Anda di halaman 1dari 13

09

PEMBENTUKAN BENUA

PENDAHULUAN

Kerak benua dicirikan oleh batuan dasar atau basemen yang dibentu oleh sebagian
besar batuan plutonik granit dan sejenisnya dan malihan yang relative ringan,
dengan berat jenis rata-rata 2,85 gram/cc dan sangat tebal berkisar antara 30-8-
km. umur kerak benua yang telah diketahui sekitar 3800 juta tahun.

Pembentukan kerak bumi dipicu oleh tunjaman lempeng bumi dan biasanya
lempeng samudera di bawah lempeng bumi yang lain. Lempeng bumi yang
menunjam dan masuk ke Lajur Benioff di mantel bumi, karena suhu dan tekanan
yang tinggi akan berubah total baik pisik maupun komposisinya. Bahkan sebagian
besar akan melebur menjadi magma baru. Sebagian dari magma akan naik keatas
dan membentuk busur gunung api. Sisa magma akan membeku menjadi batolit
granit dan sejenisnya dan membentuk kerak benua.

Dalam perkembangan kerak benua mengalami pertumbuhan dan pertabahan yang


difasilitasi oleh akrasi dan amalgamasi jalur – jalur orogenesa yang melibatkan
busur kepulauan dan sedimen pinggiran benua yang tertekat kuat, tergencet,
terdeformasi, tersesarkan dan terangkat.

STRUKTUR DAN UMUR BENUA

Kurun waktu Gelogi (Geologic Time)

Dalam sejarah perkembagannya, sepanjang abad kesembilan belas, para perintis


ilmu geologi atau kebuminan memiliki pengetahuan yang sangat terbatas tentang
umur batuan yang mereka pelajari. Namun demikian, dengan metode superposisi
mereka berusaha menyimpulkan umur relative runtunan batuan berdasarkan
posisinya terhadap runtuan batuan lainnya, misalnya batuan A terbentuk setelah
batuan B dan kemudian diikuti pembentukan batuan C. Dengan demikian mereka
dapat merekontruksi kolom stratigrafi. Kolom, dengan skala waktu relative, dibai
menjadi berbagai era (eras) dan periode (periods), yang menunjukkan waktu
pengendapan sedimen yang memiliki ciri litologi dan paleontology. Oleh karena
itu, pembagian kolom dilakukan berdasarkan suksesi batuan sedimen yang dengan
jelas terlihat dalam kolom stratigrafi itu sendiri.

Batuan sedimen yang lebih muda umurnya akan lebih gampang dicermati karena
kurang terganggu dan mengandung fosil yang lebih lengkap dai batuan tua.
Batuan muda ini dapat dipelajari lebih rinci dan dapat diperikan serta dibagi
menjadi lebih lengkap dari batuan tua. Dengan demikian pembagian kolom
stragtigrafi Tersier dan Resen akan memperlihatkan kurun waktu yang lebih
singkat dari kolom yang lebih tua.

Terminology Fenerozoikum (Phanerozoic) yang berarti waktu hidup, dialokasikan


dalam kolom yang terletak di atas Kambrium. Semua suksesi batuan di bawahnya
di kelompokkan dalam kolom pra-Kambrium. Sebagian terbesar pembagian
waktu geologi dilaukan pada Fenerozoikum. Dalam ilustrasi kolom geologi time
(silahkan download), yang menunjukkan betapa kecilnya proporsi waktu geologi
untuk Fenerozoikum yang hanya 570 juta tahun, dibandingkan dengan umur
pembentukan bumi, sekitar 4600 juta tahun.

Karena sebagian besar kerak benua dibentuk oleh batuan berumur pra-Kambrium
dengan fosil yang jarang serta telah terlipat dan tersesarkan kuat, maka batuan ini
sangat sulit dibedakan dan dibagi – bagi seperti pembagian pada batuan
Fenerozoikum. Umumnya kerak benua ditutupi oleh batuan Fenerozoikum.
Karena itu hampir semuanya penelitian geologi diarakan pada batuan
Fenerozoikum ini.

Dalam keadaan tertentu, tidak adanya fosil dan struktur yang kompleks misalnya,
dimana penentuan umur relative tidak mungkin dilakukan, maka diperlukan
penentuan umur yang absolut (absolutedating). Dalam hal ini, penentuan umur
batuan dilaukan dengan metode kwantitatif analisis atom (nuklir) mineral
radioaktif yang terkandung di dalam batuan. Inti atau atom radioaktif mengalami
proses pemecahan yang disebut pemecahan atom radioaktif ( radioactive decay).
Sebagian contoh Uranium 238 akan pecah dan membentuk Pb 206. Dalam hal U
238 disebut induk atom (parent nuclide) dan Pb206 disebut anak atom (daughter
nuclide). Waktu yang diperlakukan untuk mengubah setengah dari jumlah atom
induk menjadi anak atom disebut umur parohan ( half life) dari pemecahan atom
tersebut. Setiap pemecahan atom akan memiliki parohan umur tersendiri. Jumlah
induk atom yang ditransform menjadi anak atom per satuan waktu disebut
konstanta pemecahan atom (decay constant, λ).

