Anda di halaman 1dari 18

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN LABIRINITIS

A. DEFINISI
Labirinitis adalah sebuah inflamasi pada labirin yang terletak pada telinga
sebelah dalam. Salah stau dari fungsi telinga dalam adalah untuk mengatur
keseimbangan, bila fungsi ini terganggu secara klinis akan terjadi gengguan
keseimbangan dan pendengaran yang menghilang secara tiba-tiba dan dapat mengenai
satu telinga atau keduanya. Etiologi labirinitis kebanyakan disebabkan oleh infeksi
bakteri dan virus, labirinitis yang disebabkan oleh autoimun menyebabkan proses
iskemia pada pertumbuhan darah yang bisa mengakibatkan difusi yang menyerupai
labirinitis akut.
Labirinitis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi intratemporal dari
radang telinga tengah, penderita otitis medis kronik yang kemudian tiba-tiba
mendapat serangan vertigo, muntah dan kehilangan pendengaran harus waspada
terhadap timbulnya labirinitis supuratif. Bakteri masuk kedalam labirin melalui
kanalikuli di dalam tulang, hematogen atau limfogen. Bila mengenai seluruh labirin
disebut labirinitis lokal dengan gejala vertigo berat dan tuli.

B. ETIOLOGI
Secara etiologi labirinitis terjadi karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa.
Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif.
Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa
sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam labirinitis supuratif akut difus dan
labirinitis supuratif kronik difus.
Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel
radang, sedangkan pada labirin supurati dengan invasi sel radang ke labirin., sehingga
terjadi kerusakan yang iereversibel, seperti fibrosa dan osifikasi.
Pada kedua jenis labirinitis tersebut operasi harus esgera dilakukan untuk
menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang – kadang diperlukan juga drenase
nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang
adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik

C. ANATOMI TELINGA DALAM

1
Telinga dalam terdiri dari organ keseimbangan dan organ pendengaran.
Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena
bentuknya yang kompleks. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang
dan labirin membranosa, labirin tulang merupakan susunan ruang yang terdapat dalam
pars petrosa os temporalis ( ruang paralimfatik) dan merupakan salah satu tulang
terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkulasi dan kohlea.
Vestibulum merupakan bagian besar dari labirin dengan ukuran panjang 5mm,
tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Dinding medial menghadap kemeatus akustikus
internus dan ditembus oleh saraf pada dinding medial terdapat dua cekungan yaitu
spherical recess untuk sakulus dan eliptical recess untuk utrikulus, dibawah eliptikal
recess lerdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang menyalurkan duktus
endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar durameter. Dibelakang spherical recess
terdapat alur yang disebut vestibular crest, pada ujung bawah alur ini terpisah untuk
mencakup recessus kohlearis yang membawa serabut saraf kohlea kebasis kohlea.
Serabut saraf untuk urtikulus, kanalis semisirkularis superior dan lateral menembus
dinding tulang pada daerah yang berhubungan dengan N vestibularis pada fundus
meatus akustikus internus. Didinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke
kanalis semisirkulasi dan dinding anterior ada lubang berbentuk elips keskala
vestibulikohlea.

2
Ada tiga buah semisrkulasi yaitu kanalis semisirkulasi superior, posterior dan
lateral yang teletak diatas dan dibalakang vestibulum. Bentuknya seprti dua pertiga
lingkarang dengan panjang yang tidak sama tetapi dengan diameter yang hampir sama
sekitar 0,8 mm. Pada salah satu ujung masing-masing kanalis ini melebar disebut
ampulla yang verisi epitel sensoros vestibular dan terbuka kevestibulum ( Wright A.
2000 )

Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan dan pada masing-
masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis posterior terletak dibawah
dekat vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidak mempunyai ampulla
bertemu dan bersatu membentuk crus communis yang masuk vestibulum pada dinding
posterior bagian tengah. Ujung kanalis lateralis yang tidak memiliki ampulla masuk
vestibulum sedikit sibawah cruss communis.

Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama yaitu
bidang miring ke bawah dan belakang dengan sudut 30 ° terhadap bidang
horizontal bila orang berdiri, kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini
sehingga kanalis superior sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior
telinga kanan demikian pula kanalis superir telinga kiri sejajar dengan superior telinga
kanan

3
Organ corti di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di badian basal dan
melebar sampai 0.5 mm dibagian apeks, berbentuk seperti spiral , beberapa komponen pada
orgen corti adalah sel rambut dalam dan sel rambut luar. Sel-sel rambut tersusun dari 4 baris,
yang terdiri dari 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap trowongan yang
terbentuk oleh pilar-pilar corti, dan sebaris sel rambut dalam yang terletak dibagian medial
trowongan, sel rambut dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut dengan jumlah
12000 berperan dalam merubah hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik menjadi energi
listrik. Persarafan telinga dalam N.Vestibulokohlearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh
bagian kohlear dan vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral
akar N.Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis
dipersarafi oleh N.Kohlearis dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak didasar dari
meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N.Kohlearis

D. FISIOLOGI TELINGA

a. Pendengaran
Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara
tertentu dan menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga mengkonversi energi
gelombang tekanan menjadi impuls syaraf, dan korteks serebri mengkonversi
4
impuls ini menjadi bunyi.Bunyi memiliki frekuensi, amplitude dan bentuk
gelombang. Frekuensi gelombang bunyi adalah kecepatan osilasi gelombang
udara per unit waktu. Telinga manusia dapat menangkap frekuensi yang bervariasi
dari sekitar 20 sampai 18,000 Hertz (Hz).
Satu hertz adalah satu siklus per detik.Amplitudo adalah ukuran energi atau
intensitas fluktuasi tekanan. Gelombang bunyi dengan amplitude yang berbeda
diinterpretasikan sebagai perbedaan dalam kekerasan.Ukuran bunyi dalam decibel
(dB).Gelombang bunyi ditangkap oleh aurikulum dan ditransmisikan ke dalam
meatus aukustikus eksternus kemudian bergerak menuju kanalis akustikus
eksternus ke arah membran timpani.Gelombang bunyi menyebabkan vibrasi
membran timpani. Sifat membrane adalah aperiodis yang tidak memiliki frekuensi
alaminya sendiri tetapi mengambil karakteristik vibrasi yang terjadi.Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membaran timpani
dengan fenestra ovale.Muskulus stapedius dan tensor timpani berkontraksi secara
reflektorik sebagai respons terhadap bunyi yang keras.Kontraksi akan
menyebabkan membran timpani menjadi tegang osikular lebih kaku dan dengan
demikian mengurangi transmisi suara.
Energi getar yang telah diamplifikasikan ini diteruskan ke stapes yang akan
menggerakan fenestra ovale sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak.Getaran mennggerakkan membrana Reissner mendorong endolimfa
sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria.Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
defleksi seterosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermutan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel-sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran(area 39-40) di lobus
temporalis.

b. Keseimbangan
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di
sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ
visual dan proprioseptif. Reseptor keseimbangan terdiri dari macula yaitu reseptor
5
keseimbangan statis yang terdapat di utrikulus dan sakulus manakala krista
ampularis yaitu reseptor keseimbangan dinamis yang terdapat pada kanal
semisrkular, bereaksi terhadap gerakan rotasi pada sumbu bidang.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk
Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion
kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses
depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neurotransmitter eksitator yang
selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak.
Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi
hiperpolarisasi.Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah
energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut.
Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang
sedang berlangsung.

E. KLASIFIKASI

a. Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum


(general ), dengan gejala fertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis
yang terbatas ( labirinitis sirkumskripta ) menyebabkan terjadinya vertigo saja /
tuli saraf saja.
b. Labirinitis terjadinya oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa.
Terdapat dua bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif.
Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa
sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut
difus dan labirinitis supuratif kronik difus.
c. Labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel
radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin,
sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi. Pada
kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan
infeksi dari telinga tengah. Kadang – kadang diperlukan juga drenase nanah dari
labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang

6
adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau
tanpa kolesteatoma.

