Anda di halaman 1dari 85

UNIVERSITAS M.H.

THAMRIN

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM EMERGENCY


RESPONSE TEAM SEBAGAI UPAYA PENANGANAN
DARURAT DI PT ANTAM Tbk. UBPP LOGAM MULIA
TAHUN 2018

Disusun Oleh :
AMALIA MAHPUD
NIM 172141041

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS M.H. THAMRIN
JAKARTA
TAHUN 2018
UNIVERSITAS M.H. THAMRIN

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM EMERGENCY


RESPONSE TEAM SEBAGAI UPAYA PENANGANAN
DARURAT DI PT ANTAM Tbk. UBPP LOGAM MULIA
TAHUN 2018

Disusun Oleh :
AMALIA MAHPUD
NIM 172141041

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS M.H. THAMRIN
JAKARTA
TAHUN 2018
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Kegiatan PKL ini telah disetujui oleh pembimbing
LAPORAN KEGIATAN PKL

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM EMERGENCY RESPONSE


TEAM SEBAGAI UPAYA PENANGANAN DARURAT DI PT ANTAM
Tbk. UBPP LOGAM MULIA
TAHUN 2018

Menyetujui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

(Inggit Meliana A, SKM, M.CommHealth) (Agus Kurniawan, SKM)

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat

(Inggit Meliana Anggarini, SKM, M.CommHealth)


UNIVERSITAS M.H. THAMRIN
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
LAPORAN PKL, MARET 2018
AMALIA MAHPUD

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM EMERGENCY RESPONSE


TEAM SEBAGAI UPAYA PENANGANAN DARURAT DI PT ANTAM
Tbk. UBPP LM
TAHUN 2018
viii+6 Bab+84 Halaman+7 Tabel+4 Gambar+8 Lampiran+20 Pustaka

ABSTRAK
Kunci keberhasilan program emergency response and preparedness tidak lain
yaitu perencanaan dan persiapan kesiapsiagaan tanggap darurat dalam menangani
kondisi darurat secara efektif. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
penanganan kondisi emergency agar dipahami sebagai proses berkesinambungan
dalam keseluruhan pengelolaan risiko bahaya itu sendiri, diperlukan
pelatihan/training emergency response pada Emergency Response Team (ERT)
sesuai prosedur dan dievaluasi serta diuji coba secara periodik untuk menilai
kelengkapan, kesesuaian, serta keakuratan terhadap keadaan sebenarnya. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program emergency
response team sebagai upaya penanganan darurat di PT. Antam Tbk. UBPP LM
Tahun 2018. Identifikasi permasalahan pada penelitian ini dilihat dan dianalisis
dengan menggunakan metode 6 M (Man, Money, Material, Methode, Machine, dan
Market). Penentuan proritas masalah dilakukan dengan metode Bryant dan metode
Perbandingan Efektifitas dan Efisiensi. Permasalahan yang ditemukan terkait
program training emergency response belum berjalan maksimal. Oleh sebab itu,
peneliti menyarankan untuk dilakukan pendekatan dan reminder pada tim
emergency response untuk dilaksanakan secara rutin dan berkala serta diberikan
fasilitas khusus guna memotivasi tim emergency response. Pemecahan masalah ini
dianggap paling efektif dan efisien dalam mengatasi masalah utama.

Kata Kunci : ERP, Training emergency response, ERT


Daftar Pustaka : Pustaka (1997-2017)

i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA

Nama : Amalia Mahpud


NIM/Semester : 172141041/ VIII
Tanggal Lahir : 21 Agustus 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Jl. Perintis III B No. 365 Rt 02 Rw 08 Kel. Pejuang
Kec. Medan Satria, Kota Bekasi, Jawa Barat, 17131
Email : amaliamahpud@gmail.com
No. Handphone : 081214203905
Pemb. Akademik : Inggit Meliana Anggarini, SKM, M.CommHealth
Institusi PKL : PT ANTAM Tbk. Unit Bisnis Pengolahan dan
Pemurnian Logam Mulia
Unit Kerja : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pemb. Lapangan : Agus Kurniawan, SKM

RIWAYAT PENDIDIKAN

2002-2008 : SDN Pejuang VII Bekasi

2008-2011 : SMPN 19 Bekasi

2011-2014 : SMAN 10 Bekasi

2014-sekarang : Universitas M.H. Thamrin

Jakarta, 3 April 2018

Amalia Mahpud

NIM 172141041

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

berkat limpahan kasih, karunia dan segala rahmat-Nya yang selalu menyertai setiap

langkah penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan khusus yang

berjudul “Gambaran Pelaksanaan Program Emergency Response Team Sebagai

Upaya Penanganan Darurat Di Pt Antam Tbk. UBPP Logam Mulia”.

Laporan penulisan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan progam studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas

M.H. Thamrin.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan akhir ini tak lepas dari dukungan

dan keterlibatan peran dari berbagai pihak. Dengan ini, maka penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis,

1. Bapak Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, SKM, M.CommHealth selaku Rektor

Universitas M.H. Thamrin.

2. Ibu Prof. Dr. dr Kusherisupeni, M.Sc selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Universitas M.H. Thamrin Jakarta.

3. Ibu Inggit Meliana Anggarini, SKM, M.CommHealth selaku Ketua Program

Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas M.H. Thamrin Jakarta sekaligus

sebagai pembimbing akademik.

4. Bapak Budi Santoso selaku Asst manager HSE Departement PT. Antam Tbk.

UBPP Logam Mulia.

5. Bapak Agus Kurniawan selaku Pembimbing lapangan, yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan bagi penulis.

iii
6. Bapak Amir, Bu Rima, Bapak Azzura, Bapak Yoga , Ka Widia, dan Ka Dura

terimakasih atas segala dukungan dan bantuannya selama pkl.

7. Keluargaku tercinta, terima kasih atas segala dukungan dan doa yang telah

diberikan kepada penulis..

8. Teman-teman seperjuangan R9, serta bagi semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih banyak kekurangannya

dan jauh dari sempurna, maka penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan

masukan yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Jakarta, 3 April 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 7
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................... 8
1.5.1 Bagi Health and Safety Environment Dept ....................................... 8
1.5.2 Bagi Instansi Universitas MH.Thamrin ............................................ 8
1.5.3 Bagi Mahasiswa ................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 10
2.1 Potensi Bahaya (Hazard) ....................................................................... 10
2.2 Emergency Response and Preparedness ................................................ 10
2.2.1 Definisi ............................................................................................ 10
2.2.2 Jenis Keadaan Darurat .................................................................... 11
2.3 Tanggap Darurat ..................................................................................... 14
2.4 Manajemen Tanggap Darurat ................................................................. 15
2.4.1 Prosedur Tanggap darurat ................................................................... 16
2.4.2 Organisasi Tanggap Darurat ............................................................... 19
2.5 Sarana dan Fasilitas Proteksi Aktif ........................................................ 20
2.6 Sarana Penyelamat Jiwa ......................................................................... 22
2.7 Kerangka Teori ....................................................................................... 25
2.8 Kerangka Konsep ................................................................................... 26
BAB III ANALISA SITUASI............................................................................... 27
3.1 Institusi PT ANTAM Tbk. UBPP LM .................................................. 27
3.1.1 Profil PT ANTAM Tbk. UBPP LM ............................................... 27
3.1.2 Visi, Misi, Tujuan, Strategi, dan Target .......................................... 28
3.1.3 Struktur Organisasi UBPP Logam Mulia ....................................... 30
3.1.4 Ketenagaan ...................................................................................... 33
3.1.5 Fasilitas dan Pelayanan ................................................................... 34
3.1.6 Kebijakan Mutu .............................................................................. 35
3.2 Health Safety & Environtment Departement ......................................... 36
3.2.1 Kebijakan Organisasi ...................................................................... 36
3.2.2 Struktur Organisasi Health Safety & Environment Dept ................ 37
3.2.3 Ketenagaan di Health Safety & Environment Dept ........................ 38

v
3.2.4 Uraian Tugas Health Safety & Environment Dept ......................... 38
BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH ................................................................. 40
4.1 Identifikasi Masalah ............................................................................... 40
4.2 Dampak Masalah .................................................................................... 42
4.3 Prioritas Masalah .................................................................................... 42
4.4 Analisa Penyebab Utama ....................................................................... 46
4.5 Penetapan Penyebab Masalah ................................................................ 48
BAB V ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH .......................................... 50
5.1 Alternatif Pemecahan Masalah ............................................................... 50
5.2 Prioritas Alternatif Pemecahan masalah ................................................ 52
5.3 Analisa SWOT ....................................................................................... 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 59
6.1 Kesimpulan............................................................................................. 59
6.2 Saran ....................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
LAMPIRAN .......................................................................................................... 64

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 .............................................................................................................. 38
Tabel 4. 1 .............................................................................................................. 40
Tabel 4. 2 .............................................................................................................. 41
Tabel 4. 3 .............................................................................................................. 42
Tabel 4. 4 .............................................................................................................. 45
Tabel 5. 1 .............................................................................................................. 51
Tabel 5. 2 .............................................................................................................. 54

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 ............................................................................................................. 5
Gambar 3. 1 ........................................................................................................... 30
Gambar 3. 2 ........................................................................................................... 33
Gambar 3. 3 ........................................................................................................... 37
Gambar 4. 1 ........................................................................................................... 47

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri di dunia menyebabkan terjadinya perubahan dari

teknologi yang sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju. Teknologi

yang semakin maju dapat menimbulkan bahaya yang besar, sehingga

memerlukan teknik pengendalian untuk mengurangid ampak negatif terhadap

tenaga kerja, masyarakat, serta lingkungannya (Syahifudin, 2013). Budaya

keselamatan adalah suatu konsep yang menyangkut manusia dimana memiliki

aspek internal yang tidak terlihat (mind), dan aspek eksternal yang terlihat

(behavior) yang keberadaannya hadir dalam suatu konsteks sosial (Tarwaka,

2015).

International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa 313 juta

orang terluka dan 350.000 orang meninggal dunia dalam kecelakaan yang

berhubungan dengan pekerjaan setiap tahun. (ICOH Newsletter. (Vol. 13),

2015). The World Health Organization (WHO) telah menyerukan tindakan yang

berkaitan dengan semua aspek kesehatan pekerja, termasuk pencegahan primer

bahaya pekerjaan, perlindungan dan promosi kesehatan di tempat kerja, kondisi

kerja yang lebih baik, dan tanggapan yang lebih baik dari sistem kesehatan

terhadap kesehatan pekerja. (WHO, 2017).

Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) merupakan suatu

usaha untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari berbagai risiko

1
kecelakaan dan bahay, baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja,

perusahaan, masyarakat dan lingkungan (Cecep D. Sucipto, 2014). Dengan

adanya penerapan teknologi pengendalian Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik dan memiliki tingkat

kesehatan yang tinggi. Disamping itu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga

diharapkan untuk dapat menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja

yang tinggi. (Cecep D. Sucipto, 2014).

Elemen kebijakan dan implementasi program K3L merupakan perhatian

sekaligus cerminan perusahaan terhadap keseriusan dan kepeduliannya

terhadap kesejahteraan, keselamatan dan peningkatan produktivitas kerja

karyawan. Hal ini merupakan salah satu prasyarat pokok yang harus ditetapkan

dalam tatalaksana program K3L. Selain prosedur peningkatan dan perbaikan

produk, maka kebutuhan pemenuhan standar kesehatan dan keselamatan kerja

merupakan hal yang penting pula untuk diterapkan (Permenaker No.Per-

05/MEN/1996).

Angka kecelakaan kerja dikalangan industry masih cukup tinggi.

Berdasarkan data PT Jamsostek jumlah kecelakaan kerja di Indonesia pada

tahun 2012 mencapai 103.000 kasus dan bisa dikatakan meningkat

dibandingkan tahun 2011 sebanyak 96.400 kasus dan tahun 2010 sebanyak

86.693 kasus. Dari kasus kecelakaan kerja tahun 2011 tercatat sebanyak 2.144

meninggal dunia dan 42 lainnya cacat, maka dapat disimpulkan bahwa rata –

rata terdapat 9 pekerja setiap harinya pada tahun 2012 (Jamsostek dalam The

Indonesian Journal of Occupational Safety, Health and Environtment, 2014).

2
Kebakaran di Indonesia sangat banyak, namun data mengenai angka

kebakaran masih sulit ditemukan. Data lengkap sebatas data kebakaran di DKI

Jakarta. Menurut dinas penanggulangan kebakaran dan penyelamatan provinsi

DKI Jakarta pada tahun 2014 terjadi 117 kebakaran dan 5 diantaranya terjadi

pada bangunan gedung. Kebakaran tersebut mengakibatkan kerugian material

yang tidak sedikit dan bahkan menimbulkan korban jiwa (DKPP Prov. DKI,

2014)

Dalam rangka meminimalisasi kerugian, baik materi maupun non material,

maka diperlukan langkah pencegahan dan pengendalian. Salah satu bentuk

kepedulian perusahaan adalah dengan sistem perencanaan, pengelolaan dan

pelaksanaan sistem tanggap darurat (emergency response and preparednes

program). Sistem konkret ini merupakan bentuk persiapan awal dalam rangka

menghadapi keadaan darurat (Astra Green Company, 2002).

PT. ANTAM Tbk, merupakan suatu badan usaha milik negara yang

bergerak di bidang pertambangan. Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian

Logam Murni milik PT. ANTAM Tbk adalah satu-satunya pemurnian emas dan

perak di Indonesia. Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia

(UBPP LM) merupakan salah satu dari tujuh Unit Bisnis dari PT. ANTAM Tbk

dengan kompetensi utama dalam bidang pemurnian (refinery), pengolahan

(manufacturing), pengujian (assaying), dan perdagangan (trading) emas dan

perak.

Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan, PT. Antam Tbk.

UBPP LM mengelola bahaya yang ada dengan menerapkan SMKP, Sistem

3
Manajemen K3 (SMK3) berdasarkan OHSAS 18001 yanng terintegrasi dengan

ISO 9001 dan ISO 14001. Pada elemen organisasi dan personil dalam SMKP

yang dimana perusahaan diwajibkan untuk membentuk tim tanggap darurat.

Program Emergency Response Plan (ERP) salah satunya training emergency

response bertujuan untuk mengurangi dampak terhadap korban, lingkungan,

property yang dapat merugikan perusahaan dalam hal finansial maupun non

finansial, dibandingkan apabila perusahaan tidak memiliki/menjalankan

program tersebut. Kondisi darurat yang kemungkinan terjadi di PT Antam Tbk.

UBPP LM yaitu kebakaran, kebocoran gas klorin atau gas kota/pgn, kecelakaan

kerja, kejadian darurat karena ledakan, gempa bumi dan bencana alam, kegiatan

operasional dan keberlangsungannya. Dari banyaknya kemungkinan terjadinya

keadaan darurat, maka program ERP perlu dibuat secara khusus dan mendetail

baik dalam pendokumentasian dalam bentuk prosedur sampai implementasi di

lapangan.

Program emergency response and preparedness di PT. Antam Tbk.

mencakup pengelolaan sebelum (pra), pada dan sesudah (pasca) keadaan

darurat. Program pencegahan yang dibuat oleh PT. Antam Tbk. UBPP LM

dilakukan dengan cara identifikasi bahaya, penilaian risiko, melakukan

rekayasa engenering, memberikan APD kepada pekerja, penyediaan fasilitas

dan sarana dalam menanggulangi kebakaran, pelatihan dan monitoring oleh

perusahaan. Sedangkan alur pelaporan keadaan darurat, pembentukan tim

tanggap darurat dan ERT serta sarana komunikasi dan informasi dalam keadaan

4
darurat telah dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk upaya respon terhadap

keadaan darurat.

Gambar 1. 1
Kasus kejadian yang terjadi di PT. Antam Tbk. UBPP LM
Tahun 2017

0 Fatal

0 Berat
0 Ringan
1 Kecil
5 Kec Alat
3 Nearmiss
INCIDENT 0 1 2 3 4 5 6

Sumber: HSE Departement

Selama tahun 2017 terdapat beberapa kejadian yang terjadi, diantaranya

yaitu 1 kecelakaan kecil, 5 kerusakan alat salah satunya terjadi kebakaran, dan

3 nearmiss yanga terlaporkan dalam statistic keselamatan dan kesehatan kerja.

PT. Antam Tbk. UBPP LM, Dalam statistik realisasi program kerja safety

tahun 2017, diketahui terdapat tiga program yang belum mencapai target. Salah

satu programnya yaitu training emergency response yang hanya mencapai 47,2

% dari target. Dihadiri oleh 47,2 % dari total peserta yang tercantum dalam nota

dinas.

PT. Antam Tbk. UBPP LM menyadari akan pentingnya pemenuhan sistem

tanggap darurat, meliputi segala bentuk persiapan, perencanaan, pelaksanaan

hingga pada tahap koreksi dan evaluasi. Sebagai perusahaan yang bergerak

dibidang pengolahan dan pemurniaan logam mulia , perusahaan ini

5
berkomitmen tinggi terhadap pengelolaan keselamatan kerja, kesehatan kerja

dan lingkungan kerja yang telah terintegerasi dalam sistem tanggap darurat.

Dalam laporan ini, peneliti akan mengidentifikasi masalah Pelaksanaan

Program Emergency Response Team Sebagai Upaya Penanganan Darurat di PT.

Antam Tbk. UBPP Logam Mulia tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Dari hasil pengamatan dan studi pendahuluan peneliti, ditemukan bahwa

masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan program emergency response

plan adalah pencapaian program training emergency yang kurang maksimal dan

emergency drill/simulasi belum berjalan secara ideal. Hal ini tentu mengganggu

proses pengendalian darurat pada pekerja. Emergency response plan tentu tidak

akan maksimal apabila dalam proses implementasinya terjadi kendala/masalah.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Masalah apa saja yang timbul dalam pelaksanaan program Emergency

Response Plan Pada Emergency Response Team Sebagai Upaya Pencegahan

Darurat Di PT. Antam Tbk. UBPP Logam Mulia Tahun 2018 ?

6
1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pelaksanaan program Emergency Response Team

Sebagai Upaya Penanganan Darurat Di PT. Antam Tbk. UBPP Logam

Mulia Tahun 2018.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi masalah pelaksanaan program Emergency Response

Team sebagai upaya penanganan darurat di PT. Antam Tbk. UBPP

Logam Mulia Tahun 2018.

2. Mengetahui dampak masalah pelaksanaan program Emergency

Response Team Sebagai Upaya Penanganan Darurat di PT. Antam Tbk.

UBPP Logam Mulia Tahun 2018.

3. Menetapkan prioritas masalah pelaksanaan program Emergency

Response Team sebagai upaya penanganan darurat di PT. Antam Tbk.

UBPP Logam Mulia Tahun 2018.

4. Menganalisa penyebab masalah pelaksanaan program Emergency

Response Team sebagai upaya penanganan darurat di PT. Antam Tbk.

UBPP Logam Mulia Tahun 2018.

5. Memberikan alternatif pemecahan masalah pelaksanaan program

Emergency Response Team sebagai upaya penanganan darurat di PT.

Antam Tbk. UBPP Logam Mulia Tahun 2018.

7
6. Menetapkan prioritas alternatif pemecahan masalah pelaksanaan

program Emergency Response Team sebagai upaya penanganan darurat

di PT. Antam Tbk. UBPP Logam Mulia Tahun 2018.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Health and Safety Environment Dept

1. Dapat melibatkan tenaga terdidik dalam pelaksanaan tugas-tugas

yang dilaksanakan setiap harinya.

2. Mendapat masukan saran mengenai masalah yang terjadi dan

alternatif pemecahan solusinya.

3. Dapat menjalin dan mengembangkan kemitraan antar program studi

S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan, Universitas

M.H.Thamrin dengan PT Antam Tbk. UBPP Logam Mulia

khususnya unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

1.5.2 Bagi Instansi Universitas MH.Thamrin

1. Memperkenalkan Program Studi Kesehatan Masyarakat kepada

instansi pemerintahan.

2. Terjalinnya kerjasama antara Universitas M.H.Thamrin dengan PT

Antam Tbk. UBPP Logam Mulia dalam upaya meningkatkan

pengetahuan.

3. Mendapatkan masukan yang berguna dalam penyempurnaan

kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan kerja di

bidang K3.

8
1.5.3 Bagi Mahasiswa

1. Dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama duduk

dibangku kuliah ketika berada di tempat PKL.

2. Dapat menambah wawasan, pengalaman dan menambah

pengetahuan baru.

3. Mengetahui lingkungan kerja di instasi pemerintah.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Bahaya (Hazard)

Potensi bahaya adalah suatu yyang berpotensi menyebabkan terjadinya

kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat menyebabkan

kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Setiap proses

produksi, peralatan atau mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk

menghasilkan suatu produk selau mengandung potensi bahaya tertentu, yang

apabila tidak mendapat perhatian secara khusus dapat menyebabkan kecelakaan

kerja. Potensi bahaya ini berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam

pelaksanaan operasi pekerjaan atau berasal dari luar proses kerja (Tarwaka,

2014).

