, making the exploration and remediation of the
pathway difficult.

- Saluran yang membawa air dapat berada dalam berbagai bentuk: sepanjang patahan geologis yang sangat dalam,
sambungan, dan rekahan atau mengikuti jalur perlapisan yang tererosi. Deformasi struktural preferensial di
sepanjang patahan, sambungan, dan rekahan atau bidang alas yang tererosi dapat meningkatkan pembubaran
selama interaksi berikutnya dengan air tanah. Saluran yang dihasilkan mungkin merupakan kombinasi kompleks dari
banyak fitur geologi, membuat eksplorasi dan remediasi jalur menjadi sulit.

- Subsidence and sinkholes at a project site can occur within several contexts. The changes in groundwater level in
the vicinity of a project area due to dewatering of a nearby quarry may be a triggering mechanism for subsidence
and sinkhole collapse. Modification of existing drainage pattern, vegetative stress, ponding of water, removal of
stumps, land disturbance, grubbing, development of radial cracks, fissures and fractures, and subsequent
enhancement of infiltration of surface water may cause subsidence and development of sinkholes.

- Subsidence dan sinkhole di lokasi proyek dapat terjadi dalam beberapa konteks. Perubahan ketinggian air tanah di
sekitar area proyek karena pengeringan tambang di dekatnya dapat menjadi mekanisme pemicu penurunan muka
tanah dan runtuhnya lubang pembuangan. Modifikasi pola drainase yang ada, stres vegetatif, genangan air,
pemindahan tunggul, gangguan tanah, grubbing, pengembangan retakan radial, retakan dan rekahan, dan
peningkatan selanjutnya dari infiltrasi air permukaan dapat menyebabkan penurunan dan pengembangan sinkhole.

- Experience has shown that karst is unavoidable in most of the limestone terrains and that
remediation of collapse damage in karstic zones is extremely expensive. As a result, the most costeffective
way to approach this issue is through integration of engineering design of the structure
(facility, roads, industrial plants, etc.) or mine planning with an evolving understanding of local
geologic and hydrogeologic conditions.

- Pengalaman menunjukkan bahwa karst tidak dapat dihindari di sebagian besar medan batu kapur dan bahwa
perbaikan kerusakan runtuhan di zona karst sangat mahal. Akibatnya, cara yang paling hemat biaya untuk mendekati
masalah ini adalah melalui integrasi desain teknik struktur (fasilitas, jalan, pabrik industri, dll.) atau perencanaan
tambang dengan pemahaman lokal kondisi geologi dan hidrogeologi yang berkembang

- A predevelopment site investigation phase identifies the degree of dissolution, pattern, and
extent of hazards such as subsidence, sinkholes, soil raveling and erosion domes, and the potential
for their further development. The thickness and strength profile of soil overburden, particularly the
soft zone over rock, location of rock collapses, or the potential for soil dome collapse, all influence
design and use of shallow foundations. Adding fill on the top of rock or on the soil overburden, as
well as excavating soil and rock, alter the present and future integrity of the karst system because
these activities change the stress in the underlying formations

- Fase penyelidikan lokasi pra-pengembangan mengidentifikasi tingkat pembubaran, pola, dan tingkat bahaya seperti
penurunan tanah, lubang runtuhan, pengikisan tanah dan kubah erosi, dan potensi pengembangannya lebih lanjut.
Profil ketebalan dan kekuatan lapisan penutup tanah, khususnya zona lunak di atas batuan, lokasi runtuhan batuan,
atau potensi runtuhnya kubah tanah, semuanya mempengaruhi desain dan penggunaan pondasi dangkal.
Penambahan timbunan pada bagian atas batuan atau pada lapisan tanah penutup, serta penggalian tanah dan
batuan, mengubah integritas sistem karst saat ini dan yang akan datang karena aktivitas ini mengubah tegangan
pada formasi di bawahnya.

- Existing groundwater conditions and potential changes that occur naturally or by human
activities must be evaluated so that steps can be taken to minimize adverse affects. Evaluation
of topographic maps, aerial photography, subsurface geology (stratigraphy, structure), hydrogeology
(occurrence, movement, and storage of groundwater), hydrologic (surface drainage),
geophysical data (resistivity, dipole–dipole, microgravity, seismic), and the physical changes
that effect solutioning rock or soil dome collapses (along with comprehensive planning and
engineering design) will assist to solve sinkhole- and subsidence-related problems, and prevent
or minimize damage. Understanding and evaluating these factors, including karst processes,
aid in conceptualization and developing realistic models representing typical conditions as well
as extremes that are likely to occur at a site. Such evaluation also assists in designing structures
to be antikarst and insensitive to the occurrence of subsidence and sinkhole development, and
abet in estimating the risks involved with long-term land uses such as construction (domestic,
office complex, and industrial) or mining to extract valuable resources for aggregate or other
purposes.

