Proposal Kegiatan Promkes Hiv PDF
Proposal Kegiatan Promkes Hiv PDF
Vaginodynia : VCT sebagai Gold Standart ANC pada Ibu Hamil untuk
Mengurangi Transmisi HIV dari Ibu ke Anak (khusus) dan untuk
perempuan untuk mengurangi penyebaran (umum) di Dupak, Kecamatan
Krembangan Surabaya
OLEH:
2013
BAB 1
Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV/AIDS yang
berkembang paling cepat (UNAIDS, 2008). Kementerian kesehatan memperkirakan,
Indonesia pada tahun 2014 akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang
hidup dengan HIV dan AIDS dibandingkan pada tahun 2008 (dari 277.700 orang
menjadi 813.720 orang) (Kemkes, 2008). Ini dapat terjadi bila tidak ada upaya
penanggulangan HIV dan AIDS yang bermakna dalam kurun waktu tersebut.
Selain itu berdasarkan data pusat statistika tahun 2007 kota Surabaya
menunjukkan, hanya 50,01% penduduk yang melek huruf di Surabaya. Hal ini dapat
di analogikan bahwa dengan tingkat pengetahuaan dan tingkat pendidikan penduduk
yangrendah berbanding lurus dengan tingkat perekonomian di suatu daerah. Faktor
pendukung lainnya kelompok risiko tinggi yaitu Wanita Pekerja Seks (WPS).
Pada tahun 2008 telah tersedia layanan PMTCT sebanyak 30 layanan yang
terintegrasi dalam layanan KIA (Antenatal Care).Jumlah ibu hamil yang mengikuti
test HIV sebanyak 5.167 orang, dimana 1.306 (25%) diantaranya positif HIV. Namun
baru 165 orang atau 12,6% yang memperoleh ARV prophylaxis yang dilaksanakan di
30 unit layanan (KPAN, 2010). Perlu dipahami bahwa orang yang mengunjungi klinik
Konseling dan Testing HIV adalah para ibu hamil yang berisiko tertular HIV,
sehingga data di atas bukanlah merupakan indikasi prevalensi HIV di kalangan ibu
hamil secara umum.
BAB 2
• Merubah perilaku masyarakat untuk secara sadar melakukan VCT ke puskesmas pada
saat kunjungan awal dan meningkatkan upaya pendampingan setelah hasil
pemeriksaan keluar.
TINJAUAN PUSTAKA
Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers
(1983) mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan
melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu
sistem sosial (the process by which an innovation is communicated through certain
channels overtime among the members of a social system). Disamping itu, difusi juga
dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan
yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Sehingga difusi inovasi adalah
suatu proses penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk
merubah suatu masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke
tempat yang lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut, dari suatu
bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.
3.1.2 Tujuan
Tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi (ilmu
pengetahuan, tekhnologi, bidang pengembangan masyarakat) oleh anggota sistem
sosial tertentu. Sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi
sampai kepada masyarakat.
1. Inovasi (gagasan, tindakan atau barang) yang dianggap baru oleh seseorang.
Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan
individu yang menerimanya.
2. Saluran komunikasi, adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari
sumber kepada penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan
suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran
komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika
komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara
personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3. Jangka waktu, yakni proses keputusan inovasi dari mulai seseorang mengetahui
sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya. Pengukuhan terhadap
keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu
terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan
seseorang (relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi), dan (c)
kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4. Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan
terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai
tujuan bersama.
1. Tahap pengetahuan
Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru.
Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui
berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elekt ronik, media
cetak, maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat. Tahapan ini juga
dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1)
Karakteristik sosial-ekonomi, (2) Nilai-nilai pribadi dan (3) Pola komunikasi.
