Anda di halaman 1dari 14

Nama : Oktavia Indah Sekarsari

Nim : P07220115037
Prodi : D3 Keperawatan
Bab 23 anatominsistem hematologi dan imunologi

Anatomi sistem hematologi dan imunologi


 Karakteristik Darah
Darah merupakan jaringan Ikat khusus yang terdiri atas sel-sel darah,keping darah, dan matriks
yang berbentuk cairan Plasma.
Ada beberapa karakteristik Darah yaitu :
1. Darah lebih berat dan lebih kental daripada air , berbau khas dan memiliki pH 7,35-7,45.
2. Warna darah bervariasi, merah terang hingga merah tua kebiruan, bergantung pada kadar
oksigen yang dibawa oleh sel darah merah.
3. Volume darah yang beredar di dalam tubuh adalah 8% dari berat badan. Orang dewasa yang
sehat memiliki darah sekitar 5 liter. Biasanya volume darah pada laki-laki lebih banyak daripada
wanita. Hal ini tergantung pada ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jaringan lemak
(adiposa) di dalam tubuh.

 KOMPONEN DARAH DAN FUNGSINYA “

Hematologi
Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan
penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah.

Terdiri dari dua komponen:


1. Korpuskuler adalah unsur padat darah yaitu sel-sel darah Eritrosit, Lekosit, Trombosit.
2. Plasma Darah adalah cairan darah.

Fungsi Umum Darah:


1. Transportasi (sari makanan, oksigen, karbondioksida, sampah dan air)
2. Termoregulasi (pengatur suhu tubuh)
3. Imunologi (mengandung antibodi tubuh)
4. Homeostasis (mengatur keseimbangan zat, pH regulator)

Eritrosit (Sel Darah Merah):


• Merupakan bagian utama dari sel darah.
• Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah.
• Berbentuk Bikonkaf, warna merah disebabkan oleh Hemoglobin (Hb) fungsinya adalah
untukmengikat Oksigen.
• Kadar Hb inilah yang dijadikan patokan dalam menentukan penyakit Anemia.
• Eritrosit berusia sekitar 120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di Limpa . Hemoglobin
dirombak kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).

Lekosit (Sel Darah Putih)


• Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc darah.
• Fungsi utama dari sel tersebut adalah untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/ benda asing yang
masuk ke dalam tubuh.
• Maka jumlah sel tersebut bergantung dari bibit penyakit/benda asing yang masuk tubuh.
• Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc darah.
• Fungsi utama dari sel tersebut adalah untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/ benda asing yang
masuk ke dalam tubuh.
• Maka jumlah sel tersebut bergantung dari bibit penyakit/benda asing yang masuk tubuh.
Peningkatan jumlah lekosit merupakan petunjuk adanya infeksi (misalnya radang paru-paru).
• Lekopeni
Berkurangnya jumlah lekosit sampai di bawah 6000 sel/cc darah.
• Lekositosis
Bertambahnya jumlah lekosit melebihi normal (di atas 9000 sel/cc darah)

• Fungsi fagosit sel darah tersebut terkadang harus mencapai benda asing/kuman jauh di luar
pembuluh darah.
• Kemampuan lekosit untuk menembus dinding pembuluh darah (kapiler) untuk mencapai daerah
tertentu disebut Diapedesis.
Gerakan lekosit mirip dengan amoeba Gerak Amuboid.

Jenis-jenis Lekosit
• Granulosit
Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki butir-butir kasar (granula).
Jenisnya adalah eosinofil, basofil dan netrofil.
• Agranulosit
Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granola. Jenisnya adalah limfosit dan monosit.

