Analisa Manajemen Rantai Pasok Agribisnis Tembakau Selopuro Blitar Bagi Kesejahteraan Petani Lokal PDF
Analisa Manajemen Rantai Pasok Agribisnis Tembakau Selopuro Blitar Bagi Kesejahteraan Petani Lokal PDF
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
ABSTRAK
Jawa Timur memiliki berbagai jenis tembakau lokal. Dari hasil survey
keragaaan tembakau di Jawa dan Madura diketahui di Propinsi ini terdapat sekitar 15
jenis tembakau. Kontribusi agribisnis tembakau lokal Selopuro di Blitar terhadap
perekonomian dan manfaat sosial oleh pengusahaan tembakau baik kearah hulu
(backward linkage) maupun kearah hilir (onward linkage) sangat besar. Meskipun
sentra produksinya di Kecamatan Selopuro, namun areal pengembangan agribisnis
tembakau ini telah berkembang sampai ke Kabupaten Malang, Kediri dan Tulungagung.
Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus sampai dengan Desember 2009, melalui
kegiatan survey lapang, diskusi kelompok (FGD), dan studi pustaka melalui dokumen
yang diperoleh dari dinas terkait, pemerintah daerah dan industri tembakau lokal.
Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Mengidentifikasi manfaat secara ekonomi dan sosial
bagi petani lokal, (b) Mengidentifikasi struktur pasar komoditas ini, (c) Identifikasi dan
analisa mekanisme tataniaga komoditas yang telah berjalan, (d) Menentukan strategi
dan kebijakan perbaikan tataniaga dan manajemen tembakau lokal ini. Hasil penelitian
menunjukkan, terdapat masalah-masalah internal yang dihadapi dalam rantai pasok
agribisnis tembakau Selopuro. Masalah internal dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu di
tingkat on-farm, off farm dan kelembagaan. Pengembangan agribisnis tembakau lokal
ini harus terkendali dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi perdesaan, sosial, dan
memberikan lapangan pekerjaan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup
yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen tembakau. Untuk
mencapai hal tersebut diperlukan pemahaman: (a) Perlunya memperhatikan
keseimbangan antara permintaan dan penyediaan (supply and demand) produk ini, (b)
Agribisnis tembakau yang efisien serta menjaga lingkungan hidup yang sehat (tanah,
air, udara,flora dan fauna), (c) Menjaga kelangsungan pengusahaan tembakau dengan
meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, (d) Menerapkan Good
Agricultural Practices (GAP) dan Good Manufactural Practices (GMP) dalam
pengusahaan tembakau, (e) Menjaga kelangsungan agribisnis melalui kemitraan yang
baik dengan lembaga-lembaga terkait baik pemerintah, perguruan tinggi maupun
swasta.
Kata kunci: Tembakau selopuro, analisa rantai pasok, tanaman tradisional, produk
unggulan lokal, Blitar
PENDAHULUAN
Jawa Timur memiliki berbagai jenis tembakau. Dari hasil survey keragaaan
tembakau di Jawa dan Madura pada tahun 1989 diketahui bahwa di Propinsi Jawa
Timur terdapat sekitar 15 jenis tembakau. Berdasarkan waktu penanamannya, jenis
tembakau dibagi atas dua jenis yaitu: 1) tembakau bahan cerutu (Na- Oogst disingkat
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
NO) yang ditanam pada akhir musim kemarau dan dipanen pada musim hujan, 2)
tembakau bahan sigaret atau keretek (Voor-Oogst disingkat VO) yang ditanam pada
akhir musim hujan dan dipanen pada musim kemarau. Areal tanamannya tersebar mulai
dari bagian paling barat (Kabupaten Ngawi) sampai bagian paling timur (Kabupaten
Banyuwangi)(Abdulrachman, et al., 1998, Murdiyati et al., 2004).
Dari sisi sejarahnya, pertama kali tembakau ditanam di pulau Jawa pada tahun
1600 oleh orang–orang Portugis, kemudian pada tahun 1650 penanamannya mulai
tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 1830 benih yang diperkenalkan
dari Manila Filipina ditanam di Kerawang dan Pasuruan. Antara tahun 1870 – 1875
terjadi perluasan areal tanaman tembakau, dan banyak dikembangkan di wilayah Jawa
Timur seperti Kediri, Pasuruan (Malang), Besuki, Probolinggo, Lumajang dan Selopuro
(Blitar). Pada saat itu, umumnya varietas tembakau yang ditanam adalah keturunan
hibrida tembakau Manila dan Havana (Balittas, 1989) (Santoso, 2001, Murdiyati et al.,
2004).
