Anda di halaman 1dari 23

A.

PEMBAHASAN
Praktikum yang bertujuan untuk menentukan kualitas mikrobiologi sampel makanan
padat berdasarkan Angka Lempeng Total (ALT) koloni bakteri ini diawali dengan membiakan
bakteri yang terdapat pada makanan padat pada medium lempeng.

Gambar pengenceran bertingkat.

Masing-masing hasil tingkat pengenceran yaitu 10-1 , 10-2 , 10-3 , 10-4 , 10-5 , 10-6 diambil 1
ml untuk dipercikan diatas permukaan medium lempeng. Setelah cawan petri ditutup, cawan
petri diputar-putar sehingga percikan sampel merata pada permukaan medium lempeng. Setelah
rata sampel biakan tersebut kemudian diinkubasikan pada suhu 37º C, dan ditunggu selama 1 x
24 jam. Setelah 24 jam sampel diamati dan dilakukan perhitungan Angka Lempeng Total koloni
bakteri dengan menggunakan colony counter.
Gambar alat colony counter.
Perhitungan jumlah koloni bakteri didapatkan: 240 koloni pada tingkat pengenceran 10-1,
238 koloni pada tingkat pengenceran 10-2, 98 koloni pada tingkat pengenceran 10-3, 42 koloni
pada tingkat pengenceran 10-4, 38 koloni pada tingkat pengenceran 10-5, dan 1 koloni pada
tingkat pengenceran 10-6. Berdasarkan hasil hitungan total koloni tersebut terdapat 5
pengenceran yang menghasilkan jumlah koloni antara 30 sampai 300, sehingga untuk
menentukan nilai Angka Lepeng Total digunakan ketentuan nomor 5, yaitu: “Jika terdapat dua
atau lebih tingkat pengenceran yang menghasilkan jumlah antara 30 sampai 300 koloni, dan
perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari tingkat pengenceran terendah ≤ 2, maka
harus ditentukan rerata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan tingkat
pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan hasil terendah > 2, maka yang
dilaporkan hanya yang terkecil”.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka yang dapat digunakan untuk perhitungan Angka
Lempeng Total adalah pada tingkat pengenceran 10-4 (42 koloni) dan pada tingkat pengenceran
10-5 (38 koloni). Angka Lempeng Total pada tingkat pengenceran 10-4 didapatkan 4,2 x 106 cfu/g
dan Angka Lempeng Total pada tingkat pengenceran 10-5 didapatkan 3,8 x 107 cfu/g.
Perbandingan antara hasil tertinggi dan hasil terendah yang didapat adalah 9 atau lebih dari 2,
sehingga nilai ALT yang digunakan adalah 4,2 x 106 cfu/g.
Untuk menentukan layak atau tidak layaknya suatu bahan makanan untuk dikonsumsi,
maka harus dicocokkan dengan ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Badan
POM. Pada tabel ketentuan dari Badan POM dapat dilihat batas minimal koloni yang digunakan
untuk menentukan kelayakan makanan dikonsumsi. Prol Tape yang digunakan sebagai sampel
penelitian termasuk dalam ketentuan bahan makanan nomor 35, yaitu “golongan kue berbasis
sayur, umbi-umbian, dan kacang-kacangan (gadung, singkong, talas, kentang, ubi jalar, jamur).
Golongan ini memiliki batas maksimal jumlah koloni 1 x 104 cfu/g. Berdasarkan hasil hitungan
ALT koloni di dapatkan angka 4,2 x 106 cfu/g atau lebih dari batas maksimal yang ditentukan
oleh Badan POM. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Prol Tape yang dibeli dari kantin
FMIPA UM tersebut tidak layak konsumsi.
Makanan yang tidak layak konsumsi merupakan makanan yang tidak memenuhi standar
mutu pangan yang telah ditentukan. Dalam Undang-Undang Pangan Tahun 1996 dijelaskan
bahwa standar mutu pangan adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dilakukan tentang
mutu pangan, misalnya, dari segi bentuk, warna, atau komposisi yang disusun berdasarkan
kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta aspek
lain yang terkait. Standar mutu pangan tersebut mencakup baik pangan olahan, maupun pangan
yang tidak diolah. Dalam pengertian yang lebih luas, standar yang berlaku bagi pangan
mencakup berbagai persyaratan keamanan pangan, gizi, mutu, dan persyaratan lain dalam rangka
menciptakan perdagangan pangan yang jujur, misalnya persyaratan tentang bahan olahan dan
pemasaran
Secara fisik Prol Tape yang dijadikan objek pengamatan memiliki ciri antara lain,
warna: coklat kekuningan, bau: tape yang masih segar, rasa: manis asam, dan kenyal.
Berdasarkan karakteristik tersebut secara fisik Prol Tape yang diamati masih dalam kondisi baik
dan menarik untuk dikonsumsi. Namun setelah di hitung ALT terbukti makanan tersebut tidak
layak untuk dikonsumsi. Ada beberapa kemungkinan yang mengakibatkan Prol Tape tersebut
tidak layak untuk dikonsumsi, antara lain kemungkinan bahan-bahan atau peralatan yang
digunakan dalam pembuatan Prol Tape tidak higienis atau dikarenakan dalam proses
penjualannya yang terpapar secara langsung dengan udara dan hiruk pikuk manusia. Prol Tape di
kantin FMIPA UM dijual secara terbuka tanpa ada penutupnya yang terpapar dengan udara
bebas dan aktivitas penjual dan pembeli. Sehingga kondisi lingkungan sekitar tempat penjualan
tidak higienis.
B. DAFTAR RUJUKAN
BSNI BPOM, 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam
Makanan. Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta
Buckle, K. A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia press. Jakarta.
Lay, Bibiana W. 1993. Analisis mikroba di laboratorium. PT. Radja Grafindo Persada,
Jakarta.
Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press, Malang.

