Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis Kebutuhan

1. Pengertian Analisis Kebutuhan

John McNeil (dalam Sanjaya, 2008) mendefinisikan analisis

kebutuhan (need assessment) adalah proses menentukan prioritas kebutuhan

pendidikan. Sejalan dengan pendapat McNeil, Seel dan Glasgow (dalam

Sanjaya, 2008) menjelaskan tentang analisis kebutuhan bahwa kebutuhan itu

pada dasarnya adalah kesenjangan (discrepancies) antara apa yang telah

tersedia dengan apa yang telah tersedia dengan apa yang diharapkan, dan need

assessment adalah proses mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan

menentukan prioritas dari kesenjangan untuk dipecahkan.

Roger Kaufman & Fenwick W. English (dalam Warsita, 2011)

mendefinisikan analisis kebutuhan sebagai suatu proses formal untuk

menentukan jarak atau kesenjangan antara keluaran dan dampak yang nyata

dengan keluaran dan dampak yang diinginkan, kemudian menempatkan

deretan kesenjangan ini dalam skala prioritas, lalu memilih hal yang lebih

penting untuk diselesaikan masalahnya. Maka analisis kebutuhan adalah alat

atau metode untuk mengidentifikasi masalah guna menentukan tindakan atau

solusi yang tepat.

Ada beberapa hal yang melekat pada pengertian need assessment, baik

yang dikemukakan McNeil maupun Glasgow. Pertama, merupakan suatu

11
12

proses artinya ada rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan need assessment, dan

bukan merupakan suatu hasil, akan tetapi suatu aktivitas tertentu dalam upaya

mengambil keputusan tertentu. Kedua, kebutuhan itu sendiri pada hakikatnya

adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dengan demikian, need

assessment itu adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang

kesenjangan yang seharusnya dimiliki setiap siswa dengan apa yang telah

dimiilki.

2. Fungsi Analisis Kebutuhan

Berikut merupakan fungsi analisis kebutuhan pembelajaran Morison

(dalam Warsita, Bambang dkk, 2011) :

a. Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas

sekarang, yaitu masalah yang mempengaruhi hasil pembelajaran.

b. Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial,

keamanan atau masalah-masalah lain yang menggangu pekerjaan atau

lingkungan pendidikan

c. Menyajikan skala prioritas untuk memilih tindakan yang tepat dalam

mengatatasi masalah-masalah pembelajaran.

d. Memberikan data basis untuk menganalisis efektifitas kegiatan

pembelajaran.
13

3. Tujuan Analisis Kebutuhan

Berikut merupakan tujuan analisis kebutuhan pembelajaran (Warsita,

Bambang dkk, 2011) :

a. Menginventaris atau mengidentifikasi masalah-masalah pembelajaran.

Identifikasi masalah merupakan proses membandingkan keadaan

sekarang dengan keadaan yang diharapkan atau seharusnya. Hasilnya akan

menunjukkan kesenjangan antara kedua keadaan tersebut. Kesenjangan ini

disebut dengan kebutuhan. Bila kesenjangan kedua keadaan tersebut besar,

kebutuhan itu perlu diperhatikan atau diselesaikan. Kebutuhan yang besar

dan ditetapkan untuk diatasi itu disebut masalah. Oleh karena itu, kebutuhan

yang lebih kecil mungkin untuk sementara waktu atau seterusnya diabaikan.

Artinya, kebutuhan yang tidak dianggap sebagai masalah. Hasil akhir dari

identifikasi masalah adalah perumusan tujuan pembelajaran umum.

b. Menyusun skala prioritas pemecahan masalah

Setelah anda mengetahui masalah-masalah pembelajaran yang

dihadapi, maka Anda perlu mencari alternatif pemecahan masalah tersebut

dengan menggunakan skala prioritas pemecahan masalah. Adapun beberapa

pertimbangan yang perlu Anda perhatikan dalam menilai atau menentukan

skala prioritas pemecahan masalah, yaitu : a) tingkat signifikansi

pengaruhnya, b) luas ruang lingkupnya, dan c) pentingnya peranan

kesenjangan tersebut terhadap masa depan lembaga atau program.


