Anda di halaman 1dari 18

Materi yang telah ditambahkan

1. Penatalaksanaan Hyperbilirubin
2. Upaya pencegahan Hyperbilirubin
3. Upaya pengobatan dan perawatan Hyperbilirubin

i
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

“HYPERBILIRUBIN"

PEMBIMBING : Ns. ZULHARMASWITA, Sp.Kep.An.

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1; II.A

AFRIWANDA
AYU NELVAL SARI

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

PRODI D-III KEPERAWATAN SOLOK

T.A 2018/2019

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan karunia-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas
keperawatan anak. Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga
penulis merasa masih ada kekurangan baik dalam isi maupun penyajian. Untuk itu penulis
selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun penyempurnaan penulisan ini.

Akhirnya penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik,semoga Allah Swt
memberikan kemudahan kepada semua yang ikut serta dalam meluangkan waktu pikirannya
dalam penyusunan makalah ini, penulis juga berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
seluruh pembaca. Amin…

Solok, Januari 2019

Penulis

I
DAFTAR ISI

Materi yang telah ditambahkan ................................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. I
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 1
B. TUJUAN ..................................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................................................................. 2
A. PENGERTIAN ........................................................................................................................... 2
B. ETIOLOGI .................................................................................................................................. 2
C. GEJALA KLINIS ....................................................................................................................... 2
D. PATFISIOLOGI ......................................................................................................................... 3
E. KOMPLIKASI ............................................................................................................................ 4
F. BAGAN WOC ............................................................................................................................ 5
G. PENATALAKSANAAN HYPERBILIRUBIN .......................................................................... 6
H. UPAYA PENCEGAHAN HYPERBILIRUBIN......................................................................... 6
I. UPAYA PENGOBATAN DAN PERAWATAN HYPERBILIRUBIN ..................................... 6
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS ................................................................................ 8
A. PENGKAJIAN ............................................................................................................................ 8
a. RIWAYAT KESEHATAN ......................................................................................................... 8
b. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................................................. 8
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................................................ 9
B. ANALISIS DATA ...................................................................................................................... 9
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL ........................................... 12
D. INTERVENSI KEPERAWATAN ............................................................................................ 12
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................................. 13
A. KESIMPULAN ......................................................................................................................... 13
B. SARAN ..................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 14

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2006:133).

Hiperbilirubinemia merupakan istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah


ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar bilirubin. Ikterus akan
tampak secara visual jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir sering ditemukan pada minggu pertama setelah lahir terutama pada bayi
dengan berat badan kurang dari 2500 gram dan pada bayi <37 minggu(Kosim, 2007).

B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar penulis dapat mengetahui apa itu
hyperbilirubin, bagaimana perjalanan penyakit hyperbilirubin dan bagaiamana intervensi
keperawatan dari penyakit hyperbilirubin sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
didapatkan.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2006:133).

Hiperbilirubin adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus


kearah terjadinya kern ikterus atau enselopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan. Hiperbilirubin fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non
patologis sehingga disebut ‘Excess Physiologilogical Jaundice. Digolongkan sebagai
hiperbilirubin patologis (Non Physiologilogical Jaundice) apabila kadar serum bilirubin
terhadap usia neonates >95% .

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan
klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum bilirubin >2mg/dl (>17µmol/L) sedangkan pada neonatus baru
tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl (86µmol/L). Ikterus lebih mengacu pada
gambaran klinis berupa pewarnaan kulit, sedangkan hiperbilirubin lebih mengacu pada
gambaran kadar bilirubin serum total.

B. ETIOLOGI
Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena; polycetlietnia, isoimmum hemolytic
disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia:
salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler; cephalhematoma,
ecchymosis.

Gangguan fungsi hati; defisiensi glikoronil transferase, obstruksi empedu/atresia


biliari, infeksi, masalah inetabolik; galaktosemia hypothyroidisme, jaundice ASI.

C. GEJALA KLINIS
Tampak ikterus; sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang
tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis, atau ibu dengan diabetic atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau
hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis.

2
Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada
ikterus yang berat.
Muntah, anorexia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja pucat.

D. PATFISIOLOGI
(Suardi,133-134: 2010)

1. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang berbentuk dari pepecahan


hemoglobin oleh kerja hemeoksigenase, biliferdin, reduktase, dan agen pereduksi
nonenzimatik dalam system retikuloendotelia

2. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjungtasi diambil oleh protein


intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic
dan adanya ikatan protein.

3. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal.
Degan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membrane kanallikular.
Kemudian kesistem gastro intestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui
sirkulasi enterohepatik.

4. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak,
tak terkonjungasi, non polar ( bereaksi indirek).

5. Pada bayi dengan hiperbilirubin kemungkinan merupakan hasil dari difisiensi atau
tidak aktifnya glukuronil transferas. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatik.

6. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja
glukoronil transferase oleh pregnanediol asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI.
Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir.

7. bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama
kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan iterus fisiologis muncul antara 3-5 hari
sesudah lahir.