• Eosinofil
mengandung granola berwama merah (Warna Eosin) disebut juga Asidofil. Berfungsi pada
reaksi alergi (terutama infeksi cacing).
• Basofil
mengandung granula berwarna biru (Warna Basa). Berfungsi pada reaksi alergi.
• Netrofil
(ada dua jenis sel yaitu Netrofil Batang dan Netrofil Segmen). Disebut juga sebagai sel-sel PMN
(Poly Morpho Nuclear). Berfungsi sebagai fagosit.
• Limfosit
(ada dua jenis sel yaitu sel T dan sel B). Keduanya berfungsi untuk menyelenggarakan imunitas
(kekebalan) tubuh.
sel T4 = imunitas seluler
sel B4 = imunitas humoral
• Monosit
merupakan lekosit dengan ukuran paling besar
• Disebut pula sel darah pembeku.
• Jumlah sel pada orang dewasa sekitar 200.000 – 500.000 sel/cc.
• Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah
Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor)
• Jika seseorang secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka orang
tersebut menderita Hemofili.

Plasma Darah
• Terdiri dari air dan protein darah Albumin, Globulin dan Fibrinogen.
• Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut Serum Darah.
• Protein dalam serum inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda asing
(Antigen).
• Zat antibodi adalah senyawa Gama Globulin.
• Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-macam.
– Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen = Presipitin.
– Antibodi yang dapat menguraikan antigen = Lisin.
– Antibodi yang dapat menawarkan racun = Antitoksin.
Komponen plasma
yellowish clear liquid, composed of water, proteins and other solutes.
• Water = 90%
• Proteins = (all synthesized by the liver)
• Albumin = 54%, regulates osmotic pressure
• Globulins = 38%, alpha and beta globulins in transport,
• gamma globulins in defense (antibodies)
• Fibrinogen = 7%, coagulation
• Other solutes =
Electrolytes – Na+, K+, Ca++, Mg++
Nutrients – glucose, amino acids, fatty acids, monoglycerides …
Gases – O2, N2, CO2
Regulatory substance – hormones, enzymes
Vitamins
Wastes
 Hematopoiesis – Proses Pembentukan Sel Darah
Darah terdiri atas komponen sel dan plasma. Komponen sel terdiri atas sel darah merah (eritrosit),
sel darah putih (leukosit: basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, monosit),
dan trombosit (keping darah/platelet). Komponen sel dalam darah dibentuk dalam suatu proses
yang dinamakan hematopoiesis.

Hematopoiesis terjadi sejak masa embrional. Hematopoiesis menurut waktu terjadinya terbagi atas
hematopoiesis prenatal dan hematopoiesis postnatal. Hematopoiesis prenatal terjadi selama dalam
kandungan. Hematopoiesis prenatal terdiri atas 3 fase: mesoblastik, hepatik, dan mieloid. Fase
mesoblastik dimulai sejak usia mudigah 14 hari sampai minggu kesepuluh, berlangsung di yolk
sac (saccus vitelinus). Sedangkan fase hepatik berlangsung mulai minggu keenam sampai
kelahiran, berlangsung di mesenkim hepar, dan mulai terjadi differensiasi sel. Fase mieloid
berlangsung dalam sumsum tulang pada usia mudigah 12-17 minggu, ini menandakan sudah
berfungsinya sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah.

Organ yang berperan dalam proses hematopoiesis adalah sumsum tulang dan organ
retikuloendotelial (hati dan spleen). Jika terdapat kelainan pada sumsum tulang, hematopoiesis
terjadi di hati dan spleen. Ini disebut hematopoiesis ekstra medular. Sumsum tulang yang berperan
dalam pembentukan sel darah adalah sumsum tulang merah, sedangkan sumsum kuning hanya
terisi lemak. Pada anak kurang dari 3 tahun, semua sumsum tulang dari sumsum tulang berperan
sebagai pembentuk sel darah. Sedangkan saat dewasa, sumsum merah hanya mencakup tulang
vertebra, iga, sternum, tengkorak, sakrum, pelvis, ujung proksimal femur dan ujung proksimal
humerus.

Dalam setiap pembentukan sel darah, terjadi 3 proses yaitu: proliferasi, diferensiasi dan maturasi.
Sedangkan komponen yang terdapat dalam proses pembentukan sel darah mencakup: stem sel, sel
progenitor, dan sel prekursor. Seluruh komponen sel darah berasal dari hematopoietic stem cells
(HSC). HSC bersigat multipoten karena dapat berdiferensiasi dan kemudian terbagi menjadi
beberapa proses terpisah yang mencakup: eritropoiesis, mielopoiesis (granulosit dan monosit), dan
trombopoiesis (trombosit).