Kontribusi agribisnis tembakau terhadap perekonomian dan manfaat sosial oleh
pengusahaan tembakau baik kearah hulu (backward linkage) maupun kearah hilir
(onward linkage) di wilayah Jawa Timur temasuk Blitar sangat besar. Saat ini areal
penanaman tembakau tersebar di 21 kabupaten dengan luas rata-rata per tahun sebesar
110.813 ha dengan total produksi sebesar 83.292 ton Sebagian besar jenis tembakau
yang diusahakan adalah tembakau Voor-Oogst (102.742 ha) dan sisanya adalah
tembakau Na-Oogst (8.071 ha)(Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2008, Dinas
Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2009).
Dari pengamatan dan beberapa pengkajian yang telah dilaksanakan sebelumnya,
permasalahan utama dalam mengembangkan komoditas tembakau dari Selopuro adalah
aspek pemasaran. Pada aspek pemasaran ini posisi petani sebagai pengasil komoditas
tembakau sangatlah lemah ditandai dengan tidak adanya daya tawar yang kuat serta
panjangnya tata niaga. Masih adanya ketidak sempurnaan pasar dan informasi yang
asimetris menyebabkan tingginya biaya transaksi dalam pemasaran produk pertanian
(Dietrich, 1994). Untuk meningkatkan efisiensi yang menguntungkan sistem ekonomi
secara keseluruhan dan secara kusus meningkatkan pendapatan petani tembakau, maka
sangatlah diperlukan sinergi antara petani tembakau, pelaku tataniaga dan pabrik rokok
untuk mendapatkan tata niaga yang efektif dan efisien bagi para pemain didalamnya
(Pemerintah Propinsi Jawa Timur, 2008).
Efektifitas tata niaga komoditas dan saprotan penunjang khususnya untuk
agribisnis tembakau merupakan hal yang penting dalam keberhasilan pengembangan
industri tembakau di wilayah pengembangan Selopuro-Blitar. Pertama yang perlu
dilihat dalam kegiatan ini adalah keunggulan dari komoditas tembakau Selopuro secara
ekonomi kepada petani maupun secara sosial kepada masyarakat setempat. Selanjutnya
diteliti mengenai kondisi tata niaga dari komoditas yang diteliti, seberapa besar posisi
tawar petani, seberapa efisiennya rantai pasar yang ada, dan mekanisme yang berjalan
melalui pendekatan metoda menejemen rantai pasok (SCM).
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
2 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
METODE
Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Mengidentifikasi manfaat secara ekonomi dan
sosial bagi petani lokal, (b) Mengidentifikasi struktur pasar komoditas ini, (c)
Identifikasi dan analisa mekanisme tataniaga komoditas yang telah berjalan, (d)
Menentukan strategi dan kebijakan perbaikan tataniaga dan manajemen tembakau lokal
ini. Dengan diperolehnya strategi perbaikan Manajemen Rantai Pasok dari komodits
tembakau Selopuro Blitar di Jawa Timur, maka akan mendukung pengembangan
agribisnis di wilayah tersebut yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan petani dan perekonomian daerah. Penelitian dilaksanakan selama bulan
Agustus sampai dengan Desember 2009, melalui kegiatan survey lapang, diskusi
kelompok (FGD), dan studi pustaka melalui dokumen yang diperoleh dari dinas terkait,
pemerintah daerah dan industri tembakau lokal. Pengkajian dilaksanakan pada
beberapa wilayah yaitu: (1) Wilayah lokasi produksi dari komoditas tembakau Selopuro
Blitar, (2) Kawasan pasar sekitarnya dalam kaitannya dengan aliran/rantai pasok hasil
komoditas unggulan ini, (3) Kunjungan ke pelaku pasar, gudang dan industri
tembakau/rokok.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
4 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
masing. Varietas yang paling banyak di tanam adalah Kanongo, diikuti Rejeb Emprit,
Rejeb Jahe dan rejeb Lulang, serta sisanya menanam Sompok dan Tukluk. Kontribusi
dari usaha tembakau ini bagi petani yang menanamnya berkisar antara 20-40%.
