Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru, pleura

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan

pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan thorak.

Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa

penderita.

Di negara – negara barat efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung

kongestif, serosis hati, keganasan serta pneumonia bakteri, sementara di negara –

negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi

tubercolosis

Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang

dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh

dunia, bahkan menjadi problema utama di negara – negara yang sedang bekembang

termasuk Indonesia. Di negara – negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus

efusi pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap

tahunya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan

pneumonia bakteri. Menurut Depkes RI (2006), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 %

dari penyakit infeksi saluran napas lainya. Tingginya angka kejadian Efusi Pleura

disebabkan keterlambatan penderita akibat Efusi Pleura masih sering ditemukan

1
faktor resiko terjadinya efusi pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi

yang kurang, lingkungan yang pandat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang

menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya

pengetahuaan masyarakat tentang kesehatan.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura

disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan

kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama

fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura

merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks

dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan

jaringan elastik.1

Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura

parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-

paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat

perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya

terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 μm).

Diantara celah - celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel

mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya

dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat

elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat

banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis

serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel

dengan kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan

3
jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan

kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari

A. Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak

reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur.

Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan

jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan

dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium

pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan

memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut

dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada

ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis

sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu

ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan

atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20

cc. 2

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura

parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah

pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang

akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu

dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan

normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura

kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena

4
perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong

cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan

cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura

viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura

parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis

sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga

pleura.1

Gambar 2.1 Gambaran Anatomi Pleura3

5
2.2 Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari

dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan

transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung

cairan sebanyak 10-20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,

kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.4

2.3 Etiologi

2.3.1 Berdasarkan Jenis Cairan

a. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang

mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami

perubahan.

b. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi

pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi

pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran

kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura2.

Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria

berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga

kriteria ini 2:

1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang

normal didalam serum.

6
Transudat Eksudat

Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 >3

Kadar protein dalam efusi <0,5 >0,5

Kadar Protein dalam serum

Kadar LDH dalam efusi (I.U) <200 >200

Kadar LDH dalam efusi < 0,6 >0,6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan efusi <1.016 >1.016

Rivalta Negatif Positif

Tabel 2.1 Perbedaan Biokimia Efusi Pleura2

2.3.2 Efusi pleura berupa :

A. Eksudat, disebabkan oleh :

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie, Rickettsia,

Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara

100-6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala,

demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis.

Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap

virus dalam cairan efusi.5

2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli

oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar

secara hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob

maupun anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus,

7
Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes,

Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan

pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan

cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.4

3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,

Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat

terhadap organisme fungi.

4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi

melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,

dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.

Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari

jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada

didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya

unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien

pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,

dyspneu, dan nyeri dada pleuritik. 2

5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-

paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi

bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi

terjadinya efusi ini diduga karena :

8
a. Invasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi

kebocoran kapiler.

b. Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan

aliran balik sirkulasi.

c. Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan

negatif intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura

yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan

pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan

pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik

cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum

(needle biopsy).4

6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia

bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah

dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita

cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus

efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun

drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang

terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube

thoracostomy pada pasien dengan efusi para pneumonik:

a. Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

b. Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

9
c. Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

d. Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah

daripada nilai pH bakteri.

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi

parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam

waktu beberapa jam saja.4

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,

Skleroderma.

8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi

parapneumonik.4

B) Transudat, disebabkan oleh :

1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab

lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava

superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan

vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi

peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan

tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi

pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun

(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru

meningkat.5

10
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada

dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak

sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi

pada sisi kanan.

Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan

jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura

juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga

bila penderita amat sesak.6

2. Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura

dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi

kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah

dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi

pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.

3. Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui

lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi

biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan

dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol

asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan

yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa

(peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap

11
kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen

yang menyebakan skelorasis.5

4. Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-

penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat

menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma

dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya

metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh

tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk

ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit

kronis.6

5. Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi

unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga

peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini

terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan

dialisat.6

C) Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks.

Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam

darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa

menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan

12
fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera

membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding

dada.4

2.4 Patofisiologi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura

berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling

bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan

ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler

dan saluran limfe pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan

pembentukannya .1

Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan

proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara

patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya

efusi pleura yaitu 5;

1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi

kapiler

2. Penurunan tekanan kavum pleura

3. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga

pleura.

13
PATHWAY

Penghambatatan drainase Tekanan Osmotik


infeksi
limfatik Koloid Plasma

Peradangan permukaan Tekanan kapiler paru Transudasi cairan

pleura meningkat intravaskular

Permeabilitas Vascular Tekanan Hisdrostatik Edema

Transudasi Cavum Pleura

Efusi Pleura

Skema 2.1 : Efusi Pleura6

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh

peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,

sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura

dapat menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya

14
alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini

sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang

elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.4

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan

primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis

peritoneum. Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan. Perikarditis konstriktiva,

keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks.4

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial

berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga

pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena

mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa

Penting untuk menggolongkan efusi pleura sebagai transudatif atau eksudatif .4

2.5 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan

fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan

analisa cairan pleura.

2.6 Manifestasi Klinis

2.6.1 Gejala Utama.

Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika

paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak , berupa rasa

penuh dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang

15
banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejala-

gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada

pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),

banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang

sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan5

2.6.2 Pemeriksaan Fisik.

a. Inspeksi : Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih

cembung

b. Palpasi : Penurunan fremitus vocal atau taktil

c. Perkusi : Pekak pada perkusi,

d. Auskultasi : Penurunan bunyi napas

Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi

atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas

bronkus.5

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan

berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan

kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal),

pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan

cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).4

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup

timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu

daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada

16
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada

permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.7

Gambar 2.2 : Garis melengkung (garis Ellis Damoiseu)7

2.7 Pemeriksaan Penunjang.

2.7.1 Foto thoraks

Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat

dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan

permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak

sudut kostrofrenikus menumpu. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral

dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.8

17
Gambar 2.3 : Gambaran thoraks dengan efusi pleura8

2.7.2 Torakosentesis.

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik

maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk.

Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior

dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura

sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk

diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan9:

a. Warna cairan.

Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-santrokom).

18
b. Biokimia.

Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat

dilihat pada tabel dibawah:

2.7.3 Sitologi.

Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-

sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.8

a. Sel neutrofil: pada infeksi akut

b. Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma

maligna).

c. Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru

d. Sel mesotel maligna: pada mesotelioma

e. Sel giant: pada arthritis rheumatoid

f. Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik

g. Sel maligna: pada paru/metastase.

2.7.4 Bakteriologi

Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung

mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering

pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.4

19
2.7.5 Biopsi Pleura.

Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan

tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,

penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.4

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Differential Diagnosis Effusi Pleura 2:

1. Tumor paru

- Sinus tidak terisi

- Permukaan tidak concaf tetapi sesuai bentuk tumor

- Bila tumor besar dapat mendorong jantung

2. Pneumonia

- Batas atas rata / tegas sesuai dgn bentuk lobus

- Sinus terisi paling akhir

- Tidak tampak tanda pendorongan organ

- Air bronchogram ( + )

3. Pneumothorak

4. fibrosis paru

2.9 Penatalaksanaan

Terapi penyakit dasarnya antibiotika dan terapi paliatif (Efusi pleura

haemorrhagic). Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan

pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga

menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, mak perlu dilakukan tindakan drainase

20
(pengeluaran cairan yang terkumpul). Cairan bisa dialirkan melalui prosedur

torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam rongga

pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada

prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah cairan yang

harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui dinding

dada. Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika

nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka

pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat

sehingga bias dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan

untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi). Pada tuberkulosis atau

koksidioidomikosis diberikan terapi antibiotik jangka panjang. Pengumpulan cairan

karena tumor pada pleura sulit untuk diobati karena cairan cenderung untuk terbentuk

kembali dengan cepat. Pengaliran cairan dan pemberian obat antitumor kadang

mencegah terjadinya pengumpulan cairan lebih lanjut. Jika pengumpulan cairan terus

berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh cairan dibuang melalui

sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau serbuk

doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua lapisan

pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan. Jika

darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui

selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan

darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut

21
atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan

pembedahan. 9

2.9.1 Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,

aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat

dilakukan sebagai berikut8:

1. penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau

diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat

dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.

2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di

daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di

bawah batas suara sonor dan redup.

3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan

jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya

disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai

diahfragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum

tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura

parietalis tebal.

22
Gambar 2.4: Metode torakosentesis8

4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada

setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat

pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam

jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk,

bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.5

5. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga

ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serothoraks), berdarah

(hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah (empiema).

Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (cairan putih jernih) atau

eksudat (cairan kekuningan). 9

Indikasi pungsi pleura9 :

1. Adanya gejala subyektif seperti sakit atau nyeri, dipsneu, rasa berat dalam

dada.

23
2. Cairan melewati sela iga ke-2, terutama bila dihemithoraks kanan, karena

dapat menekan vena cava superior.

3. Bila penyerapan cairan terlambat (lebih dari 6-8 minggu).

2.9.2 Pemasangan WSD

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks

dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara

lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut7:

1. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea

aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.

2. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar

kurang lebih 2 cm sampai subkutis.

3. Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.

4. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai

mendapatkan pleura parietalis.

5. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar

ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.

6. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat

dengan kasa dan plester.

7. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang

dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang

diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari

luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.

24
8. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada

selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.

Untuk memastikan dilakukan foto toraks8.

9. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan

paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

2.9.3 Pleurodesis.

Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,

merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang

digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-

fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat

dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg)

diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan

WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang

menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali

cairan dalam rongga tersebut.9

2.10 Prognosa

Tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat sembuh

sendiri setelah diberi pengobatan adekuat terhadap penyakit dasarnya.4

25
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari

dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat

berupa cairan transudat atau cairan eksudat.

2. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-

20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada

cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl,

3. Gejala klinis di temukan Gejala yang paling sering timbul adalah sesak ,

berupa rasa penuh dalam dada atau dispneu.

4. Penegakan diagnosa maka pemeriksaan penunjang yang dapat dlakukan

berupa foto thorak, punksi pleura, biopsi dan lain-lain, untuk pengobatan pada

efusi pleura tergantung penyebabnya sehingga pronosis efusi pleura tersebut

juga tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat sembuh

sendiri setelah diberi pengobatan adekuat terhadap penyakit dasarnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Lorraine W. Penyakit Paru Restriktif. Dalam : Price, Sylvia A, Lorraine W, et

al. Editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Ed. 6. Jilid.2.

Kedokteran EGC ; Jakarta: 2005.

2. Slamet H. Efusi Pleura. Dalam : Alsagaff H, Abdul Mukty H, Dasar-Dasar

Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press ;Surabaya; 2002.

3. Gambar anatomi pleura, 2007. Efusi Pleura. Diakses dari http://poslal

medicina /pleura.pdf pada tanggal 15 Desember 2013

4. Sudoyo AW. Kelainan Paru. Dalam: Halim H. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit

Dalam .Vol 2. Balai Penerbit FK UI ; Jakarta ;2005

5. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS. Jakarta :

2008.

6. Maryani. 2008. Efusi Pleura. Diakses dari

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf pada tanggal 15

Desember 2013

7. Emedicine.medscape.com/article/299959-overview

8. Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses dari

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf pada tanggal 15

desember 2013

9. Prasenohadi. The Pleura. Universitas Indonesia. 2009

27
28

Anda mungkin juga menyukai