Proses hematopoiesis terjadi atas regulasi dari hematopoietic growth factor. Hematopoietic growth
factor ini memiliki peran dalam proses proliferasi, diferensiasi, supresi apoptosis, maturasi,
aktivasi fungsi saat terjadi hematopoiesis.

Sel darah yang dalam proses pematangan memiliki karakteristik umum yang sama, yaitu:

1. Ukuran: semakin matang, ukurannya semakin kecil


2. Rasio inti:sitoplasma. Semakin matang, rasionya semakin menurun. Hal ini menandakan
bahwa inti sel semakin mengecil saat sel darah semakin matang.
3. Karakteristik inti: a) semakin matang maka ukuran inti semakin kecil, b) kromatin muda
halus, lalu kasar, lalu lebih padat saat menuju ke arah matang, c) anak inti tidak terlihat
saat sel darah matang
4. Sitoplasma pada sel muda biru tua, tanpa granul
 Proses Hemostasis

Luka

Pernahkan anda mengalami cedera hingga melukai pembuluh darah dan menyebabkan
perdarahan? Jika pernah, apakah perdarahan itu akan terus-menerus berlangsung, atau sebaliknya?
Allah swt sekali lagi telah menciptakan sebuah struktur yang sempurna di tubuh kita. Jika terjadi
perdarahan seperti itu, untungnya Allah telah mendesain sebuah mekanisme untuk menghentikan
perdarahan tersebut. Mekanisme itu, disebut dengan mekanisme hemostasis.

Hemostasis adalah upaya tubuh untuk mencegah terjadinya perdarahan dan mempertahankan
keenceran darah di dalam sirkulasi supaya tetap bisa mengalir dengan baik. Proses hemostasis ada
empat mekanisme utama, yaitu:

1. konstriksi pembuluh darah


2. pembentukan sumbatan platelet/trombosit
3. pembekuan darah
4. pembentukan jaringan fibrosa

Konstriksi pembuluh darah terjadi seketika apabila pembuluh darah mengalami cedera akibat
trauma. Prosesnya itu terjadi akibat spasme miogenik lokal pembuluh darah, faktor autakoid lokal
yang berasal dari jaringan yang mengalami trauma, kemudian akibat refleks saraf terutama saraf-
saraf nyeri di sekitar area trauma. Selain itu konstriksi juga terjadi karena trombosit yang pecah
melepaskan vasokonstriktor bernama tromboksan A2 pada sekitar area trauma tsb, sehingga
pembluh darahnya berkonstriksi.

Setelah pembuluh darah mulai berkonstriksi, secara bersamaan sebenarnya trombosit di sekitar
area yang cedera tersebut akan segera melekat menutupi lubang pada pembuluh darah yang robek
tsb. Hal ini bisa terjadi karena di membran trombosit itu terdapat senyawa glikoprotein yang hanya
akan melekat pada pembuluh yang mengalami cedera, sedangkan ia ntar malah mencegah
trombosit untuk melekat di pembuluh darah yang normal. Nah, ketika trombosit ini bersinggungan
dengan epitel pembuluh darah yang cedera tadi, ia kemudian menjadi lengket pada protein yang
disebut faktor von Willebrand yang bocor dari plasma menuju jaringan yang cedera tadi. Seketika
itu morfologinya berubah drastis. Trombosit yang tadinya berbentuk cakram, tiba-tiba menjadi
ireguler dan bengkak. Tonjolan-tonjolan akan mencuat keluar permukaannya dan akhirnya protein
kontraktil di membrannya akan berkontraksi dengan kuat sehingga lepaslah granula-granula yang
mengandung faktor pembekuan aktif, diantaranya ADP dan tromboksan A2 tadi. Secara umum,
proses ini disebut dengan adhesi trombosit.