Pembahasan
Penentuan ALT (Angka Lempeng Total) merupakan metode kuantitatif yang digunakan
untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel (BPOM, 2008). Berdasarkan data
dan analisis data dapat diketahui bahwa sampel makanan yang digunakan untuk perhitungan
ALT koloni bakteri ini adalah kue mari. Sampel makanan tersebut termasuk pada kelompok
biskuit, yang merupakan makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan
makanan lain dengan proses pemanasan dan pencetakan. Akan tetapi, biskuit itu sendiri menurut
SNI 01-2973-1992 masih diklasifikasikan dalam empat jenis: biskuit keras, crackers, cookies,
dan wafer.
Mutu biskuit dapat dinilai melalui uji organoleptik seperti berdasarkan warna, aroma,
rasa dan tekstur (BSN, 1992) ataupun menggunakan metode kuantitatif yaitu dengan metode
perhitungan ALT. Nilai ALT yang ditemukan dari sampel makanan akan dibandingkan dengan
standar nilai ALT dari BPOM. Berdasarkan data pengamatan dan analisis data diketahui bahwa
nilai ALT bakteri dari sampel makanan yang digunakan (kue mari) adalah 6x102 cfu/g,
sedangkan nilai ALT biscuit sejenis menurut BPOM (2005) adalah 1x104 cfu/g. Hal tersebut
menunjukkan bahwa nilai ALT bakteri dari sampel lebih kecil dari nilai standar ALT dari
makanan tersebut yang ditentukan oleh BPOM, sehingga makanan tersebut masih layak atau bisa
dikonsumsi karena berdasarkan BPOM (2005), makanan yang mengandung cemaran baik
biologis yaitu camaran mikroba ataupun cemaran kimia yang melampaui ambang batas
maksimal yang telah ditetapkan adalah pangan tercemar. Sedangkan sampel yang diuji nilai ALT
bakterinya kurang dari ambang batas maksimal sehingga dapat dikatakan bahwa makanan yang
diuji (kue mari) memiliki kualitas yang baik.
Meskipun begitu hampir semua bahan pangan tercemar oleh berbagai mikroorganisme
dari lingkungan sekitarnya (yaitu udara, air, tanah, debu, kotoran, bahan organik yang telah
busuk). Populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat
sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari
penyimpanannya (Buckle, 1987). Tetapi seperti yang telah disebutkan diatas, apabila jumlah
mikroba misalnya bakteri telah melampaui ambang batas maksimal yang telah ditentukan maka
akan memberikan dampak berupa timbulnya gejala seperti pusing, gangguan pencernaan,
muntah, berak-berak dan demam. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tipes
(Salmonella typhii), kolera (Vibrio cholerae), disentri (Shigella dysenteria). Oleh karena itu,
konsumen seharusnya memilih makanan dengan kualitas yang baik, yang dapat dilihat dari lulus
standar uji BPOM hingga kemasan yang baik.
Perhitungan ALT bakteri ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan yang tentunya
perlu diatasi dan dipertimbangkan saat pelaksanaan uji sehingga dampak dari kekurangan yang
ada dapat diminimalisir. Menurut Buckle (1987), keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau
metode uji Angka Lempeng Total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan.
Adapun kelemahan dari metode ini adalah:
1. Kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti pada mikroba
yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.
2. Kemungkinan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya.
3. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena penggunaan jenis media
agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama masa inkubasi.
4. Koloni dari beberapa mikroorganisme terutama dari contoh bahan pangan, kadang-kadang
menyebar di permukaan media agar, sehingga menutupi pertumbuhan dan perhitungan jenis
mikroba lainnya .
5. Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara 30–300
koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang
kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama
karena terjadi persaingan diantara koloni.
6. Penghitungan populasi mikroba hanya dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang umumnya
membutuhkan waktu 24 jam atau lebih.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa secara statistik perhitungan ALT
koloni bakteri pada praktikum ini kurang teliti karena jumlah populasi kurang dari 30 koloni (20
koloni).

I. Diskusi
1. Berapakah Angka Lempeng Total koloni bakteri dalam tiap gram atau mililiter sampel bahan
makanan yang diperiksa (cfu/g atau cfu/ml)?
Jawab: Karena jumlah koloni yang ditemukan pada praktikum ini < 30, sehingga ALT koloni yang
dihitung adalah dari koloni yang ada pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1. ALT koloni
bakteri dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Jumlah koloni bakteri pada volume suspensi yang


cawan petri dengan ditumbuhkan
tingkatpengenceran yang
telah ditentukan

ALT Koloni = x 1/ tingkat pengenceran x

Sehingga, ALT Koloni pada praktikum ini adalah


ALT Koloni = 6 x 1/10-1 x 10
= 6 x 10 x 10
= 6 x 102 cfu/g.