Bilamana, paroh umur, konstanta pemecah atom diketahui dam kadar (ratio)
induk/anak atom dalam contoh batuan dapat diukur dengan spectrometer, maka
umur absolut batuan akan diperoleh. Dalam hubungan ini ada beberapa
persyaratan yang diperlukan, yakni i) perincian dapat dibuat untuk setiap
penambahan anak atom yang memang terdapat sejak awal dalam contoh batuan,
ii) dalam waktu relative singkat sesaat setelah anak atom terbentuk, contoh batuan
akan dalam sistem tertutup , iii) bahwa system akan selalu tertutup hingga waktu
pelaksanaan analisis. Sistem tertutup merupakan kondisi contoh batuan tertentu,
yang tidak memungkinkan untuk menambah ataupun kehilangan induk atom
ataupun anak atom, kecuali dalam reaksi pembelahan atom yang actual.
Umur mineral-mineral yang memenuhi persyaratan tersebut akan dapat dianalisis.
Termasuk mineral yang terkandung dalam batuan beku yang berasal dari
pembentukan magma, terbentuk pada pemalihan tertentu ataupun sesaat setelah
pengendapan batuan sedimen. System tersebut dapat terbuka kembali pada
pemalihan yang terjadi kemudian. Dalam hal ini umur yang terdeteksi merupakan
umur pemalihan akhir bukannya umur pembentukan batuan.

Ada lima jenis reaksi pembelahan atom yang dapat digunakan dalam analyses.

i). U238menjadi Pb206,

ii). U235 menjadi Pb207,

iii). Th232 menjadi Pb208,

iv). Rb87 menjadi Sr87 , dan

v). K40 menjadi Ar40 dan Ca40.

Kesemuanya merupakan atom-atom yang terdapat dalam berbagai mineral dan


memiliki waktu paroh yang cukup memadai yang memungkinkan untuk
digunakan dalam analyses geokronologi.

Provinsi Geologi (Geological Provinces)

Pada umumnya kawasan jantung benua dibentuk oleh runtunan batuan beku dan
malihan yang massif, padat dan keras. Runtunan batuan yang berumur pra-
Kambrium ini dikenal sebagai perisai (shields) atau kraton ( cratons). Batuan ini
pada umumnya merupakan fundasi dari batuan yang jauh lebih muda
(fanerozoikum) yang menutupinya. Oleh karena itu sering juga disebut sebagai
anjungan (platforms) atau dasar/alas (basements). Batuan Fanerozoikum yang
menutupi batuan dasar dan relative tidak terganggu terdapat dikawasan yang luas.
Disamping terdapat batuan Fanerozoikum yang terlipat dan tersesarkan kuat,
berupa pegunungan lipatan dansesar di pinggiran anjungan atau diantara
anjungan.

Hasil analisis geokronologi contoh-contoh batuan, yang diperoleh dari basemen


pra-Kambrium dan hasil analisis dari strukturnya dapat digunakan untuk membagi
perisai menjadi beberapa lajur geologi (geological zones). Lajur geologi
ditentukan berdasarkan umur dan struktur dan bisa disebut sebagai provinsi
geologi (geological provinces). Provinsi geologi lebih muda dari 2000 juta tahun
cenderung memperlihatkan struktur yang linear dan menempati lajur-lajur yang
sangat jelas. Diantaranya berupa presentasi dari akar jalur orogen purba yang telah
tererosi. Provinsi geologi yang lebih tua ( pra-Kambrium) yang biasa disebut
Archean Shields memperlihatkan struktur yang tidak jelas dan proses
pembentukannyapun belum dapat diketahui dengan jelas.

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BENUA

Asal Mula Kerak Benua

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa asalmula kerak samudera dapat


diamati dikawasan punggung tengah samudera (PTS) dan dapat dipahami cukup
jelas. Sedangkan asal usul kerak benua tidak begitu jelas dan kontroversial.
Struktur dari kerak benua sangat kompleks dan sejarah perkembangannya dapat
ditelusuri kembali pada lebih dari 3800 juta tahun lalu. Batuan tertua yang telah
diketahui berdasarkan pentarihan radiometric terdapat di mintakat (terrain)
Archean di Greenland.