Ketika trombosit melepas ADP dan tromboksan A2, zat-zat ini akan mengaktifkan trombosit lain
yang berdekatan. Ia seolah-olah menarik perhatian trombosit lainnya untuk mendekat. Karena itu,
kerumunan trombosit akan seketika memenuhi area tersebut dan melengket satu sama lain.
Semakin lama semakin banyak hingga terbentuklah sumbat trombosit hingga seluruh lobang luka
tertutup olehnya. Peristiwa ini disebut agregasi trombosit.

Nah, setelah terbentuk sumbat trombosit, dalam waktu 15 sampai 20 menit bila perdarahannya
hebat, atau 1 sampai 2 menit bila perdarahannya kecil, zat-zat aktivator dari pembuluh darah yang
rusak dan trombosit tadi akan menyebabkan pembekuan darah setempat. Prosesnya sangat
kompleks, berupa kaskade yang saling mengaktifkan satu sama lain hingga sampai terbentuknya
benang fibrin untuk menutup luka. Jika satu saja komponen penghatif itu terganggu, proses
keseluruhannya dapat terganggu. Mekanismenya adalah sebagai berikut:

:: Pembentukan aktivator protrombin ::

Pembentukan aktivator protrombin berasal dari dua mekanisme kompleks yang melibatkan
berbagai faktor pembekuan, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur instrinsik.

1) Jalur ekstrinsik

Ketika dinding vaskuler mengalami cedera, ia akan melepaskan berbagai faktor jaringan atau
tromboplastin jaringan atau faktor III teraktivasi. Faktor ini terdiri dari kompleks fosfolipid dan
lipoprotein yang terutama berfungsi sebagai enzim proteolitik. Nah, faktor jaringan ini nantinya
akan mengaktifkan faktor VII menjadi faktor VII teraktivasi (VIIa). Bersama-sama, faktor jaringan
dan faktor VII teraktivasi serta dengan bantuan ion Kalsium (Ca2+/ faktor IV) akan merubah faktor
X menjadi faktor X teraktivasi (Xa). Kemudian, faktor Xa itu akan berikatan dengan fosfolipid
pada faktor jaringan tadi (atau dengan fosfolipid tambahan yang dilepas trombosit), dan mereka
bergabung dengan faktor V untuk membentuk aktivator protrombin.
“NB: faktor V dihasilkan oleh trombin, senyawa yang dihasilkan dari aktifitas aktivator
protrombin nantinya. Pada kejadian pertama kali, faktor V ini inaktif, namun setelah terbentuk
trombin, trombin ini akan mengaktifkan faktor V tersebut sehingga ia akan membantu
pembentukan faktor protrombin tadi.”
Jalur ekstrinsik

2) jalur instrinsik

Untuk jalur instrinsik, dimulai ketika darah itu sendiri mengalami trauma atau darah itu berkontak
dengan jaringan yang mengalami trauma. Hal ini akan menyebabkan faktor XII inaktif berubah
menjadi aktif, atau faktor XII teraktivasi (XIIa). Selain itu, trombosit yang hancur juga akan
melepaskan fosfolipid yang mengandung lipoprotein yang disebut faktor 3 trombosit. Faktor XIIa
akan mengaktifkan faktor XI menjadi faktor XI teraktivasi (XIa) dengan bantuan senyawa
bernama kininogen HMW. Faktor XIa ini dengan bantuan Ca2+ akan mengaktifkan faktor IX
menjadi faktor IX teraktivasi (IXa). Nah, kemudian faktor IXa ini akan bekerja sama dengan faktor
VIII teraktivasi* , faktor 3 trombosit tadi serta dengan Ca2+, untuk mengubah faktor X menjadi
faktor X teraktivasi (Xa). Sama dengan jalur ekstrinsik, faktor Xa ini akan bergabung dengan
fosfolipid dan faktor V untuk membentuk aktivator protrombin.

 *NB: Faktor VIII telah tersedia dalam darah, sampai saat ini belum diketahui siapa yang
menghasilkan, kemungkinan oleh endotel, gromerular, dan tubular vaskuler serta sel
sinusoid hati. Faktor ini tidak dimiliki oleh pasien hemofilia klasik (hemofilia A). Ia
diaktivkan oleh trombin menjadi faktor VIII teraktivasi.
Jalur instrinsik

Perbedaan antara jalur ekstrinsik dan instrinsik adalah, jalur ekstrinsik prosesnya lebih cepat, bisa
berlangsung dalam 15 detik, sedangkan instrinsik lebih lambat, biasanya perlu waktu 1 sampai 6
menit untuk menghasilkan pembekuan.

