Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUHAN

1.1 Latar Belakang

Penduduk Lanjut usia dua tahun terakhir di Indonesia mengalami peningkatan


yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta
jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census
Bureau,International Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat
setelah China, India dan Jepang. Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk
lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34%
atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah
penduduk lansia terbesar di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS, 2009). Kebijakan
Indonesia Sehat 2010 menetapkan tiga pilar utama yaitu lingkungan sehat,
perilaku sehat, dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk
mendukung pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) dengan keputusan Menteri Kesehatan No.131/
Menkes SK/ II/2004dan salah satu Subsistem dari SKN adalah Subsistem
Pemberdayaan Masyarakat. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan untuk
mendukung upaya peningkatan perilaku sehat ditetapkan Visi Nasional Promosi
Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan R.I
No.1193/MENKES/SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010”
(PHBS 2010). Untuk melaksanakan program Promosi Kesehatan di Daerah telah
ditetapkan Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1114/Menkes/SK/VIII/2005 (Dinkes, 2005).
Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian
periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu
mengikuti pola perkembangan dengan pasti dan dapat diramalkan. Setiap masa
yang dilalui merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan dan tidak dapat diulang
kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan
memberikan pengaruh terhadap tahap-tahap selanjutnya. Salah satu tahap yang

1
akan dilalui oleh individu tersebut adalah masa lanjut usia atau lansia (Hurlock,
1999).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok, dan masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku, melalui pendekatan pempinan, bina suasana dan pemberdayaan
masyarakat sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan
mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan masing-masing, agar dapat menera
pkan cara-cara dan hidup sehat, dalam rangka menjaga, memelihara dan
meningkatkan kesehatan (Dinkes, 2010).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ini telah diluncurkan sejak tahun
1966 oleh pusat penyuluhan kesehatan masyarakat, yang sekarang dinamakan
pusat promosi kesehatan. Kondisi pendidikan kelompok lanjut usia masih sangat
memprihatinkan, bahwa 60% dari penduduk lansia tidak pernah memperoleh
pendidikan formal (Depkes, 2008).
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia dalam Hardywinoto dan
Setyabudi (2005), penurunan fisik, peran sosial, dan psikis dapat mempengaruhi
kemandirian lansia. Lansia yang mengalami penurunan fisik, sekaligus mengalami
penurunan peran sosial dan psikis sehingga lebih tergantung kepada orang lain ,
dengan kata lain lansia tidak dapat mandiri yang akan menimbulkan dampak yang
akan menimbulkan dampak yang negatif.
Lansia merupakan proses yang terjadi secara alami pada setiap individu
dimana dalam setiap proses ini terjadi perubahan fisik maupun mental yang akan
berpengaruh pada berbagai fungsi dan kemampuan tubuh yang pernah
dimilikinya. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuhnya
berbeda-beda, ada yang mengatakan itu disebabkan oleh hormon setiap individu.
Orang beranggapan lansia sebagai semacam penyakit hal itu tidak benar karena
menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari luar maupun dari dalam tubuh. Pada
proses menua lansia mengalami perubahan-perubahan baik perubahan fisik pada
sistem-sistem tubuh dan juga pada mental maupun psikologis (Nugroho, 2010).

2
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan bahwa
praktik PHBS di Indonesia masih rendah yaitu 38,7%, dibandingkan dengan target
Nasional sampai tahun 2010 sebesar 65,0%. Data Riskesdas menunjukkan
sebanyak 22 provinsi mempunyai prevalensi PHBS di bawah prevalensi nasional,
diantaranya yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Kepulauan Riau, dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
yang paling rendah pencapaiannya, yaitu sebesar 36,8% (Depkes, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian bertujuan menggambaran perilaku
hidup bersih dan sehat pada kehidupan sehari-hari lansia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah
adalah : Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Lansia di Puskesmas
Rawat Inap Air Molek.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana gambaran perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
lansia di Puskesmas Rawat Inap Air Molek.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan hidup bersih dan sehat
(PHBS) pada lansia dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mengetahui bagaimana gambaran sikap hidup bersih dan sehat (PHBS)
pada lansia dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengetahui bagaimana gambaran tindakan hidup bersih dan sehat
(PHBS) pada lansia dalam kehidupan sehari-hari.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Bagi peneliti, agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam
penerapan ilmu yang diperoleh semasa pendidikan, serta diharapkan dapat
digunakan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai
perilaku hidup bersih dan sehat pada lansia di Puskesmas Rawat Inap Air
Molek.

3
2. Bagi Masyarakat, sebagai bahan pertimbangan lansia agar lebih
memerhatikan pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
kesehatannya sendiri dengan bertambahnya usia.
3. Bagi Puskesmas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang berguna tentang perilaku hidup bersih dan sehat pada
lansia di Puskesmas Rawat Inap Air Molek, sehingga tujuan akhir program
dapat tercapai.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus
Organisme – Respon.
Berdasarkan kedua defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.