Ada dua alur pemikiran tentang asal usul kerak benua, yakni

i) bahwa kerak benua merupakan hasil diferensiasi kimia pada awal


sejarah bumi dan kemudian secara berlanjut terlibat dalam proses atau
kegiatan tektonik
ii) bahwa, kerak benua secara berlanjut dibentuk di pinggiran lempeng
konvergen dan oleh Karena itu kerak benua terus dibentuk di pinggiran
lempeng konvergen dan oleh Karena itu kerak benua terus berkembang
dan bertumbuh disepanjang waktu geologi. Bukti-bukti terkini
berdasarkan hasil analisis radiometric, rasio Sr87/Sr86 di dalam kerak
benua, memperlihatkan bahwa alur pemikiran kedua lebih mendekati
kebenaran dan diterima secara universal.

Proses alamiah atau tektonik yang diusulkan oleh pakar-pakar kebumian dalam
pembentukan kerak benua diperlihatkan dalam penampang tektonik di gambar 6.4
(lihat buku Tektonika). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa lempeng
bumi yang menukik dan menunjam ke bawah lempeng bumi yang lain, masuk
kedalam mantel bumi akan mulai melebur. Yang perta melebur adalah mineral-
mineral yang memiliki titik lebur paing rendah. Titik lebur akan menjadi lebih
rendah lagi, Karena terdapatnya air yang berasal dari batuan sedimen basah yang
ikut tertunjamkan. Disamping itu, mineral-mineral dengan berat jenis paling
rendah juga akan melebur pertama kali.

Pada saat keratan kerak bumi melebur sebagian di dalam mantel bumi, mineral-
mineral yang belum lebur akan tersaring dari material yang lebih berat dan
kemudian naik ke atas dan terpisah oleh proses diapiric magma. Sementara itu,
keratan kerak bumi yang tersisa dengan berat jenis yang jauh lebih tinggi, akan
terus menunjam lebih kebawah lagi dalam mantel bumi. Bagian yang tersisa ini
tidak lagi mengandung mineral silikat dan merupakan batuan ultrabasa.Proses
tersebut dikenal sebagai pemisahan akibat peleburan bagian tertentu (fractional
melting differentiations).

Proses diapir magma, menyebabkan bagian magma dengan berat jenis yang kecil
akan terus bergerak naik dan menempatkan diri di bagian bawah lempeng yang
menunggangi (overidding plate). Setelah mendingin, magma akan membeku dan
menjadi bagian integral dari kerak benua. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa
kerak benua terbentuk di kawasan di atas lajur tunjam (Lajur Benioff).

Perisai Archean (Archean Shields)

Batuan di Perisai Archean dicirikan oleh propinsi geologi yang berbentuk alur-
alur berputar atau melingkar dan bukan linear. Dengan struktur yang jelas
berbentuk landasan yang luas dan terdiri dari batuan greestone, yang ditutupi oleh
batuan genes yang sangat luas dan diintrusi oleh granit dan granodiorite. Batuan
genes, granit dan granodiorite di Archean Shields sangat mirip dengan intrusi
batolit yang terbentuk diatas jalur tunjaman di pinggiran benua, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Jalur greestone dibentuk oleh batuan sedimen termalihkan
dan batuan gunungapi termalihkan. Kimia batuan vulkanik menunjukkan transisi
antara andesit busur kepulauan dan basalt toleitik punggungantengah samudera
(Heather,1986). Berdasarkan hal tersebut, jalur greenstone diperkirakan sebagai
representasi dari sisa cekungan dibelakang busur, sedangkan lava andesit
dihasilkan oleh busur kepulauan gunugapi.

Model pembentukan Perisai Archean dengan berbagai propinsi geologinya


(terrains) dipicu oleh tumpuan tektonik yang terjadi berualngkali. Penunjaman
lempeng bumi diikuti oleh tumbukan antara busur gunungapi dengan cekungan
belakang busur yang melahirkan jalur orogenesa pada setiap episode tumpuan
tektonik. Jalur orogenesa ini kemudian terakrasi dan amalagamsi dengan kerak
benua. Proses tumbukan tektonik dapat dijelaskan sebagai berikut (Gb. 6.5) :

