ETIKA KEPERAWATAN
KELOMPOK 5 KELAS 1A :
NILAM AZIZ
HAFSATUL HUSNA
RISKEN GANSEL
SHALY AKBAR
ROZI SAFPUTRA
2018
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
Pembahasan ……………………………………………………………………………….1
BAB III
Simpulan …………………………………………………………………………… 13
BAB I
PENDAHULUAN
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada
kesejahtraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun
yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang mengatur
hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara
bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip
yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-
hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang
mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional.
(Doheny et all, 1982).
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang
dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001)
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang
dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001)
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Dari hasil makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan
khususnya Mahasiswa POLTEKKES KEMENKES PADANG PRODI DIII
KEPERAWATAN SOLOK
BAB II
PEMBAHASAN
Isu etika biomedis menyangkut persepsi dan perilaku profesional dan instutisional
terhadap hidup dan kesehatan manusia dari sejak sebelum kelahiran, pada saat-saat sejak
lahir, selama pertumbuhan, jika terjadi penyakit atau cidera, menjadi tua, sampai saat-saat
menjelang akhir hidup, kematian dan malah beberapa waktu setelah itu.
Sebenarnya pengertian etika biomedis dalam hal ini masih perlu dipilah lagi dalam
isu-isu etika biomedis atau bioetika yang lahir sebagai dampak revolusi biomedis sejak tahun
1960-an, yang antara lain berakibat masalah dan dilema baru sama sekali bagi para dokter
dalam menjalankan propesinya. Etika biomedis dalam arti ini didefinisikan oleh International
association of bioethics sebagai berikut; Bioetika adalah studi tentang isu-isu
etis,sosial,hukum,dan isu-isu lainyang timbul dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu
biolagi (terjemahan oleh penulis).
Pengertian etika biomedis juga masih perlu dipilah lagi dalam isu-isu etika
medis’tradisional’ yang sudah dikenal sejak ribuan tahun, dan lebih banyak
menyangkuthubungan individual dalam interaksi terapeutik antara dokter dan pasien.
Kemungkinan adanya masalah etika medis demikianlah yang dalam pelayanan di rumah sakit
sekarang cepat oleh masyarakat (dan media masa) ditunding sebagai malpraktek.
2. Isu-isu Bioetika
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis dalam arti
pertama (bioetika) adalah antara lain terkait dengan: kegiatan rekayasa genetik,teknologi
reproduksi,eksperimen medis, donasi dan transpalasi organ, penggantian kelamin, eutanasia,
isu-isu pada akhir hidup, kloning terapeutik dan kloning repraduktif. Sesuai dengan definisi
di atas tentang bioetika oleh International Association of Bioethics ,kegiatan-kegiatan di atas
dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biologi tidak hanya menimbulkan isu-isu etika,tapi
juga isu-isu sosial, hukum, agama, politik, pemerintahan, ekonomi,kependudukan,lingkungan
hidup,dan mungikin juga isu-isu di bidang lain.
Dengan demikian,identifikasi dan pemecaha masalah etika biomedis dalam arti tidak
hanya terbatas pada kepedulian internal saja-misalnya penanganan masalah etika medis
‘tradisional’- melainkan kepedulian dan bidang kajian banyak ahlimulti- dan inter-displiner
tentang masalah-masalah yang timbul karena perkembangan bidang biomedis pada skala
mikro dan makro,dan tentang dampaknya atas masyarakat luas dan sistemnilainya,kini dan
dimasa mendatang (F.Abel,terjemahan K.Bertens).
Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional dalam pelayanan
medis dirumah sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya malpraktek.
Padahal, etika disini terutama diartikan kewajiban dan tanggung jawab institusional rumah
sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu dapat berdasar pada ketentuan hukum (Perdata,
Pidana, atau Tata Usaha Negara) atau pada norma-norma etika.
Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip
Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam
variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan. Apapun bentuk dan
tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan
perspektif kepada seluruh kolaborator.
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru
menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi memandang
arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang
sama.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan
yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerja
bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk
menggambarkan hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue
kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang
terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan bantuan
kepada pasien.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien.
Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah
sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja diunit perawatan
pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur dan
menginternalisasi peran. Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien.
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu
dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin
bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab,
mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan
untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan
dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi
profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter
menjadi mitra dokter sangat kompleks.
Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau
kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari
pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter
maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas
struktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.
Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan (root
cause analysis),untuk menetapkan arah pemecahannya.
Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau terulang lagi
terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah etika baru adalah jika manusia
sebagai penyebab akar masalah yang berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan
harus saling bekerjasama. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas
yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda
sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, sikap saling menerima,
berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat menentukan bagaimana suatu tim
berfungsi. Penangananan masalah yang efektif dan cepat dalam mengatasi masalah antara
anggota tim kesehatan dapat memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang
berkualitas.
3.2 saran
Juneman. 2013. Isu Etik dalam Penelitiaan di Bidang Kesehatan. Jakarta: Asosiasi Ilmu
Forensik Indonesia.