2.2 Emergency Response and Preparedness

2.2.1 Definisi

Menurut Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam

Emergency Management Guide For Business And Industry. Keadaan

darurat adalah segala kejadian yang tidak direncanakan yang dapat

menyebabkan kematian atau injury yang signifikan pada para pekerja,

pelanggan atau masyarakat umum; atau kejadian yang dapat mematikan

bisnis atau usaha, menghentikan kegiatan operasioanal, menyebabkan

10
kerusakan fisik atau lingkungan, atau sesuatu yang dapat mengancam

kerugian fasilitas keuangan atau reputasi perusahaan di mata masyarakat.

Menurut NFPA 1600, keadaan darurat adalah segala kejadian atau

peristiwa, alamiah atau akibat ulah manusia yang memerlukan aksi

penyelamatan dan perlindungan terhadap properti, kesehatan masyarakat,

dan keselamatan (Rachmawati, 2009).

2.2.2 Jenis Keadaan Darurat

Menurut NFPA dalam Septiadi (2008) keadaan darurat dapat dibedakan

menjadi dua jenis, antara lain:

1. Keadaan darurat kecil

Apabila keadaan darurat yang terjadi dapat diatasi sendiri oleh petugas

setempat dan tidak membutuhkan tenaga banyak.

2. Keadaan darurat besar

Apabila kedaan darurat yang terjadi dapat mempengaruhi jalannya

operasi perusahaan atau mempengaruhi tatanan lingkungan sekitar dan

penanggulangannya diperlukan pengarahan tenaga yang banyak dan

besar.

Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Nurina (2012), keadaan

darurat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Keadaan Darurat Tingkat I (Tier I)

Keadaan darurat tingkat I adalah keadaan darurat yang berpotensi

mengancam jiwa manusia dan harta benda (asset) yang secara normal

11
dapat diatasi oleh personil jaga dari suatu instalasi atau pabrik dengan

menggunakan prosedur yang telah dipersiapkan tanpa perlu adanya regu

bantuan yang dikonsinyaril. Keadaan darurat tipe ini merupaka kategori

bencana dengan skala kerusakan kecil dengan ciri – ciri terjadi pada

suatu daerah tunggal (satu sumber), kerusakan asset dan luka korban

terbatas dan penanganannya cukup dilakukan oleh personil, peralatan

dan bahan yang tersedia pada unit kegiatan lain dari institusi terkait.

Akan tetapi, meskipun tingkat ini termasuk dalam bencana kecelakaan

kecil, namun juga dapat memungkinkan timbulnya bahaya yang lebih

besar. Untuk itu perlu adanya program pelatihan yang bermutu, teratur

dan sinergis agar bahaya yang lebih besar dapat dicegah.

2. Keadaan Darurat Tingkat II (Tier II)

Keadaan darurat tipe ini merupakan suatu bencana atau kecelakaan

berskala besar yang tidak mampu ditangani oleh personil, peralatan dan

bahan yang tersedia pada unit kegiatan lain dan institusi berdasarkan

tingkatan tier I. Tingkat bencana yang terjadi dapat berupa kebakaran

besar, kebocoran B3, semburan liar material berbahaya atau yang dapat

mengancam jiwa manusia dan/atau asset. Selain itu, instalasi/pabrik

tersebut dapat berbahaya bagi karyawan, masyarakat dan lingkungan

sekitar. Sehingga diperlukan bantuan tambahan yang berasal dari

pemerintah setempat maupun masyarakat sekitar

Keadaan darurat kategori ini adalah suatu kecelakaan/bencana besar

yang mempunyai konsekuensi antara lain sebagai berikut:

12
a. Terjadi korban jiwa

b. Dapat merusak harta benda pihak lain di daerah setempat

c. Dapat melumpuhkan kinerja institusi

d. Tidak dapat dikendalikan oleh tim tanggap darurat institusi

3. Keadaan Darurat Tingkat III (Tier III)

Keadaan darurat tingkat III adalah bencana dan kecelakaan berskala

major atau dahsyat yang akibatnya melebihi keadaan darurat tingkat II

dan institusi tersebut sudah tidak mampu menanganinya dengan

penanganan personil, peralatan dan material yang tersedia di suatu

wilayah berdasarkan tingkat tier II sehingga perlu bantuan/koordinasi

tingkat nasional.

Unit kerja tersebut dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan

OHSAS 18001:2007 klausal 4.4.7 Emergency Response and Preparedness

(Persiapan Tanggap Darurat). Bagian dari perencanaan untuk memenuhi

klausal OHSAS 18001 :2007 4.4.7 tersebut antara lain :

1. Kebakaran yang tidak mampu dipadamkan regu pemadam kebakaran

perusahaan dalam waktu singkat.

2. Peledakan spontan pada tangki, bin, silo, dsb.

3. Kebocoran gas/cairan/bahan material berbahaya lainnya dalam sekala

besar dan tidak bisa diatasi dalam waktu singkat.

4. Bencana alam di lingkungan perusahaan (banjir, gempa bumi, angin

ribut, gunung meletus, dsb).

5. Terorisme (ancaman bom, perampokan, dsb).

13
6. Demonstrasi/Unjuk rasa/Huru-hara di dalam/di luar lingkungan

perusahaan.

7. Kecelakaan/Keracunan massal.

2.3 Tanggap Darurat

Tanggap darurat merupakan elemen penting dalam SMK3, untuk

menghadapi setiap kemungkinan yang dapat terjadi. Tujuan K3 adalah untuk

mencegah kejadian atau kecelakaan yang tidak diinginkan. Namun demikian,

jika sistem pencegahan mengalami kegagalan sehingga terjadi kecelakaan,

hendaknya keparahan atau konsekuensi yang ditimbulkan dapat ditekan

sekecil mungkin. Untuk itu diperlukan istem tanggap darurat guna

mengantisipasi berbagai kemungkinan seperti kecelakann, kebakaran/ledakan,

bocoran bahan kimia atau pencemaran (Ramli, 2010).

Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan

segera pada saat kejadian encana untuk menangani dampak buruk yang

ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta

benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,

penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana (Ramli, 2010).

Tanggap darurat adalah tindakan segera yang dilakukan untuk mengatasi

kejadian bencana misalnya dalam suatu proses kebakaran atau peledakan di

lingkungan industri (Ramli, 2010). Tindakan tersebut meliputi:

a. Memadamkan kebakaran atau ledakan.

b. Menyelamatkan manusia dan korban (rescue).

14
c. Menyalamatkan harta benda dan dokumen penting (salvage).

d. Perlindungan masyarakat umum.

2.4 Manajemen Tanggap Darurat

Setelah semua potensi keadaan darurat diidentifikasi, dilakukan

perencanaan awal (preplanning) untuk mengetahui dan mengembangkan

strategi pengendaliannya. Berbagai kemungkinan keadaan darurat

disimulasikan dalam bentuk skenario keadaan darurat mulai dari kecil sampai

keadaan terburuk yang dapat terjadi. Dari rencana awal ini dapat diketahui apa

saja sumber daya yang diperlukan strategi pengendalian yang tepat,

pengorganisasian dan sistem

komunikasi serta dampak terhadap lingkungan sekitar (Ramli, 2010).

Perencanaan tanggap darurat (Emergency Response Plan) merupakan

tahapan mengatasi hal-hal yang terjadi sewaktu-waktu, sehingga dengan

perencanaan yang mantap dapat menghindarkan bencana yang fatal (Widodo,

2003). Perencanaan tersebut meliputi:

1. Pengujian teknis penyelamatan, merupakan pengamatan terhadap

efektivitas sistem penyelamatan yang dilakukan, diukur akurasinya diamati

bila perlu dilaksanakan perbaikan.

2. Respon penyelamatan, mendorong siapa saja yang berada di tempat kerja,

berpartisipasi aktif dan termotivasi didalam diri untuk siap tanggap terhadap

sesuatu gejala maupun kejadian, sehingga dapat mengeliminir dan

melokalisir kejadian tidak menjadi meluas.

15
3. Perencanaan penanggulangan, dengan memadukan setiap unsur yang telah

dipersiapkan dengan secara berkala berlatih, bersimulasi maka diharapkan

senantiasa dalam keadaaan siap secara prima.

2.4.1 Prosedur Tanggap darurat

Dari hasil preplanning disusun prosedur tetap penanganan keadaan

darurat yang diperlukan. Prosedur keadaan darurat mencakup struktur

organisasi, tugas dan tanggung jawab tim, logistik, sarana yang diperlukan,

jalur komando dan komunikasi, pengamanan dan pengelolaan masyarakat

sekitarnya (Ramli, 2010).

Pelaksanaan dan penerapan kebijakan perusahaan, meliputi

penanggulangan dan kesiapsiagaan kondisi darurat (emergency response

and preparedness) merupakan prosedur baku yang telah ditetapkan.

(Krakatau Steel, 1993). Setiap prosedur operasional tanggap darurat, harus

memuat beberapa elemen penting (coVan, 1994), yaitu:

a. Prosedur tersebut harus disusun sederhana, mudah dipahami seluruh

tenaga kerja di suatu perusahaan (gambar dan diagram alir proses).

b. Dalam penyusunan dan perencanaan awal, setiap tahapan harus

mempunyai prosedur yang terencana, matang dan efektif dengan tetap

melihat pada kondisi perusahaan.

c. Prosedur ini disusun secara tertulis dan dijadikan record dokumen,

bahasa umum dan mudah untuk dilaksanakan.

16
Prosedur tanggap darurat, yaitu tata cara dalam mengantisipasi keadaan

darurat, secara garis besarnya meliputi:

a. Rencana/rancangan dalam menghadapi keadaan darurat

b. Pendidikan dan latihan

Pananggulangan keadaan darurat tidak akan berhasil jika tidak

ditangani oleh petugas yang kompeten. Ciri khas dalam setiap

penanggulangan keadaan darurat adalah terjadinya kepanikan,

hilangnya komando yang telah disusun dan kurangnya disiplin dan

tanggung jawab. Untuk menjamin keberhasilan sistem manajemn

darurat diperlukan upaya pembinaan dan pelatihan yang terencana dan

berkesinambungan khususnya bagi mereka yang terlibat dalam rantai

komando sehingga mengetahui peran dan tanggung jawabnya.

Pelatihan dapat dikemas dalam bentuk simulasi (table disk simulation),

permainan peran atau uji coba dalam kondisi berbagai bentuk skenario.

Tim pelaksana misalnya tim pemadam kebakaran, medis, keamanan

dan lainnya juga perlu diberi pelatihan sehingga mampu menjalankan

tugasnya dengan tepat dan cepat (Ramli, 2010).