3
E. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi
2. Letargi
3. Menyusu kurang
4. Kernikterus atau enselofati yang diakibatkn oleh deposisi bilirubin tak-
terkonjugasi dalam sel-sel otak.
5. Kernikterus; kerusakan neurologis; cerebral palsy; retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang
melengking.
6. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).

4
F. BAGAN WOC
Hemoglobin

Globin Heme

system retikuloendotelia ………………

Biliverdin Fe, CO

Bilirubin

Albumin bound bilirubin


Plasma. . . . . . . . . . . .
Bilirubin tak terkonjugasi bebas

Transport membrane (pengambilan)

Hati. . . . . . . . . . . . . . . . . . . Bilirubin

UDPGA
A
Retikuo
endoplasmic Konjulasi

Bilirubin mono dan diglucuroidase

Ekskresi membrane kanalikular Sirkulasi enterohepatik

Ekskresi membrane kanalikular

System empedu. . . . . . . . . . . Empedu System sirkulasi Filtrasi


ginjal ekskresi

Bilirubin
System intestinal . . . . . . .
Urin
urobilinogendan
Pengaktivan bakteri

Tinja

5
G. PENATALAKSANAAN HYPERBILIRUBIN
Penatalaksanaan medis lebih kea rah suportif. Pencegahan hyperbilirubin neonatal
harus selalu diusahakan dengan memberikan ASI secepat mungkin setelah lahir. Kadar
bilirubin harus dipantau, dan bayi akan mendapat fototerapi sampai kadar darah
diperoleh. Semua penyebab lain hyperbilirubin harus disingkirkan pada saat itu. Penyebab
lain meliputi inkompatibilitas Rh, penyakit hemolitik, dan atresia bilier. Bayi yang
berisiko tinggi menglami hyperbilirubin, seperti bayi premature dan yang mengalami
hipoksia dan sidosis, dapat diberikan fototerapi sebelum kadar bilirubin bermakna.

H. UPAYA PENCEGAHAN HYPERBILIRUBIN


1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada masa kehamilan dan
kelahiran, misalnya sulf furazole, oksitosin dan lain-lain.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada janin dan neonatus
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
5. Pemberian makanan yang dini
6. Pencegahan infeksi

I. UPAYA PENGOBATAN DAN PERAWATAN HYPERBILIRUBIN


Pengobatan juga dilakukan berdasarkan penyebab hyperbilirubin. Tujuannya
untuk menjaga kadar bilirubin agar tidak meningkat menuju level berbahaya. Secara
medis, ada beberapa pilihan untuk menangani hyperbilirubin:

1. Fiberoptic blanket
2. Transfusi untuk menggantikan darah bayi yang sudah rusak dengan darah
segar
3. Hidrasi yang cukup dengan memberikan ASI (baik langsung maupun ASI
pompa)
4. Mengobati akar penyebab hyperbilirubin, seperti infeksi

Penanganan hyperbilirubin pada bayi juga bisa ibu lakukan dengan menjemur bayi
atau yang dikenal dengan istilah fototerapi. Namun, usahakan untuk menghindarkan
mata bayi dari pancaran langsung sinar matahari.

6
Selain itu, untuk menangani hyperbilirubin, si bayi juga harus berjemur selama 30
hingga 60 menit setiap hari antara pukul 8-9 pagi. Saat mengajak si bayi berjemur,
lepaskan semua pakaiannya.

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN

a. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan sekarang :

Pada bayi yang baru lahir, biasanya akan mengalami ikhterus fisiologis yang
terjadi setelah 24 jam pertama sampai sekitar 7 hari berikutnya akan hilang. Namun
jika ikhterus masih ada hingga lebih dari 14 hari setelah kelahiran maka ikhterus ini
akan menjadi patologis yang akan menyebabkan bayi menjadi lemah, mengalami
hipertermi (demam), tinja bisa menjadi berwarna pucat dan bayi bisa mengalami
asfiksia hipoksia, sindrom gangguan napas, dan hipoglikemia.
Riwayat kesehatan dahulu :

Pasien ada riwayat operasi empedu, riwayat mendapatkan suntikan atau


transfusi darah, ada riwayat penyakit hati (Williams & Wilkins, 2009:369).
Riwayat kesehatan keluarga :

Keluarga mempunyai riwayat anemia, batu empedu, splenektomi, penyakit


hati, saudara yang lebih tua biasanya mengalami icterus neonates (Williams &
Wilkins, 2009:369). Menurut Rohsiswatmo (2013), ibu dengan rhesus (-) atau
golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini kemungkinan
adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah), ada
saudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau icterus, kemungkinan suspec
spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah, minum air susu ibu (ikterus
kemungkinan kaena pengaruh pregnanediol).

b. PEMERIKSAAN FISIK
1. B2 (Blood)
Pucat menandakan anemia, hipoglikemia yaitu kadar hemoglobin dalam darah yang
dibawah angka normal.
2. B3 (Brain)
Kadar bilirubin yang terus meningkat dapat meracuni otak, sehingga terjadi kerusakan
saraf yang dapat menyebabkan cacat seperti tuli, pertumbuhan terlambat, dan
kelumpuhan otak besar.