2. Tahap persuasi
Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari informasi/detail
mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran
calon pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan dengan karakteristik inovasi itu
sendiri, seperti: (1) Kelebihan inovasi, (2) Tingkat keserasian, (3) Kompleksitas, (
4) Dapat dicoba dan (5) Dapat dilihat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khumoto et all, yang sudah diterapkan di Negara
Sub-Saharan Africa, digunakan 3 metode berdasarkan Diffusion of Innovation Theory, yakni
Community Mobilization, Community-Based Voluntary Counseling and Testing (CBVCT)
dan Post Test Support System (PTSS).
1. Community Working Groups terdiri dari tokoh masyarakat, gate keeper, tenaga
kesehatan yang dilatih selama tahap persiapan . kebanyakan dari mereka sudah
menjadi “adopter awal” dari pelayanan mobile VCT dan pernah mempengaruhi
masyarakat lain di daerah mereka untuk mau melakukan konseling dan
pemeriksaan
2. Kader terlibat dalam berbagai kegiatan, mulai dari penyebaran informasi
mengenai HIV / AIDS, VCT dan PTSS melalui brosur ke setiap orang atau
kelompok diskusi, di sekitar wilayah “mobile testing” , juga melalui
menyebarkan informasi dari pintu-ke-pintu , atau dengan menghandiri
pertemuan masyarakat dan kegiatan social
3. Community-based outreach volunteers (CBOVs) / Pokja, yakni kelompok yang
terbentuk dari 3-5 orang yang aktif di masing-masing komunitas. Pokja
bertanggungjawab untuk menyebarkan informasi di wilayah mereka dan
membutuhkan pelatihan juga. para pokja ini bukanlah anggota project secara
resmi, tetapi mereka menerima gaji yang sesuai dengan upah minimum di
daerah tersebut .mereka ini direkrut secara khusus dari kelompok masyarakat
yang pernah melakukan VCT, tanpa memperdulikan status HIVnya. Sedangkan
nantinya, para pokja ini bertanggungjawab melaporkan hasil pada para kader.
Setiap tim terdiri dari konselor VCT, perawat yang akan melakukan plebhotomy,
dan kader. Masyarakat didekati oleh kader untuk melakukan tes HIV. Pokja
bertindak sebagai tuan rumah, dan bertanggungjawab untuk memberikan nomor ke
orang-orang yang berminat untuk berpartisipasi serta memberi mereka leaflet. Selain
itu mereka juga bertanggung jawab memberikan informasi kepada masyarakat dan
menjawab pertanyaan masyarakat yang berkaitan dengan HIV. Peserta yang setuju
untuk berpartisipasi dalam penyuluhan akan mendapatkan form infom consent dan
menerima konseling awal dari konselor sebelum mereka di tes. Konselor bertanggung
jawab akan hasil test dan konseling post-test. Sesi konseling meliputi demonstrasi
tentang kondom, serta memberikan kondom kepada peserta untuk dibawa pulang.
Konselor membantu peserta untuk memahami arti dari hasil tes, mengatasi dampak
emosional dari hasilnya, dan mendampingi peserta apabila terjadi perubahan perilaku
akibat hasil test yang tidak mereka harapkan mengenai status HIVnya. Terlepas dari
hasil tes, semua peserta dalam komunitas intervensi di tawarkan untuk menerima
Proyek layanan post-test support. Bagi peserta yang dites positif, konselor membantu
dalam membuat rencana pengungkapan yang aman dan memberikan arahan yang
tepat bagi pelayanan kesehatan dan sosial yang diperlukan. Ini termasuk rujukan
untuk perawatan dan pengobatan. Perencanaan yang seksama dilakukan di masing-
masing lokasi untuk memetakan pengobatan saat ini dan layanan perawatan (termasuk
penyediaan terapi antiretroviral), serta layanan pencegahan HIV lain yang tersedia,
dan untuk memastikan bahwa tes pada CBCVT memang tepat untuk di pilih.
1. Kelompok berbagi dan informasi adalah kelompok dimana terdiri dari berbagai usia,
status, atau berbagai karakteristik lain. Kelompok ini terdiri dari staff PTSS,
narasumber tamu PTSS, dan anggota PTSS. Topiknya seputar informasi dasar
mengenai HIV/AIDS, kesehatan, gizi, dan informasi lain.