14

c. Merumuskan tujuan

Hasil kegiatan analisis kebutuhan pembelajaran yaitu daftar

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang masih belum dikuasi peserta

didik dan perlu dikuasi peserta didik. Dengan kata lain, kegiatan analisis

kebutuhan ini akan menghasilkan kompetensi kompetensi yang masih

belum dikuasai dan perlu dikuasai peserta didik. Kompetensi dasar inilah

yang akan menjadi dasar acuan tahap selanjutnya yaitu perumusan Tujuan

Instruksional Umum (TIU) atau Tujuan Pembelajaran Umum (TPU).

4. Langkah-Langkah Melakukan Analisis Kebutuhan

Berikut merupakan langkah-langkah dalam melakukan analisis

kebutuhan Gosslow dalam buku perencanaan dan desain sistem pembelajaran

(Senja, 2008) :

Pengumpulan
Informasi

Merumuskan Identifikasi
Masalah Kesenjangan

Identifikasi Analisis
Tujuan Performance

Indentifikasi
Indentifikasi
Karakteristik
Hambatan
Siswa

Gambar 1 Langkah-langkah melakukan analisis kebutuhan


15

a. Pengumpulan Infomasi

Pada saat merancang pembelajaran pertama kali seorang

desainer perlu memahami terlebih dahulu informasi tentang siswa

dapat mengerjakan apa, siapa memahami apa, siapa yang akan

belajar, kendala-kendala apa yang akan dihadapi, dan bagaimana

pengaruh keadaan tertentu terhadap karakteristik siswa. Berbagai

informasi yang dikumpulkan akan bermanfaat dalam menentukan

tujuan yang ingin dicapai beserta skala prioritas dalam pemecahan

suatu masalah.

b. Identifikasi Kesenjangan

Identifikasi kesenjangan menjelaskan identifikasi

kesenjangan melalui Organizational Elements Model (OEM).

Dalam model OEM, menjelaskan adanya lima elemen yang saling

berkaitan. Dua elemen pertama, yaitu input dan proses adalah

bagaimana menggunakan setiap potensi dan sumber yang ada,

sedangkan elemen terakhir meliputi produk, output dan outcome

merupakan hasil akhir dari suatu proses.

Komponen input, meliputi kondisi yang tersedia pada saat

ini misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar,

kebutuhan, problem, tujuan, materi kurikulum yang ada.

Komponen proses, meliputi pelaksanaan pendidikan yang berjalan

yang terdiri atas pola pembentukan staf, pendidikan yang

berlangsung sesuai dengan kompetensi, perencanaan, metode,


16

pembelajaran individu, dan kurikulum yang berlaku. Komponen

produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan,

pengetahuan dan sikap yang dimiliki, serta kelulusan tes

kompetensi.

Komponen Output, meliputi ijazah kelulusan, keterampilan

prasyarat, lisensi. Komponen Outcome meliputi kecukupan dan

kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan.

Outcome merupakan hasil akhir yang diperoleh. Melalui analisis

hasil, desainer dapat menentukan sejauh mana hasil yang diperoleh

dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan. Inilah proses yang

pada hakikatnya menentukan kesenjangan antara harapan dan apa

yang terjadi. Berdasarkan analisis itulah, desainer dapat

mendeskripsikan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen

yakni input, proses, produk, dan output.

c. Analisis Performance

Tahap ketiga dalam proses need assessment, adalah tahap

menganalisis performance. Menganalisis performance dilakukan

setelah desainer memahami berbagai informasi dan

mengidentifikasi kesenjangan yang ada. Ketika menemukan

adanya kesenjangan, selanjutnya identifikasi kesenjangan mana

yang dapat dipecahkan melalui perencanaan pembelajaran dan

mana yang memerlukan pemecahan dengan cara lain, seperti

melalui kebijakan pengelolaan baru, penentuan struktur organisasi


17

yang lebih baik, atau mungkin melalui pengembangan bahan dan

alat-alat. Untuk menentukan semua itu kita perlu memahami

faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan dan pemahaman

tersebut dapat dilakukan pada saat need assessment berlangsung.