- Kondisi air tanah yang ada dan potensi perubahan yang terjadi secara alami atau oleh aktivitas manusia harus
dievaluasi sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampak yang merugikan. Evaluasi peta
topografi, foto udara, geologi bawah permukaan (stratigrafi, struktur), hidrogeologi (kejadian, pergerakan, dan
penyimpanan air tanah), hidrologi (drainase permukaan), data geofisika (resistivitas, dipol-dipol, gayaberat mikro,
seismik), dan perubahan fisik yang mempengaruhi penyelesaian runtuhnya kubah batu atau tanah (bersama dengan
perencanaan dan desain teknik yang komprehensif) akan membantu memecahkan masalah terkait lubang runtuhan
dan penurunan tanah, dan mencegah atau meminimalkan kerusakan. Memahami dan mengevaluasi faktor-faktor ini,
termasuk proses karst, membantu dalam konseptualisasi dan mengembangkan model realistis yang mewakili kondisi
tipikal serta ekstrem yang mungkin terjadi di suatu lokasi. Evaluasi tersebut juga membantu dalam merancang
struktur agar antikarst dan tidak sensitif terhadap terjadinya penurunan tanah dan pengembangan lubang
pembuangan, dan membantu dalam memperkirakan risiko yang terkait dengan penggunaan lahan jangka panjang
seperti konstruksi (domestik, kompleks perkantoran, dan industri) atau pertambangan untuk mengekstraksi. sumber
daya berharga untuk tujuan agregat atau lainnya.

- Features on topographic maps (lineaments and sinkholes) must be located as they typically signal risk of ground
failure and potential for flooding. Such features include lineaments, existing depressions, sinkholes, surface-water
impoundments, creeks or streams flowing across the property, etc.
- Fitur pada peta topografi (kelurusan dan lubang runtuhan) harus ditempatkan karena biasanya menandakan risiko
kegagalan tanah dan potensi banjir. Fitur tersebut termasuk kelurusan, depresi yang ada, lubang pembuangan,
tanggul air permukaan, anak sungai atau sungai yang mengalir melintasi properti, dll.

- satellite imagery of the project site and adjacent areas are used to identify lineaments, traces of sinkholes,
chronologic development of surface expressions, structural features, interconnected joints and fractures, stressed
vegetation, potential locations of sinkholes, seeps, springs, surface- water bodies, depressions, and drainage features
(shallow erosion gullies, wet weather streams, etc.).
- citra satelit dari lokasi proyek dan daerah yang berdekatan digunakan untuk mengidentifikasi kelurusan, jejak
lubang runtuhan, perkembangan kronologis ekspresi permukaan, fitur struktural, sambungan dan patahan yang
saling berhubungan, ditekankan vegetasi, lokasi potensial lubang runtuhan, rembesan, mata air, badan air
permukaan, cekungan, dan fitur drainase (parit erosi dangkal, aliran cuaca basah, dll).

- Risk Assessment
It should be acknowledged that the risks of development in karst terrain (sinkhole-prone areas) involve
unforeseeable site conditions that may need specialized geotechnical investigations to minimize additional
construction costs and future problems.
- Harus diakui bahwa risiko pembangunan di medan karst (daerah rawan lubang runtuhan) melibatkan kondisi lokasi
yang tidak terduga yang mungkin memerlukan penyelidikan geoteknik khusus untuk meminimalkan biaya konstruksi
tambahan dan masalah di masa depan.

- The intersections of lineaments are more susceptible to the formation of depressions and development of
sinkholes. If there is no depression at an intersection and conditions in the area are favorable for sinkhole or
depression development, the chances of occurrence of new ones (sinkholes) at the intersection are relatively more
favorable than elsewhere.
- Persimpangan kelurusan lebih rentan terhadap pembentukan depresi dan pengembangan lubang pembuangan.
Jika tidak ada depresi pada simpang dan kondisi di daerah tersebut menguntungkan untuk pengembangan sinkhole
atau depresi, kemungkinan terjadinya sinkhole baru pada simpang tersebut relatif lebih menguntungkan daripada di
tempat lain.
- Preparation of a site underlain by carbonate rock includes: (1) ex cavation and filling and (2) remedial measures to
improve or fix any solution-related drawbacks that might impact the construction and the future structure, and to
mitigate or minimize the development of solution features during the lifetime of the project.
- Persiapan situs yang dilapis oleh batuan karbonat meliputi: (1) penggalian dan penimbunan dan (2) tindakan
perbaikan untuk meningkatkan atau memperbaiki kekurangan terkait solusi yang mungkin berdampak pada
konstruksi dan struktur masa depan, dan untuk mengurangi atau meminimalkan pengembangan solusi fitur selama
masa proyek.
- In karst terrains the soil strength is typically higher near the surface but declines with depth.
- Di medan karst, kekuatan tanah biasanya lebih tinggi di dekat permukaan tetapi menurun seiring dengan
kedalaman.
- During exploratory work, it is important to (1) have excavation slopes sufficiently flat to avoid toppling and sliding;
(2) maintain the stability of the bottom of excavation against heave and boiling from excessive groundwater
pressure; (3) remove boulders and pinnacles; and (4) manage the effects of excavation and filling on the overall site
environment, such as (a) surface drainage, (b) rainfall and surface-water infiltration, (c) groundwater movement, and
(d) water chemistry and pressure.
- Selama pekerjaan eksplorasi, penting untuk (1) memiliki lereng galian yang cukup datar untuk menghindari jatuh
dan meluncur; (2) menjaga kestabilan dasar galian terhadap pengangkatan dan pendidihan akibat tekanan air tanah
yang berlebihan; (3) singkirkan batu besar dan puncak; dan (4) mengelola pengaruh penggalian dan penimbunan
pada lingkungan tapak secara keseluruhan, seperti (a) drainase permukaan, (b) curah hujan dan infiltrasi air
permukaan, (c) pergerakan air tanah, dan (d) kimia dan tekanan air.
- Removal of overburden soil above the carbonate bedrock during excavation has an impact on the development of
sinkholes because it (1) reduces the vertical stress in the remaining soil, (2) increases the vertical stress in the
remaining soil owing to weight of the new structure on the ground surface, and (3) reduces the seepage path from
the ground surface to the soft zone.
- Penghapusan tanah penutup di atas batuan dasar karbonat selama penggalian berdampak pada pengembangan
lubang pembuangan karena (1) mengurangi tegangan vertikal di tanah yang tersisa, (2) meningkatkan tegangan
vertikal di tanah yang tersisa karena berat struktur baru. di permukaan tanah, dan (3) mengurangi jalur rembesan
dari permukaan tanah ke zona lunak.
- In most karst areas, the risk of sinkhole collapse and catastrophic failure is infrequent and the public usually ignores
the potential hazard. Ignorance of the risk of sinkhole collapse is illustrated by the many developments in karst
areas.
- Di sebagian besar kawasan karst, risiko keruntuhan lubang runtuhan dan kegagalan katastropik jarang terjadi dan
masyarakat biasanya mengabaikan potensi bahaya. Ketidaktahuan akan risiko runtuhnya lubang pembuangan
tergambar dari banyaknya pembangunan di kawasan karst.
- The following remedial measures should be considered regardless of the cause of the development of subsidence
or a sinkhole:
1. Put a barricade or fence around the immediate affected area.
2. Fill in the bottom of the depression or sinkhole.
3. Repair the structure as soon as is possible and practical.
4. Repair or demolish the structure, fill in the hole, and make the site an asset rather than a hazard or liability.
5. Prevent further activity in that sinkhole. The throat of the sinkhole must be closed or filled despite the obstruction
of the work space by any damaged structure. Once the throat of a sinkhole has been closed, the remainder of the
hole is filled with a stable fill material.
6. Steps should be taken to minimize the site conditions that were responsible for the sinkhole.
- Langkah-langkah perbaikan berikut harus dipertimbangkan terlepas dari penyebab perkembangan penurunan
tanah atau lubang pembuangan:
1. Pasang barikade atau pagar di sekitar area yang terkena dampak langsung.
2. Isi bagian bawah depresi atau lubang pembuangan.
3. Perbaiki struktur sesegera mungkin dan praktis.
4. Perbaiki atau hancurkan strukturnya, isi lubangnya, dan jadikan situs tersebut sebagai aset daripada bahaya atau
kewajiban.
5. Cegah aktivitas lebih lanjut di lubang pembuangan itu. Tenggorokan lubang pembuangan harus ditutup atau diisi
meskipun ruang kerja terhalang oleh struktur yang rusak. Setelah tenggorokan lubang pembuangan telah ditutup,
sisa lubang diisi dengan bahan pengisi yang stabil.
6. Langkah-langkah harus diambil untuk meminimalkan kondisi lokasi yang bertanggung jawab atas lubang
pembuangan.
Prosedur laboratorium pada uji permeabilitas Constant Head pada tanah berbutir kasar sebagai

berikut:

1. Sampel tanah yang akan diuji dipisahkan berdasarkan ukuran butirnya menggunakan ayakan/mesh,

material yang digunakan pada uji ini yaitu material berbutir kasar dapat berukuran pasir hingga

kerikil yang tertahan pada ayakan.

2. Sampel tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung Constant Head Permeameter.

3. Air kran dialirkan menggunakan selang hingga air mengalir dari bagian inlet masuk ke dalam

tabung kemudian keluar melalui bagian outlet. Hal yang perlu diperhatikan yaitu memastikan

sampel tanah dalam keadaan jenuh. Kondisi jenuh ini dapat dilihat melalui air yang mengalir dalam

kondisi steady flow, yang berarti kecepatan aliran air bernilai konstan.

4. Selisih tinggi head (∆h) (cm) diukur dari muka air pada manometer di bagian atas hingga muka air

pada manometer pada bagian bawah.

5. Jarak antara dua manometer diukur untuk mendapatkan nilai L (cm).

6. Setelah tanah dalam keadaan jenuh, air yang mengalir keluar melalui lubang outlet ditampung

menggunakan gelas ukur untuk mengetahui volume air yang keluar. Waktu yang dibutuhkan untuk

mengumpulkan volume air yang tertampung dicatat menggunakan stopwatch. Percobaan ini

dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan nilai rata-rata. Tahap ini dilakukan untuk

mengetahui nilai debit air yang keluar (Q) menggunakan rumus Q = V/t (cm3/s).

7. Diameter tabung permeameter diukur menggunakan penggaris untuk mencari luas penampang

sampel menggunakan rumus A = ( x r2) (cm2).

8. Dengan menerapkan Hukum Darcy, perhitungan pada Constant Head Permeability Test untuk

menghitung koefisien permeabilitas dalam cm/s menggunakan rumus K = (Q x L) / (A x ∆h).

Prosedur laboratorium pada uji permeabilitas Falling Head untuk tanah berbutir halus sebagai

berikut:

1. Sampel tanah yang akan diuji dipisahkan berdasarkan ukuran butirnya menggunakan ayakan/mesh,

material yang digunakan pada uji ini yaitu material berbutir halur dapat berukuran lanau hingga

lempung yang lolos ayakan.


2. Sampel tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung Falling Head Permeameter yang

dialasi dan ditutupi dengan filter tanah.

3. Air kran dialirkan menggunakan selang hingga air mengalir dari bagian inlet masuk ke dalam

tabung kemudian keluar melalui bagian outlet. Hal yang perlu diperhatikan yaitu memastikan

sampel tanah dalam keadaan jenuh. Kondisi jenuh ini dapat dilihat melalui air yang mengalir dalam

kondisi steady flow, yang berarti kecepatan aliran air bernilai konstan. Jarak antara dua manometer

diukur untuk mendapatkan nilai L (cm).

4. Catat nilai h1 pada awal pengukuran dengan melihat ketinggian muka air pada manometer (cm).

5. Buka lubang outlet agar air mengalir keluar melalui lubang outlet ditampung menggunakan gelas

ukur hingga waktu tertentu (t) pada stopwatch, kemudian catat nilai h2 pada ketinggian muka air

yang telah berubah.Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan nilai rata-rata.

6. Diameter tabung permeameter diukur menggunakan penggaris untuk mencari luas penampang

sampel menggunakan rumus A = ( x r2) (cm2).

7. Diameter stand pipe diukur menggunakan penggaris untuk mencari luas pipa menggunakan rumus

a = ( x r2) (cm2).

8. Perhitungan pada Falling Head Permeability Test untuk menghitung koefisien permeabilitas dalam

cm/s menggunakan rumus K = [(2,303 x a x L) / (A x t)] x [log10 x (h1 / h2)].

Anda mungkin juga menyukai