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

26/PRT/M/2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi

Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan, yang

menyatakan bahwa latihan menuju jalan ke luar dan menuju relokasi

darurat, dimana dipersyaratkan untuk seluruh klasifikasi hunian

bangunan gedung, harus dilaksanakan dengan frekuensi yang cukup

17
untuk membiasakan penghuni dengan prosedur latihan dan

pelaksanaan latihan yang merupakan hal rutin. Latihan termasuk

proosedur yang sesuai untuk memastikan bahwa semua orang

berpartisipasi dalam latihan.

1. Safety training

Perencanaan dan penyusunan program training merupakan kunci

keberhasilan dalam pelaksanaan kedepannya. Pertama, langkah

yang diambil adalah dengan identifikasi kebutuhan training.

Kemudian dari tahapan identifikasi ini akan dirumuskan

perencanaan training dengan sasaran perubahan aspek-aspek

perilaku kognitif, efektif dan psikomotor peserta training (Tarwaka,

2008).

2. Pelaksanaan gladi simulasi (emergency drill)

Pelaksanaan program ini mencakup beberapa hal, diantaranya

adalah simulasi tanggap darurat industri, penyelamatan korban,

pemakaian alat pemadam api dan sistem pelaporan dan komunikasi

bila terjadi kondisi darurat (OHSAS 18001:2000, klausal elemen

4.4.7). Guna mendukung kelancaran pelaksanaan program ini,

maka program ini wajib diikuti seluruh tenaga kerja (Sahab, 1997).

c. Penanggulangan keadaan darurat

d. Pemindahan dan penutupan

18
2.4.2 Organisasi Tanggap Darurat

Organisasi tanggap darurat kebakaran adalah satuan tugas yang

mempunyai tugas khusus fungsional di bidang kebakaran. Petugas

penanggulangan kebakaraan adalah petugas yang ditunjuk dan diserahi

tugas tambahan untuk mengidentifikasi sumber bahaya dan melaksanakan

upaya penanggulangan kebakaran unit kerjanya (Keputusan Menteri

Tenaga Kerja No. KEP.186/MEN/1999).

Secara umum struktur team tanggap darurat, meliputi semua personel

yang terlibat di setiap departemen yang ada di perusahaan. Pembentukan

organisasi tanggap darurat, harus mencerminkan kebijakan dari manajemen

puncak dengan menjalin kerjasama seluruh pihak, tanpa terkecuali peranan

pemerintah setempat guna mendukung tercapainya sistem tanggap darurat

dan team penanggulangan keadaan darurat yang terstruktur dan terprogram

jelas (Permenaker No.Per 05/MEN/1996).

Team tanggap darurat, terdiri dari beberapa kelompok satuan team

penannggulangan dan pengendalian bahaya. Masing-masing personel

mempunyai kapasitas peran khusus, diantaranya adalah team pemadaman

kebakaran, team evakuasi, team medis, team lingkungan serta team

keamanan.

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No KEP.186/MEN/1999,

syarat dari organisasi tanggap darurat antara lain setiap anggota organisasi

sudah mengetahui tugas masing – masing. Setiap anggota organisasi sudah

terlatih dan dilakukan peninjauan terhadap organisasi tanggap darurat.

19
Struktur organisasi penanggulangan kebakaran terdiri dari petugas peran

kebakaran, regu penanggulangan kebakaran, koordinator unit

penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan

kebakaran sebagai penanggulangan teknis.

Selain itu berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012

tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

personil organisasi haruslah mempunyai tanggung jawab, wewenang, dan

kewajiban yang jelas dalam penanganan K3.

2.5 Sarana dan Fasilitas Proteksi Aktif

Definisi sarana proteksi aktif menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

Nomor : 26/PRT/M/2008 Tentang Persyaratan Teknis System Proteksi

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem proteksi

kebakaran yang secara lengkap terdiri dari system pendeteksian kebakaran baik

manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti

sprinkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran

berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadaman khusus.

Tujuan dari sistem proteksi aktif menurut Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor : 26/PRT/M/2008 adalah sebagai berikut :

1. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka, dengan memperingatkan

kepada penghuni akan adanya suatu kebakaran, sehingga dapat

melaksanakan evakuasi dengan aman.

20
2. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka pada waktu melakukan

evakuasi pada saat kejadian kebakaran.

Fungsi dari sistem proteksi aktif menurut Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor : 26/PRT/M/2008, suatu bangunan dilengkapi dengan sarana

proteksi kebakaran sedemikian rupa sehingga :

1. Penghuni diperingatkan akan adanya suatu kebakaran dalam bangunan

sehingga dapat melaksanakan evakuasi dengan aman.

2. Penghuni mempunyai waktu untuk melakukan evakuasi secara aman

sebelum kondisi pada jalur evakuasi menjadi tidak tertahankan oleh akibat

kebakaran.

Sarana, prasarana dan fasilitas penunjang dalam prosedur tanggap darurat

merupakan salah satu hal wajib dalam mendukung kegiatan pengendalian dan

penanggulangan keadan darurat (emergency). Menurut British Standards

Institution (1988, dalam Krakatau Steel, 1993) menyatakan bahwa

perlengkapan dan sarana instrumen yang minimal wajib dimiliki oleh sebuah

perusahaan adalah:

a. Personel Protective Equipment (Alat Pelindung Diri), yang meliputi:

1. Safety Helmet

2. Safety Shoes

3. Safety Glove

4. Ear Plug

b. Fire fighting Equipment, yang meliputi:

1. Hydrant

21
2. Fire Extinguisher

3. System Detector

4. Alarm System

c. First Aid Kit Box

d. Emergency Lighting and Power

e. Critical Isolation Valves, Switches and Cut-Outs

f. Communication Fasilities

2.6 Sarana Penyelamat Jiwa

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008

Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan

Gedung Dan Lingkungan, sarana penyelamatan adalah sarana yang

dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam

kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila

terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.

Tujuan sarana penyelamatan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

Nomor : 26/PRT/M/2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi

Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan adalah mencegah

terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat

keadaan darurat terjadi. Sedangkan fungsi setiap bangunan harus dilengkapi

dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan,

sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman

tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat.

22
a. Jalur Evakuasi

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008

Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan

Gedung Dan Lingkungan, eksit selain pintu eksit utama dibagian luar

bangunan gedung yang jelas dan nyata diidentifikasi sebagai eksit, harus

diberi tanda dengan sebuah tanda yang disetujui yang mudah terlihat dari

setiap arah akses eksit. Selain itu akses ke eksit harus diberi tanda dengan

tanda yang disetujui, mudah terlihat disemua keadaan dimana eksit atau

jalan untuk mencapainya tidak tampak langsung oleh penghuni. Selain itu

tanda yang digunakan dapat berupa simbol berupa gambar maupun tulisan

dalam huruf datar yang dapat dibaca, atau kata yang tepat digunakan adalah

EXIT.

b. Titik Kumpul

Titik berkumpul atau titik aman adalah bagian dari bangunan dimana

pekerja dapat terlindungi dari api dan asap kebakaran sampai pekerja dapat

diselamatkan. Titik berkumpul atau Assembly point tidak sembarang dalam

menentukan letaknya. Ada beberapa pertimbangan dalam hal menentukan

letak assembly point yaitu berjarak cukup jauh dan aman dari jatuhan dan

bahaya lainnya, lokasinya memiliki akses menuju tempat yang lebih aman

serta tidak menghalangi kendaraan penanggulangan keadaan bahaya, bebas

dari kemungkinan bahaya lain, diuji secara periodik dengan situasi aktual,

namun dilengkapi dengan perhitungan empiris (Ichwan, 2011).

23
Assembly point menyediakan ruang 30 cm2 untuk satu orang (tanpa

melihat ukuran gemuk/kurusnya) dan dengan tinggi 2 m (minimum) atau

lebih tinggi. Ini dikalikan jumlah orang yang mampu ditampung dalam

assembly point tersebut sehingga didapat jumlah luar minimal assembly

point yang dibutuhkan. Beberapa bangunan instansi pemerintahan dan

perusahaan swasta ada yang menetapkan ruang per orang 35-45 cm2

(Ichwan, 2011).

24
2.7 Kerangka Teori

Kerangka teori dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

1. Prosedur tanggap
darurat
2. Organisasi
proteksi
3. Sumber daya
manusia

System Proteksi
Kebakaran
1. Alarm Manajemen System
2. Hidran Proteksi Kebakaran
3. Detector
4. Sprinkler
5. APAR

Sarana penyelamat jiwa


1. Pintu darurat
2. Tangga darurat
3. Petunjuk arah
4. Tempat
berhimpun

Sumber: Permen PU No.20/PRT/M/2009, Permen PU No.


26/PRT/M/2008, sni 03-3985-2000, NFPA 101 (1995).

25
2.8 Kerangka Konsep

Prosedur Tanggap Darurat


1. Program training
emergency response
belum berjalan secara Manajemen system
maksimal proteksi kebakaran

2. Pelaksanaan emergency
drill belum ideal.

26
BAB III

ANALISA SITUASI

3.1 Institusi PT ANTAM Tbk. UBPP LM

3.1.1 Profil PT ANTAM Tbk. UBPP LM

Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia adalah salah satu

unit bisnis dari PT ANTAM Tbk. yang bergerak dibidang utama jasa

pengolahan dan pemurnian logam berharga seperti emas, perak dan platina.

UBPP Logam Mulia didirikan pada tahun 1930-an oleh seorang pedagang

emas berkebangsaan Belgia bernama Rudolf Theodoor Braakensiek dengan

lokasi yang masih berpindah-pindah. Secara historis dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Awal berdirinya UBPP Logam Mulia berawal dari seorang pedagang

emas berkebangsaan Belgia bernama Rudolf Theodoor Braakensiek di

tahun 1930-an. Pada saat itu Rudolf Theodoor masih melakukan

pemurniaan emas dengan berpindah – pindah tempat. Pada tahun

1937 Lokasi perusahaan mulai menetap di jalan Gajah Mada 84 Jakarta,

pada masa itu perusahaan memurnikan emas yang berasal dari tambang

Rejang Lebong di Bengkulu dan dari tambang. Cikotok – Banten.

Pada tahun 1939 Perusahaan Menjadi perseroan terbatas dengan nama

N.V. Esseyeur en Affimagebed rijf v/h R.T. Braakensiek. Pada tahun 1957

Diambil alih oleh Bank Industri Negara dan namanya diubah menjadi PT.

