Anda di halaman 1dari 15

Naskah Drama 1

Skenario: Didalam skrip drama ini pemain berjumlah 6 orang. Drama ini menceritakan

sekelompok pemuda dari keluarga kaya yang tidak mementingkan perasaan orang lain dan selalu

menganggap materi adalah yang terpenting. Berikut adalah alur skenario dari drama tersebut.

Sinopsis: 1. Tema : Arti Kehidupan

2. Ritme :

a) Eksposisi

Brandon

Tommy

Elsa

Anna

Ivan

Helen

b) Permasalahan

Brandon, Tommy, Anna dan Ivan menyingkirkan Elsa begitu saja semenjak gadis itu menjadi

miskin.

c) Komplikasi

Elsa berencana untuk bunuh diri karena orang tuanya bangkrut dan teman-temannya

meninggalkan dirinya.

d) Catatan 1

Ivan dan Anna menyakiti hati Elsa dengan perkataan mereka.

e) Catatan 2
Helen, kakak Elsa, berbesar hati memaafkan mereka dan itu membuat mereka menyadari

kesalahannya.

f) Kesimpulan

Brandon, Tommy, Anna dan Ivan sadar tentang arti kehidupan karena Helen dan kematian Elsa.

3. Karakter:

 Brandon (Antagonis)

 Ivan (Antagonis)

 Helen (Prontagonis)

 Tommy (Tritagonis)

 Elsa (Tritagonis)

 Anna (Tritagonis)

4. Latar

1. Tempat : Cafe dan Rumah Sakit

2. Waktu : Siang Hari


Skenario (Dialog)

Brandon : Pesen yang banyak deh! Nanti aku yang bayar. Pokoknya kalian harus makan sampe

kenyang.

Tommy : Baru gajian ya? Kok royal banget sih?

Brandon : Bawel ah! Mau ditraktir nggak nih?

Anna : Ya jelas mau lah! Hari ini kan giliran kamu yang keluar duit.

Tidak lama kemudian Elsa datang menghampiri meja dimana mereka duduk. Ia baru pamit dari

toilet untuk menerima telepon.

Anna : Elsa kenapa? Kok sedih? Pamali loh sabtu-sabtu murung gitu!

Ivan : Iya kenapa sih, Sa? Dompetmu hilang?

Brandon dan Tommy tertawa menimpali lelucon Ivan tesebut.

Elsa : Mamaku barusan telepon. Dia bilang papaku bangkrut. Semua rumah, mobil dan tabungan

di bank ludes. (Terisak pelan) kami harus pindah ke tempat tinggal yang lebih kumuh. Parahnya

lagi semua kebangkrutan ini karena papa terlibat kasus korupsi dan sekarang dia menjadi

buronan polisi (Menangis)

Brandon : HAH? Yang bener?!

Ivan : Berarti kamu anak buronan?!

Anna : Kamu jatuh miskin sekarang, Sa?

Brandon, Ivan, Anna dan Tommy memasang raut muka tegang dan memandang hina kepada

Elsa yang sedang menangis.

Elsa : Aku sudah nggak punya apa-apa sekarang, tapi kalian masih mau kan temenan sama aku?

Kita kan bersahabat sejak lima tahun lalu.


Anna menjauhkan kursinya yang tadinya berada di dekat kursi Elsa. Ia merapat kearah Brandon

yang berada disebelahnya.

Anna : Ya, kamu tahu sendiri lah, Sa kita ini sekumpulan pemuda-pemuda kaya. Jadi, mana

mungkin kamu bisa menuruti gaya hidup kita?

Tommy : Mending kamu pulang dan tengok keadaan orang tuamu, Sa.

Ivan dan Brandon hanya memandang dingin kearah Elsa. Elsa pun menatap mereka dengan

tatapan yang sangat sedih.

Elsa : Kupikir persahabatan kita selama lima tahun ini berarti. Tetapi kita aku jatuh miskin,

kalian menempakku begitu saja!

Brandon : Sudahlah, Sa. Pulanglah. Betul tadi apa kata Tommy. Sudah bagus makananmu

kubayari!

