Laporan Pendahuluan Thypoid
Laporan Pendahuluan Thypoid
A. Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Bruner and Sudart, 2001).
Demam thypoid adalah infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran (Mansjoer, 2000)
B. Anatomi Fisiologi
1. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
2. usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu.
3. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
4. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum,
dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. Diagram ileum dan organ-
organ yang berhubungan.
5. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
6. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang
kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
7. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini
disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).
8. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus
C. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella
typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan
mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks
lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat
zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana
aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-
8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,
makanan/minuman yang terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.
D. Manifestasi Klinis
Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal ( gejala awal
tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas )
· Perasaan tidak enak badan
· Nyeri kepala
· Pusing
· Diare
· Anoreksia
· Batuk
· Nyeri otot
· Muncul gejala klinis yang lain
Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam ritmen, biasanya menurun pagi
hari, dan meningkat pada sore dan malam hari dengan keluhan dan gejala demam, nyeri
otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epistasis, diare, perasaan tidak enak di perut.
Minggu kedua : demam, bradikardi,. Minggu ketiga: demam mulai turun secara
berangsur-angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah kotor yaitu ditutupi selaput
kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa
membesar yang nyeri pada perabaan, gangguan pada kesadaran, kesadaran yaitu
apatis-samnolen. Gejala lain ”RESEOLA” ( bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil
dalam kapiler kulit ) ( Kapita selekta, kedokteran, jilid 2 ).
E. Komplikasi
Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis
dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
F. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Biasanya klien datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing demam, nyeri
tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang
(terutama selama masa inkubasi)
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada hubungannya
dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-obatan yang biasa
dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat alergi pada klien, apakah alergi
terhadap obat-obatan atau makanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium,
mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau lesu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
atau penyakit gastrointestinal lainnya.
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah)
dan keluarga biasanya cemas.
e. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi ekonomi
dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di kehidupan sosial
maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.
f. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum sakit dan saat
sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan dan perawatan pasien,
biasanya mencakup :
- Nutrisi
- Eliminasi
- Pola istirahat/ tidur
- Pola kebersihan
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak
enak, anorexia.
a) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva
anemia, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah,
fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
b) Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri
tekan.
c) Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping
hidung.
d) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat
akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
e) Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
f) Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa
mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
g) Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
h) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
i) Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita
penyakit thypoid.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut Corwin (2000)
antara lain:
1. Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat
leukositanis tidak ada komplikasi berguna untuk febris typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid,
kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3. Biakan Darah
Bila biakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menutup
kemungkinan akan terjadi febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah
bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
a) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah dapat positif kembali.
c) Vaksinasi di masa lampau.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
d) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
· Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
· Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
· Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Pada orang normal, aglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10
sedangkan aglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160.
1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap
ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman
Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika H 1/800 dan O 1/400. Dari ketiga
aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
H. Asuhan Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul:
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).
I. Terapi Medis
Penatalaksanaan terapi demam tifoid, penggunaan antibiotik untuk menghentikan dan
memusnahkan penyebaran bakteri. Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol,
ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi
III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra
pemberian kloramfenikol , diber ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam
3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi
dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2
kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus
yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin
dan fluoroquinolon.
PATOFISIOLOGIS Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui
makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri
dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam
usus, kemudian berkembang. Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus
kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke
lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag
kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening
mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam
sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak menimbulkan
gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa
diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang
simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.