5
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku
dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
a. Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan
perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia
hidup dan beraktifitas.
b. Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi karena
memang direncanakan sendiri oleh subjek.
c. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change), ialah
perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru,
maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan
sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan
untuk berubah yang berbeda-beda. Tim ahli WHO (1984), menganalisis bahwa
yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan
lain-lain.
2. Orang penting sebagai referensi
Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan
lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok
referensi seperti: guru, kepala suku dan lain-lain.
3. Sumber-sumber daya
Sumber daya yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya: waktu, uang,
tenaga kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku
dapat bersifat positif maupun negatif.
4. Kebudayaan
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu
masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan.
Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya

6
kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku. Perilaku dapat
dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) Untuk
membe rikan respon terhadap situasi di luar objek tersebut. Respon ini dapat
bersifat pasif atau tanpa tindakan (Notoatmodjo, 1999).

2.1.2 Bentuk-bentuk Perilaku


Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi membagi bentuk
operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :

2.1.2.1 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia terhadap objek
melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan
sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran
(telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2007). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan,
yakni:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.Untuk mengetahui atau mengukur bahwa
orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan
secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.

7
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan,
kemudian mencari hubungan antar komponen-komponen yang terdapat dalam
suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram(bagan)
terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku dimasyarakat ( Notoatmojo, 2007).

2.1.2.2 Perilaku dalam Bentuk Sikap


Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yag bersifat
emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo,1993) Allport (1954) dalam
Notoatmodjo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen
pokok, yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave).

8
A. Menurut Notoatmodjo Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan
yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya: Sikap orang terhadap
lingkungan dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap
ceramah-ceramah tentang lingkungan.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban, apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang
menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu
yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke
posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu
tersebut telah mempunyai sikappositif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

B. Menurut Purwanto (1990) ciri-ciri sikap adalah :


1. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.
Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis, seperti :
lapar, haus atau kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari dan karena
itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang, bila terdapat keadaan-
keadaan dari syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang
itu.

9
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu objek, dengan kata lain sikap itu terbentuk,
dipelajari atau berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah
yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki orang.

C. Fungsi sikap dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yakni :


1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang
bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga
mudah pula menjadi milik bersama.
2. Sebagai alat pengukur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak
kecil atau binatang pada umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan
terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan,
tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu
pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat
adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi,
antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu
sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-
penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri
sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita
orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam
bendera, keinginan- keinginan pada orang itu dan sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman
dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif artinya
semua pengalaman yang berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani
oleh manusia tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana-
mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi
penilaian lalu dipilih.

10
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi
yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat sikap-sikap pada
objektertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang
tersebut. Jadi,sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan
mengubah sikap seseorang, maka kita harus mengetahui keadaan
sesungguhnya dari sikap orang tersebut dan dengan mengetahui keadaan
sikap itu maka kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut
diubah dan bagaimana cara mengubah sikap tersebut (Purwanto,1999).

2.1.2.3 Perilaku dalam Bentuk Tindakan


Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perubahan nyata diperlukan faktor
pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmojo, 1993).

A. Tindakan terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu :


1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
3. Faktor-faktor Pendukung (Reinforcing Factors)
Faktor-faktor ini meliputi: faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,
tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan,
undang-undang peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah
daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.2 Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


2.2.1 Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan

11
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. kondisi sehat dapat
dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat dan menciptakan
lingkungan sehat di rumah tangga oleh karena itu kesehatan perlu dijaga,
dipelihara, dan ditingkatkan oleh setiap rumah tangga serta diperjuangkan oleh
semua pihak. Rumah tangga sehat berarti mampu menjaga, meningkatkan, dan
melindungi kesehatan setiap anggota rumah tangga dari gangguan ancaman
penyakit dan lingkungan yang kurang kondusif untuk hidup sehat (depkes, 2007).
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah salah satu strategi yang dapat
ditempuh untuk menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada
masyarakat maupun pada keluarga, yang artinya harus ada komunikasi antar
keluarga/masyarakat untuk memberikan informasi dan melakukan pendidikan
kesehatan. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota beserta jajaran
sektor terkait untuk memfasilitasi kegiatan PHBS di keluarga agar dijalankan
secara efektif (Machfoedz, 2005).

2.2.2 Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Program PHBS merupakan upaya untuk memberikan pengalaman belajar
atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui
pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan
pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat
mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dan dapat menerapkan cara-cara
hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya
(Notoatmodjo, 2007).

