Anda di halaman 1dari 33

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar

1. Definisi
Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan
oleh persalinan masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genital pada
waktu persalinan dan nifas. Dahulu infeksi ini merupakan sebab kematian
maternal yang paling penting, akan tetapi berkat kemajuan ilmu kebidanan,
khususnya pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas serta
pencegahannya, dan penemuan obat-obat baru seperti sulfa dan antibiotik
lainnya, di negara-negara maju peranannya sebagai penyebab kematian
tersebut sudah berkurang. Di negara-negara sedang berkembang, dengan
pelayanan kebidanan yang masih jauh dari sempurna, peranan infeksi nifas
masih besar (Sarwono, 2008).
Demam nifas atau dengan kata lain morbiditas puerperalis meliputi
demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Menurut Joint Commite on
Maternal Welfare (Amerika Serikat) definisi morbiditas puerperalis ialah
kenaikan suhu sampai 38ºC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
postpartum, dengan mengecualikan hari pertama. Suhu harus diukur dari
mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari (Sarwono, 2008).
2. Etiologi
Dalam obstetri modern, sepsis puerperalis yang gawat jarang terjadi.
Infeksi nifas umumnya disebabkan bakteri yang dalam keadaan normal
berada dalam usus dan jalan lahir. Selain itu infeksi nifas dapat pula
disebabkan antara lain oleh bakteri Staphylococcus aureus, Eschericia coli,
dan Clostridium Welchi.
Berdasarkan masuknya kuman ke dalam alat kandungan, infeksi
nifas disebabkan.
a. Ektogen (kuman datang dari luar)
b. Autogen (kuman masuk dari tempat lain tubuh)
c. Endogen (kuman berasal dari jalan lahir sendiri)
Selain itu infeksi nifas dapat pula disebabkan antara lain.
a. Streptococcus haemolyticus aerobius. Streptokokkus ini merupakan
sebab infeksi yang berat, khususnya golongan A. infeksi ini biasanya
oksigen dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi
tenggorokan orang lain.
b. Staphylococcus aureus. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi
terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
Stafilokokkus banyak ditemukan di rumah sakit dan dalam tenggorokan
orang-orang yang nampaknya sehat.
c. Escherichia coli. Kuman ini umumnya berasaldari kandung kancing atau
rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva,
dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi
traktus urinarius.
d. Clostridium Welchii. Infeksi dengan kuman ini, yang bersifat anaerobik
jarang ditemukan, akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering
terjadi pada abortus kriminalis.
Infeksi nifas juga bisa disebabkan oleh hal-hal berikut.
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-
alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari
kuman-kuman.
b. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi
bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau tenaga
kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang
bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita
infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
c. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa
dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain,
alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita
dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting,
kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
e. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada
waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi
pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa
kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala gejala ialah kenaikan suhu,
biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin
dapat meningkat pula. Air ketuban bisa menjadi keruh dan berbau. Pada
infeksi intrapartum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu
persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula
pada janin. Prognosis infeksi intrapartum sangat tergantung dari jenis
kuman, lamanya infeksi berlangsung, dan dapat tidaknya persalinan
berlangsung tanpa banyak perlukaan jalan lahir.
3. Riwayat
Infeksi nifas sudah dikenal dalam zaman Hippocrates dan Galen.
Zaman dahulu penyakit ini diduga disebabkan oleh tidak mengalirkan lokia
keluar dan untuk berabad-abad lamanya teori tersebut diterima; kemudian
banyak teori lain dikemukakan untuk menerangkan sebab-sebabnya. Dalam
tahun1849 Semmelweis untuk pertama kali, berdasarkan pengalamannya
pada Wiener Gebaranstalt, menyatakan bahwa penyakit dalam nifas ini,
yang meminta korban demikian banyak, disebabkan oleh infeksi pada luka-
luka dijalan lahir, yang untuk sebagian besar datang dari luar. Pendapat
Semmelweis mendapat tantangan hebat dan baru setelah-lama kemudian-
Lister melaksanakan antisepsis pada pembedahan dengan hasil baik, dan
penemuan sebab-sebab infeksi nifas berkat kemajuan mikrobologi, pendapat
Semmelweis memperoleh pengakuan yang wajar. Cara pencegahan infeksi
pun mulai digunakan.
4. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang terpenting pada infeksi nifas adalah:
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti
perdarahan banyak, pre-eklamsia; juga infeksi lain, seperti pneumonia,
penyakit jantung, dan sebagainya.
b. Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.
5. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah
luka dengan diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol-
benjol karena banyaknya vena yang ditutupi thrombus. Daerah ini
merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan
masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering
mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina, dan
perineum, yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman-kuman
patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat
menyebar di luar luka asalnya.
6. Klasifikasi Infeksi Masa Nifas
Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu. Infeksi yang
terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium; dan
infeksi yang penyebarannya dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena,
melalui jalan limfe, dan melalui permukaan endometrium.
a. Infeksi pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
1) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum
jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan
bengkak; jahitan mudah terlepas, dan luka yang terbuka menjadi ulkus
dan mengeluarkan pus.
2) Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina
atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah dan keluar
dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi tetapi pada umumnya
infeksi tinggal terbatas.
3) Servisitis
a) Definisi
Servisitis ialah radang dari selaput lendir servik uteri.
Lebih mudahnya infeksi pada serviks. Servisitis disebabkan epitel
selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapian sel
silindris, sehingga lebih mudah terinfeksi dibandingkan selaput
lendir vagina. Serviks uteri adalah penghalang penting bagi
masuknya kuman-kuman ke dalam genetalia interna. Pada
nullipara dalam keadaan normal kanalis servikalis bebas kuman,
pada multipara dengan ostium uteri eksternum sudah lebih
terbuka, batas ke atas dari daerah bebas kuman ialah ostium uteri
internum.
Infeksi serviks sering terjadi, akan terjadi biasanya tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan
meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat
menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
Kondisi radang pada serviks juga dapat ditemukan pada
beberapa penyakit kelamin seperti gonore, sifilis, ulkus ode,
granuloma inguinale, serta pada tuberkulosis. Radang pada
serviks uteri bisa terdapat pada porsio uteri di luar ostium uteri
eksternum dan atau pada endoserviks uteri.
b) Etiologi