Elsa bangkit berdiri dari kursinya kemudian menatap sedih keempat temannya. Kemudian ia

meninggalkan mereka dan keluar dari cafe.

Ivan : Gila si Elsa, masa kita disuruh anggep dia teman sih. Sementara dia udah melarat. Aku

jadi nggak nafsu makan.

Brandon : Sama nih, ya udah minta bill aja deh!

Tiba-tiba Anna yang sudah hampir sampai ke mobilnya, berlari menghampiri Brandon dan Ivan.

Anna : Guys! Barusan aku dapat kabar kalo ada seorang gadis yang ciri-cirinya mirip Elsa

hendak lompat dari fly over!

Ivan : Serius?!

Anna : Masa kayak gini bohong? Coba cek handphone kalian!

Brandon dan Ivan mengecek handphone masing-masing dan menerima kabar yang sama dari

pesan broadcast.
Brandon : Yuk, kita langsung ke fly over itu! Kamu bareng kita aja, Anna! Hubungi Tommy,

suruh dia langsung kesana.

Anna, Ivan dan Brandon masuk kedalam mobil. Brandon mengemudikan mobil kearah fly over

tempat dimana Elsa hendak bunuh diri. Tiba-tiba di separuh perjalanan, handphone Ivan

berbunyi dan raut muka Ivan berubah menjadi sangat tegang.

Ivan : Guys…. Kita terlambat. Elsa melompat dari fly over tersebut dan ia tewas.

Brandon langsung menghentikan mobilnya. Anna menangis tersedu-sedu di jok belakang mobil.

Ivan : Kita langsung ke Rumah Sakit Permata Biru aja, jenazah Elsa dibawa kesana.

Brandon menarik nafas panjang kemudia mengemudikan mobilnya kearah rumah sakit itu.

Sesampainya disana, mereka bertiga berlari dan didepan ruang jenazah sudah ada ibu dan Helen,

kakak Elsa yang duduk membisu.

Anna berlari memeluk Helen.

Anna : Kak, maafkan kami. Ini semua salah kami. Kalau kami kasih support ke Elsa, pasti

jadinya tidak akan begini. Tetapi kami malah meninggalkan Elsa begitu saja saat ia

membutuhkan kami.

Helen membalas pelukan Anna dan mengusap punggung Anna dengan lembut. Helen tidak dapat

menahan air matanya.

Helen : Sudahlah, kami sudah memaafkan kalian. Ini semua sudah digariskan oleh Yang Maha

Kuasa. Aku Cuma memohon agar kalian terus mendoakan Elsa agar ia tenang disana.

Brandon dan Ivan terkesiap menatap Helen yang tidak marah kepada mereka dan malah

memaafkannya.

Ivan : Kami mohon maaf sebesar-besarnya, Kak. Kami pasti terus mendoakan Elsa.
Helen : Tidak perlu minta maaf terus menerus, Van. Elsa hanya tidak kuat menerima kenyataan

bahwa kami semua jatuh miskin. Aku sangat mengerti karena sejak kecil ia hidup dengan

bergelimang harta.

Brandon, Ivan dan Anna takjub akan kebesaran hati Helen dan semenjak itu mereka bertekad

untuk lebih menghargai orang lain dan tidak menggunakan uang sebagai tolak ukur.
Sinopsis: Tema kesehatan memang pantas untuk selalu diangkat, mengingat banyak orang yang
melepaskan dunia dengan mengalami sakit parah. Hal ini tentu memberikan kita perhatian, sebab
dampak ditinggalkan orang terkasih melalui serangan penyakit. Tentunya memiliki nilai trauma
tersendiri bagi orang terdekat yang ditinggalkan.
Tema : Pendidikan
Judul : Kesehatan Sang Ibu
Pemeran :