8
3. B4 (Bladder)
Pada umumnya bayi malas minum (reflex menghisap dan menelan lemah), sehingga
berat badan bayi cenderung mengalami penurunan, efek fototerapi dapat
meningkatkan IWL, warna urine mengalami perubahan yaitu menjadi lebih gelap
pekat, hitam kecoklatan.
4. B5 (Bowel)
Pada umumnya bayi malas minum (reflex menghisap dan menelan lemah), sehingga
berat badan bayi cenderung mengalami penurunan. Palpasi abdomen dapat
menunjukkan pembesaran limpa dan hepar. Konsistensi feses encer, berwarna pucat.
5. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot (hipotomia), tremor,dan konfulsio (kejang perut), kehilangan
reflek moro.

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia pada pemeriksaan laboratorium
ditmukan adanya Rh darah ibu dan janin berlainan, kadar bilirbun bayi aterem lebih
dari 12,5mg/Dl, premature lebih dari 15 mg/Dl dan dilakukan test coomb.
1. Test Coomb, indirek : Antibodi Rh (+), anti A (+), anti B (+), Direk: Rh
(+),anti A (+), anti B (+).
2. Bilirubin total, kadar direk > 1,0 – 1,5 mg/dL, kadar indirek > 5 ,< 20.
3. Darah lengkap, Hb < 14 gr/ dL, hematokrit < 45%.

B. ANALISIS DATA
No. Data focus Etiologi Problem

1 DS :

Ibu bayi mengatakan Terapi radiasi Kerusakan integrias


bayinya rewel kulit

DO :

1. Warna kulit dan


kuku bayi kuning

9
jaungdis

2. Warna sklera bayi


tampak ikteri

13. TTV bayi : TD :


TTV bayi : TD :
90/50mmHg,

Nadi:135 kali/menit,

RR: 40 kali/ menit,

Suhu :38 ⁰C.

3. Turgor kuit >2


detik

4. Kulit bayi tampak


kering

5. Bayi dibrikan
fottoterapi

6. Tampak lesi di kulit

2 DS :

1. Ibu bayi mengataan Kehilangan cairan aktif Kekurangan volume

bayi sering muntah. cairan

2. Saat BAK warna


urine bayi gelap dan
BAB bayi cair warna

10
feses pucat

3. Ibu bayi
mengatakan bayi tidak
mau menyusu, bayi
kesulian dalam
menghisap ASI,.

DO :

Pembesaran limpa dan


hati

3 DS :

kulit pucat kekuning- penimbunan zat besi dalam Gangguan integritas


kuningan jaringan kulit kulit
(hemosiderosis).
DO :

1. TTV bayi :TD :


90/50mmHg

Nadi:135 kali/menit,

RR: 40 kali/ menit,

Suhu :38 ⁰C.

2. Turgor kuit >2


detik

3. Bayi ampak lemas,

11
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Defisit volume cairan
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3. Ketidak mampuan menjadi orang tua

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

NOC NIC
Level 1 : Domain : 2. Kesehatan fisiologis Level 1 : Domain : 1. Fisiologis: dasar
Outcomes yang menggambarkan fungsi Perawatan yang mendukung fungsi fisik
organ.
Level 2 : Kelas : D. Dukungan nutrisi
Level 2 : Kelas :K . pencernaan&nutrisi Intervensi untuk memodifikasi atau
Outcomes yang menggambarkan pola mempertahankan status nutrisi
pencernaan dan nutrisi individu
Level 3 : Intervensi : 1120. Terapi nutrisi
Level 3 : Outcomes : 1004. Status nutrisi
Aktivitas :
Indikator : 1. Lengkapi pengkajian nutrisi, sesuai
Asupan gizi kebutuhan
Asupan makanan 2. Monitor intake makanan/cairan dan
Asupan cairan hitung masukan kalori perhari,
Energy sesuai kebutuhan
Rasio berat badan/tinggi badan 3. Pilih suplemen nutrisi sesuai
Hidrasi kebutuhan

12
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2006:133).

Hiperbilirubin adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus


kearah terjadinya kern ikterus atau enselopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan. Hiperbilirubin fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non
patologis sehingga disebut ‘Excess Physiologilogical Jaundice. Digolongkan sebagai
hiperbilirubin patologis (Non Physiologilogical Jaundice) apabila kadar serum bilirubin
terhadap usia neonates >95% .

B. SARAN
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran dari pembaca untuk membantu kesempurnaan dari makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Rita Yuliani. 2010. ASUHAN KEPRAWATAN PADA ANAK. Jakarta: Sagung Seto.

Bets, Cecily Lyrin & Linda A Sowden. 2009. KEPERAWATAN PEDIATRI. Jakarta: EGC.

Jumiarni & Sri Mulyati. 1994. ASUHAN KEPERAWATAN PERINATAL. Jakarta:EGC.

Sue, Moorhead. Dkk. 2016. NOC. Singapore: Elsevier.

Bulechek, Gloria M. dkk. NIC. Singapore: Elsevier.

14

Anda mungkin juga menyukai