Analisis performance meliputi identifikasi terhadap guru,

identifiaski saran dan kelengkapan penunjang belajar siswa,

identifikasi kebijakan sekolah, identifikasi iklim sosial dan iklim

psikologis.

d. Identifikasi Hambatan

Tahap keempat dalam need assessment adalah

mengidentifikasi berbagai kendala yang muncul beserta sumber-

sumbernya. Dalam pelaksanaan suatu program berbagai kendala

bisa muncul sehingga dapat berpengaruh terhadap kelancaran suatu

program. Berbagai kendala dapat meliputi, waktu fasilitas, bahan,

pengelompokan dan komposisinya, pilosofi, personal, dan

organisasi. Sumber-sumber kendala bisa berasal dari pertama,

orang yang terlibat dalam suatu program pembelajaran, misalnya

guru, kepala sekolah, dan siswa itu sendiri. Termasuk juga dalam

unsur orang ini adalah unsur filsafat atau pandangan yang terhadap

pekerjaannya, motivasi kerja, dan kemampuan yang dimilikinya.

Kedua, fasilitas yang ada, di dalamnya meliputi ketersediaan dan

kelengkapan fasilitas serta kondisi fasilitas. Ketiga, berkaitan

dengan jumlah pendanaan beserta pengaturannya.


18

e. Identifikasi Karakteristik Siswa

Tahap kelima dalam need assessment adalah

mengidentifikasi siswa. Tujuan utama dalam desain pembelajaran

adalah memecahkan berbagai problema yang dihadapi siswa, oleh

karena itu hal-hal yang berkaitan dengan siswa adalah bagian dari

need assessment. Identifikasi yang berkaitan dengan siswa di

antaranya adalah tentang usia, jenis kelamin, level pendidikan,

tingkat social ekonomi, latar belakang, gaya belajar, pengalaman

dan sikap. Karakteristik siswa seperti di atas, akan bermanfaat

ketika kita menentukan tujuan yang harus dicapai, pemilihan dan

penggunaan strategi pembelajaran yang di anggap cocok, serta

untuk menentukan teknik evaluasi yang relevan

f. Identifikasi Tujuan

Kaufman (1983) mendefinisikan need assessment sebagai

suatu proses mengidentifikasi, mendokumentasi dan menjustifikasi

kesenjangan antara apa yang terjadi dan apa yang akan dihasilkan

melalui penentuan skala prioritas dari setiap kebutuhan. Definisi

yang dikemukakan (Kaufman,1983) berhubungan erat dengan

tujuan yang ingin dicapai. Oleh sebab itu, mengidentifikasi tujuan

yang ingin dicapai merupakan salah satu kegiatan yang harus

dilaksanakan dalam proses need assessment.


19

Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan dalam desain

intruksional. Seorang desainer perlu menetapkan kebutuhan-

kebutuhan apa yang dianggap mendesak untuk dipecahkan sesuai

dengan kondisi. Ini hakikatnya menentukan skala prioritas dalam

need assessment. Terdapat beberapa teknik dalam menentukan

skala prioritas dari data yang telah terkumpul. Misalnya teknik

perangkingan meliputi Teknik Delphi, Fokus Group Discussion,

Q-Sort, dan Storyboarding. Teknik-teknik ini digunakan untuk

menjaring berbagai tujuan yang dianggap perlu melalui penilaian

para ahli yang terlibat pada diskusi. Dengan demikian, rumusan

tujuan benar-benar hasil suatu studi yang dibutuhkan dan

diperlukan untuk dipecahkan

g. Merumuskan Masalah

Tahap akhir dalam proses analisis masalah adalah

menuliskan pernyataan masalah sebagai pedoman dalam

penyusunan proses desain intruksional. Penulisan masalah pada

dasarnya merupakan rangkuman atau sari pati dari permasalahan

yang ditentukan. Pernyataan masalah harus ditulis secara singkat

dan padat yang biasanya tidak lebih dari satu-dua paragraf.