2. Kelompok pendukung psikososial terdiri dari 8-10 orang dan melakukan pertemuan 2-
4 kali per bulan, tergantung dari kehadiran anggota. Kelompok ini memfasilitasi
anggota untuk bertemu dan belajar dari orang lain yang memiliki keadaan yang
serupa.
3. Penasihat kegawatan, memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh individu atau pasangan.
Penasihat berfokus pada penggalian informasi anggota. Disamping itu, penasihat juag
menyediakan kesehatan non-Project Accept dan pelayanan social dalam komunitas.
4. Pelatihan efektifitas pengendalian diri adalah sesi 8 jam untuk anggota PTSS yang
ingin membangun kemampuan manajemen stress dan mengidentifikasi sumber
tambahan dari lingkungan social setelah menjalani tes.
5. Pelatihan pengurangan stigma memiliki tujuan, (a) untuk membantu individu untuk
mengetahui dan mengenali hubungan stigma-HIV dan (b) membangun kemampuan
untuk membantu individu menyingkap status HIV mereka dalam lingkungan yang
aman.
BAB 4
STRATEGI KEGIATAN
b.Implementation
Nama Kegiatan : Vaginodynia : VCT sebagai Gold Standart ANC pada Ibu
Hamil untuk Mengurangi Transmisi HIV dari Ibu ke Anak
(khusus) dan untuk perempuan untuk mengurangi penyebaran
(umum) di Dupak, Kecamatan Krembangan Surabaya
Metode Pelaksanaan :
Pemasukan :
DIKTI Rp 16.000.000,00
RKAT FKUA Rp 8.000.000,00
BKkBN Rp 1.250.000,00 +
Total pemasukan Rp 25.250.000,00
Pengeluaran :
1. Persiapan
a. Perizinan Rp 200.000,00
b. Fotocopy & surat-surat Rp 100.000,00
2. Operasional
a. Cetak leaflet Rp 150.000,00
b. Cetak poster Rp 200.000,00
c. Cetak booklet Rp 2.000.000,00
d. Cetak banner Rp 500.000,00
e. Copy pre test post test Rp 50.000,00
f. Tranportasi (4x50.000) x20 Rp 4.000.000,00
g. Sewa mobil @ Rp 200.000 x 12 Rp 2.400.000,00
h. Sewa sound system Rp 450.000,00
i. Souvenir @ Rp 10.000 x 500 Rp 5.000.000,00
j. Dokumentasi Rp 100.000,00
k. Fee tenaga kesehatan @Rp 1.000.000x10 Rp 10.000.000,00
3. Penyusunan laporan akhir dan penggandaan Rp 100.000,00 +
RENCANA EVALUASI
Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Membentuk struktur kepanitiaan
Menentukan waktu yang sesuai dan tempat pelaksanaan yang strategis
2. Evaluasi proses
Memastikan acara berjalan sesuai rencana
Memastikan ibu-ibu antusias terhadap materi
Memastikan tidak ada peserta yang terlambat
Memastikan setiap panitia menjalankan tugas sesuai dengan tugasnya
3. Evaluasi hasil
Terjadi peningkatan pengetahuan mengenai HIV
Terjadi perubahan perilaku dan kesadaran untuk melakukan VCT
Terjadi peningkatan jumlah kunjungan VCT yang dianalisis
berdasarkan buku registrasi.
Terjadi peningkatan kepercayaan diri untuk membuka hasil tes dan
melakukan konsultasi berkaitan dengan hasil pemeriksaan.