Diawali dengan episode pertama, yang ditandai oleh tunjaman antar lempeng
samudera yang mengakibatkan terbentuknya busur gunung api dan cekungan
belakang busur dengan akumulasi batuan sediment (1) dan lelehan lava didasar
cekungan (Gb.6.5a). Tumpuan tektonik berlanjut, sementara lajur tunjaman
melemah atau berhenti yang menyebabkan busur kepuluan bergunungapi
bertumbukan dengan cekungan belakang besar. Lajur tumbukan tertekan kuat,
tergencet dan terdeformasi diikuti intrusi plutonik granit dan sejenis dan kemudian
membentuk jalur orogenesa generasi pertama (Gb. 6.5b).
Pada episode kedua, lajur tunjaman migrasi ke arah laut dan diikuti oleh
pembentukan busur gunungapi dan cekungan belakang busur generasi kedua (2),
dengan endapan sedimen yang sangat Tebal (Gb. 6.5c). Kegiatan tumpuan
tektonik menerus, sementara lajur tunjaman berhenti atau mati, yang
mengakibatkan busur gunungapi generasi kedua bertumbukan dengan cekungan
belakang busur generasi kedua. Lajur tumbukan tertekan kuat dan tergencet,
mengakibatkan batuan sedimen di cekungan belakang busur terlipat, tersesarkan
dan terdeformasi, kemudian diikuti intrusi granit dan granodiorite dan akhirnya
membentuk jalur orogenesa generasi kedua (Gb.6.5d). Sementara itu, dalam
waktu bersamaan, tumpuan tektonik ini menyebabkan jalur orogenesa generasi
pertama terakrasi dan bergabung atau beramalgamasi dengan kerak benua.

Pada episode selanjutnya, jalur jalur tunjaman migrasi kea rah laut yang kemudian
diikuti oleh pembentukan busur gunungapi dan cekungan belakang busur generasi
ketiga (3) dan siklus berulang kembali.

Perkembangan dan evolusi tektonik Perisai Archean dicirikan oleh kegiatan


penunjaman lempeng samudera dibawah lempeng benua secara berulangkali.
Setiap episode tunjaman tektonik menghasilkan system busur-palung (arc-trench
system) tersendiri. Manakala tunjaman tektonik generasi pertama berhenti atau
mati, maka kawasan cekungan belakang busur dengan sedimennya dan busur
gunungapi tertekan kuat, tergencet, terlipat, tersesarkan. Bersamaan dengan
kegiatan intrusi plutonik kawasan ini akan terangkat dan membentuk jalur
orogenesa (orogenic beltt) generasi pertama dalam bentuk rangkaian pegunungan
lipatan dan sesar atau kordilera.

Tumpuan tektonik episode kedua ditandai oleh lajur tunjaman berpindah (migrasi)
kearah laut yang kemudian diikuti pembentukan busur gunungapi generasi kedua.
Sistem busur gunungapi-palung generasi kedua terbentuk, sementara itu system
busur-palung generasi pertama bersama kegiatan intrusi plutonik mengalami
orogenesa yang menghasilkan pegunungan lipatan dan sesar (kordilera). Akrasi
jalur orogenesa ini menyebabkan pertambahan dan pertumbuhan kerak benua
Perisai Archean.

Manakala system busur-palung generasi kedua berhenti (mati),maka tunjaman


tektonik baru atau generasi ketiga akan berpindah kearah laut, kegiatan tektonik
akan berulang kembali.

Tampaknya proses tumpuan tektonik tersebut membentuk kerak bumi tertua di


muka bumi ini. Dalam sejarah perkembangannya, pembentukan kerak benua
diikuti oleh siklus pertumbuhan dan pertambahan benua.
Akrasi Jalur Orogenesa

Propinsi-propinsi geologi yang lebih muda dari 2000 juta tahun agak cenderung
berbentuk liner atau memanjang dan menutupi kawasan perisai yang lebih tua.
Struktur tersebut menunjukkan bahwa propinsi-propinsi geologi ini merupakan
sisa erosi dari akar pegunungan (kordilera) tua yang terbentuk di dalam lajur
tumbukan dengan paerisai yang lebih tua. Dengan demikian kawasan ini dapat
digolongkan sebagai jalur orogenesa (orogenic belts).

Perkembanagn dan pertumbuhan benua dapat dipandang sebagai hasil proses


akrasi dan amalgamasi atau penggabungan. Seperti Perisai Archean yang
terbentuk sebagai hasil amalgamasi dari cekungan pinggiran benua dengan
pegunungan (kordilera) yang sebelumnya telah terbentuk di pinggiran perisai.
Kawasan ini kemudian pada episode tumpuan tektonik berikutnya tertekan kuat,
tergencet, terdeformasi, terlipat, tersesarkan.Bersamaan dengan intrusi plutonik
granitan kawasan ini terangkat dan membentuk jalur orogenesa dan kemudian
terakrasi dan bergabung dengan kerak benua Perisai Archean. Perulangan proses
tektonik ini mengakibatkan pertumbuhan dan pertambahan benua terjadi secara
episodic, sebagaimana dijelaskan diatas (Gb.6.5).

Periode pengendapan batuan sedimen berselangan dengan periode orogenesa.


Masing-masing mewakili masa dimana pinggiran benua mengalami gaya tarikan
dan gaya yang kompresional. Dengan demikian suksesi geosinklin akan terjadi di
pinggiran lempeng benua yang mengalami gaya tarikan. Manakala geosinklin ini
tertekan dan terdeformasi, kesemuanya akan membentuk jalur orogenesa baru
yang memperbesar kawasan benua terkratonkan.

