1. Penatalaksanaan Hyperbilirubin
2. Upaya pencegahan Hyperbilirubin
3. Upaya pengobatan dan perawatan Hyperbilirubin
i
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
“HYPERBILIRUBIN"
AFRIWANDA
AYU NELVAL SARI
T.A 2018/2019
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan karunia-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas
keperawatan anak. Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga
penulis merasa masih ada kekurangan baik dalam isi maupun penyajian. Untuk itu penulis
selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun penyempurnaan penulisan ini.
Akhirnya penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik,semoga Allah Swt
memberikan kemudahan kepada semua yang ikut serta dalam meluangkan waktu pikirannya
dalam penyusunan makalah ini, penulis juga berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
seluruh pembaca. Amin…
Penulis
I
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2006:133).
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar penulis dapat mengetahui apa itu
hyperbilirubin, bagaimana perjalanan penyakit hyperbilirubin dan bagaiamana intervensi
keperawatan dari penyakit hyperbilirubin sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
didapatkan.
1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2006:133).
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan
klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum bilirubin >2mg/dl (>17µmol/L) sedangkan pada neonatus baru
tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl (86µmol/L). Ikterus lebih mengacu pada
gambaran klinis berupa pewarnaan kulit, sedangkan hiperbilirubin lebih mengacu pada
gambaran kadar bilirubin serum total.
B. ETIOLOGI
Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena; polycetlietnia, isoimmum hemolytic
disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia:
salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler; cephalhematoma,
ecchymosis.
C. GEJALA KLINIS
Tampak ikterus; sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang
tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis, atau ibu dengan diabetic atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau
hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
2
Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada
ikterus yang berat.
Muntah, anorexia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja pucat.
D. PATFISIOLOGI
(Suardi,133-134: 2010)
3. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal.
Degan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membrane kanallikular.
Kemudian kesistem gastro intestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui
sirkulasi enterohepatik.
4. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak,
tak terkonjungasi, non polar ( bereaksi indirek).
5. Pada bayi dengan hiperbilirubin kemungkinan merupakan hasil dari difisiensi atau
tidak aktifnya glukuronil transferas. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatik.
6. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja
glukoronil transferase oleh pregnanediol asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI.
Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir.
7. bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama
kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan iterus fisiologis muncul antara 3-5 hari
sesudah lahir.
3
E. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi
2. Letargi
3. Menyusu kurang
4. Kernikterus atau enselofati yang diakibatkn oleh deposisi bilirubin tak-
terkonjugasi dalam sel-sel otak.
5. Kernikterus; kerusakan neurologis; cerebral palsy; retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang
melengking.
6. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
4
F. BAGAN WOC
Hemoglobin
Globin Heme
Biliverdin Fe, CO
Bilirubin
Hati. . . . . . . . . . . . . . . . . . . Bilirubin
UDPGA
A
Retikuo
endoplasmic Konjulasi
Bilirubin
System intestinal . . . . . . .
Urin
urobilinogendan
Pengaktivan bakteri
Tinja
5
G. PENATALAKSANAAN HYPERBILIRUBIN
Penatalaksanaan medis lebih kea rah suportif. Pencegahan hyperbilirubin neonatal
harus selalu diusahakan dengan memberikan ASI secepat mungkin setelah lahir. Kadar
bilirubin harus dipantau, dan bayi akan mendapat fototerapi sampai kadar darah
diperoleh. Semua penyebab lain hyperbilirubin harus disingkirkan pada saat itu. Penyebab
lain meliputi inkompatibilitas Rh, penyakit hemolitik, dan atresia bilier. Bayi yang
berisiko tinggi menglami hyperbilirubin, seperti bayi premature dan yang mengalami
hipoksia dan sidosis, dapat diberikan fototerapi sebelum kadar bilirubin bermakna.
1. Fiberoptic blanket
2. Transfusi untuk menggantikan darah bayi yang sudah rusak dengan darah
segar
3. Hidrasi yang cukup dengan memberikan ASI (baik langsung maupun ASI
pompa)
4. Mengobati akar penyebab hyperbilirubin, seperti infeksi
Penanganan hyperbilirubin pada bayi juga bisa ibu lakukan dengan menjemur bayi
atau yang dikenal dengan istilah fototerapi. Namun, usahakan untuk menghindarkan
mata bayi dari pancaran langsung sinar matahari.
6
Selain itu, untuk menangani hyperbilirubin, si bayi juga harus berjemur selama 30
hingga 60 menit setiap hari antara pukul 8-9 pagi. Saat mengajak si bayi berjemur,
lepaskan semua pakaiannya.