Outcome evaluation
Evaluasi buku registrasi puskesmas untuk mengetahui peningkatan jumlah ibu hamil
yang melakukan VCT sebelum dan sesudah program ini berlangsung
Lampiran 1
SOP PELAYANAN
PETUGAS PENGAMBIL SAMPEL DARAH DI KLINIK VCT TESTING No :
CSU/LAB/17
Tanggal pembuatan : 3 Januari 2014
Tanggal peninjauan kembali : 3 Januari 2015
(Sumber : aids-ina.org/files/publikasi/sopklinikvctdirujuk.pdf)
Tujuan :
• Klien mendapatkan pelayanan pemeriksaan HIV sesuai standar.
• Identitas klien terjaga kerahasiaannya
• Hasil test HIV didapatkan pada periode yang sudah ditentukan (maksimal 1 minggu)
Penanggung jawab : Petugas Pengambil sampel darah klinik VCT
Alat & Bahan :
- Buku Registrasi pemeriksaan laboratorium
- Form permintaan pemeriksaan Laboratorium
- Form permintaan/rujukan ke Laboratorium jejaring
- Peralatan pengambilan sampel darah sesuai Standar
- Alat tulis
Prosedur :
1. Petugas pengambilan darah menerima surat permintaan pemeriksaan yang sudah
ditandatangani dokter dari konselor
2. Petugas pengambilan darah mencatat dalam buku pencatatan
3. Petugas pengambilan darah menyiapkan alat pengambilan darah.
4. Petugas menulis code ke tabung SST.
5. Petugas memanggil klien/mendatangi klien di ruang/area pengambilan darah
menggunakan nomer registrasi klien dan menyilahkan klien masuk
6. Petugas menjelaskan secara singkat prosedur pengambilan darah dan menyiapkan
klien untuk diperiksa
7. Petugas melakukan pengambilan sampel darah sesuai standar yang berlaku. (lihat
Protap pengambilan darah)
8. Petugas menyatakan kepada klien bahwa pengambilan sampel sudah selesai.
Lampiran 2
No : CSU/LAB/19
Tanggal pembuatan : 3 Januari 2014
Tanggal peninjauan kembali : 3 Januari 2015
(Sumber : aids-ina.org/files/publikasi/sopklinikvctdirujuk.pdf)
Tujuan :
Prosedur tetap pengambilan darah & penanganan sampel untuk dikirim ini ditujukan agar
petugas laboratorium/perawat dapat melakukan pengambilan darah & pengiriman sampel
namun tetapmemenuhi kaidah – kaidah kewaspadaan universal.
Penanggung jawab :
Prosedur tetap pengambilan darah & pengiriman sample ini harus dilakukan oleh petugas
laboratorium dan perawat.
Peralatan pengambilan darah
1. Tabung vacuntainer SST.
2. Jarum vacuntainer
3. Holder vacuntainer
4. Wadah limbah tahan tusukan (Biohazard sharp bin)
5. Alkohol swab
6. Plester
7. Wadah limbah biohazard.
8. Coolbox container
9. Hipoklorit 0.5%
FURNITURE
1. Meja lab yang dilapisi plastic
2. Tempat sampah
Prosedur kerja :
1. Siapkan tabung vacuntainer SST dan beri kode sesuai nomor ID.
2. Siapkan jarum dan beri tahu pasien yang akan diambil darah sebelum membuka jarum
bahwa jarum baru dan steril.
3. Pasang jarum pada holder, taruh tutup diatas meja pengambilan darah.
4. Letakan lengan penderita lurus diatas meja dengan telapak tangan menghadap ke atas.
5. Torniquet dipasang ± 10 cm diatas lipat siku pada bagian atas dari vena yang akan
diambil (jangan terlalu kencang).
6. Penderita disuruh mengepal dan menekuk tangan beberapa kali untuk mengisi
pembuluh darah.
7. Dengan tangan penderita masih mengepal, ujung telunjuk kiri memeriksa/mencari
lokasi pembuluh darah yang akan ditusuk.
8. Bersihkan lokasi dengan kapas alkohol 70 % dan biarkan sampai kering, kulit yang
telah dibersihkan jangan dipegang lagi.