20

Selain tahapan analisis kebutuhan Gosslow ada 4 tahap dalam

melakukan analisis kebutuhan berdasarkan (Morison, 2011) menyebutkan

langkah-langkah analisis kebutuhan sebagai berikut :

Perencanaan

Membuat
Pengumpulan
Laporan
Data
Akhir

Analisa Data

Gambar 2 Langkah-langkah melakukan analisis kebutuhan Morisson

a) Perencanaan

Pada saat perencanaan yang perlu dilakukan adalah klasifikasi

siswa siapa yang akan terlibat dalam kegiatan analisis kebutuhan.

b) Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan sesuai dengan perencaan yang

telah ditentukan, pada saat pengumpulan data peneliti perlu

mempertimbangkan besar kecilnya sampel.

c) Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah

melakukan analisa data berdasarkan hasil pengumpulan data yang

telah dilakukan.
21

d) Membuat Laporan Akhir

Langkah terakhir dalam analisis kebutuhan adalah membuat

laporan akhir terkait dengan hasil penelitian yang dilaksanakan.

Berdasarkan langkah-langkah analisis kebutuhan Gosslow dan

Morisson dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah analisis kebutuhan adalah

sebagai berikut :

• Pengumpulan Informasi
Perencanaan

• Identifikasi Kesenjangan
• Analisis Performance
Pengumpulan • Identifikasi Hambatan
Data • Identifikasi Karakteristik Siswa
• Identifikasi Tujuan

• Membuat laporan analisis data, setelah proses pengumpulan data


selesai dilakukan
Analisis Data

• Merumusakan Masalah
Membuat
Laporan Akhir

Gambar 3 Kesimpulan Langkah Analisis Kebutuhan


22

B. Virtual World

1. Pengertian Virtual World

Virtual World atau dunia virtual adalah lingkungan komputer 3D yang

mirip dengan dunia nyata, seringkali digunakan secara massal dan biasanya

terkoneksi dengan internet sehingga seseorang dapat berkomunikasi dengan

orang lain (Mattsson & Barnes, 2008). Hingga saat ini, perkembangan Virtual

World terus berkembang dan digunakan dalam banyak bidang seperti

pemasaran, hiburan, edukasi dan masih banyak lagi. Adapun beberapa produk

dari Virtual World yang cukup populer diantaranya adalah Virtual Reality dan

Second Life.

2. Jenis Virtual World

a. Virtual Relity

Gambar 4 Penggunaan Virtual Reality

Istilah Virtual Reality pertama kali digunakan dalam sebuah novel

karangan Damien Broderick. Diceritakan dalam novel tersebut bahwa

dimasa mendatang, teknologi Virtual Reality akan banyak digunakan dalam

kegiatan manusia dan akan terus berkembang sehingga akan memberikan


23

pengaruh bagi kehidupan manusia. Karena akan semakin banyaknya orang

yang menghabiskan waktu di dunia virtual, maka kemungkinan akan

terjadinya migrasi ke virtual space dan mengakibatkan banyak perubahan di

berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, dan budaya (Gianty, 2008).

Hendra Jaya (2012) mengemukakan bahwa Virtual Reality (VR)

merupakan suatu simulasi mengenai lingkungan nyata yang dibuat oleh

komputer, dan pengguna dapat berinteraksi dengan hasil yang

menampakkan isi dari kenyataan lingkungan tersebut. Lebih lanjut, Anton,

dkk. (2012) menjelaskan bahwa virtual reality adalah bentuk representasi

objek tiga dimensi yang ditampilkan pada sebuah layar komputer atau

melalui sebuah penampil stereokopik, namun beberapa simulasi

mengikutsertakan tambahan informasi hasil pengindraan, seperti suara dari

speaker atau headphone. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa virtual

reality merupakan suatu teknologi yang memungkinkan para pengguna

untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan yang ada di dalam computer

yang sudah dibuat sedemikian rupa menyerupai lingkungan di dunia nyata

atau hanya imajinasi sehingga pengguna seolah-olah berada di lingkungan

yang sebenarnya.