2.2.3 Perilaku Kesehatan Lingkungan


Seseorang dapat merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya. Dengan ka ta lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya
sehingga tidak kesehatan sendiri, keluarga atau masyarakat. Misalnya, bagaimana
mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah,
pembuangan limbah dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

12
Menurut Becker, (1979) yang dikutip oleh Notoatmodjo, (2007) membuat
klasifikasi tentang perilaku hidup sehat ini yaitu sebagai berikut:
1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang disini dalam
arti kualitas (mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh) dan kuantitas dalam arti
jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi juga
tidak lebih).
2. Olah raga yang teratur mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti
frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olah raga. Dengan sendirinya kedua
aspek ini akan tergantung dari usia, dan status kesehatan yang bersangkutan.
3. Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai
macam penyakit. Namun kenyataannya, kebiasaan merokok ini khususnya di
Indonesia seolah sudah membudaya hampir 50% penduduk Indonesia usia dewasa
merokok. Bahkan dari hasil penelitian, sekitar 15% remaja telah merokok.
4. Istirahat yang cukup. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan
akibat penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan orang untuk
bekerja keras dan berlebihan, sehingga waktu istirahat jadi berkurang. Hal ini juga
membahayakan kesehatan.
5. Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, lebih sebagai akibat
tuntutan hidup yang keras seperti diatas. Kecenderungan stres meningkat pada
setiap orang. Stres tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar stres tidak
menyebabkan gangguan kesehatan. Kita harus dapat mengendalikan stres atau
mengelola stres dengan kegiatan-kegiatan yang positip.
6. Perilaku atau gaya hidup yang positip bagi kesehatan. Misalnya, tidak berganti
ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita dengan lingkungan
dan sebagainya.

2.2.4 Indikator PHBS


Menurut Depkes RI (2002) menetapkan indikator yang ditetapkan pada
program PHBS berdasarkan area / wilayah, ada tiga bagian yaitu sebagai berikut:
Ditetapkan 3 indikator, yaitu:
a. Persentase penduduk tidak merokok.
b. Persentase penduduk yang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Persentase penduduk melakukan aktifitas fisik/olah raga.

13
Alasan dipilihnya ke tiga indikator tersebut berdasarkan issue global dan
regional, seperti merokok telah menjadi issue global, karena selain mengakibatkan
penyakit seperti jantung, kanker paru-paru juga. Pola makan yang buruk akan
berakibat buruk pada semua golongan umur, Kurang aktifitas fisik dan olah raga
mengakibatkan metabolisme tubuh terganggu, apabila berlangsung lama akan
menyebabkan berbagai penyakit, seperti jantung, paru-paru, dan lain-lain (Depkes
RI, 2002).

2.2.5 Menajemen PHBS


Menurut Depkes RI (2002), manajemen PHBS adalah penerapan keempat
proses manajemen pada umumnya ke dalam model pengkajian dan
penindaklanjutan berikut ini:
a. Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang pembangunan
sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat kesejahteraan. Diharapkan
semakin sejahtera maka kualitas hidup semakin tinggi. Kualitas hidup ini salah
satunya dipengaruhi oleh derajat kesehatan. Semakin tinggiderajat kesehatan
seseorang maka kualitas hidup juga semakin tinggi.
b. Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang kesehatan,
dimana dengan adanya derajat kesehatan akan tergambarkan masalah kesehatan
yang sedang dihadapi. Yang paling besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan
seseorang adalah faktor perilaku dan faktor lingkungan. Misalnya, seseorang
menderita diare karena minum air yang tidak dimasak, seseorang membuang
sampah sembarangan karena tidak adanya fasilitas tong sampah
c. Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis dan sosial budaya yang langsung
atau tidak mempengaruhi derajat kesehatan.
d. Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanya
aksi dan reaksi seseorang atau organisme terhadap lingkungannya. Faktor perilaku
akan terjadi apabila ada rangsangan, sedangkan gaya hidup merupakan pola
kebiasaan seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan karena jenis
pekerjaannya mengikuti trend yang berlaku dalam kelompok sebayanya, ataupun
hanya untuk meniru dari tokoh idolanya. Misalnya, seseorang yang mengidolakan
aktor atau artis yang tidak merokok. Dengan demikian suatu rangsangan tertentu
akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Depkes RI, 2002).