F. TANDA DAN GEJALA


Gejala yang timbul pada labirinitis lokalisata merupakan hasil dari gangguan
fungsi vestibular dan gangguan koklea yaitu terjadinya vertigo dan kurang
pendengaran derajat ringan hingga menengah secara tiba-tiba. Pada sebagian besar
kasus, gejala ini dapat membaik sendiri sejalan dengan waktu dan kerusakan yang
terjadi juga bersifat reversible.
a. Pada labirinitis difusa (supuratif)
Gejala yang timbul sama seperti gejala pada labirinitis lokalisata tetapi
perjalanan penyakit pada labirinitis difusa berlangsung lebih cepat dan hebat,
didapati gangguan vestibular, vertigo yang hebat, mual dan muntah dengan disertai
nistagmus. Gangguan pendengaran menetap, tipe sensorineural pada penderita ini
tidak dijumpai demam dan tidak ada rasa sakit di telinga. Penderita berbaring
dengan telinga yang sakit ke atas dan menjaga kepala tidak bergerak. Pada
pemeriksaan telinga tampak perforasi membrana timpani.
b. Pada labirinitis viral
Penderita didahului oleh infeksi virus seperti virus influenza, virus mumps,
timbul vertigo, nistagmus kemudian setelah 3-5 hari keluhan ini berkurang dan
penderita normal kembali. Pada labirinitis viral biasanya telinga yang dikenai
unilateral.
Terjadi tuli total disisi yang sakit, vertigo ringan nistagmus spontan biasanya
kea rah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau sampai sisa
labirin yang berfungsi dapat menkompensasinya. Tes kalori tidak menimbulkan
respons disisi yang sakit dan tes fistulapur negatif walaupun dapat fistula.
Labirintitis ditandai oleh awitan mendadak vertigo yang melumpuhkan,
bisanya disertai mual dan muntah, kehilangan pendengaran derajat tertentu, dan
mungkin tinnitus. Episode pertama biasanya serangan mendadak paling berat, yang
biasanya terjadi selama periode beberapa minggu sampai bulan, yang lebih ringan.
Pengobatan untuk labirintitis balterial meliputi terapi antibiotika intravena,
penggantian cairan, dan pemberian supresan vestibuler maupun obat anti muntah.
Pengobatan labirintitis viral adalah sintomatik dengan menggunakan
obatantimuntah dan antivertigo.

G. PATOFISIOLOGI

7
Kira – kira akhir minggu setelah serangan akut telinga dalam hampir
seluruhnya terisi untuk jaringan gramulasi, beberapa area infeksi tetap ada. Jaringan
gramulasi secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan.
Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruangan labirin dalam 6 bulan sampai
beberapa tahun pada 50 % kasus.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Fistula dilabirin dapat diketahui dengan testula, yaitu dengan memberikan
tekanan udara positif ataupun nrgatif ke liang telinga melalui otoskop siesel dengan
corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang
di masukan ke dalam liang telinga. Balon karet di pencet dan udara di dalamnya
akana menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi
masih paten maka akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membrane. Tes fistula
positif akan menimbulkan ristamus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila
fistulanya bisa tertutup oleh jaringan granulasi atau bila labirin sudah mati atau
paresis kanal.
Pemeriksaan radiologik tomografi atau CT Scan yang baik kadang – kadang
dapat memperlihatkan fistula labirin, yang biasanya ditemukan dikanalis
semisirkularis horizontal. Pada fistula labirin / labirintis, operasi harus segera
dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga
dalam dapat pulih kembali. Tindakan bedah harus adekuat untuk mengontrol penyakit
primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai
bersih dan didaerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat / sekeping
tulang / tulang rawan.