7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
a. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan sekarang :
Pada bayi yang baru lahir, biasanya akan mengalami ikhterus fisiologis yang
terjadi setelah 24 jam pertama sampai sekitar 7 hari berikutnya akan hilang. Namun
jika ikhterus masih ada hingga lebih dari 14 hari setelah kelahiran maka ikhterus ini
akan menjadi patologis yang akan menyebabkan bayi menjadi lemah, mengalami
hipertermi (demam), tinja bisa menjadi berwarna pucat dan bayi bisa mengalami
asfiksia hipoksia, sindrom gangguan napas, dan hipoglikemia.
Riwayat kesehatan dahulu :
b. PEMERIKSAAN FISIK
1. B2 (Blood)
Pucat menandakan anemia, hipoglikemia yaitu kadar hemoglobin dalam darah yang
dibawah angka normal.
2. B3 (Brain)
Kadar bilirubin yang terus meningkat dapat meracuni otak, sehingga terjadi kerusakan
saraf yang dapat menyebabkan cacat seperti tuli, pertumbuhan terlambat, dan
kelumpuhan otak besar.
8
3. B4 (Bladder)
Pada umumnya bayi malas minum (reflex menghisap dan menelan lemah), sehingga
berat badan bayi cenderung mengalami penurunan, efek fototerapi dapat
meningkatkan IWL, warna urine mengalami perubahan yaitu menjadi lebih gelap
pekat, hitam kecoklatan.
4. B5 (Bowel)
Pada umumnya bayi malas minum (reflex menghisap dan menelan lemah), sehingga
berat badan bayi cenderung mengalami penurunan. Palpasi abdomen dapat
menunjukkan pembesaran limpa dan hepar. Konsistensi feses encer, berwarna pucat.
5. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot (hipotomia), tremor,dan konfulsio (kejang perut), kehilangan
reflek moro.
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia pada pemeriksaan laboratorium
ditmukan adanya Rh darah ibu dan janin berlainan, kadar bilirbun bayi aterem lebih
dari 12,5mg/Dl, premature lebih dari 15 mg/Dl dan dilakukan test coomb.
1. Test Coomb, indirek : Antibodi Rh (+), anti A (+), anti B (+), Direk: Rh
(+),anti A (+), anti B (+).
2. Bilirubin total, kadar direk > 1,0 – 1,5 mg/dL, kadar indirek > 5 ,< 20.
3. Darah lengkap, Hb < 14 gr/ dL, hematokrit < 45%.
B. ANALISIS DATA
No. Data focus Etiologi Problem
1 DS :
DO :
9
jaungdis
Nadi:135 kali/menit,
5. Bayi dibrikan
fottoterapi
2 DS :
10
feses pucat
3. Ibu bayi
mengatakan bayi tidak
mau menyusu, bayi
kesulian dalam
menghisap ASI,.
DO :
3 DS :
Nadi:135 kali/menit,
11
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Defisit volume cairan
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3. Ketidak mampuan menjadi orang tua
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
NOC NIC
Level 1 : Domain : 2. Kesehatan fisiologis Level 1 : Domain : 1. Fisiologis: dasar
Outcomes yang menggambarkan fungsi Perawatan yang mendukung fungsi fisik
organ.
Level 2 : Kelas : D. Dukungan nutrisi
Level 2 : Kelas :K . pencernaan&nutrisi Intervensi untuk memodifikasi atau
Outcomes yang menggambarkan pola mempertahankan status nutrisi
pencernaan dan nutrisi individu
Level 3 : Intervensi : 1120. Terapi nutrisi
Level 3 : Outcomes : 1004. Status nutrisi
Aktivitas :
Indikator : 1. Lengkapi pengkajian nutrisi, sesuai
Asupan gizi kebutuhan
Asupan makanan 2. Monitor intake makanan/cairan dan
Asupan cairan hitung masukan kalori perhari,
Energy sesuai kebutuhan
Rasio berat badan/tinggi badan 3. Pilih suplemen nutrisi sesuai
Hidrasi kebutuhan
12
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2006:133).
B. SARAN
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran dari pembaca untuk membantu kesempurnaan dari makalah ini.
13
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi & Rita Yuliani. 2010. ASUHAN KEPRAWATAN PADA ANAK. Jakarta: Sagung Seto.
Bets, Cecily Lyrin & Linda A Sowden. 2009. KEPERAWATAN PEDIATRI. Jakarta: EGC.
14