Dapat dikatakan proses pertumbuhan dan pertambahan benua ini merupakan


kombinasi antara :

i) kerak benua tua yang tererosi dan dengan pengendapan sedimen dalam
geosinklin dipinggiran benua
ii) terbentuknya kerak benua baru oleh pemisahan Karena peleburan bagian
tertentu secara bertahap (fractional melting differentiation) di lajur tunjaman
(lajur Benioff). Dengan demikian pembentukan struktur dari kerak benua
tertua dapat dijelaskan dengan tektonik lempeng.

Pergerakan dan Pertumbuhan Benua

Sebagian terbesar benua yang terkratonkan dapat direkonstruksi berdasarkan


model pembentukan mintakat Perisai Archean dengan pinggiran berupa jalur
orogenesa yang secara progresif semakin muda dan sebagian ditutupi oleh
endapan sedimen yang lebih muda. Jalur orogenesa muda yang memotong tengah
perisai merupakan jalur yang terperangkap di antara perisai-perisai tua yang
bertetangga. Dengan demikian, benua terkratonkan yang berukuran besar
terbentuk oleh tumbukan, akrasi dan amalgamasi benua-benua yang berukuran
lebih kecil. Rangkaian pegunungan (kordilera) tua mencirikan sutura propinsi
(jalur) orogenesa purba, dalam benua-benua yang telah bergabung tersebut.

Hasil-hasil pentarihan umur batuan basemen pra-Kambrium menunjukkan bahwa


perkembangan dan pertumbuhan benua merupakan proses-proses yang episodic
(Gb. 6.6.). Hasil pentarihan memperlihatkan variasi puncak-puncak grafik yang
mencirikan adanya periode masa pertumbuhan benua. Perkembangan,
pertambahan dan pertumbuhan benua paling awal terjadi pada masa antara 3800
dan 3500 juta tahun yang lalu. Tampaknya proses ini hanya membentuk kurang
dari 10% dari kerak benua yang ada sekarang ini. Sekitar 60% kerak benua
terbentuk pada fase kedua yang sangat kuat, sekitar 2900-2600 juta tahun yang
lalu. Kerak benua yang terbentuk hingga fase kedua ini merupakan jenis Perisai
Archean yang telah dijelaskan sebelumnya.

Episode pertumbuhan benua berikutnya, antara 1900-1700 juta tahun yang lalu
dan antara 1100-900 juta tahun yang lalu, di mana kerak bumi yang terbentuk
pada umumnya meruoakan jenis orogenesa berupa jalur-jalur yang memanjang
(linier). Pembentukan dan pertumbuhan benua termuda mulai sekitar 600 juta
tahun yang lalu, dan oleh karena itu tidak diikutkan dalam grapik pra-Kambrium.

Gambaran yang lebih rinci tentang pergerakan dan pertumbuhan benua telah
dikompilasi untuk kurun waktu Fanerozoikum. Hal ini dilakukan dengan
menyimak pergerakan benua sepanjang periode Fanerozoikum dan
menghubungkan pembentukan pegunungan dengan laju pergerakan benua dan
tumbukan antara benua-benua. Upaya menelusuri posisi benua pada berbagai titik
dalam sejarah geologi dilakukan sebagian dengan menentukan posisi dari kutub
utara dan kutub selatan di dalam contoh batuan yang termagnetkan dengan umur
yang jelas dab mendudukannya kembali agar cocok dengan medan magnetik bumi
sekarang ini. Cara ini sangat memungkinkan bagi periode Fanerozoikum seiring
dengan hampir semua benua ditutupi oleh endapan yang relatif tidak terganggu
dan berumur lebih muda dari pra-Kambrium.

Pergerkan benua yang lebih muda lagi, kurang dari 200 juta tahun lalu dapat
disimak kembali lebih seksama dengan mempelajari pola anomali magnetik dasar
samudera. Memadankan tanda-tanda yang khas, seperti yang dijelaskan pada Bab
3 sebelumnya merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan reposisi
benua-benua yang ada sekarang ini.
PALEOGEOGRAFI GLOBAL

Rekonstruksi paleogeografi benua-benua yang ada di seputar bumi yang sekaligus


menunjukkan gambaran skematik pergerakan benua sejak Kambrium hingga
sekarang, dapat dijelaskan sebagai berikut (Gb.6.7)

Pada periode Kambrium terdapat lima benua, yakni Amerika Utara, Europa,
Siberia, China, dan super-benua Gondwanaland di belahan selatan bumi. Pada
periode Ordovisian Eropa dan Amerika Utara saling bertumbukan dan
membentuk Euramerica, dengan tektonik sutura yang dicirikan oleh rangkaian
pegunungan Caledonide.