I. PENATALAKSANAAN
a. Primer
a) Menghindari paparan alergen
b) Menghindari paparan asap rokok (tidak merokok)
c) Menghindari mengkonsumsi alkohol secara berlebihan
d) Menghindari trauma kepala atau telinga yang menyebabkan kerusakan
pada telinga dalam
e) Hindari makan yang diproses setengah matang
b. Sekunder

8
Terapi lokal harus ditujukan kessetiap infeksi yang mungkin ada,
pemberian antibiotik jika labirinitis disebkan oleh infekasi bakteri, beberapa
antivirus mungkin berguna jika infeksi disebabkan oleh infeksi virus, obat-
obatan antiemetik dan obat penenang membantu mengontrol gejala dan
membantu pasien agar tetap tenang selama serangan vertigo berlangsung,
antihistamin dapat diberikan jika berhubungan dengan alergi, obat yang
menghambat aksi sistem saraf simpatik juga dapat diberikan, individu mungkin
perlu istirahat ditempat tidur selama beberapa hari, cukup minum dan
membatasi sedikit aktivitas fisik yang berat untuk mempertahankan hidrasi dan
mencegah timbulnya keluhan vertigo. Drainase bedah atau eksenterasi labirin
tidak di indikasikan, kecuali suatu fokus di labirin atau daerah perilabirin telah
menjalar atau dicurigsi menyebar ke struktur intrakaranial dan tidak memberi
respons terhadap terapi antibiotika.
c. Tersier
individu perlu istirahat ditempat tidur selama beberapa hari dan
membatasi sedikit aktivitas fisik yang berat untuk mempertahankan hidrasi dan
mencegah timbulnya keluhan vertigo.

J. KOMPLIKASI
a. Kehilangan pendengaran secara permanen, labirinitis yang tidak mendapatkan
pengobatan akan bertambah menjadi buruk dan gejala-gejalanya menjadi menetap
akibat kerusakan permanen pada organ telinga dalam yang mengalami
pembengkakan, pembentukan jaringan ikat sehinngga akan menggangu proses
pendengaran secara keseluruhan.
b. Gangguan keseimbangan, akibat tidak diabati dengan secara tepat dan tuntas
komplikasinya juga dapat mempengaruhi pusat keseimbangan secara permanen,
organ vestibular akan mengalami peradangan hebat dan terus menerus sehingga
akan membentuk jaringan granulasi sehingga menghambat kemampuan koklea
dalam mempertahankan tubuh agar tetap seimbang

9
10
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LABIRINITIS

A. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif

1. Identitas klien

2. Keluhan utama
Klien merasa pendengarannya kurang dan sering pusing. Klien
mengeluh nyeri pada telinga kanan/kiri.

3. Riwayat kesehatan
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah mengalami Riwayat kesehatan masa lalu yang
berhubungan dengan gangguan pendengaran karena benda asing, biasanya
kebiasaan dan kecerobohan membersihkan telinga yang tidak benar atau
klien suka berenang dapat mempengaruhi penyakit ini.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita biasanya mengeluhkan mual dan muntah, kehilangan
pendengaran derajat tertentu, dan mungkin tinnitus. Episode pertama
biasanya serangan mendadak paling berat, yang biasanya terjadi selama
periode beberapa minggu sampai bulan, yang lebih ringan
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit ini tidak diturunkan, melainkan disebabkan oleh virus dan
bakteri.

4. Pola-Pola Kesehatan
a. Pola Nutrisi
Biasanya nafsu makan klien menurun dan pola makan klien di atur.
b. Pola Eliminasi
BAK : Biasanya saat sakit BAK sering karena penambahan cairan melalui
infus. Biasanya warnanya kuning kejernihan dan berbau amis,
kadang berbau obat, klien yg mengonsumsi obat antibiotik biasnya
urinenya berbau obat itu.
BAB : Saat sakit frekuensinya biasnya berkurang,kadang-kadang tidak ada.
Biasanya terjadi defekasi.
c. Pola Istirahat dan Tidur
11
Biasanya klien susah tidur malam. Biasanya klien mengalami kesulitan
tidur karna kondisi penyakitnya.
f. Pola Aktivitas Sehari-hari
Klien hanya istirahat di tempat tidur. Perawatan diri klien berkurang,
hygine klien berkurang.
g. Pola Stress
Biasanya klien sangat teganggu dengan keadaanya sekarang dan klien
snagat memikirkan mengenai penyakitnya.