14
2.2.6 Sasaran PHBS
Dalam program PHBS ini diarahkan pada sasaran utama sasaran utama
yaitu PHBS Tatanan Rumah Tangga yaitu seluruh anggota keluarga yaitu
Pasangan Usia Subur (PUS), bumil, buteki, anak, remaja, lansia, dan pengasuh
anak yang selanjutnya diharapkan akan berkembang ke arah Desa/Kelurahan, Kec
amatan/Puskesmas dan Kabupaten/Kota sehat. (Depkes RI, 2006).
Menurut Tarigan (2004), sasaran PHBS pada lansia yang kurang baik
akan menimbulkan berbagai penyakit. Dengan demikian untuk mengurangi
prevalensi dampak buruk tersebut, maka perlu diterapkan sasaran PHBS dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kebersihan Kulit
Memelihara kebersihan kulit, harus memperhatikan kebiasaan berikut ini :
a. Mandi dua kali sehari
b. Mandi pakai sabun
c. Menjaga kebersihan pakaian
d. Menjaga kebersihan lingkungan

2. Kebersihan Rambut
Menurut Irianto (2009) untuk selalu memelihara rambut dan kulit kepala dan
kesan cantik serta tidak berbau apek, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Memberhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang
kurangnnya dua kali seminggu
b. Mencuci rambut dengan shampo/bahan pencuci rambut lain
c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri

3. Kebersihan Gigi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan gigi adalah
sebagai berikut:
a. Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap habis makan
b. Memakai sikat gigi sendiri
c. Menghindari makanan yang merusak gigi
d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi
e. Memeriksakan gigi secara rutin

15
4. Kebersihan Tangan, kaki dan kuku
Menurut Odang (1995) yang dikutip oleh Hadijah 2007, menyatakan bahwa
dalam menghindari penyakit akibat kuku yang kotor maka perlu diperhatikan hal
berikut :
a. Membersihkan tangan sebelum makan
b. Memotong kuku secara teratur
c. Membersihkan lingkungan
d. Mencuci kaki sebelum tidur.

5. Kebiasaan Berolah Raga


Menurut (Irianto, 2007) olah raga yang teratur mencakup kualitas gerakan dan
kuantitas dalam arti dan frekuensi yang digunakan untuk berolah raga. Dengan
demikian akan menentukan status kesehatan seseorang. Dorongan berolah
raga secara teratur dapat memelihara jantung, peredaran darah dan frekuensi nadi.
Macam-macam olah raga dapat kita lakukan antara lain bersepeda, lari, berenang
dan senam.

6. Kebiasaan Tidur yang Cukup


Tidur yang cukup diperlukan oleh tubuh kita untuk memulihkan tenaga.
Dengan tidur yang cukup, kemampuan dan keterampilan akan meningkat, sebab
susunan saraf serta tubuh terpelihara agar tetap segar dan sehat. Tidur yang sehat
merupakan kebutuhan penting yang dibutuhkan setiap hari. Tidur yang sehat
apabila lingkungan tempat tidur udaranya bersih, suasana tenang dan cahaya
lampu remang-remang (tidak silau) serta kondisi tubuh yang nyaman. Misalnya,
tungkai diletakkan agak tinggi agar memperlancar peredaran darah pada anggota
gerak bawah.

7. Gizi dan Menu Seimbang


Menurut (Tarigan, 2004), keadaan gizi setiap individu merupakan faktor yang
amat penting karena zat gizi zat kehidupan yang esensial bagi pertumbuhan dan
perkembangan manusia sepanjang hayatnya. Gizi seimbang adalah satu faktor
percepatan pada pertumbuhan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, aktif dan
produktif. Sebaliknya, kekurangan gizi pada lansia akan mengakibatkan lemahnya
kemampuan motorik, cepat lelah dan sakit-sakitan.

16
2.2.7 Tujuan PHBS
Tujuan Umum dari PHBS adalah meningkatnya ru mah tangga sehat di
Desa, kabupaten/kota diseluruh indonesia, dan tujuan khususnya untuk
meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan anggota rumah tangga
untuk melakukan PHBS serta berperan aktif dalam gerakan PHBS di masyarakat
(Depkes, 2007).

2.2.8 Manfaat PHBS


Manfaat perilaku hidup bersih dan sehat bagi masyarakat antara lain :
a. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat
b. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan
c. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
d. Masyarakat mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat
(UKBM) seperti posyandu,jaminan kesehatan, tabungan bersalin (tabulin),
kelompok pemakai air, ambulans desa dan lain- lain (Dinkes, 2008)

2.3 Konsep lansia


2.3.1 Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keeliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat
(2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1996 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah sesorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Menurut World Health Organization (WHO) (1988) pengelompokan
lansia terdiri dari Middle Age disebut juga sebagai pra lansia yang berumur 45-59
tahun. Ederly lansia yang berumur 60-74 tahun, Old age yaitu lansia berumur 75-
90 tahun, Very Old lansia yang berumur diatas 90 tahun. Perubahan penampilan
fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih,
kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan ancaman bagi integritas orang usia
lanjut, belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran
diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua
hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).