1. Ibu
2. Fensa
3. Noftavia
4. Dokter
Naskah 2
Suatu ketika handphone Fensa bergetar di pagi hari, suatu hal yang tidak lumrah sebab nomor
yang etrtera adalah nomor kakanya, Noftavia. Merasakan ada hal yang aneh, di pagi buta sudah
menelfon padahal biasanya cukup mengirimkan pesan singkat. Fensa langsung mengangkat pada
deringan yang pertama.
Fensa:”Halo.. Assalamu’alaikum..”
Noftavia:”Wa’alaikumsalam.. Dek, bisa pulang ke rumah sekarang?”
Fensa:”Ada apa mbak?”
Noftavia:”Pulang bisa pagi ini juga?”
Fensa:”Ada apa dulu, aku harus berangkat kerja. Kalau alasan tidak masuk tidak jelas bisa
dikeluarkan!”
Noftavia:”Ibu dek, ibu masuik rumah sakit. Diabetesnya ternyata belum sembuh total. Pulang
dulu, tengok ibu. Siapa tahu keadaanya bisa lebih baik.”
Seketika tumpah air mata Fensa medengar sang ibu, yang merupakan pecutnya bekerja dengan
giat. Kini terbaring di rumah sakit, ketakutan itu seketika muncul. Namun fensa berusaha
menepis dengan kuat.
Fensa:”Iya, aku pulang sekarang…!”
Telepon ditutup segera, Fensa langsung menymbar tas punggungnya ia masukkan sepasang baju
yang mudah diraih. Membawa barang seperlunya, dan bergegas menuju ke halte bus terdekat.
Sepanjang perjalanan, air mata tak bis adibendung seperti air bah banjir Jakarta yang turun dari
wilayah Bogor. Fensa sudah tidak peduli dengan sekeliling yang terus mengamati, sebab dalam
benaknya hanya ada ibu, ibu, dan ibu. Tidak ada yang lain lagi.
Setelah tiga jam perjalanan yang melelahkan dan panjang, akhirnya Fensa sampai di rumah sakit
di kabupaten kota kelahirannya. Ia bergegas memencet nomor kakaknya, Noftavia menanyakan
ruang rawat sang ibu.
Noftavia:”Di ruang manggis, kamar no 4 ya dek. Disini ada dokter yang masih memeriksa ibu..”
Fensa:”Iya kak..”
Sampailah Fensa di kamar sang ibu, di samping ranjang ada dokter dan perawat serta kakanya
tersayang. Sementara di ranjang pesakitan, kini terbaring tubuh malaikat penyemangatnya
selama ini. Kaget Fensa melihat keadaan ibunya, namun sang ibu bukannya terlihat sakit tak
berdaya. Justrus eulas senyum tersungging penuh ikhlas dan penawar rasa khawatir.
Fensa:”Ibu wajahnya kok bisa begini?”
Ibu:”Tidak apa-apa..”
Fensa:”Dok, ibu kok bisa begini kenapa?”
Dokter:”Ada komplikasi yang cukup rumit dari diabetes yang diderita ibu anda.”
Fensa:”Apa itu?”
Dokter:”Ada komplikasi di saluran pencernaan, yakni usus dan lambung. Paling para komplikasi
di ginjal. Sehingga membuat ibu anda sukar membuang sampah dlaam tubuhnya mbak.”
Noftavia:”Sudah 2 hari kemarin ibu tidak bisa buang air kecil maupun besar, tidak juga bisa
keluar keringat dek..”
Dokter:”cairan yang tidak bisa keluar, baik keringat maupun air seni karen aginjal yang
terganggu. Mengakibatkan kulit ibu anda menggembung berisi cairan. Untuk sementara
mengguankan infus khusus agar bisa kencing dan berkeringat.”
Fensa:”Apakah bisa diatasi dok?”
Dokter:”Untuk sementara bisa dengan infus ini. Namun selebihnya semoga diberikan