Kuman-kuman yang dapat menyebabkan terjadinya


servisitis adalah seperti; trikomonas dan mikoplasma, atau
mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti
strreptokokus, E.coli, dan stapilokokus. Kuman-kuman ini
menyebabkan deskuamasi kronik pada epitel gepeng dan
perubahan infalamasi kronik dalam jaringan serviks yang
mengalami trauma juga.

Servisitis dapat juga disebabkan oleh robekan serviks,


terutama robekan serviks yang menyebabkan ectropion. Servisitis
disebabkan juga oleh alat kontrasepsi, tindakan intrauterine yang
lain-lain.
c) Tanda dan Gejala
Sebagai tanda dan gejala yang dapat dikenalisebagai
upaya untuk mendeteksi dan membantu dalam pengambilan
keputusan sebagai berikut:
(1) Fluor banyak, biasanya kental atau purulent dan kadang-
kadang berbau.
(2) Sering menimbulkan erorsi porsio yang nampak sebagai
daerah yang merah menyala.
(3) Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat
fluor yang purulent ke luar dari kanalis servikalis. Kalau
porsio normal, tidak ada ekstropion, maka harus diingat
kemungkinan gonore.
(4) Pada servisitis akut, serviks menjadi merah dan membengkak
yang mengeluarkan cairan mukopurulen meskipun gejala pada
serviks tidak begitu tampak dibanding gejala-hejala infeksi
lainnya.
(5) Pada servisitis yang kronis kadang-kadang dapat dilihat bintik
putih dalam daerah selaput lendir yang merah, karena infeksi.
Bintik-bintik ini disebut ovula Nabothii dan disebabkan oleh
retensi kelenjar-kelenjar servujs jarena saluran keluarnya
tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena radang.
d) Servisitis Akut

Servisitis akut adalah infeksi yang diawali di endoserviks


dan ditemukan pada kasus gonorea, infeksi post abortus, atau post
partum. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri streptokokus,
stafilokokus,, dan lain-lain. pengobatan dilakukan untuk
menyembuhkan infeksi tersebut dan kemungkinan yang terjadi
adalah sembuh tanpa bekas atau menjadi servisitis kronik.
e) Servisitis Kronik
Radang ini banyak dijumpai pada wanita yang sudah
pernah melahirkan. Adanya luka-luka saat proses persalinan atau
karena abortus, menyebabkan mudahnya kuman-kuman penyakit
masuk ke dalam endoserviks dan kelenjar-kelenjarnya. Masuknya
kuman-kuman terseubt kemudian menyebabkan infeksi yang
menahun.
Gambaran servisitis kronika dalam pemeriksaan biasa sulit
dibedakan dengan karsinoma servisitis uteri dalam tingkat
permulaan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengobatan perlu
dites pap smear, jika perlu dilakukan biopsi untuk kepastian tidak
adanya keganasan.
f) Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnose
servisitis sebagai berikut:

(1) Pemeriksaan dengan spekulum;


(2) Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan;
(3) Pap smear;
(4) biakan dan media, dan
(5) biopsi.