17
2.3.2 Batasan Lansia
Organisasi Kesehatan Dunia berpendapat bahwa lanjut usia meliputi usia
pertengahan yakni kelompok usia 46 – 59 tahun. Lanjut usia yakni antara usia 60-
74 tahun. Usia lanjut tua yaitu antara 75-90 tahun, Menurut Undang-Undang
No.13 1998 lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
Sedangkan menurut Prof.Dr.Koesoemoto Setyonegara pengelompokan lanjut usia
sebagai berikut usia dewasa muda 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa penuh atau
maturitas 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi
untuk 75 -80 tahun, dan lebih dari 80 tahun.

2.3.3 Ciri-ciri Lansia


Menurut Hurlock (1999), periode lansia sama dengan seperti periode
lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, ditandai dengan perubahan fisik dan
psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, apakah pria atau wanita lansia
akan melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk. Adapun ciri-ciri lansia
adalah :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran yang terjadi pada lansia berupa kemunduran fisik dan juga
mental. Kemuduran tersebut sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi
dari faktor psikologis. Penyebab kemunduran fisik merupakan suatu perubahan
pada sel- sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua.
Penyebab kemunduran psikologis karena sikap tidak senang terhadap diri sendiri,
orang lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya.
b. Perbedaan individual pada efek menua
Individu menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat
bawaan yang berbeda, sosial ekonomi dan latar belakang pendidikan yang
berbeda, serta pola hidup yang berbeda. Perbedaan terlihat diantara individu-
individu yang mempunyai jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria
dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada
masing-masing jenis kelamin. Bila perbedaan perbedaan itu bertambah sesuai
usia, perbedaan-perbedaan tersebut akan membuat individu bereaksi secara
berbeda terhadap situasi yang sama.

18
c. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda
Arti usia tua itu sendiri kabur dan tidak jelas serta tidak dapat dibatasi
pada anak muda, maka individu cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan
dan kegiatan fisik. Banyak individu lansia melakukan segala apa yang dapat
disembunyikan atau disamarkan menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan
memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai
tenaga muda. Inilah cara lansia untuk menutupi dari dan membuat ilusi bahwa
lansia belum berusia lanjut.
d. Berbagai stereotipe lansia.
Banyak stereotipe lansia dan banyak pula kepercayaan tradisional tentang
kemampuan fisik dan mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional ini timbul
dari berbagai sumber, ada yang menggambarkan bahwa usia pada lansia sebagai
usia yang tidak menyenangkan, diberi tanda sebagai orang yang tidak
menyenangkan oleh berbagai media massa. Pendapat klise masyarakat tentang
lansia adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo sering pikun,
jalan membungkuk, dan sulit hidup bersama orang lain.
e. Sikap sosial terhadap lansia
Pendapat klise tentang lansia mempunyai pengaruh yang besar terhadap
sikap sosial terhadap lansia. kebanyakan pendapat klise lansia tersebut tidak
menyenangkan, sehingga sikap sosial tampaknya cenderung menjadi tidak
menyenangkan.
f. Lansia mempunyai status kelompok-minoritas
Status lansia dalam kelompok-minoritas adalah suatu yang dalam berapa
hal mengecualikan lansia untuk tidak berinteraksi dengan kelompok lainnya, dan
memberi sedikit kekuasaan atau bahkan tidak memperoleh kekuasaan apapun.
Status kelompok minoritas ini terutama terjadi sebagai akibat dari sikap sosial
yang tidak menyenangkan terhadap individu lansia dan pendapat klise yang tidak
menyenangkan tentang mereka.
g. Menua membutuhkan perubahan peran.
Pengaruh kebudayan dewasa ini, dimana efisiensi kekuatan, kecepatan dan
kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan lansia sering dianggap
tidak ada gunanya lagi. Lansia tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang

19
lebih muda dalam berbagai bidang tertentu, dan sikap sosial terhadap lansia tidak
menyenangkan.
h. Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri lanjut usia.
Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi individu lansia,
tampak dalam cara orang memperlakukan lansia, maka tidak heran lagi kalau
banyak individu lansia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan.
Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk. Lansia yang
pada masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat
ketimbang mereka yang dalam menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan
menyenangkan.
i. Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat pada lansia.
Status kelompok minoritas yang dikenakan pada individu lansia secara
alami telah membangkit keinginan untuk tetap mudah selama mungkin dan ingin
dipermudah apabila tanda-tanda menua tampak. Berbagai cara-cara kuno, obat
yang manjur untuk segala penyakit, zat kimia, tukang sihir dan ilmu gaib
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian timbul orang-orang yang
bisa membuat orang tetap awet muda, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis
untuk mengubah lansia menjadi muda lagi.

20
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dengan menggunakan data primer

diambil dari kuesioner yang dijawab oleh lansia, di wilayah Puskesmas Rawat

Inap Air Molek.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Air Molek, Kecamatan

Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu, dilakukan pada bulan Agustus 2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang berkunjung ke

Puskesmas Rawat Inap Air Molek dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Air Molek.