:: Pembentukan Benang-Benang Fibrin ::

Setelah aktivator protrombin terbentuk, langkah selanjutnya adalah.. Aktivator protrombin ini
akan mengaktifkan protrombin*. (sesuai namanya kan.. :D) Protrombin akan aktif menjadi
trombin. Prosesnya lagi-lagi membutuhkan peranan ion kalsium (Ca2+). Nantinya, trombin ini
akan menyebabkan polimerisasi dari molekul-molekul fibrinogen** menjadi benang-benang fibrin
dalam waktu 10 – 15 detik. Prosesnya, trombin ini akan melepas 4 molekul peptida kecil dari setiap
molekul fibrinogen, sehingga membentuk satu fibrin monomer, selanjutnya fibrin monomer ini
secara otomatis mampu berpolimerisasi dengan sesamanya membentuk benang fibrin. So, setelah
beberapa detik, akan muncul banyak benang-benang fibrin yang panjang. Tapi benang-benang ini
ikatannya masih lemah, karena cuma berikatan secara ikatan hidrogen. Untuk itu, trombin akan
mengaktivasi suatu zat yang disebut faktor stabilisasi fibrin.*** Faktor inilah yang nantinya akan
memperkuat ikatan benang-benang fibrin tadi menjadi lebih kuat, yakni dengan cara menimbulkan
ikatan kovalen pada benang-benang tersebut.

NB:

 *protrombin adalah senyawa protein plasma, yang dihasilkan oleh hepar dengan bantuan
vitamin K. Makanya jika seseorang kekurangan vitamin K, perdarahan akan mudah
terjadi dan pembekuan sulit terjadi. Konsentrasinya dalam plasma sekitar 15 mg/dl.
 **fibrinogen adalah protein dengan BM yang besar. Konsentrasi dalam plasma sekitar
100 – 700 mg/dl. Disintesis di hepar.
 **faktor stabilisasi fibrin terdapat dalam jumlah kecil dalam bentuk globulin plasma, tapi
juga dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan.
 Memahami Karakteristik Golongan Darah A, B, AB, dan O

Golongan darah tiap individu tidak sama. Perbedaan golongan darah dikelompokkan kepada tipe
A, B, AB, atau O. Status rhesus (Rh) darah pun bisa tergolong negatif atau positif. Perbedaan-
perbedaan tersebut perlu diperhatikan dalam penggunaan darah di dunia medis.

Baik bagi Anda untuk mengetahui karakteristik tersebut, mengingat darah memiliki peranan
penting pada tubuh.

Golongan darah seseorang ditentukan berdasarkan ada atau tidaknya zat antigen pada sel darah
merah dan plasma darah . Antigen berfungsi seperti tanda pengenalan sel tubuh Anda. Ini supaya
tubuh bisa membedakan sel tubuh sendiri dari sel yang berasal dari luar tubuh. Jika sel dengan
antigen berlawanan masuk ke dalam tubuh, maka sistem kekebalan tubuh akan mulai perlawanan
terhadap sel yang dianggap asing tersebut dan memproduksi antibodi.

Ada dua teknik yang kerap dipakai untuk mengelompokkan darah, yaitu menggunakan sistem
ABO dan rhesus (Rh). Kedua sistem ini bisa sangat membantu jika Anda ingin melakukan
transfusi darah.
Melalui sistem ABO, Anda bisa mengetahui golongan darah Anda, apakah A, B, AB atau O.