Pemeriksaan dengan spekulum dilakukan dengan


membuka vagina agar dapat melihat serviks lebih jelas dan
kemudian dilakukan pengambilan sedikit serviks atau cairan yang
ada di mulut serviks. Cairan serviks yang sudah diambil dioleskan
pada media hapus untuk kemudian diperiksa.
g) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus servisitis, adalah;
(1) Pemberian antibiotik terutama kalau dapat ditemukan
gonococcus dalam secret.
(2) Kalau servisitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman
dalam ArNO3 10% dan irigasi.
(3) Servisitis yang sulit disembuhkan dapat dilakukan tindakan
operatif dengan cara konisasi yaitu dengan mengangkat
sebagaian besar mukosa endoserviks.
(4) Erosi dapat disembuhkan dengan menggunakan obat keras
seperti Argentetas Nitrat 10% atau albothyl yang
menyebabkan nekrosis pada epitel silindris dengan harapan
lapisan ini berganti dengan epitel gepeng berlapis banyak.
(5) Pengobatan pada servisitis kronis lebih baik dilakukan
kauterisasi radial dengan termokauter atau dengan krioterapi.
Sesudah kauterisasi akan terjadi nekrosis. Jaringan yang
meradang terlepas dalam waktu kira-kira 2 minggu.
(6) Jika sobekan dan infeksinya sangat luas dapat dilakukan
amputasi serviks.
4) Endometritis
Endometritis merupakan infeksi pada lapisan endometrium
(lapisan dalam dari rahim). Infeksi ini terjadi sebagai kelanjutan dari
infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri atau terdapat benda asing di
dalam rahim.
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-
kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insertio
plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh
endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-
sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah
berbau dan terdiri atas keping-keping nekrotis serta cairan. Pada batas
antara daerah yang beradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri
atas leukosit-leukosit.
Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran.
a) Endometritis Akut
Terutama terjadi pada infeksi akibat gonorhea, postpartum
dan postabortum.Infeksi postpartum dan postabortum sering terjadi
karena luka-luka pada infeksi serviks uteri, luka pada dinding
uterus bekas tempat plasenta, yang merupakan porte d’entree bagi
kuman-kuman patogen. Selain itu, alat-alat yang digunakan pada
partus dan abortus yang tidak suci hama dapat membawa kuman-
kuman ke dalam uterus.Endometritis postabortum terutama terjadi
pada abortus provokatus.Sebab lain endometritis akut ialah
tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus
seperti kuretase, memasukkan radium ke dalam uterus,
memasukkan IUD ke dalam uterus, dan sebagainya.
(1) Gejala
Gejala yang dapat ditemukan antara lain:
(a) Nyeri abdomen bagian bawah;
(b) Leukorea;
(c) Kadang-kadang terjadi perdarahan, dan
(d) Penyebaran ke bagian atau lapisan lain seperti miometrium,
parametrium, tuba fallopi, dan ovarium yang dapat menjadi
sepsis.
(2) Pengobatan
Pengobatan sebaiknya dilakukan sebagai prinsip
mencegah agar infeksi tidak menjalar, sebagai berikut:
(a) Endometritis dapat diatasi oleh kekuatan jaringan sendiri,
dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional endometrium
pada waktu haid;
(b) Uterotonika;
(c) Istirahat, letak Fowler, dan
(d) Pemberian obat antibiotik.
b) Endometritis Kronik
Endomtritis kronik jarang sekali ditemukan. Karena
endometritis kronik infeksinya tidak masuk terlalu dalam pada
lapisan miometrium. Sehingga tidak dapat mempertahankan diri
saat terjadinya menstruasi. Pada pemeriksaan mikroskopik banyak
ditemukan sel plasma dan limfosit.
(1) Etiologi
Berdasarkan etiologi, endometritis kronik ditemukan pada:
(a) Tuberculosis;
(b) Sisa-susa abortus atau partus;
(c) Korpus alineum di kavum uteri;
(d) Tumor ganas uterus, dan
(e) Adneksitis dan selulitis pelvik.
(2) Gejala
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada endometritis
kronik adalah:
(a) Fluor albus yang keluar dari ostium, dan
(b) Kelainan haid seperti metroorhagi dan menorrhagi.
(3) Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan pada endometritis kronik
dilakukan tergantung pada penyebab infeksi tersebut.

b. Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah


1) Septikemia dan Piemia
Ini merupakan infeksi umum yang disebakan oleh kuman-
kuman yang sangat patogen biasanya Streptococcus haemolyticus
golongan A. infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari
semua kematian karena infeksi nifas.
Pada septikemia kuman-kuman, dari sarangnya di uterus,
langsung masuk ke dalam peredarah darah umum dan
menyebabkan infeksi umum. Adanya septikemia dapat dibuktikan
dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah.
Pada septikemia sejak permulaan, pasien sudah sakit dan
lemah. Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan
cepat, biasanya disertai menggigil. Suhu sekitar 39-40ºC, keadaan
umum cepat memburuk, nadi cepat (140-160 kali per menit atau
lebih). Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan.
Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena di
uterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta,
Thromboflebitis ini menjalar ke vena uterina, vena hipogastrika,
dan/atau vena ovarii (thromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat
thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman
dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke dalam
peredaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ke tempat-
tempat lain, antaranya ke paru-paru,ginjal, otak, jantung, dan
sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat-
tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan Piemia.
Tidak lama pasca persalinan, pasien sudah merasa sakit, perut
nyeri dan suhu agak meningkat. Gejala infeksi umum dengan suhu
tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman dengan emboli
memasuki peredaran darah umum. Ciri khasnya adalah berulang-
ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil lalu diikuti
oleh turunnya suhu. Lambat laun timbul gejala abses paru,
pneumonia dan pleuritis.
c. Penyebaran melalui jalan limfe dan jalan lain
1) Peritonitis
a) Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi pada selaput rongga perut (peritnoeum). Peritoneum adalah
selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding
perut sebelah dalam.
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam
uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis,
atau melalui jaringan di antara kedua lembar ligamentum latum yang
menyebabkan parametritis (sellulitis pelvika).
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau
sellulitis pelvika.
Peritonitis mungkin terbatas pada rongga pelvis saja
(pelvioperitonitis) atau menjadi peritonitis umum. Peritonitis umum
merupakan kompilikasi yang berbahaya dan merupakan segitiga dari
sebab kematian kasus infeksi.
b) Etiologi
Peritonitis biasanya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
(1) Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang
sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung,
usus, kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya
peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan
tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis,
dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila
diobati.
(2) Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif
melakukan kegiatan seksual.
(3) Infeksi rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh
beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore
dan infeksi chlamidia).
(4) Kelainan hati atau gagal jantung, maka cairan bisa berkumpul
di perut (asites) dan mengalami infeksi.
(5) Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera
pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus
selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam
perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambbungkan bagian usus.
(6) Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering
mengakibatkan peritonitis. Penyebab biasanya adalah infeksi
pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
(7) Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas
(pankreatitis akut). Bubuk bedak pada sarung tangan dokter
bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
c) Gejala

Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran


infeksinya. Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan
merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau
beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam
bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa
menyumbat usus.

Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi


bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan
menghilang, dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar.
Cairan juga merembes dari peredaran darah ke dalam rongga
peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit.
Selanjutnya, bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-
paru, ginjal atau hati, dan bekuan darah yang menyebar.
d) Diagnosis
Foto rontgen diambil dalam posisi berbaring dan berdir.
Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto
rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi.

Kadang-kadang sebuah jarum digunakan untuk


mengeluarkan cairan dari rongga perut yang akan diperiksa di
laboratorium. Pengambilan cairan ini untuk mengindentifikasi
kuman penyebab infeksi, dan memeriksa kepekaannya terhadap
sebagai antibiotik. Pembedahan eksplorasi merupakan teknik
diagnostik yang paling dapat dipercaya.
e) Penanganan
(1) Lakukan pemasangan selang nasogastrik bila perut kembung
akibat ileus.
(2) Berikan infus (NaCl atau Ringer Laktat) sebanyak 3.000 mL.
(3) Berikan antibiotik sehingga bebas panas selama 24:
(4) Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam + Gentamisin 5
mg/kg BB IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV
setiap 8 jam.
(5) Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal
lavage) bila terdapat kantong abses.
2) Parametritis (sellulitis pelvika)
Parametritis merupakan radang yang terjadi saat kuman-kuman
yang berada di jalan darah atau limfe melewati batas uterus dan
sampai pada jaringan ikat di parametrium.
a) Gejala Umum
Gejala umum terjadinya parametritis adalah demam, nyeri
di abdomen bagian bawah sebelah kanan atau kiri, dan di sebelah
uterus teraba tumor. Jika terdapat abses dan telah meluas, maka di
tempat abses tersebut permukaannya terjadi hiperemi dan edema.
Dibawah kulit dan jaringan subkutan teraba batas tumor yang
akan memecah ke luar.
Radang ini sering ditemukan karena infeksi puerpuralis
atau post abortus dan pada tindakan intravaginal yang tidak aman.
b) Tempat Terjadi
Tempat terjadinya radang adalah parametrium bagian
lateral, dan bisa juga ke arah anterior, ke arah posterior yang tidak
menutup kemungkinan untuk terjadinya abses.
c) Penyebab
Bakteri yang menyebabkan radang ini adalah streptokokus
dan stafilokokus, meski E.coli juga disebutkan tetapi sangat
jarang.
Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalu tiga jalan
yakni:
(1) Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi
atau dari endometritis.
(2) Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas
sampai ke dasar ligamentum.
(3) Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika. Proses ini
dapat tinggal terbatas
d) Penanganan
Penanganan pada parametritis adalah:
(1) Pemberian antibiotika dan analgetika;
(2) Istirahat baring;
(3) Perawat umum, dan
(4) Bila terjadi abses maka di tempat tersebut dilakukan bedah
tumor beserta dengan drainasenya.
d. Penyebaran melalui permukaan endometrium
1) Salpingitis
Merupakan infeksi atau peradangan yang terjadi pada tuba
fallopii. Terbagi menjadi dua tipe yaitu salpingitis akut dan salpingitis
kronis. Salpingitis dapat menjalar sampai ke ovarium yang disebut
dengan oophoritis. Salpingitis dan oophoritis disebut dengan
adneksitis.
a) Etiologi
Penyebab terjadinya salpingitis paling sering dikarenakan
gonokokus, staphylokokus, streptokokus, klamidia, dan bakteri
tuberkulosa.
Infeksi dapat terjadi disebabkan karena hal-hal berikut:
(1) Menjalar dari cavum uteri.
(2) Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari appendik yang
meradang.
(3) Hematogen terutama pada salpingitis tuberculosa.
(4) Riwayat penyakit radang pelvis.
(5) Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim.
(6) Infeksi pascaabortus atau pascapersalinan.
Biasanya salpingitis terjadi secara bilateral.
b) Tanda dan gejala
Seringkali tanda dan gejala salpingitis terlihat setelah
periode menstruasi. Tanda yang sering muncul adalah sebagai
berikut:
(1) Adanya pengeluaran/cairan pervaginamabnormal yang berbau
dan berwarna;
(2) Nyeri pada saat ovulasi;
(3) Nyeri saat berhubungan seksual;
(4) Nyeri yang terasa hilang dan timbul secara periodik;
(5) Nyeri pada bagian kanan dan kiri perut bagian bawah terutama
saat ditekan;
(6) Nyeri pada punggung bagian belakang;
(7) Demam tinggi, menggigil;
(8) Mual dan muntah dikarenakan adanya perangsangan pada
peritoneum;
(9) Pada pemeriksaan dalam: adanya nyeri goyang porsio, nyeri
kanan dan kiri uterus, dan terabanya penebalan tuba
(seharusnya pada tuba yang sehat tidak dapat diraba), dan
(10) Adanya gangguan pada haid berupa menoragia dan dismenore.
c) Komplikasi yang terjadi
(1) Infertilitas. Salpingitis dapat menyebabkan terjadinya
infertilitas karena sel telur yang dilepaskan pada saat ovulasi
tidak dapat berhubungan langsung dengan sel sperma. Sekitar
75.000-225.000 kasus infertilitas di Amerika Serikat
disebabkan oleh salpingitis.
(2) Kehamilan ektopik.
(3) Infeksi pada ovarium dan uterus.
(4) Infeksi pada pasangan seksual.
(5) Abses pada ovarium.
(6) Nyeri pelvis kronis, rekurensi.
d) Penegakan diagnosis
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan seksama.
Pemeriksaan dilakukan untuk dapat membedakan di antara
beberapa keadaan yang berbeda yang diwakili oleh gambaran
klinis. Dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut.
(1) Pemeriksaan fisik melalui palpasi pada abdomen dengan
adanya nyeri tekan.
(2) Pemeriksaan panggul dengan disertasi pemeriksaan bimanual
palpasi rektal dan vaginal.
(1) Pemeriksaan ultrasonografi.
(2) Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan hitung darah
lengkap, hitung diferensial, laju endap darah (LED) dan
urinalisis, serta pengusapan lendir/mukus.
(3) Yang perlu diingat bahwa pertanda laboraturium untuk infeksi
dapat timbul lebih lambat pada kasus salpingitis. Pertanda ini
bisa muncul beberapa jam setelah gejala klinis, bahkan bisa
beberapa hari sesudahnya, sehingga memberikan banyak
keraguan.Konsentrasi serum C-protein fase akut kadang cukup
membantu dalam hal ini. Untuk membedakan dengan
kehamilan ektopik maka dapat dilakukan pemeriksaan tes
kehamilan.
e) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan diantaranya adalah
sebagai berikut:
(1) Istirahat;
(2) Pemberian antibiotik spektrum luas;
(3) Kortikosteroid;
(4) Usus harus kosong;
(5) Menghindari hubungan seksual untuk mengoptimalkan
penyembuhan atau dengan penggunaan kontrasepsi barier, dan
(6) Tindakan bedah untuk mengangkat organ yang rusak pada
kondisi nyeri pelvis yang kronis terutama jika disertai dengan
piosalping rekuren. Tindakan bedah dilakukan sebaiknya saat
proses inflamasi menghilang secara maksimal diantara
rekurensi.