Logam Mulia. Pada tahun 1961 Perusahaan berubah menjadi PN Logam

27
Mulia. Pada tahun 1968 Bergabung menjadi salah satu unit produksi PT

Aneka Tambang . Sejak 1 April 1979, berpindah lokasi ke Jl. Raya Bekasi,

Pulogadung, Jakarta Timur. Mulai tanggal 3 Februari 2017, lokasi

pembelian dan penjualan retail emas batangan LM pindah ke gedung Graha

Dipta di Jl. Pemuda No.1 Pulogadung, Jakarta Timur.

3.1.2 Visi, Misi, Tujuan, Strategi, dan Target

Visi PT. ANTAM Tbk. UBPP LM

"Menjadi korporasi global terkemuka melalui diversifikasi dan integrasi

usaha berbasis Sumber Daya Alam"

Misi PT. ANTAM Tbk. UBPP LM

1. Menghasilkan produk-produk berkualitas dengan memaksimalkan nilai

tambah melalui praktek-praktek industri terbaik dan operasional yang

unggul.

2. Mengoptimalkan sumber daya dengan mengutamakan keberlanjutan,

keselamatan kerja dan kelestarian lingkungan.

3. Memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dan pemangku

kepentingan.

4. Meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan karyawan serta

kemandirian masyarakat di sekitar wilayah operasi.

28
Tujuan, Strategi dan Target PT. ANTAM Tbk. UBPP LM

Pada dasarnya tujuan PT. Antam adalah meningkatkan nilai perusahaan

melalui penurunan biaya seiring dengan usaha bertumbuh guna

menciptakan keuntungan yang berkelanjutan.

Strategi PT. Antam adalah tetap berfokus pada bisnis inti perusahaan.

Manajemen seringkali bertanya pada diri sendiri, “Bagaimana kita dapat

memperoleh nilai yang maksimal melalui pemanfaatan cadangan yang

dimiliki?” Pembangunan kekuatan perusahaan menjadi dasar untuk

menjamin profitabilitas yang bersifat jangka panjang. Melalui

maksimalisasi output produksi, perusahaan dapat meningkatkan pendapatan

serta menurunkan tingkat biaya.

PT. Antam berusaha untuk mempertahankan pertumbuhan melalui

proyek-proyek pengembangan yang solid, aliansi strategis, akuisisi, serta

peningkatan kualitas dan nilai cadangan dari sekedar menjual bahan mentah

dan beralih untuk lebih meningkatkan kegiatan pemrosesan. PT. Antam

berusaha untuk mempertahankan kekuatan keuangan perusahaan. Melalui

peningkatan perolehan pendapatan, kami dapat memastikan kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban, mendanai pertumbuhan masa

depan, serta memberikan imbal hasil bagi pemegang saham melalui

pembayaran dividen.

29
3.1.3 Struktur Organisasi UBPP Logam Mulia

Gambar 3. 1
Struktur Organisasi UBPP Logam Mulia

30
Struktur organisasi dari PT. Antam Tbk. UBPP LM dipimpin oleh

Precioun Metals Processing and Refinery Bussiness Unit Head. Secara

langsung Bussiness Unit Head membawahi tiga sub divisi, yaitu :

a. Safety and Environment Officer

b. Quality Management Assurance Officer

c. Security Officer

Dari ketiga sub divisi ini lalu dibagi lagi menjadi enam divisi berbeda yaitu :

a. Operation

Divisi operasi berperan dalam mengelola proses pengolahan dan

pemurnian, manufaktur, pengembangan bisnis, dan rekayasa teknologi

dan pemeliharaan peralatan. Secara langsung divisi operasi membawahi

tiga biro yaitu :

1. Refinery

Berperan melakukan proses pemurnian emas, pemurnian perak,

peleburan emas dan perak, mengolah limbah dan lingkungan, serta

mengelola pemeliharaan pabrik. Biro refinery terdiri dari empat

bagian, yaitu pemurnian emas, pemurnian perak, peleburan dan

pengolahan limbah.

2. Manufacturing

Berperan memproduksi barang – barang medali dan aneka industry

lainnya, sehingga biro manufacturing terdiri dari dua bagian yaitu,

produk manufaktur dan aneka industry.

3. Business Development and Engineering

31
Berperan mengembangkan muu produk, proses pengolahan,

teknologi peengolahan, dan melakukan inovasi baru.

b. Quality Control

Berperan mengelola manajemen, laboratorium analisis dan memeriksa

mtu pemurnian dan manufaktur LM serta mengemas produk

c. Finance

Berperan melaksanakan seluruh aktifitas keuangan, mendukung strategi

bisnis dan operasi perusahaan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan

oleh perseroan.

d. Human Resources, CSR, and General Affairs

Berperan dalam merekrut, mempertahankan dan mengembangkan

sumber daya manusia pada setiap jenjang jabatan, mengelola terkait

tanggung jawab sosial perusahaan serta mengelola kegiatan pelayanan

umum, pelayanan kesehatan dan hiperkes.

e. Marketing

Berperan mengelola dan mengembangkan strategi dan rencana

pemasaran jasa pemurnian emas dan manufaktur LM serta memberikan

pelayanan terbaik bagi pelanggan dengan cara memenuhi standar

komoditas perusahaan, satuan kerja ini jua memiliki perwakilan di

Surabaya dan Makasar.

f. Procurement

32
Berperan untuk melakukan prose administrasi pengadaan dan kontrak

serta penyediaan kebutuhan barang dan jasa untuk keperluan

operasional satuan kerja.

3.1.4 Ketenagaan
Gambar 3. 2
Ketenagaan
UBPP Logam Mulia

Jumlah tenaga kerja di PT Antam Tbk. UBPP LM sebagai berikut:

1. Pegawai berjumlah 148 orang

2. Kontrantor/Mitra kerja/Outsourching berjumlah 319 orang

Total jumlah tenaga kerja berjumlah 467 orang

33
Untuk jam kerja, di PT. Antam Tbk. UBPP LM mulai senin – kamis mulai

dari 07.00 – 15.00 sedangkan untuk hari jumat 07.00 – 16.30, untuk area

manufaktur terdapat 2 shift kerja yaitu hari senin – kamis untuk shift pertama

dari jam 07.00 – 15.00 WIB sedangkan untuk shift kedua mulai dari 14.00 –

22.00 WIB, untuk hari jumat shift pertama mulai dari 07.00 – 16.00 WIB, shift

kedua mulai dari 15.00 – 22.00 WIB

3.1.5 Fasilitas dan Pelayanan

1. Kesehatan

a. Konsultasi dokter dan pengobatan klinik

b. Merujuk ke instansi kesehatan setempat, yakni ke Puskesmas

maupun Rumah Sakit.

c. Pengobatan karyawan maupun keluarga karyawan dengan system

Reimburst (klaim) untuk pengganti pengobatan.

d. Medical Check Up rutin setiap 1 tahun sekali.

2. Olahraga

a. Lapangan tenis

b. Lapangan futsal

c. Lapangan tenis meja

d. Treadmill

e. Memfasilitasi lapangan bulutangkis diluar perusahaan

34
3.1.6 Kebijakan Mutu

PT. Antam Tbk. UBPP Logam Mulia memiliki dedikasi dan komitmen

untuk melakukan proses peningkatan yang berkelanjutan dalam slogan

MULIA, sebagai berikut:

1. Menjamin mutu produk dan layanan secara professional untuk kepuasan

pelanggan dengan mengutamakan sumber daya emas yang bebas dari

daerah konflik, penyalahgunaan hak-hak asasi manusia yang sejalan

dengan kebijakan LBMA.

2. Utamakan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) dalam

setiap aktifitas, pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja yang sesuai

dengan persyaratan perundangan yang berlaku.

3. Lingkungan operasional dijaga dari pencemaran tanah, air dan udara

dengan mengelola limbah B3 dan non B3 serta melestarikan

keanekaragaman hayati.

4. Inovasi dan penerapan teknologi tepat guna yang berwawasan

lingkungan untuk memaksimalkan nilah tambah bagi stakeholder,

perusahaan dan lingkungan serta ekonomi, efisien dan efektif dalam

pemanfaatan sumber daya alam.

5. Aktif melakukan perbaikan proses bisnis berkelanjutan melalui system

manajemen mutu, lingkungan dan K3 serta berparisipasi bagi

kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah operasi khususnya pendidikan

lingkungan.

35
Kebijakan manajemen ini selalu dikaji secara periodik, disampaikan kepada

seluruh stakeholder dan diterapkan secara tepat dan konsisten.

3.2 Health Safety & Environtment Departement

3.2.1 Kebijakan Organisasi

Dengan Implementasi Standar Internasional Manajemen K3 Menjadikan

Satuan Kerja K3L sebagai Gerbang dalam Mencapai Produktivitas Terbaik

Karyawan.

Proses

Supervisi Keeselamatan Kerja dan Lingkungan

Aktivitas

1. Safety Inspection

2. Safety Observation

3. Safety Comitte Meeting

Tujuan

Memastikan Implementasi System Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Serta Pengelolaan Lingkungan sesuai dengan Peratuan Perundang –

Undangan Yang Berlaku Serta Dapat Tercapai Sasaran dan Target SMK

HSE.

36
3.2.2 Struktur Organisasi Health Safety & Environment Dept

Gambar 3. 3
Satuan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan

HSE Asst. Manager

Safety Supervisor & KO Hiperkes Env. Supervisor

Safety Officer Env. Officer

Safety Officer

Safety Officer

37
3.2.3 Ketenagaan di Health Safety & Environment Dept

Tabel 1. 1

Ketenagaan Health Safety & Environment Dept

No. Nama Pegawai Jabatan

1. HSE Asst. Manager


Budi Santoso
2. Safety Supervisor & KO
Amir Kusmana
3. Env Supervisor
Rimawati, ST
4. Safety Officer
Agus Kurniawan, SKM
5. Safety Officer
Anggraini Pangestu W, SKM
6. Safety Officer
Azzura F Kusuma, SE. ST
7. Env Officer
Dura Vandela, ST
8. Hiperkes
Yoga Wan Prayoga, Amd.Kep

3.2.4 Uraian Tugas Health Safety & Environment Dept

Adapun tugas yang harus dilaksanakan pihak safety and Environment antara

lain adalah:

1. Melakukan pengawasan dan implementasi manajemen keselamatn dan

lingkungan kerja dengan memberitahukan pedoman keselamatanpada

masing -masing subdivisi untuk menghindari terjadinya kecelakaan.

2. Merekap dan mengevaluasi kegiatan safety talk yang dilakukan secara

rutin oleh manager sub divisi.

3. Melakukan inspeksi secara rutin pada kegiatan pekerja yang tidak aman

dan berpotensi menimbulkan kecelakaan.

38
4. Memeriksa dan memeberikan izin kerja pada mitra kerja yang ingin

bekerja sesuai dengan prosedur yang berlaku.