Virtual Reality pada umumnya menampilkan pengalaman visual yang

lebih jelas sehingga memberikan kesan tersendiri bagi pengguna. Cara Kerja

virtual reality yaitu, pengguna memasuki dunia virtual dengan

menggunakan alat atau perangkat keras seperti headset atau kacamata

khusus. Selain itu, pengguna juga mendapat informasi tambahan dengan


24

speaker ataupun headphone. Untuk dapat berinteraksi dengan dunia virtual,

pengguna dapat melakukan input dengan menggunakan perangkat lain

seperti glove ataupun walker sehingga akan memberikan sensasi yang lebih

nyata. Selain alat-alat tersebut, masih terdapat banyak peralatan lain yang

dapat digunakan untuk menambah pengalaman virtual seperti trackball, dan

joysticick. Adapun penggunaan dari alat tersebut dapat disesuaikan

tergantung kebutuhan. Misalnya saja dalam simulasi militer, tentunya juga

membutuhkan konsol yang lebih kompleks.

Virtual Reality memungkinkan untuk dapat diimplementasikan dalam

berbagai bidang seperti psikologi, hingga pendidikan, antara lain :

a) Bidang Psikologi

Gambar 5 Penggunaan virtual reality untuk terapi

Manfaat penggunaan Virtual Reality dalam bidang psikologis

timbul karena lingkungan Virtual Reality dapat memunculkan dampak

psikologis yang sama dengan kenyataan. Aplikasi Virtual Reality

beragam, dimana pengalaman dapat disesuaikan sehingga resiko dari

situasi yang berbahaya dapat dihindari. Pada Virtual Reality dikenal

penciptaan objek 3D yang disebut sebagai avatar. Jenis penggunaan

avatar pada VR memiliki potensi tertentu dalam bidang psikologi


25

seperti pengembangan keterampilan interpersonal dan pelatihan

(Foreman).

Manfaat penggunaan VR (Virtual Reality) dalam bidang klinis

dapat digunakan pada terapi seperti fhobia. Wiederhold dan

Wiederhold (2005) telah menerapkan logika yang sama untuk orang-

orang yang mengalami kecemasan terhadap kecelakaan lalu lintas.

Keuntungan VR dalam konteks ini adalah bahwa reaksi dapat diukur

secara tepat diukur sehingga perubahan perilaku dapat dipantau secara

akurat. Selain itu, Riva et al (2007) menjelaskan neuro VR didasarkan

pada perangkat lunak open-source dan menggunakan anatar muka

user-friendly yang memungkinkan praktisi klinis untuk beradaptasi

(Foreman).

b) Pendidikan

Penerapan Virtual Reality di bidang pendidikan dapat menjadi

suatu terobosan baru yang sangat bermanfaat. Hendra Jaya (2012)

mengemukakan bahwa penerapan Virtual Reality seperti laboratorium

virtual dapat mendukung kegiatan praktikum di laboratorium yang

bersifat interaktif, dinamis, animatif, dan berlingkungan virtual

sehingga tidak membosankan dan dapat mendukung keinginan

pengguna untuk mempelajari dan memahami materi pelajaran

produktif. dan tentunya juga dapat meningkatkan kompetensi siswa

baik dari segi kognitif (minds-on), dan psikomotorik.


26

b. Second Life

1. Sejarah Second Life

Second Life adalah dunia maya berbasis internet yang diluncurkan

pada tahun 2003. Second Life dikembangan oleh perusahaan riset

Linden Research, Inc atau sering disebut juga sebagai lab Linden. CEO

Linden lab yang bernama Phillip Rosedale menggunakan konsep

MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Game) dalam

Second Life yang kemudian dihadirkan dalam destinasi web virtual.

Second Life merupakan suatu kehidupan dimana para pengguna dapat

melakukan apa saja dalam dunia virtual seperti menikah, hingga

peluncuran bisnis yang berfungsi secara ekslusif sesuai batasan yang

dimiliki situs tersebut (Suryana, 2012:70).

Second Life merupakan suatu kemajuan di bidang teknologi yang

dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. Second Life merupakan

suatu cara yang dapat meningatkan inovasi dan kreatifitas siswa. Selain

itu, juga dapat mengajarkan kepada siswa untuk berpikir lebih jauh

dalam menyelesaikan tugas. Second Life menawarkan pembelajaran

yang lebih baik dari pada pembelajaran lingkungan virtual tradisional

(Bignell and Parson, 2010).