 Jika Anda memiliki golongan darah A, maka Anda memiliki antigen A pada sel darah
merah dan memproduksi antibodi untuk melawan sel darah merah dengan antigen B.
 Jika Anda memiliki golongan darah B, maka Anda memiliki antigen B pada sel darah
merah dan memproduksi antibodi A untuk melawan sel darah merah dengan antigen A.
 Jika Anda memiliki golongan darah AB, maka Anda memiliki antigen A dan B pada sel
darah merah. Ini juga berarti Anda tidak memiliki antibodi A dan B pada plasma darah.
 Jika Anda memiliki golongan darah O, maka Anda tidak memiliki antigen A atau B pada
sel darah merah. Ini berarti darah bergolongan O bisa diberikan pada orang dengan
golongan darah apa pun (donor universal). Orang bergolongan darah O memproduksi
antibodi A dan B di plasma darah.

Pemilik golongan darah O bisa mendonorkan darahnya kepada siapa pun, tapi mereka tidak bisa
asal menerima darah. Mereka hanya bisa mendapatkan transfusi darah dari tipe O saja.
Sebaliknya, golongan darah AB tergolong penerima universal. Kalangan ini bisa mendapat
transfusi darah dari jenis A, B, AB, atau O. Namun kalangan ini hanya bisa mendonorkan
darahnya kepada mereka dengan darah jenis AB saja.

Faktor rhesus (Rh) adalah jenis antigen yang ada pada sel darah merah. Jika seseorang memiliki
faktor Rh, maka dia tergolong positif dan jika tidak, negatif.

Kalangan yang memiliki Rh negatif bisa mendonorkan darahnya kepada orang yang memiliki
status Rh negatif dan Rh positif. Pendonor dengan Rh positif hanya bisa memberikan darahnya
kepada orang dengan status Rh positif.
Untuk lebih jelasnya, Anda bisa melihat tabel di bawah ini.

Tabel Kecocokan Sel Darah Merah Pendonor dan Penerima


Penerima Pendonor
O− O+ A− A+ B− B+ AB− AB+
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
O− Cocok
cocok cocok cocok cocok cocok cocok cocok
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
O+ Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok cocok cocok
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
A− Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok cocok cocok
Tidak Tidak Tidak Tidak
A+ Cocok Cocok Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
B− Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok cocok cocok
Tidak Tidak Tidak Tidak
B+ Cocok Cocok Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok
Tidak Tidak Tidak Tidak
AB− Cocok Cocok Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok
AB+ Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok

Selain mendonorkan sel darah merah, transfusi plasma darah juga kerap dilakukan.

Tabel Kecocokan Plasma Darah Pendonor


dan Penerima
Pendonor
Penerima
O A B AB
O Cocok Cocok Cocok Cocok
Tidak Tidak
A Cocok Cocok
cocok cocok
Tidak Tidak
B Cocok Cocok
cocok cocok
Tidak Tidak Tidak
AB Cocok
cocok cocok cocok

Dengan mengetahui karakteristik golongan darah, risiko Anda terkena komplikasi akan
berkurang. Meski jarang terjadi, ketidakcocokan ABO dan Rh pada saat transfusi darah bisa
menyebabkan reaksi serius yang bisa membahayakan nyawa. Mengetahui status Rh darah juga
penting bagi ibu hamil .
Pengaruh Golongan Darah Orang Tua kepada Anak

Golongan darah Anda dan pasangan akan menentukan golongan darah anak. Namun perlu
diingat bahwa golongan darah anak tidak selalu sama persis dengan ayah atau ibu. Ada beberapa
perpaduan golongan darah yang menghasilkan jenis berbeda.

Berikut ini golongan darah yang kemungkinan dimiliki oleh anak Anda.

 Golongan darah O dan O. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah tersebut,
maka anak Anda akan memiliki golongan darah O.
 Golongan darah O dan A. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah tersebut,
maka anak Anda akan memiliki golongan darah O atau A.
 Golongan darah O dan B. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah tersebut,
maka anak Anda akan memiliki golongan darah O atau B.
 Golongan darah A dan A. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah tersebut,
maka anak Anda akan memiliki golongan darah O atau A.
 Golongan darah A dan B. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah tersebut,
maka anak Anda akan memiliki golongan darah O, A, B, atau AB.
 Golongan darah B dan B. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah tersebut,
maka anak Anda akan memiliki golongan darah O atau B.
 Golongan darah AB dan O. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah tersebut,
maka anak Anda akan memiliki golongan darah A atau B.
 Golongan darah AB dan A. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah tersebut,
maka anak Anda akan memiliki golongan darah A, B, atau AB.
 Golongan darah AB dan B. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah tersebut,
maka anak Anda akan memiliki golongan darah A, B, atau AB.
 Golongan darah AB dan AB. Jika Anda dan pasangan memiliki golongan darah
tersebut, maka anak Anda akan memiliki golongan darah A, B, atau AB.