Rangkaian pegunungan Sayan, Yablonovy, dan Stanovay terbentuk pada benua


Siberia bertumbukan dengan benua China yang kemudian membentuk benua Asia
pada periode Siluro-Devon. Pada masa ini juga benua Asia dan benua Europa
mulai bertumbukan dan membentuk pegunungan Uralide dan orogenesa ini
berlanjut hingga Perm, yang kemudian membentuk super-benua Laurasia
dibelahan utara bumi.

Pada periode Karbon, Europa dan Amerika Serikat berada pada lajur tropis dan
ditutupi oleh rawa-rawa yang sangat luas dengan endapan batubara yang besar.

Sementara itu, pada periode yang sama (Karbon), super-benua Gondwanaland


berada di kawasan Kutub Selatan dan mengalami proses pengesan yang sangat
kuat. Menjelang akhir periode Karbon benua Gondwanaland bergerak ke arah
utara dan kemudian bertumbukan dengan benua Laurasia dan membentuk
rangkaian pegunungan Hercynide. Hasil dari pergerakan dan tumbukan benua ini
mengakibatkan semua benua di muka bumi terpatri menjadi satu super-benua
yang dinamakan Pangea.

Pecahnya super-benua Pangea mulai sekitar 200 juta tahun lalu atau periode Trias.
Menjelang akhir periode ini, terjadi pemisahan kembali antara benua Laurasia dan
benua Gondwanaland. Benua Gondwanaland mulai terberai dan pecah menjadi
benua-benua di belahan selatan bumi yang kita kenal sekarang ini.

Amerika Selatan terpisah dari Afrika pada akhir Kapur. Sementara itu, Afrika
termasuk Italia dan Arab terputar berlawanan dengan jarum jam pada lintasan
tumbukan Eropa. Tumbukan ini berlangsung hingga Tersier dan membentuk
rangkaian pegunungan membentang dan memotong belahan selatan Europa dan
dikenal sebagai Oroggenesa Alpin (Alpine Orogency). Pembentukan pegunungan
ini membentang lebih jauh ke timur pada saat anak benua India bertumbukan
dengan Asia Tengah dan Selatan, kemudian membentuk anak benua India
Pegunungan Himalaya.

Peta-peta paleogeografy tersebut memperlihatkan kedudukan benua-benua seperti


yang ada saat ini dan melokasi kembali benua-benua pada berbagai posisi di
dalam kurun waktu tertentu berdasarkan data magnetic purba dan data lainnya.
Perlu dicatat, bahwa selaras dengan pembentukan benua oleh proses pergerkan
dinamis bumi, tumbukan, akrasi, amalgamsi, pertambahan dan pertumbuhan
benua ternyata ada kekurang-jelasan pada beberapa kawasan yang terlihat dalam
peta-peta terdahulu. Hal ini memungkinkan disebabkan kawasan-kawasan tersebut
belum terbentuk pada periode yang digambarkan. Akan tetapi peta ini menyajikan
acuan yang cukup baik bagi mereka yang mempelajari geologi. Gamabaran yang
lebih akurat tentang pembentukan benua dapat diperoleh dengan melakukan studi
dan penelitian rinci secara setempat.

PALEOGEOGRAFI DAN EVOLUSI TEKTONIK INDONESIA


Perihal vusualisasi Kepulauan Indonesia pada periode Kambium, Ordovisium,
Silur, Devon, Karbon dan Perm pada gambar 6.7 hanyalah merupakan gambaran
fisiografi dan lokasi kepulauan tersebut kelak (future), pada kala Neogen hingga
saat sekarang ini. Dengan demikian, paleogeografi global pada periode- periode
tersebut tidaklah termasuk kawasan kepulauan Indonesia.
Berdasarkan data dan informasi geologi dan geofisika dan kebumian lainnya,
yang penulis peroleh dalam mempersiapkan dan kompilasi peta Geoyektonik
Indonesia, dalam rangka kerjasama Working Group on the Geotectonic Map
Project (WGGMP) of east and Southeast Asia, yang dikoordinasikan oleh CCOP
pada 1988-1996, maka paleogeografi dan evolusi tektonik Kepulauan Indonesia
secara garis besarnya dapat direkontruksikan sebagai berikut (Gb. 6.8).
Pada penghujung Perm-Awal Trias, ‘anak benua’ (penggalan benua) SIBUMASU
(Siam-Burma-Malaysia-Sumatera) terberai dan terpisah dari super-benua
Gondwana dan kemudian pada Trias Tengah bertumbukan dengan ‘anak benua’
(keratan benua) China Selatan-Indochina (termasuk mintakat Bangka-Belitung)
yang terberai dan terpisah lebih dulu dari super benua Gondwana. Tumbukan
antara dua ‘anak benua’ berlangsung di selatan katulistiwa bersamaan dengan
membukanya samudera Meso-Tetis. Pada akhir Trias gabungan ‘anak benua’
Sibumasu-Indochina bergerak ke utara katulistiwa, dikawasan sekitar 200 LU dan
bertumbukan dengan ‘anak benua’ dengan Sibumasu-Indochina. Tunjaman ini
mengakibatkan terbentuknya jalur timah (thin belt) di Asia Tenggara, di
sepanjang kawasan Indonesia-Malaysia-Thailand. Pada waktu itu kawasan
samudera Meso-Tetis (cikal bakal Samudera Pasifik). Bahkan Irian Jaya (Papua)
dan Papua New Guinea bersama benua Australia masih berada di kejauhan di
selatan tenggara.
Pada periode awal Jura, penggalan benua Woyla bertumbukan dengan pinggiran
barat Sibumasu dan kemudian bergabung menjadi cikal bakal ‘anak benua’ Asia
Tenggara. Pada periode Jura Tengah-Awal Kapur di pinggiran selatan, tenggara
dan timur Sibumasu terjadi tumpuan tektonik dengan lajur tunjaman agak
melingkar (konsentrik). Busur gunungapi hasil tunjaman ini dan sedimen
penggiran benua terdeformasi dan membentuk