3.3.2 Sampel Penelitian


Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil dengan
menggunakan Accidental Sampling, yakni mengambil kasus atau reponden yang
kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.
Dimana besaran sampel akan terus dikumpulkan hingga sampai batas akhir waktu
pengambilan sampel penelitian.

3.4 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner (terlampir)

21
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitan ini adalah
dengan menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diambil langsung
dari responden dengan cara membagikan kuesioner kepada responden.

3.6 Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat dan Hasil Pengukuran Skala
Operasional Cara Ukur
Ukur
1. Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner Benar 76-100% Ordinal
merupakan hasil Kurang benar 56-
pengindraan 75%
manusia terhadap Salah 40-55%
objek melalui
indra yang
dimilikinya (mata,
hidung, telinga,
dan sebagainya).
2. Sikap Reaksi atau Kuesioner Setuju 76-100% Ordinal
respon seseorang Kurang setuju 56-
yang masih 75%
tertutup terhadap Tidak setuju 40-55%
suatu stimulasi
atau objek
3. Tindakan Suatu sikap belum Kuesioner Setuju 76-100% Ordinal
tentu otomatis Kurang setuju 56-
terwujud dalam 75%
suatu tindakan Tidak setuju 40-55%
untuk nyata
diperlukan faktor
pendukung/suatu
kondisi
terwujudnya sikap
menjadi suatu
perubahan yang
memungkinkan
4. Perilaku Sekumpulan Kuesioner Baik 76-100% Ordinal
hidup perilaku Sedang 56-75%
bersih atau tindakan Kurang 40-55%
dan sehat yang
berfungsi untuk
memelihara dan
menerapkan cara-
cara
hidup sehat
dengan
menjaga,
memelihara

22
dan meningkatkan
kesehatan yang
terdiri dari :
1. Kebersihan
kulit
2. Kebersihan
rambut
3. Kebersihan
gigi
4. Kebersihan
tangan, kaki
dan kuku
5. Kebiasaan
berolahraga
6. Kebiasaan
tidur yang
cukup
7. Gizi dan menu
Seimbang

3.7 Analisis Data


Dengan melakukan pemeriksaan terhadap masing-masing jawaban
responden lalu ditampilkan dalam tabel univariat yaitu distribusi frekuensi,
kemudian dicari besarnya persentasi untuk masing-masing distribusi frekuensi
tersebut. Kemudian dibuat dalam kalimat narasi yang relevan sehingga dapat
diambil satu kesimpulan.

3.8 Metode Analisis Data


Pengolahan data merupakan proses yang dilakukan setelah data diperoleh
dari penelitian melalui kuesioner dan harus dikelompokkan dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, ada 6 tahap dalam

pengolahan data, yaitu :

1. Editing (pemeriksaan), proses untuk memeriksa kelengkapan pengisian jawaban,

relevansi jawaban dan konsistensi jawaban pada kuesioner.

2. Koding (pengkodean), proses untuk memberikan kode pada variabel yang ada pada

penelitian ini untuk mempermudah pengolahan data.

23
3. Entry (memasukkan data), setelah data dikumpulkan kemudian data disimpan untuk

selanjutnya dimasukkan kedalam analisis data.

4. Cleaning (merapikan data), melakukan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan, apakah terdapat kesalahan entry atau tidak.

5. Processing (pengolahan data), kemudian selanjutnya data diproses dengan

mengelompokkan data kedalam variabel yang sesuai.

6. Analyzing (penilaian), dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat.

24
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Air Molek yang terletak
di Jalan Jendral Sudirman, Kelurahan Air Molek II, Kecamatan Pasir Penyu,
Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Air Molek 122,7
km2. Jumlah desa yang dibina sebanyak delapan desa dan lima kelurahan yaitu
Petalongan, Pasir Keranji, Batu Gajah, Jatirejo, Lembah Dusun Gading,
Serumpun Jaya, Tanah Merah, Tanjung Gading, Air Molek I, Air Molek II, Candi
Rejo, Kembang Harum, dan Sekar Mawar. Adapun batas-batas wilayah
Puskesmas Air Molek yaitu:
1. Sebelah utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Lirik.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Lala.
3. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Lirik.
4. Sebelah barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Lala.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Air
Molek yang pada bulan Agustus 2018 dengan responden 50 orang. Diperoleh
gambaran karakteristik responden dan data-data hasil pengamatan sebagai
berikut:
4.1.1 Deskripsi Data Demografi Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berada pada rentang umur
50-90 tahun, persentase tertinggi berada pada rentang umur 50-69 tahun sebanyak
39 orang (78%) sedangkan pada rentang 70-90 sebanyak 11 orang (22%).
Berdasarkan jenis kelamin responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18
orang (36%), sedangkan perempuan sebanyak 32 orang (64%). Agama responden
adalah beragama Islam sebanyak 47 orang (94%), sedangkan yang beragama
Kristen sebanyak 3 orang (6 %). Suku responden terdiri dari suku Melayu adalah
suku tertinggi sebanyak 35 orang (70%), suku Batak sebanyak 4 orang (8%), suku
Minang sebanyak 3 orang (6%), sedangkan suku Jawa 8 orang (16%). Mayoritas
pendidikan terakhir responden Sekolah Menengah Umum (SMU) 28 orang (56%),