9. Pegang holder dengan tangan kanan dan ujung telunjuk pada pangkal jarum.
10. Vena ditusuk pelan-pelan dengan sudut 30-45º.
11. Bila jarum berhasil masuk vena, tekan tabung sehingga vakumnya bekerja dan darah
terisap kedalam tabung. Bila terlalu dalam, tarik sedikit atau sebaliknya)
12. Bila darah sudah masuk buka kepalan tangan.
13. Isi tabung vacuntainer sampai volume 3 ml.
14. Setelah cukup darah yang diambil, torniquet dilepas.
15. Keluarkan tabung dan keluarkan jarum perlahan-lahan.
16. Penderita diminta untuk menekan bekas tusukan dengan kapas alkohol selama 1 -2
menit.
17. Tutup bekas tusukan dengan plester.
18. Buang bekas jarum kedalam wadah tahan tusukan (Sharp bin Biohazard).
19. Homogenkan darah dengan cara membolak – balikan secara perlahan.
Prosedur penanganan limbah:
1. Limbah infeksius padat berisi : kapas alcohol bekas pengambilan darah.
2. Limbah infeksius tajam berisi : jarum vacuntainer.
3. Limbah non infeksius berisi : bungkus plester, bungkus alkohol swab, tissue.
4. Setelah selesai melakukan pemeriksaan pisahkan limbah infeksius dan non infeksius
dan bila sudah 3/4 penuh ikat kantong plastik dengan tali pengikat.
5. Untuk limbah infeksius bawa sampah kembali ke klinik dan ikuti prosedur
penanganan limbah infeksius.
6. Untuk limbah infeksius tajam bawa kembali ke klinik.
7. Untuk limbah non infeksius dibawa ke klinik dan dapat dibakar langsung.
Lampiran 3
Tujuan :
- Klien mendapatkan hasil pemeriksaan test HIV dengan penjelasan implikasinya dari
konselor
- Klien mendapatkan dukungan sesuai dengan hasil test
- Klien mendapatkan dukungan tindak lanjut
Penanggung jawab : Konselor VCT
Alat & Bahan :
- Buku Registrasi
- Formulir Konseling Klien yang di test
- Formulir hasil testing dari laboatorium
- Formulir rujukan ke Manajer Kasus
- Alat tulis
- Alat peraga (sama dengan konseling pre-test)
- Ceklis konseling post-test
Prosedur :
1. Konselor memanggil klien dengan menyebutkan nomer register seperti prosedur
1. pemanggilan konseling pre-test.
2. Konselor memperhatikan komunikasi non verbal saat klien memasuki ruang
konseling
3. Konselor mengkaji-ulang secara singkat dan menanyakan keadaan umum klien
4. Konselor memperlihatkan amplop hasil tes yang masih tertutup kepada klien
5. Konselor menanyakan kesiapan klien untuk menerima test.
Apabila klien menyatakan sudah siap / sanggup menerima hasil tes, maka
konselor menawarkan kepada klien untuk membuka amplop bersama konselor
Apabila klien menyatakan belum siap, konselor memberi dukungan kepada
klien untuk menerima hasil dan beri waktu sampai klien menyatakan dirinya
siap
6. Konselor membuka amplop dan menyampaikan secara lisan hasil testing HIV.
7. Konselor memberi kesempatan klien membaca hasilnya.
9. Sediakan waktu yang cukup untuk menyerap informasi tentang hasil
10. Konselor menjelaskan kepada klien tentang hasil testing HIV yang telah dibuka dan
yang telah dibaca bersama
11. Konselor memberikan kesempatan dan ventilasikan keadaan emosinya
12. Konselor menerapkan manajemen reaksi
Bila hasil test positif:
1. Konselor memeriksa apa yang diketahui klien tentng hasil test
2. Konselor menjelaskan dengan tenang arti hasil pemeriksaan
3. Konselor memberi kesempatan untuk memventilasikan emosi.
4. Konselor memfasilitasi coping problem (kemampuan menyelesaikan masalah)
5. Setelah klien cukup tenang dan konseling dapat dilanjutkan, konselor menjelaskan
6. beberapa informasi sebagai berikut;
a. Pengobatan ARV
b. Kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual
c. Menawarkan konseling pasangan
7. Konselor menawarkan secara rutin klien mengikuti pemeriksaan sifilis dan manfaat
pengobatan sifilis.