5. Melakukan identifikasi kecelakaan kerja yang terjadi pada unit operasi

dan membuat rekomendasi prosedur agar tidak terjadi kecelakaan kerja

lagi.

6. Membuat laporan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana

pemantauan lingkungan, sasaran mutu, penggunaan energid an biaya

lingkungan.

7. Membuat pemantauan lingkungan seperti udara ambient, pencahayaan,

kebisingan, dan uji emisi.

8. Melakukan pengawasan pada lingkungan kerja dan pelestarian

lingkungan serta penggalakan penghijauan.

9. Menginventariskan bahan kimia berbahaya dan beracun (B3). Selain itu

juga penanggulangan terhadap pencemaran B3 dan laporan pemantuan

air limbah.

10. Melakukan pengumpulan data proper dan pemenuhan peraturan terkait

lingkungan terbaru.

39
BAB IV

IDENTIFIKASI MASALAH

4.1 Identifikasi Masalah

Menurut Sugiyono (2011) masalah diartikan sebagai penyimpangan

antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori

dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan

pelaksana.

Problem is a thing is difficult to deal with or understand; a question to

be answerd or seolved; esp. by reasoning or calculating (Kamus Oxford,

1995 dalam Notohadiprawiro, 2006).

Masalah yang ditemukan di HSE Dept dilihat dari data statistik realisasi

program kerja safety tahun 2017 adalah sebagai berikut:

1. Program training emergency response kurang maksimal

2. Pelaksanaan emergency drill belum ideal

Berdasarkan masalah di atas, peneliti mengidentifikasi masalah berdasarkan

metode 5 W 1 H, hasil identifikasi masalah bisa dilihat dalam table di bawah

ini:

Tabel 4. 1
Identifikasi Masalah 5W+1H

What Where When Who Why

Program PT. Antam Terindikasi Tim Sulitnya


pelatihan Tbk. UBPP selama Emergency partisipasi tim
emergency Logam Mulia penelitian 1 Response dalam

40
response Maret-29 mengikuti
kurang Maret 2018 training
maksimal emergency
response

How

 Jadwal kerja tim bersamaan dengan jadwal pelatihan, sehingga sulit untuk
mengikuti pelatihan.
 Motivasi personal anggota yang kurang untuk mengikuti pelatihan di hari
libur/ jam lembur.

Tabel 4. 2
Identifikasi Masalah 5W+1H

What Where When Who Why

Pelaksanaan Terindikasi Keselamatan


emergency PT. Antam selama Tim asset
drill belum Tbk. UBPP penelitian 1 Emergency perusahaan
ideal Logam Mulia Maret-29 Response pada saat
Maret 2018 simulasi

How

Tidak ada tim tetap yang menangani asset perusahaan pada saat pelaksanaan
simulasi berlangsung, beresiko kehilangan asset, dikarenakan HSE hanya
sebagai fasilitator.

41
4.2 Dampak Masalah

Dari dua masalah yang sudah disebutkan di atas tentunya secara langsung

maupun tidak langsung memilki suatu dampak yang sangat signifikan. Dampak

yang ditimbulkan dari kedua masalah di atas antara lain:

Tabel 4. 3
Dampak Masalah

No. Masalah Dampak

1. a. Jumlah sasaran/peserta yang

mengikuti program training tidak

mencapai target.
Program training
b. Tim emergency response tidak
Emergency Response
tanggap terkait dengan emergency
kurang maksimal
response sebagai suatu sistem yang

selalu dibutuhkan dan diaplikasikan

dalam keadaan darurat.

2. Pelaksanaan emergency Kurangnya kesiapsiagaan instansi

drill belum ideal dalam keadaan darurat, yang mungkin

saja bisa terjadi.

4.3 Prioritas Masalah

Masalah-masalah yang telah dikemukakan pada subbab sebelumnya harus

dicari pemecahan masalahnya. Namun, tidak memungkinkan untuk

42
memecahkan semua masalah dalam waktu yang bersamaan. Hal ini terjadi

karena terdapat satu penyebab masalah. Oleh karena itu, diperlukan penentuan

prioritas masalah.

Dalam penentuan prioritas masalah, metode yang sering digunakan adalah

metode Bryant yang menggunakan indikator-indikator sebagai berikut.

a. Community Concern atau Public Concern (C)

Community Concern atau Public Concern adalah besarnya keprihatinan

masyarakat terhadap masalah yang dihadapi. Keprihatinan masyarakat

yang besar untuk mengatasi masalah mendapat prioritas tertinggi.

Skor/nilai untuk community concern atau public concern, meliputi:

1 = Tidak mendapat perhatian masyarakat.

2 = Kurang mendapat perhatian masyarakat.

3 = Cukup mendapat perhatian masyarakat.

4 = Sangat mendapat perhatian masyarakat.

b. Prevalence (P)

Prevalence adalah jumlah individu yang terkena masalah didalam

populasi. Prioritas yang tertinggi diberikan kepada suatu masalah yang

menyebar luas dalam lingkungan masyarakat.

Skor/nilai untuk prevalence, meliputi:

1 = Jumlah individu atau masyarakat yang terkena sangat sedikit.

2 = Jumlah individu atau masyarakat yang terkena sedikit.

3 = Jumlah individu atau masyarakat yang terkena cukup besar.

4 = Jumlah individu atau masyarakat yang terkena sangat besar.

43
c. Seriousness atau Severity (S)

Seriousness atau Severity adalah berat atau ringannya masalah

yangditimbulkan oleh masalah tersebut terhadap masyarakat.

Skor/nilai untuk seriousness atau severity, meliputi:

1 = Masalah yang ditimbulkan tidak berat.

2 = Masalah yang ditimbulkan cukup berat.

3 = Masalah yang ditimbulkan berat.

4 = Masalah yang ditimbulkan sangat berat.

d. Manageability (M)

Manageabilityadalah ketersediaan sarana dan prasarana dengan biaya,

kemungkinan hambatan pelaksanaan, keadaan ekonomi, dan

keikutsertaan masyarakat.

Skor/nilai untuk manageability, meliputi:

1 = Tidak dapat dikelola dan diatasi.

2 = Cukup dikelola dan diatasi.

3 = Dapat dikelola dan diatasi.

4 = Sangat dapat dikelola dan diatasi

Untuk menghitung nilai total menggunakan rumus:

CxPxMxS

44
Tabel 4. 4
Prioritas Masalah (Metode Bryant)

Total Skala
No Masalah C P S M
(CxPxSxM) Prioritas

Program training

1 Emergency Response 3 3 3 3 81 I

kurang maksimal

Pelaksanaan

2 Emergency Drill belum 3 2 3 2 36 II

ideal

Mengenai masalah “Program Training Emergency Response Kurang

Maksimal” pada indikator C (Community concern/Public concern) mendapat

skor 3 yang artinya, cukup mendapat perhatian dari HSE Dept karena pihak

HSE mengharapkan dengan adanya program training emergency response

secara maksimal dan berkesinambungan pada tim emergency response. Pada

indikator P (Prevalence) medapat skor 3 yang artinya jumlah individu yang

terkena cukup besar hal ini dikarenakan suatu program pelatihan emergency

response dapat menjadi faktor penting dalam mencegah kesimpang siuran

dalam menghadapi keadaan darurat pada perusahaan. Kemudian pada indikator

S (Seriousness) mendapat skor 3 yang artinya adalah masalah yang ditimbulkan

45
berat karena hal ini berkaitan dengan kesiapsiagaan team emergency response

dalam memastikan tindakan pengendalian sesuai Prosedur dan Organisasi ERP.

Terakhir pada indikator M (Manageability) mendapat skor 3, yang artinya

masalah tersebut dapat dikelola dan diatasi dengan metode/cara tertentu.

Mengenai masalah “Pelaksanaan Emergency Drill belum ideal” pada

indikator C (Community Concern atau Public Concern) mendapatkan skor 3,

yang artinya cukup mendapat perhatian dari pihak HSE sebagai fasilitator untuk

tim emergency response diharapkan cepat tanggap dalam upaya mengamankan

asset-asset perusahaan. Pada indikator P (Prevalence) mendapat skor 2, yang

artinya jumlah individu yang terkena sedikit, hal ini dikarenakan hanya

disiapkan dan diselenggarakan secara terstruktur dan terorganisir oleh HSE

Dept untuk pencapaian tujuan dan sasarannya. Kemudian untuk indikator S

(Seriousness) diberikan skor 3, yang artinya masalah yang ditimbulkan berat,

hal ini berkaitan dengan tata cara mengamankan/ menyelamatkan dirinya

berikut asset-asset perusahaan secara sistematis. Terakhir pada indikator M

(Manageability) mendapatkan skor 2, yang artinya masalah tersebut cukup

dapat dikelola dan diatasi dengan cara-cara tertentu.

4.4 Analisa Penyebab Utama

Berdasarkan prioritas masalah diatas, Peneliti menganalisa faktor-faktor

penyebab dari masalah utama tersebut yaitu: “Program Pelatihan Emergency

Response Kurang Maksimal” dengan menggunakan metode 6 M: Man (Sumber

Daya Manusia), Money (biaya), Material (Sarana), Methode (metode),

46
Machine (Prasarana), dan Market (Pasar) melalui alat bantu yang disebut

diagram Ichikawa (Tulang Ikan/Fish Bone).

Gambar 4. 1
Analisis Penyebab Masalah Utama Ichikawa (tulang ikan/fish bond)
“Program Pelatihan Emergency Response Kurang Maksimal”

Material Man
Belum lengkapnya 1. Minimnya motivasi
personal untuk
sarana latihan bagi mengikuti pelatihan
tim emergency di hari libur/ jam
lembur.
response. 2. Belum lengkapnya
tenaga
ahli/tersertifikasi Program
untuk training
Training
emergency response
Emergency
Response
Kurang
Maksimal
Methode
Sulitnya mengatur jadwal
dan tempat untuk tim
emergency response
pelatihan di luar instansi.

47
4.5 Penetapan Penyebab Masalah

Berdasarkan hasil observasi lapangan dan hasil konsultasi dengan beberapa

pegawai, Peneliti berkesimpulan bahwa penyebab dari masalah “Program

Pelatihan Emergency Response Kurang Maksimal” adalah:

1. Man

a. Minimnya motivasi personal untuk mengikuti pelatihan di hari libur/

jam lembur. motivasi dalam diri merupakan faktor penting akan

kesiapsiagan dalam menghadapi keadaan darurat yang bisa terjadi,

mengetahui apa saja yang bisa terjadi dalam keadaan darurat dan

melatih kesiapan menghadapi keadaan emergency sehingga rasa gugup

dan panik dapat diatasi, serta mempersiapkan diri dalam mengurangi

kemungkinan kerugian yang lebih besar bila dalam keadaan darurat.