2. Pengertian Second Life

Second Life adalah simulasi lingkungan nyata secara online yang

menggunakan grafis 3-D yang memungkinkan para pengguna untuk

dapat berinteraksi layaknya di kehidupan nyata (Bignell & Parson,


27

2010). Lebih lanjut, Edlund dan Hartnett (2013) mengatakan bahwa

Second Life menggunakan lingkungan virtual dimana para pengguna

dapat membuat avatar dan berinteraksi dengan pengguna lain. Bignell

and Parson (2010) menjelaksan bahwa avatar dalam Second Life dapat

digunakan untuk berbagai macam tujuan, seperti jaringan sosial,

permainan, pemasaran, pembayaran, hingga bisnis.

3. Penggunaan Second Life

Komunikasi di dalam Second Life dapat dilakukan dengan 3 cara,

yang pertama adalah suara, general text, dan private chat. Solusi yang

paling efektif untuk berkomunikasi dalam Second Life adalah dengan

menggunakan headset. Alat ini juga memungkinkan pengguna untuk

berkomunikasi satu sama lain meskipun berada di lokasi yang berbeda.

Komunikasi melalui headset merupakan cara yang paling natural di

dalam Second Life (Bignell & Parson, 2010).

Second Life juga memungkinkan penggunanya untuk memakai

mic atau headset sehingga para pengguna dapat saling berbincang

dalam fasilitas yang disebut dengan voice conversation. Para pengguna

ini saling berinteraksi menggunakan avatar – avatar yang bergerak.

Avatar dalam Second Life dapat dipilih sesuai dengan keinginan

pengguna.

4. Pembelajaran Virtual Second Life

Dunia Virtual dalam Second Life merupakan cara yang efektif

dalam pembelajaran virtual dimana siswa dapat memasuki lingkungan


28

pembelajaran 3D yang memberikan kesan yang lebih nyata. Selain itu,

siswa juga dapat berinteraksi dengan staf dan siswa lain meskipun berada

di lokasi yang berbeda. Siswa juga dapat mengontrol avatar yang

merepresentasikan diri mereka untuk berinteraksi dalam Second Life.

Ruangan dalam Second Life juga di desain dan dimodifikasi sendiri

sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan, sehingga memberikan kesan

yang tidak membosankan (Bignell and Parson, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh deNoyelles, dkk. (2014) mengenai

manfaat Second Life untuk pembelajaran, menunjukkan bahwa siswa

dapat memaksimalkan manfaat dari penggunaan dunia Virtual dalam

belajar. Secara spesifik, penelitian ini mengidentifikasikan 3 variabel,

yaitu Virtual World-Environment Self-Efficacy (VWE-SE), Learning

Domain Self-Efficacy (LD-SE), dan Virtual World-Learning Domain

Self-Efficacy (VWLD-SE). Artinya bahwa siswa yang mampu

mengendalikan avatar di lingkungan virtual (VWE-SE) dan menguasai

bidang yang dipelajari (LD-SE) serta kepercayaan yang tinggi dalam

kemampuan menggunakan avatar dalam menyelesaikan tugas di bidang

tersebut (VWLD-SE) akan berimplikasi terhadap kinerja. Hal ini berarti

bahwa siswa dengan peningkatan VWLD-SE dan LD-SE memiliki nilai

ujian yang lebih tinggi.

Selain itu, Second Life juga dapat dimanfaatkan dalam proses

training. The University of Michigan School of Nursing menggunakan

Second Life untuk untuk membantu mahasiswa kedokteran mengasah


29

kepemimpinan dan kemampuan komunikasi mahasiswa. Hal ini juga

merupakan cara lain, dalam melatih para profesional medis. Pada

pelatihan tersebut, para mahasiswa dapat log in dengan avatar tanpa

harus datang ke lokasi praktik. Selain itu, para mahasiswa juga dapat

melihat skenario-skenario yang mungkin tidak pernah terjadi atau wtidak

pernah dilihat sehingga hal tersebut dirasakan sangat bermanfaat

(Chiavetta, 2014). Penemuan-penemuan tersebut, menjelaskan bahwa

Second Life merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk

pembelajaran. Apa yang dipelajari dalam dunia virtual Second Life

tentunya akan berpengaruh tehadap kemampuan seseorang di lingkungan

nyata.

C. PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI

Berikut merupakan kajian Psikologi di Fakultas Psikologi dan Ilmu

Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia :

a. Psikologi Industri dan Organisasi.

Pada mata kuliah Psikologi Industri dan Organisasi diharapkan

mahasiswa mampu memahami kaidah-kaidah dan proses psikologis yang

melandasi perilaku manusia dalam konteks industri dan organiasi.

Mahasiswa memahami dasar-dasar pengetahuan psikologis sebagai

alternatif pemecaham masalah dan pengembangan kajian dalam dunia

psikologi dan organsasi.


30

b. Sistem Rekrutmen dan Seleksi

Pada mata kuliah Sistem Rekrutmen dan Seleksi diharapkan

mahasiswa mampu memahami berbagai teori mengenai sistem rekrutmen

dan seleksi. Mahasiswa memahami paradigm yang berkembang dalam

Human Resource Management dalam kaitannya dengan proses rekrutmen

dan seleksi. Mahasiswa mampu memahami proses dan strategi dalam

melakukan rekrutmen dan seleksi.

c. Desain Traning

Pada mata kuliah Desain Traning diharapkan mahasiswa mampu

memahami tahapan penyelenggraan traning dan mampu

mengimplementasikan dalam suatu organisasi, mahasiswa mampu

menyusun Traning Need Assesment (TNA) dengan menggunakan

minimal dua metode asesmen.

d. Performace Management System

Mahasiswa mampu memahami konsep sistem pengelolaan kinerja,

mahasiswa mampu memahami pendekatan-pendekatan dalam

pengukuran kinerja, Mahasiwa dapat menyusun alat ukur pengelolaan

kinerja sesuai dengan kebutuhan organisasi.

e. Pengembangan Organisasi

Membantu mahasiswa mendalami prinsip-prinsip dasar dalam

perubahan-perubahan dan pengembangan organisasi, menumbuhkan

kemampuan mahasiswa melacak masalah organisasi dengan metode yang

baku untuk menemukan akar masalah berdasarkan data, membantu


31

mahasiswa dalam menyusun prioritas intervensi berdasarkan konteks

organisasi, membantu mahasiswa memahami prinsip-prinsip evaluasi dan

mengenmbangkan indikator evaluasi, mendorong penguatan kemampuan

fasilitasi.

f. Psikologi Konsumen

Mahasiswa memahami pendekatan-pendekatan dalam perilaku

konsumen, mengetahui sumberdaya konsumen, prinsip-prinsip

segmentasi pasar, mengetahu peran teori kepemimpinan, motivasi dan

persepsi, nilai dan kelas sosial dalam perilaku konsumen. Mahasiswa

diharapkan juga memahamii hak-hak konsumen, mengetahui langkah-

langkah dan cara melakuakan riset pemasaran.

g. Human Resource Information System

Mahasiswa memahami SAP sebagai salah satu software HRIS

secara teoritis dan praktis, Mahasiswa memahami aplikasi pengolahan

sumberdaya manusia dalam SAP, mahasiswa dapat menggunakan SAP

untuk melakukan aktivitas-aktivitas pengolahan sumber daya manusia.

h. Sistem Remunerasi

Mahasiswa memahami pendekatan-pendekatan dalam sistem

imbalan prinsip-prinsip remuneraasi dalam manajemen sumberdaya

manusia, memhami faktor-faktor penentu besarnya upah, memahami

berbagai macam bentuk kompensasi atau imbalan. Mahasiswa juga

memahami model-model sistem pengupahan, pengenalan teori-teori


32

motivasi terkait dengan penerimaan sistem upah. Memahami proses

analisis jabatan, hasil dari analisis jabatan dan evaluasi jabatan.