25
Perguruan Tinggi sebanyak 15 orang (30%), SD sebanyak 3 orang (6%), SMP
sebanyak 4 orang (8%). Pekerjaan responden wiraswasta sebanyak 21 orang (42
%), Ibu Rumah Tangga sebanyak 16 orang (32%), dan PNS/Pensiunan sebanyak
13 orang (26%). Hasil penelitian distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan
data demografi responden dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Deskripsi Data Demografi Responden


No Data Demografi Frekuensi (orang) Persentase (%)
Responden
1. Umur
50-69 th 39 78
70-90 th 11 22
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 18 36
Perempuan 32 64
3. Agama
Islam 47 94
Kristen Protestan 3 6
4. Suku
Melayu 35 70
Batak 4 8
Minang 3 6
Jawa 8 16
5. Pendidikan terakhir
SD 3 6
SMP 4 8
SMU 28 56
Perguruan Tinggi 15 30
6. Pekerjaan
Wiraswasta 21 42
Ibu Rumah Tangga 16 32
PNS/Pensiunan 13 26

26
4.1.2 Pengetahuan
Gambaran pengetahuan responden dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Berdasarkan Pengetahuan

Kategori pengetahuan Jumlah responden (orang) Persentase(%)


Baik 42 84
Cukup 7 14
Kurang 1 2
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden


paling banyak berada pada kategori baik yaitu sebesar 85%, diikuti kategori cukup
14%, dan kategori kurang sebesar 2 %.

4.1.3 Sikap
Gambaran sikap responden dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap

Kategori Sikap Jumlah responden (orang) Persentase(%)


Baik 38 76
Cukup 9 18
Kurang 3 6
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sikap responden paling banyak
berada pada kategori baik yaitu sebesar 76%, diikuti kategori cukup 18%, dan
kategori kurang sebesar 6%.

4.1.4 Tindakan
Gambaran tindakan responden dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tindakan

Kategori Tindakan Jumlah responden (orang) Persentase(%)


Baik 34 64
Cukup 12 24
Kurang 4 8
Total 50 100

27
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tindakan responden paling
banyak berada pada kategori baik yaitu sebesar 64%, diikuti kategori cukup 24%,
dan kategori kurang sebesar 8%.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Hasil PHBS pada Lansia di Puskesmas Rawat
Inap Air Molek

PHBS Frekuensi (orang) Persentase(%)


Baik 38 76
Cukup 9 18,6
Kurang 3 5,4
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa penelitian menunjukkan


perilaku hidup bersih dan sehat pada lansia dengan kategori baik sebanyak 38
responden (76%), 9 responden (18,6%) memperlihatkan perilaku hidup bersih dan
sehat dengan kategori cukup, dan 3 responden (5,4%) yang menunjukkan perilaku
hidup bersih dan sehat dengan kategori kurang.

28
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

5.1.1 Karakteristik Responden


Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berada pada rentang umur
50-90 tahun, persentase tertinggi berada pada rentang umur 50-69 tahun sebanyak
39 orang (78%) sedangkan pada rentang 70-90 sebanyak 11 orang (22%).
Berdasarkan jenis kelamin responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18
orang (36%), sedangkan perempuan sebanyak 32 orang (64%). Agama responden
adalah beragama Islam sebanyak 47 orang (94%), sedangkan yang beragama
Kristen sebanyak 3 orang (6 %).
Responden yang mengikuti penelitian adalah lansia yang berkunjung ke
Puskesmas Rawat Inap Air Molek, Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri
Hulu yaitu 50 orang.

5.1.2 Pengetahuan
Menurut pendapat Notoatmojo (2007) bahwa pengetahuan merupakan
hasil penginderaan manusia terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
(mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dari hasil penelitian yang dilakukan
dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden paling banyak berada pada
kategori baik yaitu sebesar 85%, diikuti kategori cukup 14%, dan kategori kurang
sebesar 2%. Sikap responden paling banyak berada pada kategori baik yaitu
sebesar 76%, diikuti kategori cukup 18%, dan kategori kurang sebesar 6%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mendapatkan informasi tentang kesehatan yang cukup baik dari
petugas kesehatan setempat, terbukti dengan jawaban mereka yang tersaji dalam
instrumen (kuesioner). Kemudian sebagian kecil lansia yaitu sebesar 6% memiliki
pengetahuan kurang. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Nursalam (2003),
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain yaitu
pendidikan, usia, penyuluhan, pengalaman, media massa. Hal ini seperti yang
disampaikan Maryam (2008) perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap, dan