kemudahan dari-Nya!”
Noftavia:”Saya masih bingung dok, apa penyebab komplikasi ginjal ini?”
Dokter:”Dari hasil pemeriksaan, ibu saudara sepertinya sering mengkonsumsi minuman instan.
Padahal tidak baik bagi penderita diabetes, penumpukan ini berakibat pada ginjal ibu anda.”
Terkejut sudah pasti, namun tetap saja hanya bisa tabah dan berusaha menjalani cobaan ini
dengan selalu berhusnuzdon pada-Nya. Sang dokter meninggalkan ruangan, beserta
perawatanya.
Noftavia:”Tadinya ingin rawat jalan saja agar lebih hemat, tapi dokter tidak mengijinkan.
Kondisi ibu tidak stabil dek, obat infus ini mahalnya luar biasa. Ibu juga tidak mau makan nasi,
hanya mau makan buah. Itupun tidak seberapa jumlahnya.”
Tangisan kini berderai makin deras, Fensa tidak kuasa untuk tidak menahannya. Merasa
bersalah, membiarkan ibunya memperburuk kesehatan yang sudah kurang baik sedari dulu oleh
diabetes. Sang ibu memang gemar minum minuman yang manis, apalagi jika minum minuman
instan yang praktis cara membuatnya. Namun nasi sudah menjadi bubur, berharap ibunya bisa
bertahan dan melalui ini semua adalah jalan yang terbaik.
Fensa:”Soal biaya nanti dipikirkan, sekarang biar ibu sehat dulu.”
Noftavia:”Iya dek, tapi mau dapat uang darimana? Seharusnya kita ikutkan ibu asuransi
kesehatan agar tidak tunggang langgang begini.”
Fensa:”Sudah kak, jangan disesali. Kalau sudah rezeki tidak akan kemana, toh ini ibu kita, ibu
yang baik. Dan selalu beramal dengan sesamanya. Pasti kita diberikan jalan.
Noftavia:”Semoga saja”
Siang ini kedua saudara saling menguatkan satu sama lain, saling berjanji saat ibu sudah sehat
mereka akan memperhatikan hal remeh sekalipun. Tanpa terkecuali perihal minuman yang
dianggap sepele.
Ibu:”Kapan sampai sa?”
Fensa:”Barusan bu.. ibu kenapa tidak mau makan? Nanti gak bisa minum obat, kapan
sembuhnya?”
Ibu:”gak apa-apa.”
Fensa:”Ibu selalu saja bilang ‘gak apa-apa’. Yang sakit apa bu? Perutnya sakit kalau makan?”
Pertanyaan ini hanya dijawab dengan gelengan, Fensa semakin sedih. Wajah dan sekujur tubuh
ibunya terlihat penuh keriput. Karen akulit yang tadinya menggembung karena penumpukan
cairan kini tepah kempis dan meinggalkan bekas. Bekas yang sangat menyakitkan,
mencerminkan penderitaan ibunya yang tidak perbah diungkapkan kepada kedua putrinya.
Setelah seminggu di rumah sakit, akhirnya sang ibu boleh pulang. Namun setelah melakukan
permohonan dengan sangat kepada tim dokter. Sebab keterbatasan biaya, yang membuat
merawat di rumah sakit menjadi amat sangat berat. Keputusan yang diambil sudah bulat, ibu
akan dirawat di rumah oleh Noftavia. Sebab fensa harus ebkerja untuk mencari biaya berobat
sang ibu setiap bulannya. Semakin hari keadaan ibu memang semakin membaik, meskipun sejak
keluar dari rumah sakit. Sang ibu suda tidak pernah lagi berpijak di tanah dengan kedua kakinya.
Kesehatan itu mahal harganya, sakit berat seharusnya tetap dijaga asupan konsumsi hariannya.
Naskah Drama 4