7. Pencegahan terjadinya infeksi nifas


a. Selama kehamilan, anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas,
oleh sebab itu anemia harus diusahakan memperbaikinya; keadaan gizi
juga merupakan faktor penting; karenanya diet yang baik harus
diperhatikan; koitus pada masa hamil tua harus hati-hati jangan sampai
mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
b. Selama persalinan dengan membatasi sebanyak mungkin masuknya
kuman-kuman dalam jalan lahir; menjaga supaya persalinan tidak
berlarut-larut; menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin;
mencegah terjadinya perdarahan banyak; petugas memakai proteksi
sepetti masker; kain-kain dan alat persalinan harus suci hama; periksa
dalam jika perlu; pencegahan perdarahan, transfusi jika ada indikasi.
c. Selama nifas, sesudah partus terdapat beberapa luka dijalan lahir, hari
hari pertama jika ada luka harus dijaga agar luka tidak terkena infeksi;
kain yang berhubungan dengan luka harus suci hama; mencuci daerah
genetalis dengan sabun dan air mengalir; mengganti pembalut setiap
habis buang air; pengunjung pada hari-hari pertama harus dibatasi;
penderita dengan infeksi nifas jangan dicampur dengan yang sehat. Tiap
penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama
dengan wanita-wanita dalam nifas yang sehat.
B. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas Dengan Infeksi Masa Nifas
A. Pengkajian
1. Biodata
Identitas pasien
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 23 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Kebangsaan : Indonesia
f. Alamat : Jl. Antah Nerantah Rambutan no. 254
Kota Sepi
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h. Pendidikan : SMA
i. Status perkawinan : menikah
j. Nomor register : 8228
k. Tanggal MRS : 09 Oktober 2009
l. Pukul : 09:00 WIB
m. Tanggal Pengkajian : 09 Oktober 2009
n. Diagnosa medis : Peritonitis
Identitas Penanggung jawab
a. Nama : Tn. A
b. Umur : 28 tahun
c. Agam : Islam
d. Pekerjaan : wiraswasta
e. Pendidikan : SMA
f. Status Perkawinan : Menikah
g. Kebangsaan : Indonesia
h. Alamat : Jl. Antah Nerantah Rambutan no. 254
Kota Sepi
i. Hubungan dengan pasien : Suami Pasien
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan masih merasa sakit pada daerah perut kanan bagian
bawah dan masih merasakan mules.
3. Keluhan Utama
Pasien mengatakan masih merasa sakit pada daerah perut kanan bagian
bawah.
4. Riwayat Kebidanan
a. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus : teratur 28 hari
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : 1X ganti pembalut/hari
Disminore : kadang-kadang
HPHT : 11 Juni 2009
b. Status Perkawinan
Kawin ke :1
Lama kawin : 5 tahun
Umur Kawin : 20 tahun
Jumlah Anak : 1 anak
c. Riwayat keluarga berencana (KB)
Pasien mengaku menggunakan kontrasepsi barier kombinasi pil selama
ini, karena ingin melakukan penundaan kehamilan dulu.
5. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan bahwa saat ini pasien merasa nyeri di perut bagian
kanan bawah, pasien juga merasakan masih mules. Pasien juga
mengatakan sering mual dan tidak nafsu makan sehingga badannya terasa
lemas.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit hipertensi, tidak
pernah menderita penyakit keturunan seperti asma dan DM, tidak pernah
menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, dan PMS.
c. Riwayat kesehatan keluarga
6. Keadaan psikososial dan spiritual
a. Keadaan psikologis
Pasien mengatakan kekhawatiran dan ketakutan akan kondisinya saat
ini.
b. Keadaan sosial
Hubungan pasien dengan keluarga, petugas, dan sesama pasien adalah
baik.
c. Keadaan spiritual
Pasien mengatakan biasanya pasien rutin shalat lima waktu.
7. Latar belakang sosial budaya
Pasien dan suaminya berasal dari Jawa, selama hamil tidak ada pantangan
dan pasien tidak meminum jamu apapun.
8. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Sebelum sakit
Makan
Frekuensi : 3x sehari
Jenis : Nasi, lauk, sayur
Porsi : 1 piring
Keluhan :-
Minum
Frekuensi : 6 gelas/hari
Jenis : air putih, the
Keluhan :-
Saat sakit
Makan
Frekuensi : 2x sehari
Jenis : nasi, lauk, sayur
Porsi : setengah piring
Keluhan : tidak nafsu makan
Minum
Frekuensi : 6 gelas/hari
Jenis : air putih, teh
Keluhan :-
b. Pola eliminasi
Sebelum sakit
BAB
Frekuensi : 1x sehari
Konsistensi : lembek
Warna : kuning
Keluhan :-
BAK
Frekuensi : 5x sehari
Warna : kuning jernih
Keluhan :-
Saat sakit
BAB
Frekuensi : 1x sehari
Konsistensi : keras
Warna : kuning
Keluhan : mules dan nyeri saat BAB
BAK
Frekuensi : 4x sehari
Warna : kuning jernih
Keluhan :-
c. Pola personal hygiene
Sebelum sakit
Mandi : 2x sehari
Gosok gigi : 2x sehari
Keramas : 3x seminggu
Ganti celana dalam : 2x sehari
Saat sakit
Mandi : 2x sehari
Gosok gigi : 2x sehari
Keramas : 2x seminggu
Ganti celana dalam : 2x sehari
d. Pola aktivitas
Sebelum sakit : pasien mengatakan melakukan pekerjaan rumah
tangga sendiri
Saat sakit : pasien mengatakan aktivitasnya terganggu sesudah
melahirkan dan dibantu anggota keluarga yang lain.
e. Pola seksual
Sebelum sakit : pasien mengatakan biasanya melakukan hubungan
seksual 3x seminggu
Saat sakit : belum ada melakukan hubungan seksual saat sakit
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan umum
KU : Lemah
Kesadaran : CM
TD : 110/70 mmHg
Suhu : 38,7°C
Nadi : 88 x/mnt
Rr : 20 x/mnt