B. Data Obyektif
1. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan Darah : - c. Suhu : -
b. Nadi : - d. RR : 12x/menit
2. Keadaan Umum : Composmentis
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Kepala :
Amati bentuk kepala apakah ada oedema, dan amati apakah ada kondisi
luka (jahitan).
b. Rambut
Biasanya rambut klien tidak bersih, rontok dan dikepala tidak ada
pembengkakan.
c. Wajah
Biasaya wajah pasien kelihatan pucat karna adanya nyeri.
d. Mata
Biasanya kedua mata klien simetris, reflek cahaya baik, dan konjungtiva
biasanya anemis. Biasanya palpebra klien tdak udema, skelera tdak ikterik,
pupil isokor.

e. Telinga
Biasanya telinga klien terjadi tuli total disisi yang sakit, vertigo ringan
nistagmus spontan biasanya ke arah telinga yang sehat dapat menetap sampai
beberapa bulan atau sampai sisa labirin yang berfungsi dapat
menkompensasinya. Biasanya klien merasakan nyeri dan klien kurang
mendengar respon dari pendengaran.
f. Hidung
Biasanya klien tidak ada mengeluh dengan masalah hidung.
g. Bibir
Biasanya bibir pasien tampak pucat dan kering.
h. Gigi
Biasanya kelengkapan gigi, kondisi gigi klien tampak normal dan biasanya
kebersihan gigi kurang.
i. Lidah
Biasanya tampak normal tidak kotor dan tidak hiperik.
12
j. Leher
Biasanya leher pada klien penyakit labirinitis ini tampak normal saja. Tidak
ada pembesaran kelenjar thyroid dan vena jugularis.
k. Thorak
- Inspeksi
Biasanya bentuk dan kesemetrisan rongga dada tampak normal.
Biasanya klien tampak susah bernafas / mengatur jalannya nafas dada,
frekwensi nafas 12 sampai 20 X permenit, tidak dyspnea.
- Palpasi
Biasanya normal, biasanya dengan menggunakan getaran vocal yang
disebut vocal primitus.
- Perkusi
Biasanya bunyi ketukan pada dinding dada dan bunyi dada normal
jaringan sonor.
- Auskultasi
Biasanya tidak ada terdengar bunyi tambahan pada saat klien
melakukan insipirasi dan ekspirasi.
l. Abdomen
- Inspeksi
Biasanya tidak adanya pembesaran rongga abdomen.
- Auskultasi
Biasanya bunyi bising usus terdengar frekuensinya tidak normal karena
klien mengalami penurunan nafsu makan.
- Palpasi
Biasanya teraba normal saja.
- Perkusi
Biasanya bunyi ketukannya terdengar normal.
m. Ekstremitas
Biasanya kekuatan otot kurang dari normal akibat klien terasa letih
menahan nyeri dan biasanya ekstremitas atas terpasang infus untuk menambah
cairan dalam tubuh klien karna nafsu makan klien berkurang dan biasanya
kekuatan otot klien ini menurun.
n. Sistem Integumen
Biasanya warna kulit klien tampak pucat dan biasanya suhu kulit
meningkat.

B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut atau kronik berhubungan dengan adanya peradangan (agen cidera
biologi,fisik )
2. Resiko terhadap trauma yang kesulitan keseimbangan.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan pendengaran.

