Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
ucapkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini, mengenai Lupus
Eritematosus Sistemik (LES).
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan dari berbagai
pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini .
Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuh nya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi sususnan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu , kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah sehingga menjadi makalah yang baik dan
benar.
Akhir kata kami meminta semoga makalah ini bisa bemanfaat ataupun inspirasi bagi
pembaca.
1
DAFTAR ISI
1. Kata Pengantar........................................................................................................1
2. Daftar Isi.................................................................................................................2
3. BAB I PENDAHULUAN
6. BAB IV PENUTUP
3.1Kesimpulan.........................................................................................................18
3.2 Saran..................................................................................................................18
7. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)?
2) Untuk mengetahui bagaimana etiologi SLE?
3) Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis dari SLE?
4) Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi SLE?
3
5) Untuk mengetahui apasaja klasifikasi dari SLE?
6) Untuk mengetahui bagaimana cara penatalaksanaan SLE?
7) Untuk mengetahui bagaimana gambara WOC dari SLE?
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Defenisi
Istilah lupus, dalam latin berarti serigala, untuk mengambarkan berbagai macam
kelainan kulit pada masa lampau. Deskripsi klinis ruam yang kemudian diketahui sebagai
lupus dilakukan oleh Biett pada tahun 1833. Pengahargaa diberikan pada kaposi untuk
penjabaran sifat penyakit, termasuk demam, penurunan berat badan, limfadenopati, dan
gangguan mental. Pengertian patogenesis lupus eritematosus sistemik (LES) dikuatkan
oleh lupus erimatosus (LE) dan faktor antinuklear.
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit rematik auto imun yang
ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks
imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. (Sudoyo Aru, dkk 2009).
2.2 Etiologi
Penyebab dari LES belum diketahui dengan pasti. Diduga melibatkan interaksi yang
kompleks dan multifaktorial antara bervariasi genetic dan factor lingkungan:
1) Faktor genetik
Kejadian LES yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%) dibandingkan
dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi LES pada keluarga
penderita LES dnadingkan dengan kontrol sehat dan peningkatan prevalensi LES
5
pada kelompok etnik tertentu, menguatkan dugaan bahwafaktor genetik berperan
dalam pathogenesis LES.
2) Faktor hormonal
LES merupakan penyakit yang banyak menyerang perempuan. Serangan pertama
kali jarang terjadi pada usia pubertas dan setelah menopause.
3) Autoantibody
Antibody ditunjukan kepada self molekul yang dapat pada nukleus, sitoplasma,
permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut seperti igG dan faktor
koagulasi.
4) Faktor lingkungan
Faktor fisik/kimia
- Amin aromatic
- Hydrazine
- Obat-obatan (prokalnamid, hidralazin, klorpromazin, fenitoin,
penisilamin).
Faktor makanan
- Konsumsi lemak jenuh yang berlebihan
- L- canavenine (kuncup dari elfalfa)
Agen infeksi
- Retrovlrus
- DNA bakteri/ endotoksin
6
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam dan sering kali padea keadaan
pada keadaan awal tidak dikenali sebagai LES. Menurut American Collge of
Rheumatology (ACR) ada 11 kriteria SLE dan jika terdapat 4 kriteria maka diagnosis
LES dapat ditegakkan.
1. Ruam malar
2. Ruam discoid
3. Fotosensitifitas
4. Ulserasi dimulut atau nasofaring
5. Arthritis
6. Serosis : yaitu pleuritis atau perikarditis
7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten > 0,5 gr/hari, atau adalah silinder
sel.
8. Kelainan neurologic, yaitu kejang-kejang atau psikosis
9. Kelainan hematologic, yaitu anemia hemotolik atau lekopenia atau limfopenia
atau trombositopenia.
10. Kelainan imunologik yaitu sel LES positif atau anti DNA positif, atau anti Sm
positif atau tes serologic untuk sifilis yang positif palsu.