2. Pemeriksaan fisik
Kepala : bersih, tidak ada ketombe
Muka : pucat (+), tidak oedem
Mata : konjungtiva pucat (+), sklera tidak kuning
Hidung : bersih, tidak ada secret
Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar typoid dan parotis
Ketiak : bersih, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Payudara : simetris, tidak ada masa
Abdomen : di uterus tidak teraba benjolan, nyeri tekan perut bagian
bawah
Genetalia : tidak oedem, tidak varises, ppv lokhea alba, tidak bau
busuk.
Ekstremitas : tidak oedem, tidak varises
3. Pemeriksaan penunjang
HB : 9 gr%
C. Analisa Data
NO DATA MASALAH PENYEBAB
1 DS: Gangguan rasa Infeksi organ
- Ibu mengatakan rasa nyeri nyaman nyeri reproduksi
pada perut kanan bagian bawah
- Ibu mengatakan merasa mual Ketidakseimbangan
dan tidak nafsu makan nutrisi kurang dari
DO: kebutuhan tubuh

KU : Lemah
Kesadaran : CM
TD : 110/70 mmHg
Suhu : 38,7°C
Nadi : 88 x/mnt
Rr : 20 x/mnt

D. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi
nosokomial.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan
medis.
c. Gangguan rasa Nyaman/nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ
reproduksi.
E. Intervensi keperawatan
1. Diagnose I
Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan
infeksi nosokomial.
a. Tujuan dan kriteria hasil
1) Bebas dari infeksi
2) Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kerentanan seseorang
terhadap infeksi.
3) Mematuhi prosedur deteksi, yang dibuktikan dengan mengkaji
drainase vagina dan atau luka abdomen, jika diperlukan.
4) Mendemonstrasikan teknik mencuci tangan yang benar.
5) Melakukan tindakan untuk mengurangi risiko infeksi personal.

Tindakan Keperawatan Rasional


 Kaji adanya masa yang dapat diraba  Untuk mengkaji adanya abses yang
pada lokasi yang dicurigai absesi mungkin memerlukan drainase
(dapat ditegaskan dengan bedah.
ultrasonografi).
 Pantau manifestasi yang  Demam diatas 38,9°C, peningkatan
mengindikasikan syok yang akan letargi, peningkatan denyut jantung
terjadi dan frekuensi nafas, perubahan pola
. TD atau hipotensi atau perubahan
proses berfikir adalah manifestasi
syok septic. Sepsis dan syok septic,
yang merupakan komplikasi
potensal infeksi adalah situasi
kedaruratan yang membutuhkan
identifikasi dan pemberian bantuan
volume cairan serta terapi antibiotic
dengan cepat untuk mencegah
kematian.
Preventif
 Tindakan nutrisi yang baik setelah  Asupan protein dan kalori yang
pelahiran melalui makanan dari adekuat penting untuk pemulihan
semua kelompok makanan. dan perbaikan jaringan.
 Ajarkan dan lakukan hygiene  Untuk mengurangi resiko masuknya
perineum secepatnya pada periode organisme pathogen melalui insisi,
postpartum. episiotomy, laserasi, atau abrasi.
 Dorong penggunaan peribottle  Untuk mengurangi resiko
untuk membersihkan perineum kontmainasi fekal pada episiotomy
setiap selesai eliminasi. Peragakan atau laserasi.
cara mengganti pembalut dari depan
ke belakang setiap selesai eliminasi.
 Anjurkan untuk menggunakan  Kompres panas local meningkatkan
sitzbath jika di programkan. aliran darah ke area tersebut yang
membantu pemulihan dan
meningkatkan kenyamanan.