2. Bagaimanakah kulitas bahan makanan yang telah diperiksa berdasarkan Angka Lempeng Total
koloni bakteri berdasarkan ketentuan DIRJEN Pengawasan Obat dan Makanan?
Jawab: Berdasarkan data pengamatan dan analisis data diketahui bahwa nilai ALT bakteri dari sampel
makanan yang digunakan (kue mari) adalah 6x102 cfu/g, sedangkan nilai ALT biskuit sejenis
yaitu biskuit untuk anak-anak menurut BPOM (2005) adalah 1x104 cfu/g. Hal tersebut
menunjukkan bahwa nilai ALT bakteri dari sampel lebih kecil dari nilai standar ALT dari
makanan tersebut yang ditentukan oleh BPOM, sehingga makanan tersebut masih layak atau bisa
dikonsumsi karena berdasarkan BPOM (2005), makanan yang mengandung cemaran baik
biologis yaitu camaran mikroba ataupun cemaran kimia yang melampaui ambang batas
maksimal yang telah ditetapkan adalah pangan tercemar. Sedangkan sampel yang diuji nilai ALT
bakterinya kurang dari ambang batas maksimal sehingga dapat dikatakan bahwa makanan yang
diuji (kue mari) memiliki kualitas yang baik.
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya kontaminasi bakteri dalam bahan mkanan?
Jawab: Faktor yang mempengaruhi terjadinya kontaminasi bakteri adalah sbb:
 Adanya bakteri tanah yang dapat membentuk spora yang melekat pada bahan segar sehingga
tahan saat dilakukan pemanasan.
 Bahan lain yang digunakan sebagai campuran, sudah ada bakterinya.
 Peralatan yang digunakan saat mengolah makanan tidak steril.
 Bakteri bisa saja berasal dari pekerja pabrik, penjual makanan maupun konsumen.
 Makanan sudah disimpan dalam waktu yang lama.
 Kondisi tempat penyimpanan makanan yang tidak sesuai.
 Kelembapan dari makanan tersebut. Makanan yang kering kemungkinan terkontaminasi bakteri
lebih kecil daripada yang basah.
 Keasaman dari bahan makanan. Kebanyakan bakteri tidak dapat hidup pada medium yang
memiliki pH <5

J. Kesimpulan
Berdasarkan data pengamatan dapat disimpulkan bahwa

1. Angka
Lempeng Total (ALT) koloni bakteri yang terdapat dalam sampel bahan makanan (kue mari)
adalah 6x10-2 cfu/g, yang diperoleh dari persamaan

Dengan perhitungan hanya pada pengenceran terendah (10-1).


2. Nilai ALT bakteri dari sampel (6x10-2 cfu/g) lebih kecil dari nilai standar ALT dari makanan
tersebut yang ditentukan oleh BPOM (1x104 cfu/g), sehingga makanan tersebut masih layak atau
bisa dikonsumsi (berkualitas baik).
Daftar rujukan
Basoeki, Soedjono. 1999. Anatomi dan Fisiologi Manusia Buku Penuntun Kegiatan Laboratorium.
Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikan FMIPA Murusan Biologi
BPOM. (2008). Pengujian Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Pusat Pengujian Obat
Dan Makanan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
Sonjaya, H. 2010. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar. Fakuiltas Peternakan-
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Soewolo, Basoeki Soedjono danTiti Yudani. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri
Malang.