Judul : patuh pada orangtua.

Tema : sosial.

Jumlah pemeran : Drama 3 orang.

1. Tomy

2. Lisa

3. Sinta

Sinopsis drama

Tomy sedang ngobrol dengan Lisa disebuah taman yang tidak jauh dari rumah mereka. Tomy dan Lisa
adalah dua remaja yang sangat patuh pada orangtua. Tidak lama kemudian datanglah Sinta. Sinta adalah
sosok remaja yang kurang memperhatikan perintah orangtua dan sering melanggarnya.

Sinta : Eh.. ada apa kok kelihatannya lagi pada serius gitu?

Tomy :Eh kamu Sinta.. nggak kok, Lisa cerita ke aku kalau dia kemarin disuruh Ibunya untuk beli barang
kebutuhan dapur, tapi dia kelupaan.

Lisa : Iya, Sinta.

Sinta : Terus? Kenapa gitu aja kok kayak jadi masalah serius gitu buat kamu Lisa?

Lisa : Ya iya dong, itu namanya kan aku nggak ngendahin perintah Ibu aku. Kan nggak baik kalau seorang
anak sering nggak memperhatikan perintah orangtuanya.

Tomy : Betul tu.. harusnya Lisa nggak suka lupa gitu.

Sinta : Yea elah.. kalau cuman gutu aja mah aku sering. Ngapain juga urusan kecil gitu aja kalian pikir
ampe segitunya.

Tomy : Kok kamu seperti itu sih Sinta? Ya sudah seharusnya dong Lisa menyesal, kan itu nggak bagus
namannya. Nggak memperdulikan perintah orangtua.

Sinta : Kalau aku sih, bukan sekali-dua kali saja begituan. Lagian yang namanya nggak ingat mau gimana
lagi. Masak setiap orangtua nyuruh kita harus dipenuhin, nggak juga kan?

Lisa : Ya harus dong Sinta. Yang namanya orangtua kalau udah nyuruh kita yang kita harus kerjakan.

Tomy : Ah.. aku sih kalau sempat yang aku kerjain, kalau nggak yang nggak.
Lisa : Itu nggak baik Sinta. Itu namanya kamu anak yang tidak patuh pada perintah orangtua. Kamu harus
bisa merubah sikap kamu, ntar kamu jadi anak yang durhaka lagi.

Tomy : Betul kata Lisa itu Sinta. Kamu harus berubah. Jangan membiasakan diri meremehkan perintah
Ibu/Ayah kamu. Nggak baik itu.

Sinta : Iya deh.. aku ngerti.


Naskah Drama 6

Judul drama : Wawasan Masa Depan

Jenis drama : Drama singkat

Jumlah pemeran drama : 4 orang

Toni : Jika kalian nanti diberikan pilihan untuk bekerja di sebuah perusahaan besar, namun gajinya
rendah dan bekerja di perusahaan kecil tapi gajinya mahal, mana yang kalian pilih?

Linda : Kalau aku, lebih baik di perusahaan kecil tapi gajinya mahal.

Norman : Aku tidak setuju dengan Linda. Lebih baik di perusahaan besar meskipun gajinya kecil, karena
kalau bekerja di perusahaan besar masa depan kita kan lebih terjamin kedepannya.

Toni : Kalau kamu Ami? mana yang lebih kamu pilih, di perusahaan kecil gaji besar atau di perusahaan
besar gaji murah?

Ami : Kalau bagi aku yang penting itu kan potensi kedepannya. Tidak mengapa gaji murah untuk
sementara waktu, asalkan kedepannya lebih menjanjikan.

Toni : Itu artinya kamu lebih memilih untuk bekerja di perusahaan besar dan gajinya kecil daripada di
perusahaan kecil yang gajinya mahal.

Ami : Iya, benar.

Norman : Kalau kamu Toni? mana pilihan kamu?

Toni : Kalau pilihanku kurang lebih sama dengan pilihan Ami. Kita bekerja itu kan untuk jangka panjang.
Kalaupun gaji kita besar, namun tidak ada jenjang jabatan kan itu juga sebuah kerugian untuk masa
depan kita?!

Norman : Iya, benar juga ya kata kamu. Yang paling penting itu kan jangka panjangnya.

Linda : Iya, sepertinya pilihan yang paling tepat dan bijak itu adalah memperhitungkan jangka
panjangnya. Kalaupun gaji mahal, tapi hanya bersifat sesaat atau jalan di tempat kan rugi juga kita.

