PEMBENTUKAN BENUA
PENDAHULUAN
Kerak benua dicirikan oleh batuan dasar atau basemen yang dibentu oleh sebagian
besar batuan plutonik granit dan sejenisnya dan malihan yang relative ringan,
dengan berat jenis rata-rata 2,85 gram/cc dan sangat tebal berkisar antara 30-8-
km. umur kerak benua yang telah diketahui sekitar 3800 juta tahun.
Pembentukan kerak bumi dipicu oleh tunjaman lempeng bumi dan biasanya
lempeng samudera di bawah lempeng bumi yang lain. Lempeng bumi yang
menunjam dan masuk ke Lajur Benioff di mantel bumi, karena suhu dan tekanan
yang tinggi akan berubah total baik pisik maupun komposisinya. Bahkan sebagian
besar akan melebur menjadi magma baru. Sebagian dari magma akan naik keatas
dan membentuk busur gunung api. Sisa magma akan membeku menjadi batolit
granit dan sejenisnya dan membentuk kerak benua.
Batuan sedimen yang lebih muda umurnya akan lebih gampang dicermati karena
kurang terganggu dan mengandung fosil yang lebih lengkap dai batuan tua.
Batuan muda ini dapat dipelajari lebih rinci dan dapat diperikan serta dibagi
menjadi lebih lengkap dari batuan tua. Dengan demikian pembagian kolom
stragtigrafi Tersier dan Resen akan memperlihatkan kurun waktu yang lebih
singkat dari kolom yang lebih tua.
Karena sebagian besar kerak benua dibentuk oleh batuan berumur pra-Kambrium
dengan fosil yang jarang serta telah terlipat dan tersesarkan kuat, maka batuan ini
sangat sulit dibedakan dan dibagi – bagi seperti pembagian pada batuan
Fenerozoikum. Umumnya kerak benua ditutupi oleh batuan Fenerozoikum.
Karena itu hampir semuanya penelitian geologi diarakan pada batuan
Fenerozoikum ini.
Dalam keadaan tertentu, tidak adanya fosil dan struktur yang kompleks misalnya,
dimana penentuan umur relative tidak mungkin dilakukan, maka diperlukan
penentuan umur yang absolut (absolutedating). Dalam hal ini, penentuan umur
batuan dilaukan dengan metode kwantitatif analisis atom (nuklir) mineral
radioaktif yang terkandung di dalam batuan. Inti atau atom radioaktif mengalami
proses pemecahan yang disebut pemecahan atom radioaktif ( radioactive decay).
Sebagian contoh Uranium 238 akan pecah dan membentuk Pb 206. Dalam hal U
238 disebut induk atom (parent nuclide) dan Pb206 disebut anak atom (daughter
nuclide). Waktu yang diperlakukan untuk mengubah setengah dari jumlah atom
induk menjadi anak atom disebut umur parohan ( half life) dari pemecahan atom
tersebut. Setiap pemecahan atom akan memiliki parohan umur tersendiri. Jumlah
induk atom yang ditransform menjadi anak atom per satuan waktu disebut
konstanta pemecahan atom (decay constant, λ).
Bilamana, paroh umur, konstanta pemecah atom diketahui dam kadar (ratio)
induk/anak atom dalam contoh batuan dapat diukur dengan spectrometer, maka
umur absolut batuan akan diperoleh. Dalam hubungan ini ada beberapa
persyaratan yang diperlukan, yakni i) perincian dapat dibuat untuk setiap
penambahan anak atom yang memang terdapat sejak awal dalam contoh batuan,
ii) dalam waktu relative singkat sesaat setelah anak atom terbentuk, contoh batuan
akan dalam sistem tertutup , iii) bahwa system akan selalu tertutup hingga waktu
pelaksanaan analisis. Sistem tertutup merupakan kondisi contoh batuan tertentu,
yang tidak memungkinkan untuk menambah ataupun kehilangan induk atom
ataupun anak atom, kecuali dalam reaksi pembelahan atom yang actual.
Umur mineral-mineral yang memenuhi persyaratan tersebut akan dapat dianalisis.
Termasuk mineral yang terkandung dalam batuan beku yang berasal dari
pembentukan magma, terbentuk pada pemalihan tertentu ataupun sesaat setelah
pengendapan batuan sedimen. System tersebut dapat terbuka kembali pada
pemalihan yang terjadi kemudian. Dalam hal ini umur yang terdeteksi merupakan
umur pemalihan akhir bukannya umur pembentukan batuan.
Ada lima jenis reaksi pembelahan atom yang dapat digunakan dalam analyses.