Thayib, S dan Abu Amar. 1989. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Teknologi Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pada saus batagor yang dibeli di Pasar
Jombang gang 1B Kota Malang, memiliki ALT yang lebih rendah dari batas maksimum ALT
BPOM RI untuk produk saus. Saus batagor tersebut memilki ALT (Angka Lempeng Total) 9,5
x102, sedangkan batas maksimum Angka lempeng total maksimum yang diizinkan oleh BPOM
RI untuk produk saus tomat, saus cabe dan saus non emulsi lainnya adalah 1x 104 koloni/ g.
Berpedoman pada batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan tahun 2009 yang
dikeluarkan oleh BPOM RI tersebut maka dapat diketahui bahwa berdasarkan ALT koloni
bakterinya saus batagor yang dibeli di Pasar Jombang Kota Malang layak di konsumsi.
Hal tersebut diduga karena beberapa faktor meliputi kebersihan lingkungan produksi,
kebersihan alat produksi dan penyajian saus batagor, kebersihan dan kesegaran bahan baku
pembuatan saus batagor sehingga angka cemaran mikroba dalam saus menjadi kecil. Selain
lingkungan yang bersih, nilai ALT yang redah juga disebabkan oleh waktu pengambilan sampel
yang dilakukan pada pagi hari sehingga saus batagor tersebut dalam kondisi yang bersih setelah
proses pemasakan.
Adapun syarat-syarat tempat pengolahan makanan/dapur yang baik antara lain, seperti:
harus tersedia persediaan air yang cukup dan memenuhi syarat-syarat kesehatan. Syarat
kesehatan yang dimaksud diantaranya adalah tempat pengolahan harus selalu bersih, terlindung
dari insekta dan binatang pengerat lainnya (Depkes RI, 1991). Menurut Fardiaz (1993), koloni
yang tumbuh menunjukkan jumlah seluruh mikroorganisme yang ada di dalam sampel, seperti:
bakteri, kapang dan khamir.
Produk pangan merupakan produk yang tidak dapat lepas dari keseharian masyarakat.
Pengujian sampel makanan penting untuk dilakukan guna menjaga keamanan produk dengan
mengacu kepada persyaratan makanan yang sudah ditetapkan oleh BPOM RI. Metode yang
digunakan dapat secara kuantitatif dan kualitatif. Pengujian secara kuantitatif (enumerasi) dapat
dilakukan dengan penghitungan jumlah mikroba dan interpretasi hasil berupa koloni per gram
atau koloni per ml. ALT (angka lempeng total) merupakan salah satu parameter uji mikrobiologi
secara kuantitatif pada makanan untuk mengetahui kelayakan suatu makanan.
Angka lempeng total menunjukan jumlah koloni bakteri tiap milliliter atau gram suatu
sampel makanan pada tingkat pengenceran tertentu. Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih
tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir
berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, kemudian hasil diiinterpretasi
sebagai jumlah koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100 ml (Mansauda dkk,2014). Cara yang
digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (BPOM RI,2008). Pada
praktikum ini ALT yang dilakukan dengan cara tuang yaitu dengan menuangkan beberapa ml
sampel makanan yang telah diencerkan pada beberapa tingkat pengenceran pada medium padat.
Analisis ALT menggunakan media Plate Count Agar dengan menanam 0,1 ml sampel yang telah
diencerkan ke dalam cawan petri. Perhitungan dilakukan hanya untuk pengenceran dengan
jumlah koloni 30 – 300, lalu dirata-rata (Fardiaz, 1993).
ALT yang ada di bawah batas maksimum suatu sampel makanan merupakan salah satu
syarat suatu makanan layak dikonsumsi ataukah tidak. Hal tersebut dikarenakan pangan dapat
menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh
dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat
membahayakan manusia. Jika jumlah koloni bakteri yang mencemari suatu makanan melebihi
jumlah batas maksimum ALT maka makanan tersebut tidak layak dikonsumsi (BPOM RI,
2008).
Bakteri yang terdapat pada suatu makanan bermacam-macam. Umumnya bakteri yang
dapat menyebabkan keracunan yaitu Salmonella, Shigella, Campylobacter, Listeria
monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens,
Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae. Vibrio parahaemolyticus, E.coli
enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki (BPOM RI,2008). Banyak faktor yang
mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah
sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan
tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan dan penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu
tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau
bahkan merusak makanan tersebut.
Kondisi sampel makanan pada pengujian jumlah cemaran bakteri dalam suatu sampel
makanan menggunakan metode hitungan cawan harus diperhatikan sehingga hasil yang
didapatkan akurat. perubahan sampel makanan selama proses pengambilan dan pengangkutan ke
laboratorium harus dihindari dengan cara sampel makanan yang diterima harus segera diuji
begitu tiba di laboratorium. Sampel yang didinginkan dan mudah rusak harus dianalisa paling
lambat 36 jam setelah pengambilan sampel. Sampel beku harus disimpan dalam freezer sampai
tiba waktunya untuk diuji (BPOM RI,2008).
Sampel makanan yang tidak mudah rusak seperti makanan kaleng, dapat disimpan pada
suhu ruang. Meskipun demikian sampel tidak boleh disimpan terlalu lama karena ada mikroba
yang dapat mati selama penyimpanan. Sampel yang akan dikirim ke laboratorium harus
diupayakan tidak tercemar dengan bahan atau mikroba lain. Selama dalam pengiriman ke
laboratoriu sifat sampel harus dijamin tidak mengalami perubahan sejak sampel diambil,
dikemas dan dikirim ke laboratorium.
Meskipun berdasarkan hasil penelitian ALT saus batagor layak dikonsumsi karena ALT
lebih rendah dari ALT maksimal untuk produk saus yang dikeluarkan oleh BPPOM, kandungan
zat aditif lain seperti pewarna, pengemulsi, pengatur tingkat keasaman, dan penggawet juga
harus diperhatikan. Selain kandungan zat aditif juga perlu diperhatikan angka cemaran bakteri
tertentu pada saus. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitin lebih lanjut untuk
menjamin bahwa saus batagor tersebut layak dikonsumsi.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan
1. ALT (Angka Lempeng Total) saus batagor adalah 9,5x102 koloni/ml. ALT tersebut kurang dari
batas maksimum cemaran koloni bakteri dalam pangan yang ditetapkan oleh BPOM RI untuk
produk saus tomat, saus cabe dan saus lain non emulsi yaitu dengan ALT(300C, 72 jam)1 x104
koloni/g.
2. Saus batagor di Pasar Jombang kota Malang layak dikonsumsi.

H. DISKUSI
1. Berapa Angka Lempeng Total koloni bakteri dalam tiap gram atau millimeter sampel bahan
makanan yang diperiksa (cfu/ g atau cfu /ml)?
Jawab:
Cawan yang dijadikan perhitungan ALT adalah cawan B dengan tingkat pengenceran 10-2 dan
jumlah koloni 95. Setelah dihitung diperoleh nilai ALT sebesar 950 tiap millimeter.
Cara perhitungan:

ALT = 95 / 0,01 x 0,1 = 950 atau 9,5x102


3. Bagaimanakah kualitas makanan yang diperiksa bedasarkan Angka Lempeng Total koloni
bakteri berdasarkan ketentuan dari DIRJEN Pengawasan Obat dan Makanan?
Jawab:
Berdasarkan SNI-01-3456-1994 menyebutkan bahwa kadar cemaran mikroba yang ditetapkan
angka lempengan total maksimal 105 sehingga saus batagor digolongkan layak dikonsumsi
karena memiliki ALT > ALT SK cemaran BPOM.
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya kontaminasi bakteri dalam bahan
makanan?
Jawab:
Faktor-faktor yang menyebabkan kontaminasi bakteri dalam makanan dibagi menjadi 2yaitu
faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsic merupakan penyebab pertumbuhan mikroba
yang dikontrol oleh bakteri itu sendiri. Contoh faktor intrinsic tersebut adalah Ph, potensial
oksidasi-reduksi, struktur fisik makanan, struktur biologis makanan, ketersediaan oksigen untuk
bakteri yang ada, kandungan nutrisi, dan aktivitas air. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang
berkaitan dengan keadaan lingkungan disekitarnya. Contoh faktor ekstrinsik adlah temperature,
kelembapan udara relatif, kandungan O2 dan CO2 yang ada, serta jenis dan jumlah mikroba yang
ada di makanan tersebut

DAFTAR RUJUKAN
Anwar, S. 1985. Sanitasi Makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
BPOM RI.2008. InfoPOM: Pengujian Mikrobiologi Pangan. Online. www.infoPOM.go.id. diakses pada
14 Oktober 2014.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. 2009. Penetapan Batas
Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan. www.infoPOM.go.id. diakses pada
14 Oktober 2014.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Petunjuk Pemeriksaan Mikrobiologi Makanan dan Minuman. Jakarta:
Depkes RI Press
Djide Natsir, 2004. Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi.
Makassar: Universitas Hasanuddin
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Jutono, J. 1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Yogyakarta:
Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM.
Mansauda, Karlah L. R., Fatimawali & Kojong Novel .2014. Analisis Cemaran Bakteri Coliform Pada
Saus Tomat Jajanan Bakso Tusuk Yang Beredar Di Manado. Pharmacon: Jurnal Ilmiah Farmasi.
III(2):37-44. Online ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/.../4300 diakses pada 29
Oktober 2014
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.

2 x 103 kol/ml

B. Pembahasan
Mikroorganisme merupakan suatu individu yang sangat kecil yang sulit untuk

diamati dengan mata telanjang, dimana sumber nutrisinya berasal dari karbohidrat

untuk jamur, dan protein untuk bakteri.

Perhitungan mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui jumlah koloni

mikroorganisme tersebut dapat berkembang dalam jangka waktu tertentu dan dengan

perlakuan tertentu, serta mengetahui kecepatan perkembang biakannya.

Perhitungan kuantitas mikroorganisme dapat dilakukan secara langsung dan

tidak langsung. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah sel dalam bakteri

massa sel dan kapang.

Perhitungan mikroorganisme dapat dilakukan dengan dua cara yaiu metode

MPN dan metode SPC di mana metode SPC ini meliputi ALT bakteri. Dalam percobaan

ini sampel yang digunakan yaitu sirup marjan, gabin dan susu bubuk.

Pada percobaan perhitungan kuantitas mikroorganisme dilakukan sebuah

pengenceran. Pengenceran dilakukan untuk memberikan perbedaan kosentrasi awal

mikroorganisme pada tiap medium untuk memberikan variasi pertumbuhan nantinya,

dimana terdapat variasi dari kosentrasi yang tinggi hingga kosentrasi yang rendah.

Dalam metode ALT bakteri digunakan medium NA yang berfungsi utuk

menumbuhkan bakteri. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terlebih dahulu

dinkubasikan selama 1 x 24 jam pada suhu 37o C.

Metode MPN merupakan metode untuk meguji apakah di dalam sampel

terdapat bakteri coliform maka akan terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning

dan di dalam tabung durham terdapat gas ditandai dengan naiknya tabung durham

yang disertai dengan adanya gelembung udara. Bakteri bersifat merombak karbohidrat
melalui proses fermentasi yang menghasilkan karbondioksida dan senyawa akohol

yang bersifat asam sehingga warna medium berubah menjadi kuning.

Syarat untuk menghitung koloni pada cawan adalah :

- Cawan yang dipilih da dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 –

300.

- Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang

besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai satu koloni.

- Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai

satu koloni.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan sebagai berikut:

- Jumlah koloni bakteri pada uji ALT bakteri pada sampel you C-1000 adalah 10-2.

- Jumlah koloni bakteri pada uji ALT kapang pada sampel you C-1000 adalah 10-4.

- Nilai 3 3 3 maka nilai MPN › 1000 MPN/gr.

B. Saran

Sebaiknya waktu yang digunakan didalam laboratorium lebih dimaksimalkan

agar praktikum berjalan lebih lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, S.1992.Mikrobiologi Pangan I.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.

Bibiana W.L.1994.Analisis Mikroba di Laboratorium.Raja Grapindo Persada:Jakarta.

Ali, A., Dwiyana, Z.2004.Mikrobiologi Dasar. Tim Proyek Program Semi-Que Jurusan FMIPA
UNM:Makassar.
Dirjen POM. 1979.Farmakope Indonesia Edisi III.DepKes RI:Jakarta.

Rusli.2004.Mikrobiologi Farmasi Dasar.Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fak. Farmasi


UMI:Makassar.
. PEMBAHASAN

Dari hasil penentuan uji Angka Lempeng otal terdapat jumlah koloni sebanyak 2,4 X 10 1

koloni/ml sedangkan Angka Paling Mungkin dari koliform adalah 13 APM/ 100ml. dtandar

kualitas dari Air Minum Dalam Kemasan untuk parameter Angka Lempeng Total 1,0 x 102

koloni/ml dan koliform, <2 APM/ 100ml. dari hasil ini Minuman dalam kemasan tersebut tidak

layak untuk dikonsumsi oleh konsumen.


BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, maka penyusun menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air

merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit.

2. Air mempunyai multi fungsi dalam tubuh manusia ialah :

a. Sebagai sarana angkutan dari hasil pencernaan makanan

b. Sebagai alat perangkat sisa-sisa pencernaan.

c. Sebagai pelarut/ pengangkut hormone-hormon yang dihasilkan oleh kelenjer-kelenjer dan enzim-

enzim.

d. Sebagai sarana pengangkut kelebihan panas dari bagian badan yang bekerja keras.

3. Keistimewaan air kemasan adalah karena warna, rasa, dan baunya yang tidak berubah dariu rasa,

warna, dan bau air alami

4. Keistimewaan air juga dikenal sebagai air untuk obat, seperti untuk diet, untuk pengembangan

penyakit-penyakit tertentu terutama penyakit-penyakit tertentu terutama penyakit yang

menyangkut kekurangan mineral di dalam tubuh (misalnya kekurangan yodium & kalsium)

2. Saran

Dalam melaksanakan suatu pengujian mikrobiologi hendaknya peralatan dan perbenihan

yang akan digunakan harus dalam keadaan stril untuk mendhindari hal-hal yang todak diinginkan

dalam pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonius, 1995 Official Methods of The Association of Official analytical Chemist (AOAC)
st
International agicultural Chemical Contminant Drug, 16 Edition Vol.1 Published By

AOAC International Suite 500481 North French Avenue.Gandasoebrata, R.1984. Penuntun

Labolatorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.

Hareper, H.A.dkk.1980. BIOKIMIA “Review of Physiological Chemistry” Edisi 17 P.O. Box.4276.

Jakarta: Buku Kedokteran E.G.C


Jacobs JG, Smith W. Biochemistry and physiology of taurine and taurine derivatives. Physiol Rev 1986; 48 : 424511.

Koolman, Jari.dkk.1994. Atlas Berwarna dan teks Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia

Labolatorium Patologi Klinik. 2001. Diklat Hematologi. Makassar : Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

Miwa, Shiro. 1998. Atlas of Blood Cells. Tokya, Japan : Bunkodo Co. Ltd.