Menurut informasi pedagang pengepul, anak buah bandol, dan bandol sendiri, tembakau
ini memiliki karakteristik yang spesifik, khususnya pada aroma . Sehingga diidentifikasi
bahwa sesungguhnya tembakau jenis ini lebih banyak dipakasi sebagai bahan campuran
dan sekaligus pemberi aroma dan sasa dalam racikan rokok kretek. Selain itu jenis
tembakau ini juga sangat populer untuk digunakan sebagai bahan baku utama rokok
linting atau penjualan tradisional melalui pasar dan pabrik rokok kecil.
Tabel 2. Jenis dan Lokasi penanaman Tembakau Selopuro
Jenis Tembakau Varietas Lokasi(Kabupaten) Prosessing
Tembakau Selopuro Kenogo Blitar Rajangan
Rejeb Lulang Malang
Rejeb jahe Tulungagung
Rejeb emprit
Sompok
Tukluk
Sumber: Survey lapang, 2009
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
10 % 30 % 60%
Pedagang Pengepul 50 %
Bandol (4 Orang
20 - 30 Orang (di 4 Kecamatan)
di 4 Kecamatan)
Pengecer Pengecer
Industri Rokok
(PT Gudang Garam
dan PT Bentoel)
Pasar Tradisional dan Pabrik Rokok Kecil
Konsumen Lokal (Home Industri)
(Rokok linthing)
Gambar 1. Rantai Pasok (Alur, Pelaku, dan Pangsa Pasar) Tembakau Selopuro
Sumber: Survey lapang, 2009
Skema alur pemasaran tembakau tingkat lokal dan regional dapat dilihat pada
Gambar 1, termasuk aliran produk tembakau Selopuro, pelaku yang dominan bermain
dalampasar tembakau serta pangsa pasar yang mereka kuasai. Pasar tembakau
keseluruhannya bermuara pada pabrikan rokok atau (hanya sebagian kecil) langsung ke
konsumen, tertentu sebagai pembeli akhir sesuai tingkatnya. Untuk tembakau Selopuro
terdapat dua pelaku pembeli tembakau, yaitu sebagai pasokan lokal (Pasar lokal) dan
regional (Pabrik rokok Gudang Garam dan Bentoel). Karena diperkirakan sekitar 75%
dari pangsa tembakau di wilayah tersebut dikuasai oleh satu chanel pemasaran
(pembeli), maka sifat perdagangannnya sangat dimungkinkan bersifat monopsony.
Dalam kondisi ini posisi tawar petani sangat lemah terutama terhadap alasa-alasan
kualitas, kelebihan persediaan dan lain sebagainya. Posisi pengusaha kecil dan
pedagang tembakau di pasar tradisional juga akan sama dengan posisi petani ketika
menghadapi pembeli akhir.
Belum adanya informasi yang menjamin terhadap kontinuitas permintaan dan
suplai (kualitas dan jumlah) dari produsen dan konsumen sehingga harga sering
merugikan salah satu pihak, akibatnya tercipat iklim usaha yang kurang kondusif.