Pada umumnya kawasan jantung benua dibentuk oleh runtunan batuan beku dan
malihan yang massif, padat dan keras. Runtunan batuan yang berumur pra-
Kambrium ini dikenal sebagai perisai (shields) atau kraton ( cratons). Batuan ini
pada umumnya merupakan fundasi dari batuan yang jauh lebih muda
(fanerozoikum) yang menutupinya. Oleh karena itu sering juga disebut sebagai
anjungan (platforms) atau dasar/alas (basements). Batuan Fanerozoikum yang
menutupi batuan dasar dan relative tidak terganggu terdapat dikawasan yang luas.
Disamping terdapat batuan Fanerozoikum yang terlipat dan tersesarkan kuat,
berupa pegunungan lipatan dansesar di pinggiran anjungan atau diantara
anjungan.
Ada dua alur pemikiran tentang asal usul kerak benua, yakni
Proses alamiah atau tektonik yang diusulkan oleh pakar-pakar kebumian dalam
pembentukan kerak benua diperlihatkan dalam penampang tektonik di gambar 6.4
(lihat buku Tektonika). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa lempeng
bumi yang menukik dan menunjam ke bawah lempeng bumi yang lain, masuk
kedalam mantel bumi akan mulai melebur. Yang perta melebur adalah mineral-
mineral yang memiliki titik lebur paing rendah. Titik lebur akan menjadi lebih
rendah lagi, Karena terdapatnya air yang berasal dari batuan sedimen basah yang
ikut tertunjamkan. Disamping itu, mineral-mineral dengan berat jenis paling
rendah juga akan melebur pertama kali.
Pada saat keratan kerak bumi melebur sebagian di dalam mantel bumi, mineral-
mineral yang belum lebur akan tersaring dari material yang lebih berat dan
kemudian naik ke atas dan terpisah oleh proses diapiric magma. Sementara itu,
keratan kerak bumi yang tersisa dengan berat jenis yang jauh lebih tinggi, akan
terus menunjam lebih kebawah lagi dalam mantel bumi. Bagian yang tersisa ini
tidak lagi mengandung mineral silikat dan merupakan batuan ultrabasa.Proses
tersebut dikenal sebagai pemisahan akibat peleburan bagian tertentu (fractional
melting differentiations).
Proses diapir magma, menyebabkan bagian magma dengan berat jenis yang kecil
akan terus bergerak naik dan menempatkan diri di bagian bawah lempeng yang
menunggangi (overidding plate). Setelah mendingin, magma akan membeku dan
menjadi bagian integral dari kerak benua. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa
kerak benua terbentuk di kawasan di atas lajur tunjam (Lajur Benioff).
Batuan di Perisai Archean dicirikan oleh propinsi geologi yang berbentuk alur-
alur berputar atau melingkar dan bukan linear. Dengan struktur yang jelas
berbentuk landasan yang luas dan terdiri dari batuan greestone, yang ditutupi oleh
batuan genes yang sangat luas dan diintrusi oleh granit dan granodiorite. Batuan
genes, granit dan granodiorite di Archean Shields sangat mirip dengan intrusi
batolit yang terbentuk diatas jalur tunjaman di pinggiran benua, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Jalur greestone dibentuk oleh batuan sedimen termalihkan
dan batuan gunungapi termalihkan. Kimia batuan vulkanik menunjukkan transisi
antara andesit busur kepulauan dan basalt toleitik punggungantengah samudera
(Heather,1986). Berdasarkan hal tersebut, jalur greenstone diperkirakan sebagai
representasi dari sisa cekungan dibelakang busur, sedangkan lava andesit
dihasilkan oleh busur kepulauan gunugapi.
Diawali dengan episode pertama, yang ditandai oleh tunjaman antar lempeng
samudera yang mengakibatkan terbentuknya busur gunung api dan cekungan
belakang busur dengan akumulasi batuan sediment (1) dan lelehan lava didasar
cekungan (Gb.6.5a). Tumpuan tektonik berlanjut, sementara lajur tunjaman
melemah atau berhenti yang menyebabkan busur kepuluan bergunungapi
bertumbukan dengan cekungan belakang besar. Lajur tumbukan tertekan kuat,
tergencet dan terdeformasi diikuti intrusi plutonik granit dan sejenis dan kemudian
membentuk jalur orogenesa generasi pertama (Gb. 6.5b).
Pada episode kedua, lajur tunjaman migrasi ke arah laut dan diikuti oleh
pembentukan busur gunungapi dan cekungan belakang busur generasi kedua (2),
dengan endapan sedimen yang sangat Tebal (Gb. 6.5c). Kegiatan tumpuan
tektonik menerus, sementara lajur tunjaman berhenti atau mati, yang
mengakibatkan busur gunungapi generasi kedua bertumbukan dengan cekungan
belakang busur generasi kedua. Lajur tumbukan tertekan kuat dan tergencet,
mengakibatkan batuan sedimen di cekungan belakang busur terlipat, tersesarkan
dan terdeformasi, kemudian diikuti intrusi granit dan granodiorite dan akhirnya
membentuk jalur orogenesa generasi kedua (Gb.6.5d). Sementara itu, dalam
waktu bersamaan, tumpuan tektonik ini menyebabkan jalur orogenesa generasi
pertama terakrasi dan bergabung atau beramalgamasi dengan kerak benua.
Pada episode selanjutnya, jalur jalur tunjaman migrasi kea rah laut yang kemudian
diikuti oleh pembentukan busur gunungapi dan cekungan belakang busur generasi
ketiga (3) dan siklus berulang kembali.
Tumpuan tektonik episode kedua ditandai oleh lajur tunjaman berpindah (migrasi)
kearah laut yang kemudian diikuti pembentukan busur gunungapi generasi kedua.
Sistem busur gunungapi-palung generasi kedua terbentuk, sementara itu system
busur-palung generasi pertama bersama kegiatan intrusi plutonik mengalami
orogenesa yang menghasilkan pegunungan lipatan dan sesar (kordilera). Akrasi
jalur orogenesa ini menyebabkan pertambahan dan pertumbuhan kerak benua
Perisai Archean.
Propinsi-propinsi geologi yang lebih muda dari 2000 juta tahun agak cenderung
berbentuk liner atau memanjang dan menutupi kawasan perisai yang lebih tua.
Struktur tersebut menunjukkan bahwa propinsi-propinsi geologi ini merupakan
sisa erosi dari akar pegunungan (kordilera) tua yang terbentuk di dalam lajur
tumbukan dengan paerisai yang lebih tua. Dengan demikian kawasan ini dapat
digolongkan sebagai jalur orogenesa (orogenic belts).
i) kerak benua tua yang tererosi dan dengan pengendapan sedimen dalam
geosinklin dipinggiran benua
ii) terbentuknya kerak benua baru oleh pemisahan Karena peleburan bagian
tertentu secara bertahap (fractional melting differentiation) di lajur tunjaman
(lajur Benioff). Dengan demikian pembentukan struktur dari kerak benua
tertua dapat dijelaskan dengan tektonik lempeng.
Episode pertumbuhan benua berikutnya, antara 1900-1700 juta tahun yang lalu
dan antara 1100-900 juta tahun yang lalu, di mana kerak bumi yang terbentuk
pada umumnya meruoakan jenis orogenesa berupa jalur-jalur yang memanjang
(linier). Pembentukan dan pertumbuhan benua termuda mulai sekitar 600 juta
tahun yang lalu, dan oleh karena itu tidak diikutkan dalam grapik pra-Kambrium.
Gambaran yang lebih rinci tentang pergerakan dan pertumbuhan benua telah
dikompilasi untuk kurun waktu Fanerozoikum. Hal ini dilakukan dengan
menyimak pergerakan benua sepanjang periode Fanerozoikum dan
menghubungkan pembentukan pegunungan dengan laju pergerakan benua dan
tumbukan antara benua-benua. Upaya menelusuri posisi benua pada berbagai titik
dalam sejarah geologi dilakukan sebagian dengan menentukan posisi dari kutub
utara dan kutub selatan di dalam contoh batuan yang termagnetkan dengan umur
yang jelas dab mendudukannya kembali agar cocok dengan medan magnetik bumi
sekarang ini. Cara ini sangat memungkinkan bagi periode Fanerozoikum seiring
dengan hampir semua benua ditutupi oleh endapan yang relatif tidak terganggu
dan berumur lebih muda dari pra-Kambrium.
Pergerkan benua yang lebih muda lagi, kurang dari 200 juta tahun lalu dapat
disimak kembali lebih seksama dengan mempelajari pola anomali magnetik dasar
samudera. Memadankan tanda-tanda yang khas, seperti yang dijelaskan pada Bab
3 sebelumnya merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan reposisi
benua-benua yang ada sekarang ini.
PALEOGEOGRAFI GLOBAL
Pada periode Kambrium terdapat lima benua, yakni Amerika Utara, Europa,
Siberia, China, dan super-benua Gondwanaland di belahan selatan bumi. Pada
periode Ordovisian Eropa dan Amerika Utara saling bertumbukan dan
membentuk Euramerica, dengan tektonik sutura yang dicirikan oleh rangkaian
pegunungan Caledonide.
Pada periode Karbon, Europa dan Amerika Serikat berada pada lajur tropis dan
ditutupi oleh rawa-rawa yang sangat luas dengan endapan batubara yang besar.
Pecahnya super-benua Pangea mulai sekitar 200 juta tahun lalu atau periode Trias.
Menjelang akhir periode ini, terjadi pemisahan kembali antara benua Laurasia dan
benua Gondwanaland. Benua Gondwanaland mulai terberai dan pecah menjadi
benua-benua di belahan selatan bumi yang kita kenal sekarang ini.
Amerika Selatan terpisah dari Afrika pada akhir Kapur. Sementara itu, Afrika
termasuk Italia dan Arab terputar berlawanan dengan jarum jam pada lintasan
tumbukan Eropa. Tumbukan ini berlangsung hingga Tersier dan membentuk
rangkaian pegunungan membentang dan memotong belahan selatan Europa dan
dikenal sebagai Oroggenesa Alpin (Alpine Orogency). Pembentukan pegunungan
ini membentang lebih jauh ke timur pada saat anak benua India bertumbukan
dengan Asia Tengah dan Selatan, kemudian membentuk anak benua India
Pegunungan Himalaya.
Pada awal Tersier di kawasan barat Indonesia, lajur tunjaman berpindah (migrasi)
ke arah laut, membusur dari barat Sumatera ke selatan Jawa bagian barat dan
tengah higga lempeng Samudera Hidia menunjam di bawah pinggiran ‘anak
benua’ Daratan Sunda. Busur gunungapi Oligo-Miosen hasil tunjaman ini ditandai
oleh ‘old Andesit’-nya Bemmelen (1994) yang terdapat di berbagai tempat di
Sumatera, di Selatan Jawa Baratt dan Tengah, bagian timur Kalimantan dan
bagian barat Sulawesi.
Dalam waktu yang bersamaan, di kawasan timur Indonesia pinggiran utara Benua
Australia bertumbukan dengan busur kepulauan Paleosen di pinggir selatan Laut
Carolina dan Laut pilipina. Tumbukan ini mengakibatkan sebagian dari busur
kepulauan tersesarkan dan teraksi di kawasan utara Papua New Guinea,
Sementara itu, keratan-keratan benua yang memberai sedang teralih tempatkan
dan bergerak kea rah barat-bartalaut terbawa oleh Sesar Sorong yang bergerak
transtensional mengiri menuju Laut Banda.
Di kawasan barat Indonesia, lajur tunjaman Eosen berakhir. Lajur tunjaman baru
pada Neogen migrasi kea rah laut, di sepanjang Palung Jawa yang membentang
dari barat Sumatera ke selatan jawa dan Nusatenggara. Di lajur tunjaman ini
lempeng Smudera Hindia menunjam di bawah pinggiran selatan-tenggara ‘anak
benua’ Daratan Sunda. Tunjaman tektonik Neogen ini menghasilkan busur
gunung api yang memanjang dari barat sumatera ke selatan jawa dan
Nusatenggara dan sekaligus membentuk sistem busur-palung (arc-trench system)
yang hampir sejajar. Lajur tunjaman ini terus aktif atau teraktifkan hingga saat
sekarang. Di Jawa tumpuan tektonik ini tergolong tunjaman normal (normal
subduction), sedangkan di Sumatera tergolong tunjaman miring (oblique
subduction). Tunjaman tektonik Neogen ini memicu terjadinya Oregenesa Sunda
dan pensesaran di belakang busur di Jawad an Nusatenggara dan Oregenesa
Barisan dengan pergerakan transpresional mengan Sesar Sumatea di Sumatera.
Pada kala Neogen benua-benua mikro bertumbukan dengan busur kepulauan dan
jalur ofiolit di pinggiran selatan tenggara ‘anak benua’ Daratan Sunda. Sementara
di bagian utara Indonesia Tengah, terjadi tumbukan ganda busur kepulauan di
kawasan utara Laut Maluku dan kerak samudera Laut Sulawesi menunjam di
sepanjang palung Sulawesi Utara, di bawah lengan utara Sulawesi, yang
merupakan pinggiran timurlaut ‘anak muda’ Daratan Sunda.
Berbagai jenis dan pola kegiatan tektonik yang memicu Oregenesa Neogen
diberbagai kawasan di Indonesia pada umumnya terus aktif atau teraktifkan
kembali hingga saat sekarang ini. Kegiatan tektonik tersebut menyebabkan
Kepulauan Indonesia menjadi salah satu kawasan yang tergolong pinggiran
lempeng paling aktif di seputar bumi ini. Namun demikian, berdasarkan data
seismotektonik tahun-tahun terakhir ini, beberapa kawasan, termasuk lajur
tumbukan di sepanjang Palung Timor, Palung Sulawesi Utara dan Palung New
Guinea, menunjukkan kegiatan tektonik yang cenderung melemah ataupun
berhenti untuk sementara.
### Semua Gambar dapat dolihat dari buku sumber yang ada di daftar pustaka.
Daftar Pustaka