29
tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah terjadinya resiko penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat. Hal tersebut karena sebuah perilaku berkaitan dengan
sebuah kebiasaan yang sudah menjadi bagian perilaku sehari-hari. Dan tentunya
untuk merubah sebuah kebiasaan tersebut dibutuhkan waktu yang tidak singkat.
Pada penelitian di Puskesmas Rawat Inap Air Molek didapatkan bahwa
tingkat pengetahuan responden paling banyak berada pada kategori baik, yaitu
sebesar 85%, diikuti kategori cukup 14%, dan kategori kurang sebesar 2%. Hal ini
disebabkan pengetahuan luas pada lansia di Puskesmas Rawat Inap Air Molek
karena mereka sering mengikuti penyuluhan lansia pada saat kegiatan puskesmas
keliling maupun kegiatan senam lansia di masing-masing kelurahan di wilayah
kerja Puskesmas Rawat Inap Air Molek.

5.1.3 Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yag bersifat emosional
terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo,1993)
Sikap responden berada paling banyak pada kategori baik yaitu sebesar
76%, diikuti kategori cukup 18%, dan kategori kurang sebesar 6%. Hal ini
disebabkan karena mereka tidak hanya sekedar mengetahui tentang perilaku hidup
bersih dan sehat, tetapi mereka menerapkan dan mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.

5.1.4 Tindakan
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk
nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi terwujudnya sikap menjadi suatu
perubahan yang memungkinkan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dapat dilihat bahwa tindakan
responden paling banyak berada pada kategori baik yaitu sebesar 64%, diikuti
kategori cukup 24%, dan kategori kurang sebesar 8%.

30
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian


ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
a. Lansia di Puskesmas Rawat Inap Air Molek memiliki perilaku yang
berkategori baik mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan perilaku hidup bersih dan
sehat pada lansia dengan kategori baik sebanyak 38 responden (76%),
9 responden (18,6%) memperlihatkan perilaku hidup bersih dan sehat
dengan kategori cukup, dan 3 responden (5,4%) yang menunjukkan
perilaku hidup bersih dan sehat dengan kategori baik. Berdasarkan
pengetahuan responden, bahwa tingkat pengetahuan responden paling
banyak berada pada kategori baik yaitu sebesar 85%, diikuti kategori
cukup 14%, dan kategori kurang sebesar 2%.
b. Berdasarkan sikap responden, bahwa sikap responden paling banyak
berada pada kategori baik yaitu sebesar 76%, diikuti kategori cukup
18%, dan kategori kurang sebesar 6%.
c. Berdasarkan tindakan responden, bahwa sikap responden paling
banyak berada pada kategori baik yaitu sebesar 64%, diikuti kategori
cukup 24%, dan kategori kurang sebesar 8%.

6.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran.
1. Bagi Puskesmas
Diharapkan promotif perilaku hidup bersih dan sehat pada lansia harus
ditingkatkan lagi agar seluruh lansia dapat menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat agar kehidupan lansia menjadi lebih sehat dan sejahtera.

31
2. Bagi Lansia
Perlu adanya sosialisasi terhadap lansia tentang perilaku hidup bersih dan
sehat. Lansia juga perlu mengikuti kegiatan sosial yang berhubungan
dengan kesehatan lansia.

32
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S, Prosedur Penelitian, 2006, Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi


VI, Jakarta: Rineka Cipta.
Depertemen Kesehatan RI, (2002). Panduan Menajemen PHBS Menuju
kabupaten/kota Sehat. Jakarta : Depkes RI.
Depertemen Kesehatan RI, (2007). Rumah Tangga Sehat dengan perilaku Hidup
Bersih dan Sehat. Jakarta : Depkes RI.
Depkes R.I. (2008). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara, 2010, Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara
Hadijah, S 2008. Pengetahuan Sikap dan Tindakan Tentang Sanitasi Perumahan
Masyarakat Suku Laut Di Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga Provinsi
Kepulauan Riau Pada Tahun 2007. Skripsi FKM USU Medan
Hurlock. B, Elisabeth. (1999). Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan). Bandung : Airlangga
Irianto, K . ( 2007). Gizi dan pola hidup. Yrama widya, Bandung
Machfoedz, I. (2005). Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan.
Yogyakarta : Fitramaya
Maryam, R. Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
Notoatmodjo, S. (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan IlmuPerilaku
Kesehatan , Yogyakarta : Andi offset
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka
Cipta
Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmodjo,S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Purwanto, M. (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Soejono, (2002) C.H. Pedoman Pengelolaan Pasien Geriatri. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam

33

Anda mungkin juga menyukai