2. Diagnose II

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
a. Tujuan dan kriteria evaluasi
1) Menoleransi diet yang di programkan
2) Memiliki membrane mukosa oral yang lembab, tugor kulit elastic, dan
massa tubuh serta berat badan dalam batas normal.
3) Nilai pemeriksaan laboratorium dalam batas normal (missal:
transferrin, albumin, elektrolit).
4) Melaporkan tingkat energy ayang adekuat.
5) Terdapat tanda penyembuhan (mis, suhu normal, kemerahan pada
insisi berkurang)
6) Menyangkal anoreksia atau mual.
Tindakan keperawatan Rasional
PENGKAJIAN
 Pantau perasaan ibu sebelum nampan  Jika ibu mual, jauhkan nampan
makanan dibawa masuk. hingga mual hilang atau obat
antiemetic diberikan untuk
mengurangi mual yang dapat
mencegah muntah.
 Pantau nilai laboratorium (mis;  Untuk mendeteksi
transferrin, albumin, elektrolit). keseimbangan negative
nitrogen, keseimbangan
elektrolit, yang mencerminkan
 Pantau turgor kulit, kelembaban dan status nutrisi.
warna membrane mukosa oral dan  Untuk mendeteksi keadekuatan
haluaran serta konsentrasi urin. hidrasi. Penurunan asupan
sekunder akibat mual, yang
disertai dengan kenaikan suhu,
 Pantau asupan diet semua makanan dan mengakibatkan kekurungan
catat sebagai “persentase yang cairan.
dimakan”, atau dalam milliliter cairan  Untuk menentukan
jika klien hanya mengonsumsi cairan. keadekuatan kandungan nutrisi
 Kaji bagaimana kemajuan menyusui dan dan kalori.
apakah ibu memiliki suplai ASI yang
adekuat.
 Nutrisi ibu yang tidak adekuat
dapat mempengaruhi suplai
ASI dan mengakibatkan nutrisi
buruk pada bayi.
TINDAKAN KOLABORASI
 Berkonsultasi dengan ahli gizi untuk  Untuk membantu
menentukan kebutuhan protein. merencanakan penggantian
protein. Defisiensi protein
dapat disebabkan oleh infeksi;
asupan protein mungkin tidak
adekuat akibat malaise dan
LAIN LAIN anoreksia; protein dibutuhkan
 Dorong keluarga untuk membawakan untuk penyembuhan
makanan yang diminta ibu, jika
memungkinkan.  Untuk meningkatkan asupan zat
gizi. Ibu yang menjalani diet
regular mungkin menikmati
makanan rumah atau restoran
favoritnya. Makanan memiliki
nilai budaya bagi keluarga, dan
mampu memberikan makanan
bergizi setelah ibu melahirkan
mungkin sangat penting bagi
keluarga.