Mengetahui golongan darah juga dapat bermanfaat bagi orang lain, misalnya jika Anda berniat
melakukan donor darah untuk keperluan darurat anggota keluarga atau pasien di rumah sakit.
 Sistem kekebalan
Sistem kekebalan (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem pertahanan manusia sebagai
perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus,
bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein
tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi
menjadi tumor.[1]

Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh dari komponen patogen
asing akan menopang amanat yang diembannya guna merespon infeksi patogen - baik yang
berkembang biak di dalam sel tubuh (intraselular) seperti misalnya virus, maupun yang
berkembang biak di luar sel tubuh (ekstraselular) - sebelum berkembang menjadi penyakit.

Meskipun demikian, sistem kekebalan mempunyai sisi yang kurang menguntungkan. Pada
proses peradangan, penderita dapat merasa tidak nyaman oleh karena efek samping yang dapat
ditimbulkan sifat toksik senyawa organik yang dikeluarkan sepanjang proses perlawanan
berlangsung.[2]

Barikade awal pertahanan terhadap organisme asing adalah jaringan terluar dari tubuh yaitu
kulit, yang memiliki banyak sel termasuk makrofaga dan neutrofil yang siap melumat organisme
lain pada saat terjadi penetrasi pada permukaan kulit, dengan tidak dilengkapi oleh antibodi.[1]
Barikade yang kedua adalah kekebalan tiruan.

Walaupun sistem pada kedua barikade mempunyai fungsi yang sama, terdapat beberapa
perbedaan yang mencolok, antara lain :

 sistem kekebalan tiruan tidak dapat terpicu secepat sistem kekebalan turunan
 sistem kekebalan tiruan hanya merespon imunogen tertentu, sedangkan sistem yang lain
merespon nyaris seluruh antigen.
 sistem kekebalan tiruan menunjukkan kemampuan untuk "mengingat" imunogen
penyebab infeksi dan reaksi yang lebih cepat saat terpapar lagi dengan infeksi yang sama.
Sistem kekebalan turunan tidak menunjukkan bakat immunological memory

Semua sel yang terlibat dalam sistem kekebalan berasal dari sumsum tulang. Sel punca
progenitor mieloid berkembang menjadi eritrosit, keping darah, neutrofil, monosit. Sementara sel
punca yang lain progenitor limfoid merupakan prekursor dari sel T, sel NK, sel B.
Sistem kekebalan dipengaruhi oleh modulasi beberapa hormon neuroendokrin.

Modulasi respon kekebalan oleh hormon neuroendokrin


Hormon Pencerap Efek modulasi
sintesis antibodi
ACTH Sel B dan Sel T, pada tikus produksi IFN-gamma
perkembangan limfosit-B
sintesis antibodi
Endorfin limpa mitogenesis
aktivitas sel NK
meningkatkan laju sintesis antibodi
TSH Neutrofil, Monosit, sel B
bersifat komitogenis dengan ConA
sel T CD8
GH PBL, timus, limpa
mitogenesis
proliferasi
LH dan FSH
produksi sitokina
bersifat komitogenis dengan ConA
PRL sel B dan sel T
menginduksi pencerap IL-2
Produksi IL-1
CRF PBL meningkatkan aktivitas sel NK
bersifat imunosupresif
TRH Lintasan sel T meningkatkan sintesis antibodi
GHRH PBL dan limpa menstimulasi proliferasi
menghambat aktivitas sel NK
menghambat respon kemotaktis
SOM PBL
menghambat proliferasi
menurunkan produksi IFN-gamma

Anda mungkin juga menyukai