8. Untuk klien perempuan terdapat fasilitas layanan pemeriksaan kehamilan dan rencana
penggunaan alat kontrasepsi bagi laki-laki dan perempuan.
9. Memotivasi agar datang ke klinik untuk evaluasi awal secara medis
10. Konselor dan klien menyepakati waktu kunjungan berikutnya
11. Apabila pada waktu yang ditentukan klien tidak bisa hadir, disarankan untuk
menghubungi konselor melalui telepon untuk perjanjian berikutnya
12. Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya mengenai hal-hal yang
belum diketahui
13. Konselor menawarkan pelayanan VCT pada pasangan klien
14. Apabila klien sudah jelas dan tidak ada pertanyaan, maka konseling pasca-testing
ditutup
15. Memotivasi agar bersedia didampingi oleh MK
16. Konselor mengisi form pasca-konseling
Bila hasil test negatif:
1. Konselor mendiskusikan kemungkinan klien masih berada dalam periode jendela
2. Konselor membuat ikhtisar dan gali lebih lanjut berbagai hambatan
3. Konselor memastikan klien paham mengenai hasil test yang diterima dan pengertian
periode jendela
4. Menjelaskan kebutuhan untuk melakukan tes ulang dan pelayanan VCT bagi
pasangan
5. Menjelaskan upaya penurunan risiko yang dapat dilakukan
6. Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya mengenai hal-hal yang
belum diketahui
7. Apabila klien sudah jelas dan tidak ada pertanyaan, maka konseling pasca-testing
ditutup
8. Konselor memotivasi agar bersedia didampingi oleh MK untuk mempertahankan
perilaku yang aman.
9. Membut perjanjian untuk kunjungan ulang bila dibutuhkan
10. Konselor mengisi form pasca koseling
DAFTAR PUSTAKA
Barker M. Pierre dan Kedar Mate. 2012. Eliminating Mother-To-Child HIV Transmission
Will Require Major Improvements In Maternal And Child Health Services
Dinkes Surabaya. 2008. Statistik HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual, DBD dan Diare pada
Balita Ditangani Kabupaten/Kota Surabaya Tahun 2008. Surabaya: Dinkes Surabaya.
Ditjen PP & PL Kemkes RI. 2008. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor hingga
Desember 2008. Jakarta: Kemkes RI.
Ditjen PP & PL Kemkes RI. 2013. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor hingga
Juni 2013. Jakarta: Kemkes RI.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Tidak ada tahun. Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu
ke Bayi, Panduan bagi Petugas Kesehatan. IDI.
Kemkes. 2008. Pemodelan Matematika Epidemi HIV di Indonesia Tahun 2008-2014. Jakarta:
Kemkes RI.
Kemkes. 2009. Laporan Triwulan Kasus AIDS dan HIV 30 Juni 2009. Jakarta: Kemkes RI.
Kemkes – BPS. 2008. Surveilans Terpadu Biologis Perilaku pada Kelompok Berisiko Tinggi
di Indonesia 2007. Jakarta: Kemkes – BPS.
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). 2010. Strategi dan Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun 2010 – 2014. KPAN.
Pemkot Surabaya. 2013. Profil Kota Surabaya. Surabaya: Pemkot Surabaya. Alamat website:
http://www.surabaya.go.id/profilkota. Diakses pada: 8 Oktober 2013.
Purwaningsih dkk. 2011. Analisis Faktor Pemanfaatan VCT pada Orang Risiko Tinggi
HIV/AIDS (journal.unair.ac.id/filerPDF/001_putu_001.doc diakses tanggal 17 Desember
2013)