3. Diagnose III
Gangguan rasa nyaman/nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ
reproduksi.

a. Tujuan dan kriteria evaluasi


1) Menggunakan tindakan pereda nyeri non-analgesik untuk mengurangi
nyeri (mis. Teknik bernafas).
2) Mendemonstrasikan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai
tingkat kenyamanan yang diungkapkan oleh individu.
3) Mendiskusikan keuntungan dan kerugian analgesic atau anastesi
alternatif yang tersedia.
4) Mempertahankan tingkat nyeri pada (sebutkan) atau kurang dengan
skala 0-10.
5) Menggunakan analgesic yang tepat untuk mengendalikan nyeri.
Tindakan keperawatan Rasional
PENGKAJIAN
 Kaji sifat nyeri  Nyeri adalah pengalaman
(nyeri,frekuensi,keparahan,durasi,factor subjektif; pengalaman klien
pencetus, factor yang meredekan); harus di pahami untuk
gunakan skalanomor untuk menilai merencanakan tindakan pereda
keparahan. nyeri yang paling efektif,
namun paling sedikit
mengganggu.
 Tentukan analgesik dan/ anestetik yang  Metode pereda nyeri
dipilih (mis. Epidural), rute pemberian, farmakologi yang digunakan
dan dosisi untuk menghasilkan pereda bergantung pada keinginan
nyeri yang optimal. umum dan khusus ibu, serta
keuntungan versus kerugian
pada ibu dan bayi (mis.
Melambatkan atau
menghentikan kontraksi uterus).
Pemberian analgesic secara
sistemik melewati sawar darah-
otak ibu dan plasenta, yang
menimbulkan efek hypnosis
pada ibu dan janin (mis. Depresi
pernafasan neonates). Perawat
dapat membantu keluarga dalam
pengambilan keputusan berbasis
informasi dengan menjelaskan
agens yang dipilih,
mengevaluasi kesedihan ibu
untuk berpartisipasi dalam
tindakan pereda nyeri, dan
mengkaji kemampuan individu
terdekat untuk memberikan
dukungan.
 Kaji tanda-tanda vital dan tingkat  Tekanan darah, nadi,
kesadaran pada interval yang tepat dan pernapasan, dan keterjagaan
catat. adalah indicator penting derajat
nyeri (mis. Peningkatan tekanan
darah, takikardia, peningkatan
pernapasan, gelisah) dan
analgesia yang terlalu banyak
(mis. Bradikardia, hipotensi,
depresi, pernapasan). Tanda-
tanda vital “kelima” adalah
nyeri, dan nyeri sering harus
dikaji untuk menentukan
kenyamanan klien dan
kebutuhan analgesia lanjutan,
serta menyesuaikan intervensi
keperawatan untuk kenyaman
yang terus menerus.
 Tentukan kemiskinan pengaruh budaya  Respon nyeri (seperti menangis
dan agama ibu pada persepsi dan keras) mungkin diterima dalam
respon ibu terhadap nyeri. beberapa budaya, namun tidak
pada budaya lain; perawat tidak
boleh keliru antara tidak
menunjukkan emosi dan tidak
ada nyeri. Beberapa agama
mungkin memandang nyeri
sebagai anugrah; lainnya,
sebagai hukuman. Anggapan ini
dapat memengaruhi persepsi ibu
mengenai nyeri dan ansietas
akibat nyeri.
Penyuluhan klien/keluarga
 Jelaskan dan bombing klien melalui  Berdasarkan teori gate-control,
tindakan non farmakologi (mis. Terapi teknik pereda nyeri non-invasif
reksasi sederhana, imajinasi membantu mengurangi persepsi
terbimbing) untuk meningkatkan nyeri dengan menstimulasi
kendali terhadap nyeri. serabut saraf berdiameter besar
yang membawa informasi
seperti sentuhan untuk
menghalangi pengiriman nyeri
(menutup gerbang).
 Jelaskan semuua penanganan dan  Kadar endorphin dalam tubuh
prosedur, meliputi sensasi yang dapat mengubah persepsi nyeri
mungkin dirasakan. individu. Protein menyerupai
morfin tersebut mengurangi
ansietas, ketegangan dan
stimulus negative yang luas.
 Anjurkan ibu untuk memberi tahu  Pereda nyeri yang maksimal
penyedia layanan kesehatan bila nyeri adalah hak setiap klien.
tidak berkurang. Berbagai macam tindakan
pereda nyeri dapat dicoba
sebelum menemukan yang
paling efektif.
 Berikan tindakan kenyamanan dasar,  Tindakan kenyaman dasar
seperti mengatur posisi, menjaga linen sering kali mengurangi nyeri
dan gaun tetap bersih dan kering, kain tanpa menggunakan obat. Jika
dingin pada dahi, krim atau salep bibir kebutuhan dasar terpenuhi, ibu
untuk bibir kering, dan menyikat gigi dapat berfokus pada
atau berkumur. Berikan kepingan es penggunaan teknik relaksasi,
dan kompres es jika diintruksikan. imajinasi terbimbing,
visualisasi, dan teknik
nonfarmakologi lain yang juga
dapat membantu memberi
kenyamanan.
Lain-lain
 Dorong untuk mengungkapkan rasa  Bila kebutuhan dasar terpenuhi,
takut dan cemas. (fisik dan psikologi), nyeri
dapat berkurang. Endofrin
internal memengaruhi persepsi
nyeri, yang juga dipengaruhi
oleh factor psikososial, seperti
harapan ibu, edukasi melahirkan
dan interpretasi ibu tentang apa
yang terjadi selama persalinan.
 Gunakan strategi komunikasi  Ibu mengalami derajat nyeri
terrapiutik untuk mengalami yang berbeda sebagai respons
pengalaman nyeri individu dan terhadap situasi yang sama atau
penerimaan terhadap respon klien. serupa dan mengaitkan
pemahaman personal yang
berbeda terhadap peristiwa yang
menimbulkan nyeri. Proses
mengalami dan mendukung
pengalaman nyeri ibu dapat
memberikan pengaruh analgesic
dengan mengurangi persepsi
nyeri.
 Control factor lingkungan yang dapat  Stimulus negative yang luas
memengaruhi respon klien terhadap atau setiap factor dilingkungan
nyeri (mis. Bunyi, pencahayaan, suhu, yang mungkin menyebabkan
ruangan). ansietas dapat menurun
endorphin internal penurunan
hormone menyerupai – morfin
tersebut mengurangi ambang
nyeri.
 Berikan tindakan pereda nyeri sebelum  Meningkatkan ke efektifitasan
nyeri bertambah parah. analgesic.
 Gunakan pendekatan yang positif saat  Menurukan ansietas; ansietas
memberikan analgesic (mis.”obat ini meningkatkan nyeri.
akan membantu mengendalikan nyeri”).
 Evaluasi pengaruh intervensi dan catat.  Perawat tidak boleh
menganggap bahwa intervensi
yang meredekan nyeri telah
berhasil. Perawat dapat
merencenakan tindakan
keperawatan selanjutnya
berdasarkan evaluasi rencana
saat ini dengan mengkaji status
nyeri klien pada interval yang
tepat (mis. Skala nyeri. Isyarat
non verbal). Riset menunjukan
bahwa alasan paling sering
kenapa nyeri tidak reda adalah
kegagalan untuk mengkaji nyeri
dan peredaan nyeri secara rutin.

Anda mungkin juga menyukai