Sistem Rekrutmen dan


Seleksi

Desain Traning

Performace
Management System
Psikologi Industri dan
Organisasi
Pengembangan
Organisasi

Psikologi Konsumen

Human Resource
Information System

Gambar 6 Kajian PIO Universitas Islam Indonesia


33

D. STRATEGI PEMBELAJARAN INSTRUKSIONAL

Reiser & Dempsey (2007) mendefinisikan desain instruksional sebagai

proses yang sistematis yang digunakan untuk mengembangkan program

pendidikan dan pelatihan secara konsisten dan dapat diandalkan. Lebih lanjut

dinyatakan bahwa teknologi pembelajaran adalah kreatif dan aktif merupakan

sebuah sistem yang unsurnya saling terkait dan sinergi untuk menjadi efektif.

Desain instruksional bersifat dinamis, dan makna cybernetic bahwa unsur-unsur

dapat diubah dan berkomunikasi atau bekerja sama dengan mudah. Ciri-ciri dari

saling tergantung, sinergis, dinamis, dan cybernetic diperlukan dalam rangka

untuk memiliki proses desain instruksional yang efektif. Selain itu, desain

instruksional berpusat pada belajar, berorientasi pada tujuan utama, termasuk

kinerja bermakna, termasuk hasil yang terukur adalah mengoreksi diri dan empiris

serta merupakan upaya kolaborasi.

Komponen metode instruksional terdiri dari beberapa metode yang

digunakan dalam setiap langkah pada urutan kegiatan instruksional. Setiap

langkah mungkin menggunakan satu atau beberapa metode atau mungkin pula

setiap langkah menggunakan metode yang sama. Tidak semua metode

instruksional sesuai untuk digunakan dalam mencapai tujuan instruksional

tertentu. Metode instruksional berfungsi sebagai cara dalam menyajikan

(menguraikan, memberi contoh dan memberi latihan) isi atau materi instruksional

kepada peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu (Suparman, 2012).


34

Pengembangan strategi instruksional merupakan langkah penting dalam

upaya meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat

komponen untuk menyusun suatu strategi, diantaranya ada kegiatan instruksional,

metode, media, dan waktu. Salah satu unsur utama dalam pengembangan

instruksional adalah pemilihan metode yang tepat sesuai dengan materi yang

diajarkan. Tetapi semua itu saling mempengaruhi satu sama lain dalam pembuatan

ataupun penyusunan strategi instruksional. Strategi instruksional ini berbeda-beda

menurut situasi, kondisi, toleransi, dan jangkauan di suatu tempat pengajaran,

walaupun materi atau isi pelajaran sama. Oleh karena itu, seluruh pengajar harus

bisa menyusun atau mengembangkan strategi instruksionalnya agar dapat

mencapai tujunnya dan proses belajar mengajarnya dapat efektif dan efisien.

E. DINAMIKA PSIKOLOGIS

Proses pembelajaran adalah bagian terpenting dalam pendidikan, karena

proses pembelajaran akan menentukan hasil pendidikan, ketika pembelajaran baik

maka hasil yang diperoleh akan baik namun ketika hasil pembelajaran tidak baik

maka hasil yang diperoleh juga tidak baik. Proses belajar mengajar adalah

fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran,

tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita mengubah lingkungan,

presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung.

Dalam hal ini pengaruh dari peran seorang pendidik sangat besar sekali. Di mana

keyakinan seorang pendidik atau pengajar akan potensi manusia dan kemampuan
35

semua peserta didik untuk belajar dan berprestasi merupakan suatu hal yang

penting diperhatikan.

Setiap guru memiliki metode pembelajaran yang berbeda dalam

melaksanakan proses pembelajaran. Ada yang cukup menggunukan satu model

dan ada juga yang menggunakan satu model yang terdiri dari beberapa metode.

Walaupun terdapat variasi dalam proses tersebut, pada dasarnya satu hal yang

harusnya tetap sama yaitu keyakinan guru dalam menggunakan model ataupun

metode yang bertujuan agar siswa dapat memahami apa yang disampaikan.

Keberagaman dalam memvariasikan model, metode dan media tersebut harusnya

tetap memiliki pola atau satandariasi agar dapat dikatan baik.

Anda mungkin juga menyukai