Sistem perdaganan tembakau didalam negeri tidak dapat dibatasi oleh wilayah
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
6 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
e. Lahan
1. Dilakukan pemetaan kesesuaian lahan di masing – masing wilayah sentra tembakau
sesuai dengan spesifikasi komoditi
2. Implementasi dukungan perda di masing-masing Kabupaten/Kota
3. Pembentukan tim terpadu dari semua pemangku kepentingan pengusahaan
tembakau untuk mewujudkan regulasi land use
4. Implementasi model, teknolgi dan aplikasi pengelolaan bahan organic
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
8 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
h. Kelembagaan
1. Membentuk/memberdayakan kelembagaan dari tingkat desa sampai kabupaten
2. Membentuk/memberdayakan kelembagaan petani melalui kelompok/koperasi
petani hamparan tembakau dalam rangka kemitraan dan menerima dana yang
bergulir
3. Membentuk dan mengembangkan POKJA pengelolaan dana bergulir yang
bersumber dari cukai rokok yang beranggotakan asosiasi-asosiasi terkait dalam
rangka fasilitasi kemitraan dan pembinaan petani
4. Pembentukan asosiasi petani tembakau untuk memperkuat posisi tawar.
i. Pemasaran
1. Menyusun regulasi pengusahaan tembakau (a.l. perlindungan spesifik wilayah,
supply, demand, penempatan gudang pembelian di sentra produksi tembakau, dll)
2. Melaksanakan promosi tembakau di luar wilayah produksi
3. Meberdayakan Market Intelegent dan penetrasi pasar
4. Mengadakan pertemuan berkala bagi pemangku kepentingan pertembakauan dalam
rangka meningkatkan koordinasi
j. Harga
Harga tembakau sangat ditentukan oleh mutu. Ini berarti sekalipun produktivitas
meningkat, namun apabila mutunya rendah, tidak akan memberikan manfaat yang
memadai (Santoso, 2001). Pada tahun 2008, tembakau selopuro mutu I rata rata hanya
bisa mencapai harga Rp 24.000,00/kg, mutu II Rp 18.500,00/kg, mutu III Rp
15.500,00/kg, dan mutu IV Rp 13.000,00/kg. Namun harga tembakau tahun 2009
sebenarnya masih lebih baik jika dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 terjadi
hujan salah mongso, sehingga harga tembakau turun. Biasanya dipanen tembakau alang,
yaitu tembakau yang kena hujan. Tembakau alang mutunya cukup, namun harganya
relatif tidak terlalu mahal. Apabila mutu tembakau jelek, maka harga tembakau akan
anjlok. Keadaan seperti itu membuat petani merana, karena tembakau harus dijual
dengan harga murah. Pabrik rokok kecil masih mau membeli tembakau dengan mutu
seperti itu, walaupun dengan dana yang terbatas. Bagi pabrik rokok besar meskipun
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
harga turun tidak berarti keuntungan meningkat, karena mutu tembakau tidak memenuhi
standar mereka. Tetapi berapapun besar kerugian yang ditanggung pabrik rokok sebagai
pemakai, masih lebih besar kerugian yang dialami oleh petani. Hal ini terutama karena
para petani harus menghidupi keluarganya dengan bertumpu pada panen tembakau saja.
Tabel 3. Analisa SWOT Agribisnis Tembakau Selopuro Blitar
No PERIHAL S(Kekuatan) W(Kelemahan) O(Peluang) T(Ancaman)
Komoditi
a. Varietas Banyak jenisnya Masih banyak kul- Memurnikan varietas Kemurnian varietas
Sudah beradaptasi tivan belum dilepas lokal tidak terkontrol
dengan lingkungan Belum ada Merakit varietas Mutu beragam
geografis setempat penangkaran benih unggul spesifik lokasi Ketidak pastian harga
Ketersediaan plasma khusus Memberdayakan Sulit dikembangkan
nutfah Beberapa hanya kelompok tani Kompetisi dgn
Baku (fast), baik asli sebagian campuran pengangkar benih tembakau lokal lain
maupun dari industri Degenerasi varitas Tuntutannya kualitas
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
10 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
a Penggunaan Dapat ditanam ditanah Kesuburan tanah Potensi tanah dapat Alih fungsi tanah dan
tanah marginal dan sebagai semakin menurun menghasilkan pergeseran lokasi
tanaman yang bernilai tembakau spesifik tanaman diluar lokasi
ekonomi tinggi yang spesifik
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
DAFTAR PUSTAKA
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
12 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Murdiyati. A.S., Suwarso, Mukani dan A. Herwati, 2004. Budidaya Tembakau Madura
Rendah Nikotin. Petunjuk Teknis Rakitan Teknologi Pertanian. Balai Studi
Teknologi Pertanian Jawa Timur. 113 – 121.
Pemerintah Propinsi Jawa Timur, 2008. Rencana Induk Pengusahaan Tembakau dan
Industri Hasil Tembakau Jawa Timur.
Santoso, Thomas, 2001. Tata Niaga Tembakau di Madura, Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan Vol. 3, No. 2, September 2001: 96 – 105.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012