Jalur orogenesa yang kemudian teraksi dan bergabung (amalgamasi) dengan


gabungan ‘anak benua’ Sibumasu-Indochina-Woyla menjadi ‘anak benua’ Asia
Tenggara. Anak benua ini bergerak kearah selatan ke kawasan katulistiwa.

Sementara itu, di belahan selatan katulistiwa, di pinggiran utara Benua Australia


di sekitar kawasan tengah Papua memberai. Keratan benua ini menjadi sumber
benua-benua mikro, yang pada Neogen teralihtempatkan ke kawasan Laut Banda.

Pada periode Kapur Tengah-Akhir, ‘anak benua’ Asia Tenggara di sekitar


katulistiwa mengalami penumpuan tektonik ganda. Lempeng Samudera Pasifik
menunjam di bawah pinggiran timur-tenggara dan kerak samudera Ceno-Tetis
(cikal bakal Samudera Hindia) menunjam di bawah pinggiran selatan-baratdaya
anak benua Asia Tenggara. Di penghujung Kapur, jalur orogenesa hasil kedua
tunjaman tektonik tersebut teraksi dan beramalgamsi dengan ujung teggara anak
benua Asia Tenggara dan membentuk ‘anak benua’ daratan Sunda. Sementara itu,
di belahan selatan katulistiwa,pinggiran utara Benua Australia mulai memberai.
Keratan-keratan benua ini menjadi sember benua-benua mikro yang kelak pada
Neogen teralih tempatkan ke kawasan Laut Banda. Bersamaan dengan beraiaran
tektonik ini, di kawasan perairan pinggiran utara Benua Australia, kerak samudera
Ceno-Tetis bertumbukan dengan pinggiran barat Samudera pasifik dan
membentuk busur kepulauan Paleogen di pinggiran selatan yang sekarang
menjadi Laut Carolina dan Laut Pilipina.

Pada awal Tersier di kawasan barat Indonesia, lajur tunjaman berpindah (migrasi)
ke arah laut, membusur dari barat Sumatera ke selatan Jawa bagian barat dan
tengah higga lempeng Samudera Hidia menunjam di bawah pinggiran ‘anak
benua’ Daratan Sunda. Busur gunungapi Oligo-Miosen hasil tunjaman ini ditandai
oleh ‘old Andesit’-nya Bemmelen (1994) yang terdapat di berbagai tempat di
Sumatera, di Selatan Jawa Baratt dan Tengah, bagian timur Kalimantan dan
bagian barat Sulawesi.

Dalam waktu yang bersamaan, di kawasan timur Indonesia pinggiran utara Benua
Australia bertumbukan dengan busur kepulauan Paleosen di pinggir selatan Laut
Carolina dan Laut pilipina. Tumbukan ini mengakibatkan sebagian dari busur
kepulauan tersesarkan dan teraksi di kawasan utara Papua New Guinea,
Sementara itu, keratan-keratan benua yang memberai sedang teralih tempatkan
dan bergerak kea rah barat-bartalaut terbawa oleh Sesar Sorong yang bergerak
transtensional mengiri menuju Laut Banda.

Pada kala Neogen terjadi orogenesa yang katastrofik di seluruh kawasan


Indonesia. Orogenesa Neogen ini dipicu oleh terjadinya tumpuan tektonik
bercabang tiga (triple junction plate convergence) akibat interaksi tiga lempeng
bumi yang bergerak saling menumpu. Yakni, Lampeng Laut Piliphina dan Laut
Carolina yang bergerak kearah barat-baratlaut dengan kecepatan 11 cm/tahun.
Lempeng Indo-Australia yang bergerak (8cm/thn) kea rah utara dan lempeng
Benua Eurasia yang hamper statis atau bergerak sangat lambar ke arah selatan-
tenggara dengan kecepatan 0.4 cm/thn.