11. Antibody antinuclear positif.
Kecurigaan akan penyakit LES bila dijumpai 2 atau lebih keterlibatan organ
seperti:
7
8. Ginjal : hematuria, proteinuria, cetakan, sindrom nefrotik
9. Gastrointestinal : mual, muntah, nyeri abdomen
10. Hematologi: anemia, leucopenia, dan trombositopenia
11. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis
tranfersa, neuropati cranial dan perifer,
2.4 Patofisologi
Temuan patofisologi LES terdapat diseluruh tubuh, dan ditandai oleh
inflamasi, abnormalitas pembuluh darah yang mencakup vaskulopati dan veskulitis
dan penumpukan komleks imun. LES merupakan hasil reaksi abnormal tubuh
terhadap jaringannya sendiri dan protein serum. Dengan kata lain penyakit
autoimunitas, LES ditandai dengan menurunya tolerans diri, pada populasi kaukasia
Amerika Utara, terdapat hubungan psitif antar LES dan dua antigen HLA (DR2 dan
DR3) yang kode MHC. Orang dengan LES akan megalami peningkatan antigen diri
dan antigen asing, yang mengakibatkan hiperaktivitas sel B. Il-6 memiliki peran
dalam hiperraktivitas sel B. Antibodu lain, igG dan anti DNA berpengaruh dalam
penelanan badan LE dalam sel LE. Hubungan antara faktor LE dan perubahan
patologis LES tidak jelas. Ketidakadaan faktor LE merupakan indikasi kuat tidak
adanya penyakit. Peningkatan antibodi- DNA untai ganda (anti- DSDNA)
berhubungan dengan meningkatnya aktivitas penyakt klien.
1. Ruam malar : Eritema menetap, datar atau meninggi pada tonjolan pipi.
2. Ruam discoid : Bercak eritematosa yang meninggi dengan skuamakeratotik lekat
dan sumbatan folikel; dapat terjadi jaringan parut atau atrofik.
3. Fotosensetivitas
4. Ulkus oral : Termasuk oraldan nasofaring; terlihat oleh dokter
5. Arthritis : Arthritis nonerosif yang mengenai dua atau lebih sendi perifer, ditandai
oleh nyeri, pembengkakan, atau efusi.
6. Serotitis : Pleuritis atau perikarditis yang tercatat dengan EKG atauterdengar
sebagai Rub atau bukti efusi perikard.
8
7. Gangguan ginjal : Proteinuria yang lebih besar dari 0,5 g/dlatau lebih dari 3+, atau
silindersel.
8. Gangguan neurologig : Kejang tanpa sebab lain atau psikosis tanpa sebab lain.
9. Gangguan hematologic: Anemia hematolik atau leucopenia (kurang dari
4000/mm3) atau limfopenia (kurang dari 100.000/mm3) tanpa ada obat penyebab.
10. Gangguan imunologic: Preparat sel LE atau anti-dsDNA atau anti-Sm positif atau
VDRL positif-palsu.
11. Antibodi antinukleus: Titer ANA yang abnormal pada pemeriksaan
imunofluoresensi atau pemeriksaan atau pemeriksaan yang ekivalen pada setiap
saat tanpa adanya obat yang diketahui dapat menginduksi ANA.
2.6 Penatalaksanaan
Lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan harus dilakukan
selamanya.
9
mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien
disarankan dan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
7. Aktivitas : pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga
diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal.
Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stres sering dihungkan dengan
kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghidari matahari,bila terpaksa
harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindungmatahari
(waterproof sunblock) setiap 2 jam.
8. Kalsium : semua pasien LES yang mengalami arthritis serta mendapat terapi
prednison beresiko untuk mengalami osteopeni, karenanya memerlukan
suplementasi kalsium
9. Penatalaksanaan infeksi : pengobatan segera bila ada infeksi terutama infeksi
bakteri. Setiap kelainan urin harus dipikirkan kemungkinan pielonefritis.
2.7 WOC
10
Gangguan citra tubuh Resiko penurunan Ketidak seimbangan nutrisi
perfusi jaringan kurang dari kebutuhan tubuh
Efusi
pleura Hb menurun Proteinuria, sindrom
nefrotik
Ketidak efektifan
pola nafas Penurunan suplai
O2/ nutrien Retensi urine
Sendi
ansietas
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN
12
c. Kardiovaskuler
Friction rub pericardium yaanag menyertai miokarditis dan efusi
pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari
kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan.
d. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa
kaku.
e. Sistem Integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung sertaa pipi. Ulkus dapat mengenai mukosa
pipi atau palatum durum.
f. Sistem Pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
g. Sistem Vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritemaatous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
h. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
i. Sistem Saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang dan
manifestasi SSP lainnya.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
14
FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN: ANALGESIC
Agen cedera (mis, biologis, zaat ADMINISTRATION:
kimia, fisik, psikologis). Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Evaluasi efektivitas
analgesic, tanda dan gejala.