Minimnya motivasi personal didukung juga oleh faktor eksternal seperti

tim emergency response belum menjadi trend dibandingkan dengan

instansi tambang lainnya, ini berefek dengan ketidakefektifan pelatihan

dan dalam 5 tahun terakhir jarang terjadi keadaan darurat.

b. Belum lengkapnya tenaga ahli/tersertifikasi untuk training emergency

response. Berbagai ancaman bahaya memungkinkan mendatangkan

kerusakan besar seperti kebakaran, gempa, banjir, bahkan demo

dilingkungan masyarakat. Untuk mengantisipasi masalah tersebut

dibutuhkan persiapan. Salah satunya dengan tim emergency response

yang sudah di training oleh tenaga ahli yang berpengalaman dalam

bidang masing-masing. Tanpa persiapan yang baik dalam menghadapai

48
keadaan darurat, kepanikan akan terjadi dan kemungkinan kerugian

akan dialami oleh instansi.

2. Methode

Sulitnya mengatur jadwal dan tempat untuk tim emergency response

pelatihan diluar instansi. Salah satu agar peserta memiliki pengetahuan,

kemampuan dan keterampilan khususnya mengenai emergency response

yaitu mempelajarinya melalui kegiatan pelatihan atau pembekalan, dan

dibutuhkan jadwal serta tempat diluar instansi agar tim bisa fokus dan tidak

terganggu dengan kerjanya, dilanjutkan dengan latihan secara rutin dan

berkala. Apabila suatu program tidak berjalan maksimal, maka dapat

dilakukan evaluasi dari segi training emergency responsenya.

3. Material
Belum lengkapnya sarana latihan bagi tim emergency response. Sarana,

prasarana dan fasilitas penunjang dalam prosedur tanggap darurat

merupakan salah satu hal wajib dalam mendukung kegiatan pengendalian

dan penanggulangan keadan darurat (emergency). Salah satunya seperti

latihan RJP sebagai pertolongan pertama pada korban dalam keadaan

darurat dan juga perlu diperhatikan yaitu 3M, aman diri, aman korban dan

aman lingkungan.

49
BAB V

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

5.1 Alternatif Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan

agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin

tidak didapat dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120).

Sedangkan menurut Goldstein dan Levin, pemecahan masalah telah

didefinisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan modulasi

dan kontrol lebih dari keterampilan rutin atau dasar (Rosdiana & Misu, 2013:2).

Prosedur dalam pemecahan telah dijelaskan Rebori dalam Rahayu

(2008:10) sebagai berikut:

1. Menemukan adanya masalah.

Ketika seseorang mampu menggambarkan masalah, ia akan mengetahui

situasi yang sebenarnya berdasarkan fakta yang ia temukan.

2. Mengidentifikasi dan menemukan penyebab utama dari suatu masalah.

Untuk dapat memecahkan suatu masalah diperlukan kemampuan

identifikasi dan kemampuan menganalisis penyebab dari permasalahan

tersebut.

3. Menghasilkan beberapa alternatif solusi.

Pada tahapan ini dihasilkan lebih dari satu solusi yang dapat digunakan

untuk memecahkan masalah.

4. Menentukan alternatif solusi.

50
Setelah didapatkan beberapa solusi alternatif, kemudian dipilih solusi

terbaik untuk memecahkan masalah.

5. Mengembangkan suatu rencana tindakan.

Perencanaan tindakan dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari solusi

yang dipilih.

6. Penerapan.

Setelah membuat perencanaan tindakan, dilakukan penerapan solusi yang

dipilih untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Peneliti mencoba menawarkan alternatif pemecahan masalah yang bisa

dilakukan untuk mengatasi masalah yang telah diprioritaskan sehingga nantinya

alternatif masalah ini dapat dijalankan oleh para pembuat kebijakan di institusi

terkait. Solusi ini diperoleh dari hasil brainstorming antara peneliti,

pembimbing dan beberapa staf terkait. Prioritas masalah yang diambil adalah

Program Pelatihan Emergency Response Kurang Maksimal. Dari hasil

penetapan penyebab masalah dapat diberikan alternatif pemecahan masalah

sebagai berikut:

Tabel 5. 1
Usulan Alternatif Pemecahan Masalah

Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah

Menyarankan untuk dilakukan


Minimnya motivasi personal untuk
pendekatan dan reminder pada tim
mengikuti pelatihan di hari libur/
jam lembur. emergency response untuk

dilaksanakan secara rutin dan berkala.

51
Menyarankan untuk ERT
Belum lengkapnya tenaga
melaksanakan pelatihan sesuai bidang
ahli/tersertifikasi untuk training
emergency response masing- masing, minimal sesuai yang

dipersyaratkan.

Menyarankan untuk melakukan

Sulitnya mengatur jadwal dan benchmark dan latihan gabungan

tempat untuk tim emergency bekerja sama dengan instansi lain yang

response pelatihan di luar instansi. relevan terkait tempat dilaksanakannya

training emergency response.

Menyarankan untuk pengadaan alat

Belum lengkapnya sarana latihan penunjang untuk kegiatan pelatihan

tim emergency response. emergency response sesuai dengan

kebutuhan tim.

5.2 Prioritas Alternatif Pemecahan masalah

Berdasarkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang ditawarkan

penulis, maka akan diambil satu sebagai prioritasnya dengan menggunakan

metode perbandingan efektifitas dan efisiensi.

1. Efektifitas, terdiri dari :

a. Magnitude (M), menyatakan besarnya masalah yang dapat diselesaikan

oleh alternatif solusi yang ditawarkan. Solusi yang memecahkan

masalah tersebut adalah yang layak untuk diprioritaskan.

52
b. Importance (I), menyatakan tingkat urgensi solusi yang ditawarkan.

Solusi yang dapat memecahkan masalah terpenting adalah yang layak

diprioritaskan.

c. Sensitivity/vulnerability (V), menyatakan sensitifitas alternatif

pemecahan masalah dalam mempengaruhi masalah (salah satunya

adalah kesiapan teknologi).

Alternatif pemecahan yang paling mempengaruhi pemecahan masalah

adalah yang layak diprioritaskan.

Penilaian :

Nilai 1 : tidak penting untuk diprioritaskan.

Nilai 2 : kurang penting untuk diprioritaskan

Nilai 3 : cukup penting untuk diprioritaskan

Nilai 4 : penting untuk diprioritaskan

Nilai 5 : sangat penting untuk diprioritaskan

2. Efficiency (E), menyatakan hubungan alternatif solusi besarnya biaya yang

ditimbulkan. Solusi dengan biaya terkecil adalah layak diprioritaskan.

Penilaian:

Nilai 1, sangat penting, biaya sangat kecil.

Nilai 2, penting, biaya kecil.

Nilai 3, cukup penting, biaya cukup kecil.

Nilai 4, kurang penting, biaya besar

Nilai 5, tidak penting, biaya besar

Untuk menghitung nilai total digunakan rumus :

53
(𝐌𝐱𝐈𝐱𝐕)
𝜮=
𝐄

Tabel 5. 2
Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
(Metode Perbandingan Efektifitas dan Efisiensi)

Alternatif Efektifitas
(MxIxV) Prioritas
No E 𝛴=
Pemecahan Masalah M I V E

Menyarankan

untuk dilakukan

pendekatan dan

reminder pada tim


1 emergency 5 5 5 3 41,7 I

response untuk

dilaksanakan

secara rutin dan

berkala.

Menyarankan untuk
ERT melaksanakan
pelatihan sesuai
2 5 5 5 5 25 III
bidang masing-
masing, minimal
sesuai yang
dipersyaratkan.
Menyarankan untuk II
3 5 5 5 4 31,25
melakukan

54
benchmark dan
latihan gabungan
bekerja sama
dengan instansi lain
yang relevan terkait
tempat
dilaksanakannya
training emergency
response.
Menyarankan untuk
pengadaan alat
penunjang untuk
4 5 4 4 4 20 IV
kegiatan pelatihan
emergency response
sesuai dengan
kebutuhan tim.

Dari hasil brainstorming, ditemukan bahwa skor tertinggi didapat pada

solusi “Menyarankan untuk dilakukan pendekatan dan reminder pada tim

emergency response untuk dilaksanakan secara rutin dan berkala”. Untuk

indikator M mendapat skor 5 artinya adalah besarnya masalah dapat

diselesaikan menggunakan solusi tersebut sehingga solusi tersebut sangat

penting untuk diprioritaskan. Dalam hal ini alangkah baiknya jika ERT di

follow up guna memahami tugas dan fungsinya dalam penanganan dan

pengendalian keadaan darurat . Indikator I mendapatkan skor 5 artinya tingkat

kegawatan masalah sangat penting untuk diprioritaskan dan dapat diselesaikan

dengan menggunakan solusi tersebut. Jika dalam pelaksanaannya semua

55
anggota menjalankan itu merupakan salah satu kunci keberhasilan program

training emergency response. Dalam pelatihan tentu diberikan pemahaman

mengenai design, operation dan implementasi emergency response plan yang

jelas dan efektif untuk memaksimalkan program training emergency reponse.

Berikutnya indikator V mendapat skor 5 artinya sensitifitas alternatif solusi

dalam mempengaruhi masalah sangat penting untuk diprioritaskan. Indikator

terakhir yang menjadi penentu prioritas solusi yang sebaiknya dilaksanakan

adalah indikator E yaitu terkait biaya yang menunjang pelaksanaan alternatif

solusi tersebut mendapat skor 3 yang artinya biaya yang dikeluarkan cukup

kecil sehingga pelaksanaanya dapat segera dilaksanakan.

5.3 Analisa SWOT

Dari prioritas pemecahan masalah yang diperoleh melalui tabel efektifitas dan

efisiensi diatas yaitu “Menyarankan untuk dilakukan pendekatan dan reminder

pada tim emergency response untuk dilaksanakan secara rutin dan berkala”.

selanjutnya akan dianalisis menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini

menjabarkan tentang Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity

(Peluang/kesempatan), dan Threat (ancaman) yang dapat saja muncul dari

pengimplikasian prioritas masalah.

1. Kekuatan (Strenght)

Pelaksanaan prioritas masalah ini memiliki kekuatan atau kelebihan sebagai

berikut:

56
a. Lebih efektif dalam mengatasi masalah

PT. Antam Tbk. UBPP LM telah menerapkan komitmen yang dimulai

dari pimpinan utama, dengan penerapan ISO 9001, sehingga komitmen

lebih mudah diterapkan karena telah mendapatkan dukungan dari pihak

pimpinan.