Ami : Ok, sekarang kalian kan sudah tahu kekurangan dan kelebihannya. Makanya, nanti kalau sudah
bekerja pilihlah jenis pekerjaan dan perusahaan yang cocok untuk masa depan kalian.

Teman-teman Ami : Sip! kami setuju dengan kamu. Sangat bijak menurut kami.
Contoh Teks Drama 1

Liontin

Setting di pinggir jalan disebuah kota yang cukup ramai penduduk. Dengan aktivitas lalu lintas
yang cukup padat. Di sore hari. Ramainya suasana di tempat itu muncul seorang remaja yang
membawa karung dengan pakaian lusuh dan dekil. Ia berlari sambil berteriak-teriak menuju
tengah panggung. Ia merasa kebingungan dan tidak percaya.

Dito muncul dari kejauhan. Ia mengejar Emaknya dan mengambil liontin yang terletak di meja
penjual.

Dito : Emak…. kembalikan ini milikku


Emak : Apa-apaan kamu ini?
Dito :Tidak bisa mak, emak tidak bisa menjualnya. Ini barang hasil temuan, tidak jelas
pemiliknya
siapa
Emak : Sekarang benda itu milik emak, tahu!
Dito : Bukan mak, ini kepunyaan pemiliknya
Emak : Iya, emak sekarang yang jadi pemiliknya
Dito : Tidak bisa mak, titik!
Penjual : Haduh, gimana ini? Jadi atau tidak menjualnya
Emak : Jadi
Dito : Tidak
Emak : Apa-apaan kamu ini? Sok tahu. Dengan uang hasil penjualan benda ini kita bisa
menutupi
kebutuhan kita selama sebulan
Dito : Tidak emak, kata Pak Ustad menjual barang yang bukan milik kita itu haram mak
Emak : Ah! Jangan ceramahi emak. Kamu itu masih seumur jagung nak!
Dito : Katanya itu dosa besar emak. Aku tidak ingin emak masuk neraka Mak!
Emak : Dito, kamu ini bicara soal dosa. Kamu sekolah saja tidak, tahu apa kamu tentang dosa.
Orang yang makan bangku sekolah hingga menjadi pejabat saja tak paham akan dosa
Dito : Tapi mak!
Emak : Sudah, tidak usah kamu pikirkan. Tidak ada yang merasa dirugikan kali ini. Pemiliknya
saja
mungkin sudah mengikhlaskan benda ini. Toh dia pikir, ia tidak sengaja
menjatuhkannya.
Sudahlah Dito turut saja kata emak.
Penjual : Iya nak benar sekali kata emakmu. Toh koruptor saja yang merugikan bangsa dan
seluruh
rakyat masih bebas berkeliaran. Mereka masi bisa bersenang-senang. Petantang-
petenteng
dengan uang yang bukan miliknya
Dito : Dito tidak bisa mak. Dito tidak mau dibesarkan dengan uang haram
Emak : Kayak orang suci saja kamu ini Dito. Makanya jangan suka bergaul denga orang-orang
aneh itu.
Dito : Bukan begitu mak, mereka mengajarkan Dito hal yang benar
Emak : Sudah, jangan sok mengajari Emak. Tahu apa kamu soal ini. Kamu mau bilang Emak
serakah, Terserah!
Dito : Bukan begitu! (diam) Tapi Mak!
Emak : Walah, tidak usah tapi-tapian. Kembalikan saja liontin itu pada mak
Penjual : Haduh, mengapa kalian ribut. Jadi atau tidak menjualnya
Emak : Jadi
Dito : Saya tetap tidak akan menjualnya
Penjual : Sudahlah, dari pada kalian ribut. Sebaiknya kalian pulang dulu. Besok datang lagi saja.
Jika memang ingin menjual liontin ini
Emak : Kami akan menjualnya kok!
Penjual : Kalo mau dijual yah silakan
Dito : Aku tidak mau, akan ku kembalikan dan ku serahkan pada pemilikinya
Emak : Memangnya kamu tahu pemiliknya?
Dito : Tidak, tapi yang jelas saya tidak akan menjualnya (pergi)

Anda mungkin juga menyukai