Di kawasan barat Indonesia, lajur tunjaman Eosen berakhir. Lajur tunjaman baru
pada Neogen migrasi kea rah laut, di sepanjang Palung Jawa yang membentang
dari barat Sumatera ke selatan jawa dan Nusatenggara. Di lajur tunjaman ini
lempeng Smudera Hindia menunjam di bawah pinggiran selatan-tenggara ‘anak
benua’ Daratan Sunda. Tunjaman tektonik Neogen ini menghasilkan busur
gunung api yang memanjang dari barat sumatera ke selatan jawa dan
Nusatenggara dan sekaligus membentuk sistem busur-palung (arc-trench system)
yang hampir sejajar. Lajur tunjaman ini terus aktif atau teraktifkan hingga saat
sekarang. Di Jawa tumpuan tektonik ini tergolong tunjaman normal (normal
subduction), sedangkan di Sumatera tergolong tunjaman miring (oblique
subduction). Tunjaman tektonik Neogen ini memicu terjadinya Oregenesa Sunda
dan pensesaran di belakang busur di Jawad an Nusatenggara dan Oregenesa
Barisan dengan pergerakan transpresional mengan Sesar Sumatea di Sumatera.

Sementara, di ujung timur Indonesia, pinggiran utara Benua Australia


bertumbukan dengan Laut Carolina, diikuti kegiatan tektonik kulit tipis (thin
skinned tectonics) di sepanjang Papua. Dalam waktu bersamaan bagian pinggiran
utara-baratlaut Benua Australia bertumbukan dengan segmen selatan busur
kepulauan Banda Luar. Lajur tumbukan sepanjang Palung Timor bersambung
denagn jalur tunjaman Sunda di perairan di selatan Sumba.

Pada kala Neogen benua-benua mikro bertumbukan dengan busur kepulauan dan
jalur ofiolit di pinggiran selatan tenggara ‘anak benua’ Daratan Sunda. Sementara
di bagian utara Indonesia Tengah, terjadi tumbukan ganda busur kepulauan di
kawasan utara Laut Maluku dan kerak samudera Laut Sulawesi menunjam di
sepanjang palung Sulawesi Utara, di bawah lengan utara Sulawesi, yang
merupakan pinggiran timurlaut ‘anak muda’ Daratan Sunda.

Sangat berbeda dengan Oregenesa Neogene di kawasan lain di Indonesia, yang


dikuasai oleh tektonik konvergen, oregenesa Neogene di Kalimantan dipicu oleh
beraian tektonik bercabang tiga (triple junction plate divergence). Lajur beraian
tektonik sepanjang sutura Lupar-Paternoster yang berarah hampir barat-timur dan
dari tengah Kalimantan bercabang ke arah timurlaut hinggah Sabah. Berain
tektonik ini dicirikan oleh pusat-pusat panas (hot spots), dalam bentuk erupsi
celah (fissure eruption) gunung api dan lelehan lava bersusunan kaliuman hingga
ultra-potasik. Beraian tektonik ini dipercaya berkait erat dengan kegiatan
pembubungan panas mantel (mantle plumes) bumi dibawah kerak bumi
Kalimantan. Beraian tektonik serupa terjadi juga di kawasan selatan Papua yang
menimbulkan terjadinya erupsi gunung api celah dan lelehan lava kaliuman
hingga ultra-potasik di kawasan ini.

Berbagai jenis dan pola kegiatan tektonik yang memicu Oregenesa Neogen
diberbagai kawasan di Indonesia pada umumnya terus aktif atau teraktifkan
kembali hingga saat sekarang ini. Kegiatan tektonik tersebut menyebabkan
Kepulauan Indonesia menjadi salah satu kawasan yang tergolong pinggiran
lempeng paling aktif di seputar bumi ini. Namun demikian, berdasarkan data
seismotektonik tahun-tahun terakhir ini, beberapa kawasan, termasuk lajur
tumbukan di sepanjang Palung Timor, Palung Sulawesi Utara dan Palung New
Guinea, menunjukkan kegiatan tektonik yang cenderung melemah ataupun
berhenti untuk sementara.

### Semua Gambar dapat dolihat dari buku sumber yang ada di daftar pustaka.

Daftar Pustaka

Hamilton, Warren. 1979. Tectonics of the Indonesian Region. Washington:


Geological Survey Profesional Paper 1078. 345 p.

Simandjuntak, T. O. 2004. Tektonika. Bandung : P3G. 216 h.

Anda mungkin juga menyukai