2. Kelemahan (Weakness)

Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah ini memang yang terbaik diantara

alternatif pemecahan masalah lainnya, namun dalam pelaksanaannya tetap

memiliki kekurangan sebagai berikut:

a. Dalam prosesnya jika hanya dilakukan pendekatan/reminder saja tanpa

ada pemenuhan fasilitas khusus, itu kurang memotivasi anggota untuk

mengikuti training emergency response

b. Kurangnya kapasitas (sumber daya maupun keterampilan dalam

penyerapan praktek)

3. Peluang/Kesempatan (Oppurtunity)

Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah ini dapat menghasilkan

kemungkinan positif untuk memperbaiki permasalahan yang ada, dan setiap

pemecahan masalah pasti ada peluang yang dapat mempermudah

tercapainya keberhasilan pemecahan masalah, yaitu:

a. Menentukan bagaimana sasaran dapat dicapai dan program safety yaitu

training emergency response terlaksana secara rutin dan berkala.

57
b. Adanya terobosan dan peningkatan kemampuan mengenai emergency

response and preparedness dalam instansi.

4. Ancaman (Threat)

Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah pasti memiliki ancaman atau

hambatan dalam pengaplikasiaannya, seperti:

a. Adanya tugas/ beban pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, itu akan

menjadi faktor penghambat capaian training emergency response.

b. Faktor – faktor budaya yang menghambat proses knowledge sharing

yaitu perbedaan kerangka berpikir dan kurangnya sarana baik waktu,

tempat pertemuan, kesempatan untuk menampung ide yang menunjang

program training emergency response.

58
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil PKL selama satu bulan, peneliti menyimpulkan bahwa

pelaksanaan program training emergency response yang dilakukan selama

tahun 2017 belum berjalan dengan maksimal. Dampak masalah yang terjadi

terkait dengan hal tersebut adalah:

a. Jumlah sasaran/peserta yang mengikuti program training tidak mencapai

target.

b. Sebagian tim emergency response kurang tanggap terkait dengan

emergency response sebagai suatu sistem yang selalu dibutuhkan dan

diaplikasikan dalam keadaan darurat.

Adapun faktor – faktor yang menjadikan masalah tersebut terjadi dilihat dari

analisis menggunakan diagram ichikawa yaitu :

1. Minimnya motivasi personal untuk mengikuti pelatihan di hari libur/ jam

lembur.

2. Belum lengkapnya tenaga ahli/tersertifikasi untuk training emergency

response.

3. Sulitnya mengatur jadwal dan tempat untuk tim emergency response

pelatihan di luar instansi.

4. Belum lengkapnya sarana latihan bagi tim emergency response.

59
Alternatif pemecahan masalah yang dapat diberikan sebagai upaya untuk

pemecahan masalah strategi komunikasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Menyarankan untuk dilakukan pendekatan dan reminder pada tim

emergency response untuk dilaksanakan secara rutin dan berkala.

b. Menyarankan untuk ERT melaksanakan pelatihan sesuai bidang masing-

masing, minimal sesuai yang dipersyaratkan

c. Menyarankan untuk melakukan benchmark dan latihan gabungan bekerja

sama dengan instansi lain yang relevan terkait tempat dilaksanakannya

training emergency response.

d. Menyarankan untuk pengadaan alat penunjang untuk kegiatan pelatihan

emergency response sesuai dengan kebutuhan tim.

Prioritas alternatif pemecahan masalah yang dihasilkan dengan metode

perbandingan efektifitas dan efisiensi adalah “Menyarankan untuk dilakukan

pendekatan dan reminder pada tim emergency response untuk dilaksanakan

secara rutin dan berkala”.

6.2 Saran

Saran yang diberikan peneliti kepada Health, Safety and Environment

(HSE) sebagai berikut:

a. Memberikan fasilitas khusus berupa seragam, sertifikat, maupun insentif

untuk memotivasi dalam mengikuti program training emergency response.

b. Pelatihan kepada tim emergency response yang outputnya yaitu tenaga

ahli/tersertifikasi guna keberhasilan program training emergency response.

60
c. Melakukan benchmark dan latihan gabungan bekerja sama dengan instansi

lain yang relevan terkait tempat dilaksanakannya training emergency

response.

61
DAFTAR PUSTAKA

Erkins, Jh. 1998. Emergency Planning and Response, Majalah Hiperkes dan
Keselamatann Kerja, Volume XXXI No 3.
ICOH Newsletter (Vol 13). 2015. 2,3,1 p. Available from:
http:/www.icohweb.org/site/pdf-viewer/viewer.asp?newsletter=icoh
newsletter vol113 no2-3.pdf
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186/MEN/1999/ Tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
Kusnendar. 2009. System Dan Implementasi Emergency Response And
Preparedness Sebagai Upaya Pengendalian Kondisi Darurat di Pt.
Steamless Pipe Indonesia Jaya. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :
Per. 05/Men/1996. 1996. Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Menteri Tenaga Kerja. Jakarta.
Notohadiprawiro, T. 2006. Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Nurina. 2012. Pengembangan Program Tanggap Darurat Kebakaran di Gedung
Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Depok: Universitas Indonesia.
Peraturan Menteri pekerjaan umum No. 26/PRT/M/2008 Tentang Persyaratan
Teknis System Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan
Lingkungan.
Prihatiningsih, dkk. 2014. Penetapan Metode Hiradc Sebagai Upaya Pencegahan
Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Mesin Rewinder. Surabaya: Universitas
Airlangga.
PT. Krakatau Steel. 1993. Pelatihan dan Training K3 Industri. Cilegon: PT.
Krakatau Steel.
Rachmawati. 2009. Penilaian Program Emergency Response Preparedness Pt
Mcdermott Indonesia Fabrikasi Batam. Depok: Universitas Indonesia.
Ramli S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Jakarta: Dian Rakyat.

62
Rosdiana & Misu, L. 2013. Pengembangan Teori Pembelajaran Perilaku Dalam
Kaitannya Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa di
SMA. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
FMIPA UNY. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Saad, N.S. & Ghani, A. S. 2008. Teaching Mathematics in Secondar School: Theory
and Practice. Perak: Universitas Pendidikan Sultan Idris.
Septiadi. 2008. Analisa Persiapan Menghadapi Keadaan Darurat Di Gedung
Bertingkat Ditinjau Dari Internasional Safety Rating System PT. Siemens-
Indonesia. Depok: Universitas Indonesia
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Syukri, Sahab. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PT Bina Sumber Daya Manusia.
Tarwaka. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi
K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Tarwaka. 2015. Ergonomi Industri Dasar – Dasar Pengetahuan Ergonomi dan
Aplikasinya di Tempat Kerja Edisi II. Surakarta: Harapan Press.
WHO. 2017. Worker’s Health: Global Plan of Action. Diunduh
http://www.icohweb.org/site/scientific-committe-detail.asp?sc=45

63
LAMPIRAN

Program Kerja Departement Health, Safety and Environment (HSE)

PT. Antam Tbk. UBPP Logam Mulia

No. Bagian Uraian Program Kerja


1. Review HRA
2. Health Maping
3. Monitoring Hygen :
a. Pengukuran Intensitas Cahaya
b. Pengukuran Kebisingan
c. Pengukuran Temperature/ Iklim
d. Pengukuran Kualitas Udara
e. Pengukuran Udara Embien
4. Fatigue Management System :
1. Health a. Nutrition Management System
b. Ergonomic Management System
5. Health Education
6. Sosialisasi MSDS
7. Training Kesehatan (Eksternal) :
Training First Aid and CPR
8. Monitoring P3K
1. Sosialisasi Perubahan/Prosedur baru K3L
2. Review HIRADC
3. Review SOP/WI
4. Safety Inspection
5. Safety Induction
6. Safety Talk
7. Safety Patrol (Tim P2K3)
8. Safety Meeting :
a. P2K3
b. Sub P2K3 (antar satker)
c. P2K3 Eksternal
9. Pemeriksaan Sarana Penunjang TD
2. Safety a. Alat Pemadam Api (APAR)
b. Breathing Apparatus
c. Hydrant*)
d. Tandu*)
e. Smoke Detector
f. Pintu darurat
g. Alarm Gas Chlorine
10. Monitroing APD :
a. Laporan Realisasi Penggunaan APD /
Satker

64
b. Pemeriksaan dan Penambahan Safety
Sign
11. Accident/Incident Analisys :
a. Investigasi kecelakaan kerja
b. Investigasi near miss
c. Sosialisasi hasil investigasi
12. Kegiatan Bulan K3 :
a. Kampanye/ promosi K3
b. Penyuluhan/ceramah K3
c. Lomba pembuatan poster K3L,
Spanduk, essay
d. Ceramah K3
e. Safety Reward Pegawai Teladan K3
13. Pemasangan spanduk dan rambu K3
14. Membuat Laporan K3 :
a. Kantor Pusat PT. Antam Tbk
b. PIT Dep. ESDM Bulanan
c. PIT Dep. ESDM Triwulan
d. Laporan P2K3 ke Disnaker
15. Internal & External Audit :
a. OHSAS (TUV)
b. ESDM
c. SMKP
16. Pengadaan APD untuk tamu*)
17. Training
a. Emergency Response
b. Tanggap Darurat gas klorin
c. Tanggap darurat kebakaran
d. Brencmarking ke Perusahaan Lain
e. Training Khusus Pengawas
f. Refresh Training K3
1. Pelaporan Triwulan Pengelolaan Limbah
B3 (Neraca, Manifest, Log book) :
a. Pelaporan ke KA.SUDIN
b. Pelaporan ke Dinas Kebersihan
c. Pelaporan ke Kantor Pusat
2. Pelaporan RPL dan RKL (6 bulan sekali) :
a. Persiapan Laporan
b. Submit Laporan
3. Environment 3. Identifikasi Limbah Domestik dan Air
Bawah Tanah (ke UNILAB)
4. Monitoring pendataan limbah B3 dan Non
B3
5. Uji Emisi Kendaraan
6. Program Penghijauan (Green House) :
a. Persiapan

65
b. Pelaksanaan
c. Monitoring
d. Evaluasi
7. Training Internal
Pengolahan Limbah B3 dan Non B3
8. Training ekstrernal
a. Training Teknologi Bersih
b. Training Penerapan ISO 14001

66
67
68
Emergency Preparedness

69
Penerapan Emergency Preparedness

70
Perubahan dan Penambahan Sarana Tanggap Darurat

Perubahan pipa jalur/lay out hydrant dan jalur evakuasi

71
TANDU

APAR

KOTAK P3K
ALARM

72
Simulasi Tanggap Darurat Kebakaran

73
74

Anda mungkin juga menyukai