2. Kerusakan integritas kulit Tissue integrity: skin PREESSURE
berhubungan dengan lesi pada and mucous. MANAGEMENT:
kulit. Membranes. Anjurkan pasien untuk
Hemodyalis akses. menggunakan pakaian yang
DEFINISI:
longgar.
Perubahan/gangguan epidermis
KRITERIA HASIL: Jaga kebersihan kulit agar
Integritas kulit yang tetap bersih dan kering.
dan/atau dermis.
baik bisa Monitor kulit akan adanya
BATASAN KARAKTERISTIK: dipertahankan kemerahan.
(sensasi, elastisitas, Oleskan lotion/baby oil pada
Kerusakan lapisan kulit temperature, hidrasi, daerah ruam.
(dermis). pigmentasi. Memandikan pasien dengan
Gangguan permukan kulit Tidak ada luka/lesi sabun dan air hangat.
(epidermis). pada kulit.
Menunjukan
FAKTOR YANG
pemahaman dalam
BERHUBUNGAN:
proses perbaikan kulit
Penurunan imunologis. dan mencegah
terjadinya cidera
berulang.
15
Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembapan kulit dan
perawatan alami.
3. Hambatan mobilitas fisik Joint movement: EXERCISE THERAPY:
berhubungan dengan defometas Active. AMBULATION
skeletal. Mobility level. Monitoring vital sign
Self care: ADLs. sebelum/sesudah latihan dan
DEFINISI:
Transfer performance. lihat respon pasien saat
latihan.
Keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh satu atau lebih ekstremitas
KRITERIA HASIL: Kaji kemampuan pasien
Klien meningkat dalam mobilisasi.
secra mandiri dan terarah.
dalam aktivitas fisik. Latih pasien dalam
BATASAN KARAKTERISTIK: Mengerti tujuan dari pemenuhan kebutuhan ADLs
peningkatan secara mandiri sesuai
Perubahan cra berjalan. mobilitas. kemampuan.
Keterbatasan kemampuan Memverbalisasikan
Damping dan bantu pasien
melakukan keterampilan perasaan dalam saat mobilisasi dan bantu
motorik kasar. meningkatkan penuhi kebutuhan ADLs.
Pergerakan lambat. kekuatan dan Berikan alat bantu jika klien
Pergerakan tidak terkoordinasi. kemampuan memerlukan.
berpindah.
FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN:
Intoleransi aktivitas.
Ansietas.
Gangguan musculoskeletal.
Gangguan nyeri.
Penurunan kekuatan otot.
Keadaan mood depresif.
Ketidaknyamanan.
Keengganan memulai
16
pergerakan.
Gaya hidup monoton.
17
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan dalam makalah tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) merupakan penyakit multifaktorial yang melibatkan
interaksi kompleks antar faktor genetik, hormonal dan faktor lingkungan, yang semuanya
dianggap ikut memainkan peran untuk menimbulkan aktivitasi hebat sel B, sehingga
menghasilkan pembuatan berbagai autoantibody polispesifik. Selain itu, pada banyak
penderita SLE gambaran klinisnya membingungkan. Tampaknya semacam penyakit
dengan demam yang tidak jelas asalnya, temuan urine yang abnormal atau penyakit sendi
yang menyamar sebagai arthritis rematoid atau demam rheumatic.
3.2 Saran
Sebaiknya apabila ada salah satu anggota keluarga atau saudara kita terkena penyakit
SLE dan sedang menjalani pengobatan, lebih baik jangan dihentikan. Karena, apabila
dihentikan maka penyakit akan muncul kembali dan kumatlagi. Prognosisnya bertambah
baik akhir-akhir ini, kira-kira 70% penderita akan hidup 10 tahun setelah timbulnya
penyakit ini. Apabila didiagnosis lebih awal dan pengenalan terhadap bentuk penyakit ini
ketika masih ringan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Amin & Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
19