A. Pembahasan

Pada prinsipnya tujuan pengujian ALT pada sayuran adalah untuk mengetahui jumlah
total koloni bakteri dalam sayuran mentah dan sayuran masak dan membandingkan kualitas
mikrobiologi antara sayuran mentah dan sayuran masak. Pengujian mikrobiologi pada sampel
makanan ini selalu mengacu kepada persyaratan makanan yang sudah ditetapkan. Parameter uji
mikrobiologi pada sampel bahan makanan yang dipersyaratkan sesuai Standar Nasional
Indonesia meliputi Angka Lempeng Total, MPN Coliform, uji Salmonella, uji Eschericia coli,
uji MPN Eschericia coli, dan uji Angka kapang.
Sayur yang digunakan adalah sawi (Brassica oleracea) dengan dua perlakuan berbeda
yaitu mentah dan matang. Sebagian masyarakat suka mengonsumsi sayuran mentah, karena lebih
segar apabila dibandingkan dengan sayuran masak. Sayuran mentah mudah terkontaminasi oleh
mikroorganisme terutama bakteri (Hastuti, 2010). Nilai ALT maksimal yang diperbolehkan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk sayuran kering adalah 1 x 105 CFU/ml.
Hasil yang diperoleh dari pengamatan sayuran mentah menunjukkan bahwa jumlah
koloni bakteri yang tumbuh sangat banyak pada tingkat pengenceran 10-1 dan 10-6, pada tingkat
pengenceran ini diperoleh jumlah koloni bakteri >300 koloni di mana koloni dihitung
menggunakan koloni counter. Sehingga jumlah ini dimasukkan dalam jenis TBUD (Terlalu
Banyak Untuk Dihitung). Pada pengenceran 10-3 dan 10-4 jumlah koloni bakteri normal.
Sedangkan pada pengenceran 10-3 dan 10-5 diperoleh jumlah koloni bakteri kurang dari 30
sehingga dikategorikan kedalam jenis TSUD (Terlalu Sedikit Untuk Dihitung). Data dengan
golongan TBUD dan TSUD tersebut membuktikan bahwa sayuran mentah memiliki koloni
bakteri yang begitu banyak. Koloni bakteri terswbut mengontaminasi sayuran dari dalam tanah
di mana tanaman itu tumbuh (Siagian, 2012).
Hasil yang diperoleh dari pengamatan sayuran matang menunjukkan bahwa jumlah
koloni bakteri yang tumbuh sangat banyak pada tingkat pengenceran 10-2, pada tingkat
pengenceran ini diperoleh jumlah koloni bakteri >300 koloni. Sehingga jumlah ini dimasukkan
dalam jenis TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Pada pengenceran 10-1, 10-3, 10-4, 10-5 dan
10-6 jumlah koloni bakteri normal.
Dari hasil yang diperoleh dihitung Angka Lempeng Total koloni bakteri dengan
mempertimbangkan tingkat pengenceran yang ada. Menurut Buckle (1987) penghitungan
dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara 30 – 300 koloni. Bila
jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara
statistik, namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi
persaingan diantara koloni. Dalam hal ini kami penggunakan perhitungan hasil rerata karena
jumlah koloni bakteri yang diperoleh berada pada kisaran 30-300 koloni. Seharusnya semakin
tinggi tingkat pengenceran maka semakin sedikit bakteri yang tumbuh karena semakin sedikit
bakteri yang terbawa saat dilakukan proses pengenceran, tetapi pada praktikum yang dilakukan
data yang diperoleh tidak signifikan.
Nilai ALT yang didapatkan dari uji mikrobiologi sayuran mentah adalah 9,0 x 104 dan
untuk sayuran matang adalah 8,6 x 106 CFU/ml. Dari hasil ini dapat dibandingkan bahwa
kandungan mikroba pada sayuran matang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan
kandungan mikroba yang terdapat pada sayuran mentah. Hal ini menyimpang dari pernyataan
Hastuti (2009) bahwa sayuran mentah mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme terutama
bakteri. Bila jumlah koloni bakteri terlalu banyak, maka sayuran tersebut kurang layak
dikonsumsi. Padahal pada kenyataannya masyarakat lebih gemar mengonsumsi sayuran mentah
karena lebih segar apabila dibandingkan dengan sayuran masak.
Apabila ditinjau dari batas maksimum nilai Angka Lempeng Total yang ditetapkan oleh
BPOM (2009) yaitu 1 x 105 CFU/ml maka sayuran mentah dan sayuran matang yang diuji tidak
layak konsumsi karena melebih batas sehingga dapat membahayakan kesehatan. Kebersihan
saluran juga berpengaruh terhadap kualitas mikrobiologi pangan bahan pangan nabati.
Penggunaan air dari irigasi yang tercemar dan penggunaan pupuk kandang atau kotoran manusia
sebagai pupuk beresiko terhadap kontaminasi oleh salmonella (termasuk S. typhi), Shigella dan
V. cholerae serta virus. Pencucian dan pembilasan dengan air yang mengandung semua bakteri
kecuali sporanya (Siagian, 2012).
Dikatakan tidak layak karena mengandung cemaran mikroba yang tinggi. Cemaran mikroba
adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari mikroba yang dapat merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia (BPOM RI, 2009).
Dalam perolehan data di atas dapat terjadi beberapa kesalahan yang akan mempengaruhi
hasil dari perhitungan bakteri, misalnya kesalahan utama yang dibuat oleh praktikan adalah
bekerja dengan kurang steril selama perlakuan, kesalahan dalam mengitung jumlah bakteri
menggunakan alat colony counter sebab alat yang kemarin digunakan telah rusak sehingga harus
dilakukan dengan mode manual maka dari itu keakuratan perhitungan masih perlu
dipertanyakan.
Mengenai jumlah bakteri total terbanyak diperoleh sayuran matang, hal ini menyimpang,
karena diketahui bahwa sayuran yang telah direbus seharusnya mempunyai jumlah bakteri yang
lebih sedikit sebab sudah mengalami proses pemanasan, di mana dalam proses pemanasan
tersebut bakteri yang tidak menyukai suhu panas diharapkan bisa mati. Namun hasilnya sayuran
yang matang memiliki nilai ALT yang lebih tinggi dari sayuran mentah. Hal tersebut disinyalir
disebabkan oleh kontaminasi pada saat perebusan yang kurang sempurna atau pun perlakuan
pada pengenceran yang kurang steril, namun bila dilihat dari tabel data yang ada jumlah bakteri
pada sayuran matang masih lebih sedikit dibandingkan data jumla bakteri pada sayuran mentah.
Penggolongan TBUD dan TSUD pada sayuran mentah lebih banyak, sehingga untuk
perhitungan ALT banyak data yang tidak dapat digunakan, sedangkan pada sayuran matang,
hanya ada satu data pada pengenceran kedua (10-2) yang tidak digunakan. Hal ini bisa saja
mempengaruhui nilai ALT. Secara garis besar bila dilihat dari kaca jumlah koloni bakteri, dapat
disimpulkan yang memiliki banyak bakteri adalah sayuran mentah, dan hal ini membuktikan
pernyataan yang menyatakan sayuran mentah lebih mudah terkontaminasi bakteri.
Dari pembahasan di atas yang dapat disimpulkan adalah kedua sayuran yang digunakan
sebagai sampel masih kurang layak untuk dikonsumsi karena sudah melewati ambang batas
maksimum bakteri dalam sayuran kering yang dinyatakan oleh BPOM. Perhitungan kualitas
mikrobiologi dengan menggunakan metode angka lempeng total (ALT) kurang efektif untuk
digunakan, karena masih rawan menghasilkan data yang tidak valid.
B. Diskusi
1. Adakah perbedaan antara jumlah total koloni bakteri dalam sayuran mentah dan
sayuran matang? Jelaskan mengapa terdapat perbedaan tersebut!
Jawab:
Ya, terdapat perbedaan. Perbedaan yang paling mencolok adalah jumlah koloni
bakteri dalam sayuran yang mentah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah koloni
pada sayuran yang matang. Hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan yang terjadi
antara keduanya. Sayuran matang hanya dicuci, sedangkan sayuran matang masih
melalui proses perebusan pada air panas selama 15 menit. Tentunya sayuran yang
mengalami perebusan tersebut yang memiliki koloni bakteri yang sedikit ketimbang
sayuran yang hanya dicuci saja. Sebab perebusan sayur dapat memperkecil daya
hidup bakteri khususnya bakteri dengan sifat hidup psikrofil dan mesofil yang tidak
tahan terhadap suhu yang tinggi. Kedua bakteri yang tergolong bakteri psikrofil dan
mesofil bila terkena panas akan gugur dan mati. Sayuran yang mentah memiliki
banyak koloni bakteri hal ini dikarenakan sayuran ini asalnya adalah di alam, terkena
udara dan kemungkinan terkontaminasi sangat tinggi. Kemudian juga, sayur sawi
ditumbukan dari tanah, tanah merupakan sumber bakteri pula, sehingga untuk cara
pencegahan sayuran terkontaminasi oleh bakteri kita dapat mencuci bersih sayuran
yang akan dikonsumsi atau dengan proses perebusan agar lebih efektif.
2. Adakah perbedaan antara kualitas mikrobiologi sayuran mentah dan sayuran matang
erdasarkan angka lempeng total koloni bakteri? Jelaskan mengapa terdapat perbedaan
tersebut!
Jawab:
Ya, terdapat perbedaan. Nilai ALT sayuran mentah lebih kecil dibandingkan dengan
nilai ALT pada sayuran yang matang. Sebab pada hasil data koloni bakteri
kebanyakan data yang diperoleh menghasilkan nilai yang TBUD dan TSUD sehingga
tidak dapat digunakan ke dalam perhitungan. Sedangkan pada sayuran yang telah
matang data yang diperoleh kebanyakan digolongkan pada jumlah yang normal
(antara 30-300 koloni), sehingga untuk menghitung nilai rujukan ALT digunakan
jumlah koloni tertinggi dan terendah. Data yang terlalu banyak untuk dihitung dan
terlalu sedikit untuk dihitung meminimalisisr data yang ada, sehingga membuat nilai
ALT semakin kecil.
3. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri dalam sayuran?
Jelaskan!
Jawab:
a. Faktor tempat tumbuh sayuran  bila sayuran itu yang dimanfaatkan adalah
akarnya (rimpang) maka kontaminasi bakteri/mikroorganisme akan semakin
banyak, karena sumber mikroorganisme dapat berasal dari tanah, begitu pula bila
sayuran dekat dengan tanah dan terkena tanah dapat pula terkontaminasi oleh
bakteri dari tanah tersebut. Buah-buahan tidak mudah terkontaminasi bakteri dari
tanah karena jaraknya yang tinggi, jauh dari tanah (Siagian, 2012).
b. Penggunaan pupuk  penggunaan pupuk kompos yang berasal dari hewan dapat
mempengaruhi kuantitas bakteri yang hinggap atau hidup dalam sayuran. Di
dalam kotoran hewan terdapat banyak bakteri yang ada, sehingga penggunaan
pupuk kotoran hewan dapat dijadikan sebagai faktor yang memicu pertumbuhan
bakteri di dalam sayur.
c. Suhu  dengan temperatur yang sesuai tidak panas dan juga tidak terlalu dingin,
bakteri akan hidup, suhu bersinggungan dengan kelembaban, sehingga bakteri
dapat hidup. Bakteri menginginkan suhu yang lembab (semakin kecil suhu),
karena memiliki nilai aw yang rendah.
d. Lingkungan tumbuh sayuran  tercemar atau tidaknya tempat tumbuh sebagai
faktor yang utama dalam pengaruhnya terhadap pertumbuhan bakteri. Lingkungan
yang tercemar oleh sampah akan menyebabkan kontaminasi bakteri dalam
sayuran semakin besar.
e. Proses distribusi sayuran  pengemasan sayuran dengan media akan
meminimalisir kontaminasi sayuran dengan bakteri dari udara saat pendistribusian
kepada para pedagang pasar sebelum dijual ke masyarakat luas. Sehingga
sebaiknya sayuran dibungkus oleh plastik agar aman.