13
4. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan kerusakan saraf
vestibule coklearis
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah

C. INTERVENSI
1. Resiko terhadap trauma yang kesulitan keseimbangan.
Tujuan : Mengurangi resiko trauma dengan mengadaptasi lingkungan rumah dan
menggunakan alat rehabilitasi bila perlu.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian untuk gangguan keseimbangan dengan menarik
riwayat dan pemeriksaan adanya nistagmus Romberg positif dan
ketidakmampuan melakukan Romberg tandem.
R/ menentukan intervensi selanjutnya.
2) Bantu ambulasi bila ada indikasi.
R/ mencegah terjadinya derajat keparahan trauma.
3) Dorong peningkatan tingkat aktifitas dengan atau tanpa menggunakan
alat bantu.
R/ membantu memenuhi kebutuhan pasien meskipun terdapat keterbatasan.

2. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan keterbatasan pendengaran.
Tujuan : Klien mampu mengutarakan pemahaman tentang kondisi efek prosedur
dan pengobatan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui sejauh mana pemahaman yang dimiliki akan penyakit yang
dialami.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.
R/ membantu meningkatkan tindakan yang kooperatif.
3) Diskusikan penyebab individual
R/ membantu membuat keputusan dengan tindakan keperawatan yang akan
diberikan.
3. Nyeri akut atau kronik berhubungan dengan adanya peradangan
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil
- nyeri hilang atau berkurang
Intervensi :
1. Beri posisi nyaman
R/ dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
2. Kompres panas di telinga bagian luar
R/ untuk mengurangi nyeri.
3. Kompres dingin
R/ untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
14
4. Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
R/ mengurangi nyeri
4. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan kerusakan saraf
vestibule coklearis
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil
- Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran
sampai pada tingkat fungsional.
Intervensi
1. Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran
secara tepat.
R/ Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian,
pemakaian serta perawatannya yang tepat.
2. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman
sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
R/ Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang
tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
3. Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
R/ Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah
pendengaran rusak secara permanen.
4. Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang
diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
R/ Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan
organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil :
- Suhu tubuh antara 36 – 37
Intervensi
1. Kaji suhu tubuh pasien
R/ mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
2. Beri kompres air hangat
R/ mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat
mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi
atau menggigil.
3. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari
(sesuai toleransi)
R/ Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat
R/ Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat
dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

15
5. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah)
tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
R/ Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
6. Beri terapi antibiotik
R/ meredakan infeksi
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disuka
R/ Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien
R/ Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
3. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
R/ Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
4. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu
makan
R/ Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan
juga mencegah distensi gaster.
5. Berikan dan Bantu oral hygiene.
R/ Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
6. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam ( labirin ) yang disebabkan oleh
bakteri atau virus. Labirinitis merupakan komplikasi intratemporal yang paling sering
dari radang telinga tengah. Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut
labirinitis umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan
labirinitis yang terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo
saja atau tuli saraf saja. Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang
perilimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis
supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis
serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif
akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus. Gejala klinis yaitu ganguan vestibular,
vertigo, nistagmus, mual, muntah serta ganguan fungsi pendengaran sensorineural.
Terapi lokal harus ditujukan keseiap infeksi yang mungkin ada. Drainase bedah atau
eksenterasi labirin tidak di indikasikan, kecuali suatu fokus di labirin atau daerah
perilabirin telah menjalar atau dicurigsi menyebar ke struktur intrakaranial dan tidak
memberi respons terhadap terapi antibiotika. Bila ada indikasi dapat dilakukan
mastoidektomi. Terapi dilakukan secara pengawasan yang ketat dan terus menerus
untuk mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan vestibulokoklea yang
permanen

17
DAFTAR PUSTAKA

Soetirto I, Hendarmin H, Bashirudin J. 2007 Gangguan pendengaran dan kelainan


telinga.. Jakarta : Bima aksara

Snell RS. Telinga dalam atau labyrinthus. Dalam: Anatomi Klinik. Edisi Keenam.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 2006

Brunner & suddrath. 2002. Buku Ajar :Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Nanda, Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Edisi 10. Penerbit buku kedokteran
EGC: Jakarta. 2015

NIC-NOC. Edisi Revisi. Jogja: Mediaction 2015

18

Anda mungkin juga menyukai