C. Kesimpulan

Jumlah koloni bakteri pada sayuran mentah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
koloni sayuran matang, namun nilai ALT yang terbesar didapatkan oleh sayuran matang dengan
jumlah 8,6 x 106 CFU/ml sedangkan sayuran mentah bernilai 9 x 104 CFU/ml. Kedua-duanya
tidak layak untuk dikonsumsi karena sudah melebihi ambang batas maksimum koloni bakteri
dalam sayuran kering yang dinyatakan oleh DIRJEN POM sebesar 1 x 105 CFU/ml. kuantitas
bakteri dalam sayuran dipengaruhi oleh proses pemanenan, tempat hidup tanaman sebelum
panen (tercemar atau tidak), penggunaan pupuk tanaman, suhu, serta proses pendistribusian
kepada pedagang pasar.
D. Daftar Rujukan

Badan POM RI. 2009. Regulasi Pangan BPOM No HK.00.06.1.52.4011. (Online),


(http://codexindonesia.bsn.go.id/uploads/download/Regulasi%20Pangan%20BPOM%20
No%20HK.00.06.1.52.4011.pdf), diakses tanggal 11 Oktober 2015)
Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Hastuti, Utami Sri dan Sitoresmi Prabaningtyas. 2010. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi
Pangan. Malang : Universitas Negeri Malang.
Siagian, B. 2012. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. (online),
(http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-albiner3.pdf), diakses 20 Oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai