Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi
dibawah 5 tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik
1 balita meninggal karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai
penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan
sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia
setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare
merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.
Solusi dalam hal ini adalah memberikan pengajaran kepada orang
tua mengenai kesehatan dan perawatan anak dan bayi di rumah. Namun
dalam menjalankannya seseorang harus mengetahui banyak hal seperti
penyesuaian terhadap kehidupan, pengkajian klinis dan yang pasti asuhan
keperawatan pada bayi baru lahir (pengkajian, perencanaan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi) .
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular
(contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri
Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran
pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan
faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak
hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita
yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun.
Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai
menimbulkan kematian.Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri
merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak
muda.Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan
tingkat sanitasi rendah.Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah
penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/i dapat memahami
asuhan keperawatan pada klien (anak) dengan gangguan diare dan
difteri.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat memahami pengertian diare dan difteri
b. Dapat memahami etiologi diare dan difteri
c. Dapat memahami pathway diare dan difteri
d. Dapat memahami manifestasi klinis dari diare dan difteri
e. Dapat memahami pemeriksaan penunjang dari diare dan difteri
f. Dapat memahami penatalaksanaan dari diare dan difteri
g. Dapat memahami komplikasi dari diare dan difteri
h. Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan anak dengan
gangguan diare dan difteri
C. Manfaat Makalah
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan ajar bagi
mahasiswa perawat agar dapat digunakan sebagai pedoman dalam
memberikan asuhan keperawatan anak dengan gangguan diare dan
difteri.
2. Manfaat Praktik
Diharapkan makalah ini dapat menambah keterampilan perawat
dalam memberikan pelayanan pada gangguan diare dan difteri
khususnya pasien anak dengan memperhatikan kebutuhan khusus klien
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ASUHAN KEPERAWATAN DIARE


1. Konsep Diare
a. Pengertian
Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit
pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran
pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”,
karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat rindakan
penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu
mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana
bila terlambat. Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih
dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi
feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir
dan darah atau lendir saja.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah
tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam
tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai
frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah
buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau
cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering
dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI Ditjen
PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan
lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat
disimpulkan Diare adalah buang air besar (BAB) yang tidak
normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir
saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.
Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat
dikelompokkan menjadi :
1) Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare
dengan dehidrasi sedang, diare dengan dehidrasi ringan
2) Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih.
Terbagi atas diare persiten dengan dehidrasi dan persiten
tanpa dehidrasi
3) Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.

b. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa factor :
1) Faktor infeksi : Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan
makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
a) Infeksi Bakteri : Shigella, Shalmonella, Vibrio cholera, E.
Colli. Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi Virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-
lain.
c) Infeksi Parasit : cacing (Ascaris, Trichuris. Oxyuris,
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans).
2) Faktor parentral : Infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti : otitis media akut (OMA), tonsillitis/ tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
3) Faktor malabsorbsi :
a) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa,
maltose dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa). Pda bayi dan anak yang terpenting
dan tersering (intoleransi laktosa).
b) Malabsorbsi lemak
c) Malabsorbsi protein
4) Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak
lemak, sayuran dimasak kurang matang.
5) Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas (jarang, tetapi dapat
terjadi pada anak yang lebih besar).
6) Obat-obatan : antibiotic.
7) Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis,
obstruksi usus

c. Pathway
d. Manifestasi Klinik
1) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah
2) Suhu tubuh meninggi/demam
3) Feces encer, berlendir atau berdarah
4) Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
5) Anus lecet
6) Muntah sebelum dan sesudah diare
7) Anoreksia
8) Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
9) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat
badan, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar
cekung, membran mukosa kering.
10) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
11) Keram abdominal
12) Mual dan muntah
13) Lemah
14) Pucat
15) Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
16) Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

e. Pemeriksaan Penunjang
1) Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
2) Kultur tinja
3) Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinine, dan glukosa.
4) Pemeriksaan tinja : pH, leukosit, glukosa, dan adanya darah.

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik, dasar pengobatan diare ada 3 yaitu :
1) Pemberian cairan : jenis cairan, cara memberikan cairan,
jumlah pemberiannya
Cara memberikan cairan dalam terapi rehidrasi :
a) Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1
gelas tiap defekasi
b) Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25-50 ml/kg BB per oral (intragastrik)
Selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari ad libitum
c) Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50-100 ml/kg BB per oral/ intragastrik
(sonde)
Selanjutnya : 125 ml/kg BB/ hari ad libitum
d) Dehidrasi berat
Untuk anak umur 1 bulan-2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam pertama :
40 ml/kg BB/jam = 10 tetes/kg BB/menit (set infuse
berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/ kg BB/ menit (set
infuse 1 ml = 20 tetes)
7 jam berikutnya :
12 ml/kg BB/jam = 3 tetes/ kg BB/menit (set infuse 1 ml =
15 tetes) atau 4 tetes/ kg BB/menit (set infuse 1 ml = 20
tetes)
16 jam berikutnya :
125 ml/ kg BB oralit per oral atau intragastrik. Bila anak
tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/ kg BB/
menit (set infuse 1ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit
(set infuse 1 ml = 20 tetes)
Untuk anak umur 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama :
30 ml/ kg BB/ jam atau 8 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15
tetes) atau 10 tetes/ kg BB/menit (1 ml = 20 tetes)
7 jam berikutnya :
10 ml/ kg BB/ jam atau 3 tetes/ kg BB/menit (1 ml = 15
tetes) atau 4 tetes/ kg BB/menit (1 ml = 20 tetes)
16 jam berikutnya :
125 ml/kg BB oralit per oral atau intragastrik. Bila anak
tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG aa intavena
2 tetes/ kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg
BB/menit (1 ml = 20 tetes)
Untuk anak lebih 5-10 tahun dengan BB 15-25 kg
1 jam pertama :
20 ml/kg BB/ jam atau 5 tetes/kg BB/mnt (1 ml = 15 tetes)
atau 7 tetes/ kg BB/mnt (1 ml = 20 tetes)
7 jam berikutnya :
10 ml/kg BB/ jam atau 2½ tetes/ kg BB/mnt (1 ml = 15
tetes) atau 3 tetes/ kg BB/mnt (1 ml = 20 tetes)
16 jam berikutnya :
105 ml/ kg BB oralit per oral atau bila anak tidak mau
minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/ kg BB/
menit ( 1 ml = 15 tetes) atau 1½ tetes/kg BB/ menit (set 1
ml = 20 tetes)
Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3
kg
Kebutuhan cairan :
125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/ kg BB/24 jam
Jenis cairan :
Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½
%)
Kecepatan :
4 jam pertama : 25 ml/ kg BB/ jam atau 6 tetes/ kg BB/
menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/ kg BB/ menit ( 1 ml = 20
tetes)
20 jam berikutnya : 150 ml/ kg BB/ 20 jam atau 2 tetes/ kg
BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 2½ tetes/ kg BB/ menit ( 1
ml = 20 tetes)
Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan
kurang dari 2 kg
Kebutuhan cairan :
250 ml/ kg BB/ 24 jam
Jenis cairan :
Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½
Kecepatan cairan :
Sama dengan pada bayi baru lahir
Cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare
dehidrasi berat. Misalnya untuk anak umur 1 bulan - 2
tahun dengan berat badan 3-10 kg.
Jenis cairan : DG aa
Jumlah cairan : 250 ml/ kg BB/ 24jam
Kecepatan : 4 jam pertama : 60 ml/ kg BB/ jam atau 15 ml/
kg BB/ jam atau = 4 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes)
atau 5 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes)
20 jam berikutnya : 190 ml/ kg BB/ 20 jam atau 10 ml/ kg
BB/ jam atau 2½ tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau
3 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes).
Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan
derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
Cairan per oral. Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan
sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan
NaCl dan NaHCO3, KCl, dan glukosa. Untuk diare akut dan
kolera pada anak di atas umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/
L. Pada anak di bawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/
sedang kadar Natrium 50-60 mEq/ L. Formula lengkap sering
disebut oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri
(formula tidak lengkap) hanya mengandung garam dan gula
(NaCl dan sukrosa), atau air tajin yang diberi garam dan gula,
untuk pengobatan sementara di rumah sebelum dibawa berobat
ke rumah sakit/ pelayanan kesehatan untuk mencegah dehidrasi
lebih jauh.
Cairan parenteral. Sebenarnya ada beberapa jenis cairan
yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien misalnya
untuk bayi atau pasien yang MEP. Tetapi kesemuanya itu
bergantung tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan
Ringer Laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas kesehatan di
mana saja. Mengenai pemberian cairan seberapa banyak yang
diberikan bergantung dari berat/ ringannya dehidrasi, yang di
perhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur
dan berat badannya.
Pemberian cairan pasien MEP tipe marasmik.
Kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat, misalnya dengan
berat badan 3-10 kg, umur 1 bulan – 2 tahun, jumlah cairan 200
ml/ kg BB/ 24 jam. Kecepatan tetesan 4 jam pertama idem pada
pasien MEP. Jenis cairan DG aa. 20 jam berikutnya : 150 ml/
kg BB/ 20 jam atau 7 ml/ kg BB/ jam atau 1¾ tetes/ kg BB/
menit ( 1 ml = 15 menit) atau 2½ tetes/ kg BB/ menit (1 ml =
20 tetes). Selain pemberian cairan pada pasien-pasien yang
telah disebutkan masih ada ketentuan pemberian cairan pada
pasien lainnya misalnya pasien bronkopneumonia dengan diare
atau pasien dengan kelainan jantung bawaan, yang memerlukan
jenis cairan yang berbeda dan kecepatan pemberiannya yang
berlainan pula. Bila kebetulan menjumpai pasien-pasien
tersebut sebelum memasang infus hendaknya menanyakan
dahulu kepada dokter.
2) Dietetik (cara pemberian makanan)
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun
dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan :
a) Susu ( ASI atau susu formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh, mislanya LLM,
Almiron, atau sejenis lainnya)
b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat
(nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena di
rumah tidak biasa.
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung
laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau
tidak jenuh.
Cara memberikannya : Hari 1, setelah rehidrasi segera
diberikan makanan per oral. Bila diberi ASI/ susu formula
tetapi diare masih sering, supaya diberikan oralit selang-seling
dengan ASI, misalnya 2 kali ASI/ susu khusus, 1 kali oralit.
Hari ke-2 sampai ke-4, ASI/ susu formula rendah laktosa
penuh. Hari ke-5, Bila tidak ada kelainan pasien dipulangkan.
Kembali susu atau makanan biasa, disesuaikan dengan umur
bayi dan berat badannya.
3) Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang
hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan
yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain
(gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya).
Medikasi untuk diare :
a) Obat anti-sekresi. Asetosal. Dosis 25 mg/ tahun dengan
dosis minimum 30 mg Klorpromazin. Dosis 0,5-1 mg/
kg BB/ hari
b) Obat spasmolitik dan lain-lain. Umumnya obat
spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladona, opium
loperamid tidak digunakan untuk mengatasi diare akut
lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin, charcoal,
tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare,
sehingga tidak diberikan lagi.
c) Antibiotik. Umumnya antibiotik tidak diberikan bila ada
penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera,
diberikan tetrasiklin 25-50 mg/ kg BB/ hari. Antibiotic
juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti :
OMA, faringitis, bronchitis atau bronkopneumonia.
g. Komplikasi
1) Dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik, isotonik atau
hipertonik).
2) Renjatan hipovolemik
3) Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram).
4) Hipoglikemia
5) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan
defisiensi enzim lactase.
6) Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama
atau kronik)
2. Konsep Asuhan Keperawatan Diare
a. Pengkajian
1) Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2
tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah
golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang
lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh
terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2) Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3) Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau
lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari
saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA
campak.
5) Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada
orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan
tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia
toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8) Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a) Pertumbuhan
1) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara
1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm)
pertahun.
2) Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2
cm ditahun kedua dan seterusnya.
3) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham
pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16
buah
4) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b) Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund
Freud:
Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber
kepuasan libido, mulai menunjukan keakuannya, cinta diri
sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra
dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana,
hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
1) Autonomy vs Shame and doundt
2) Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa
dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan
yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri
(tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk
makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu
over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi
maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga
halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang
pada diri anak.
3) Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan
kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
a) berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan
sedikitpun
b) hitungan (GK)
c) Meniru membuat garis lurus (GH)
d) Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata
(BBK)
e) Melepas pakaian sendiri (BM)
9) Pemeriksaan Fisik
a) pengukuran panjang badan, berat badan menurun,
lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar
abdomen membesar,
b) keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu,
kesadaran menurun.
c) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah
menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d) Mata : cekung, kering, sangat cekung
e) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi
abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu
makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum
sedikit atau kelihatan bisa minum
f) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40
x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan)
g) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan
lemah, tensi menurun pada diare sedang.
h) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun
> 2 dt, suhu meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral
dingin (waspada syok), capillary refill time memajang >
2 detik, kemerahan pada daerah perianal.
i) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai
anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari
sebelum sakit.
j) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS
bisa mengalami stress yang berupa perpisahan,
kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive
respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan
kemudian menerima.
10) Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium :
1) feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
2) Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi,
hipokalemi
3) AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2
meningkat, PCO2 meningkat, HCO3 menurun )
4) Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
3) Resiko hipertemia berhubungan dengan proses infeksi sekunder
terhadap diare
4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
peningkatan frekwensi diare.
5) Ansietas anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6) Gangguan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi,
kurang pengetahuan.
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap
diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal.
Kriteria hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50
c, RR : < 40 x/mnt )
2) Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak
cowong, UUB tidak cekung.
3) Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan
kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini
memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit
2) Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui
feses
3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk
memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4) Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
R/ Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet
normal secara dini bersifat menguntungkan untuk menurunkan
jumlah defekasi dan penurunan berat badan serta pemendekan
durasi penyakit
5) Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama
dengan kehilangan cairan 1 lt
7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental
setiap 4 jam atau sesuai indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman
berkarbonat, dan gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah
elektrolit, dan mempunyai osmolaritas yang tinggi
9) Kolaborasi :
a) Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca,
BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk
mengetahui faal ginjal (kompensasi).
b) Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan
cepat.
c) Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan
elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses
absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum
luas untuk menghambat endotoksin.
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat,
pemantauan masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda
dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan
terhadap aturan terapeutik
Diagnosa 2 : Defisit nutrisi berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di
RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan
berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat
merangsang mengiritasi lambung dan saluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap
atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang
berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Observasi dan catat respos terhadap pemberian makan
R/ Untuk mengkaji toleransi pemberian makan
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
a) terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b) obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan, untuk proses pertumbuhan
6) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat
R/ untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terpautik

Diagnosa 3 : Resiko hipertemia berhubungan dengan proses


infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24
jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
2) Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio
leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh (
adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan
produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 : Resiko gangguan integritas kulit berhubungan


dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah
sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
2) Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan
baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal
(bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh
karena kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang
lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Ansietas anak berhubungan dengan tindakan


invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama di rumah
sakit, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :
1) Mau menerima tindakan perawatan
2) Klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan
RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan
pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan
kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik
verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan
menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

Diagnosa 6 : Perubahan proses keluarga berhubungan


dengan krisis situasi, kurang pengetahuan.
Tujuan : Keluarga memahami tentangg penyakit anaknya dan
pengobatannya serta mampu memberikan perawatan.
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan kemampuan untuk merawat
anak, khususnya di rumah.
Intervensi :
1) Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan
tindakan terapeutik
R/ Untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik,
khususnya jika sudah berada di rumah.
2) Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan
pada anak.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman pada
anak serta mau kooperatif
3) Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan
anak sebanyak yang mereka inginkan
R/ Untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga.
4) Instruksikan keluarga mengenai pencegahan
R/ Untuk mencegah penyebaran infeksi.
5) Atur perawatan kesehaan pascahospitalisasi
R/ Untuk menjamin pengkajian dan pengobatan yang kontinu.
6) Rujuk keluarga pada lembaga perawatan kesehatan komunitas
R/ Untuk pengawasan perawata di rumah sesuai kebutuhan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN DIFTERI


1. Konsep Difteri
a. Pengertian
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular yang
terjadi secara lokal pada mukosa saluran pernafasan atau kulit,
yang disebabkan bakteri Corynabacterium Diphteria, ditandai oleh
terbentuknya eksudat yang membentuk membran pada tempat
infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh
eksotoksin yang diproduksi bakteri tersebut (Sudoyo Aru,2009)
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh
Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang gram
positif (Jauhari,nurudin. 2008).
b. Etiologi
Disebabkan oleh Corynabacterium Diphteria, bakteri gram
positif yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora, aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin (Sudoyo
Aru,2009). Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut
lokasinya :
1. Difteri Nasal Anterior
2. Difteri Nasal Posterior
3. Difteri Fausial (Farinks)
4. Difteri Laryngeal
5. Difteri Konjungtiva
6. Difteri Kulit
7. Difteri Vulva / Vagina
Menurut tingkat keparahannya (Sudoyo Aru,2009) :
1. Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat
pada mokosa hidung dengan gejala hanya pilek dan
gangguan menelan
2. Infeksi sedang, apabila pseudomembrane telah menyerang
sampai faring dan laringsehingga keadaan pasien terlihat
lesu dan agak sesak.
3. Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan
adanya gejala-gejala yang ditimbulkan oleh eksotoksin
seperti miokarditis, paralisis dan nefritis
7) Pathway
8) Manifestasi Klinik
Masa inkubasi dari bakteri Corynabacterium Diphteria
umumnya 2-5 hari. (range 1-10 hari), pada difteri kutan adalah 7
hari sesudah infeksi primer pada kulit. Tanda gejala pada pasien
dengan difteri :
1. Demam dengan suhu sekitar 38oC
2. Kerongkongan sakit dan suara parau
3. Perasaan tidak enak, mual muntah dan lesu
4. Sakit kepala
5. Rinorea, berlendir dan kadang-kadang bercampur darah
(Sudoyo Aru,2009)
9) Pemeriksaan Penunjang
1. Bakteriologik, preparat apusan kuman difteri dari bahan asupan
mukosa hidung dan tenggorokan (nasofaringeal swab)
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin
3. Urin lengkap : aspek, protein, dan sidimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (Bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG (Endo Kardio Gram)
7. Pemeriksaan radiografi torak untuk mengecek adanya
hiperinflasi
8. Tes schick : tes kulit untuk menentukan status imunitas
penderita, suatu pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah
seseorang telah mengandung antitoksin.
(Hidayat,2006)

10) Penatalaksanaan
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan
pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu
minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2
kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
1. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari
berturut-turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan
mata.
a. Test Ads
ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.Diberikan
0,05 CC  intracutan Tunggu 15 menit  indurasi dengan
garis tengah 1 cm  (+)
b. Cara Pemberian
1) Test Positif  BESREDKA
2) Test Negatif  secara DRIP/IV
c. Drip/IV
200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai
kebutuhan. Diberikan selama 4 sampai 6 jam  observasi
gejala cardinal.
d. Antibiotik
Antibiotic diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari
sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan
trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis.
e. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan untuk mencegah timbulnya
komplikasi miokarditis yang sangat membahayakan, dengan
memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila
terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk
tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi
komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼
mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari
11) Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem
saraf, ginjal ataupun organ lainnya:
1. Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
2. Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan
gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala lainnya
(timbul dalam waktu 3-7 minggu)
3. Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
4. Kerusakan ginjal (nefritis).

3. Konsep Asuhan Keperawatan Difteri


d. Pengkajian
1. Biodata
a. Umur
Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan
jarang ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari
pada orang dewasa diatas 15 tahun
b. Suku bangsa
Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara
miskin
c. Tempat tinggal
Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan
fasilitas kesehatan yang kurang
2. Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat,
sakit kepala, anoreksia, lemah

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat,
sakit kepala, anoreksia
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring,
laring, dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan
sekret bercampur darah
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolism
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
b. Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan
demam
c. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu
istirahat dan tidur
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena
jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
7. Pemeriksaan fisik
Pada diptheria tonsil - faring
a. Malaise
b. Suhu tubuh < 38,9 º c
c. Pseudomembran ( putih kelabu ) melekat dan menutup
tonsil dan dinding faring
d. Bulneck
Pada Diptheriae laring
a. Stridor
b. Suara parau
c. Batuk kering
d. Pada obstruksi laring yang berat terdpt retraksi
suprasternal, sub costal dan supraclavicular
Pada Diptheriae hidung
a. Pilek ringan
b. Sekret hidung serosanguinus  mukopurulen
c. Lecet pada nares dan bibir atas
d. Membran putih pada septum nasi.
e. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (D.0077)
2. Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan neuromuskuler
(D.0119)
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas
(D.0001)
4. Hipertermi b/d proses penyakit (D.0130)
5. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas (D.0005)
6. Gangguan mobilitas fisik b/d perubahan metabolisme
(D.0054)
7. Resiko defisit nutrisi (D.0032)
8. Resiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)
9. Resiko infeksi (D.0142)
10. Resiko cedera (D.0132)
f. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kep Noc Nic
1, Nyeri akut b/d o Pain Level o Pain Management
Agen pencedera o Pain Control a. Lakukan
fisiologis (D.0077) Setelah dilakukan pengkajian nyeri
tindakan keperawatan secara
selama 3x24 jam komperhensif
diharapkan nyeri pada termasuk lokasi,
pasien dapat kurang atau karakteristik,
hilang dengan Kriteria durasi, frekuensi,
hasil : kualitas dan faktor
a. Mampu mengontrol presipitasi
nyeri (tahu penyebab b. Observasi reaksi
nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi c. Gunakan teknik
untuk mengurangi komunikasi
nyeri, mencari terapeutik untuk
bantuan) mengetahui
b. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
nyeri berkurang pasien
dengan menggunakan d. Ajarkan teknik
manajemen nyeri nonfarmakologi
c. Mampu mengenali e. Kolaborasikan
nyeri (skala, dengan dokter jika
intensitas, frekuensi, ada keluhan dari
dan tanda nyeri) tindakan nyeri
tidak berhasil
2. Gangguan o Anxiety self control o Communication
komunikasi verbal o Coping Enhancement :
b/d gangguan o Sensori function : Speech Defisit
neuromuskuler hearing & vision\ a. Menahan diri
(D.0119) Setelah dilakukan untuk tidak marah
tindakan keperawatan kepada pasien
selama 3x24 jam dengan kondisi
diharapkan gangguan komunikasi yang
komunikasi verbal pasien kacau
dapat berkurang atau b. Gunakan kata-
hilang dengan criteria kata yang mudah
hasil : dimengerti dan
a. Komunikasi : kalimat-kalimat
penerimaan, pendek
intreppretasi dan c. Dengarkan
ekspresi pesan lisan, dengan penuh
tulisan, dan non perhatian
verbal meningkat d. Dorong pasien
b. Komunikasi ekspresif untuk
(kesulitan berbicara) : berkomunikasi
ekspresi pesan non secara perlahan
verbal yang bermakna dan untuk
mengulangi
permintaan
e. Jangan menutup
mulut, merokok,
berbicara
sesukanya, atau
mengunyah
permen karet
ketika berbicara
3. Bersihan jalan o Respiratory status : o Airway
nafas tidak efektif Ventilation Management
b/d hipersekresi o Respiratory status : a. Kaji kemampuan
jalan napas Airway patency pasien
(D.0001) Setelah dilakukan mengeluarkan
tindakan keperawatan secret
selama 3x24 jam b. Auskultasi suara
diharapkan jalan nafas nafas
psirn efektif dengan c. Posisikan pasien
criteria hasil : untuk
a. Menunjukkan jalan memaksimankan
nafas yang paten ventilasi
(klien tidak merasa d. Fisioterapi dada
tercekik, irama nafas, e. Ajarkan batuk
frekuensi pernafasan efektif
dalam rentang normal, f. Kolaborasi
tidak ada suara nafas pemberian
abnormal) bronkodilator
b. Mampu
mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang
dapat menghambat
jalan nafas
4. Hipertermi b/d o Thermoregulation o Vitalsign monitoring
proses penyakit Setelah dilakukan a. Monitor TD,
(D.0130) tindakan keperawatan Nadi, suhu, RR
selama 3x24 jam b. Monitor suhu,
diharapkan suhu tubuh warna dan
pasien dalam batas kelembaban kulit
normal dengan criteria o Faver Treatment
hasil : a. Monitor warna
a. Suhu tubuh dalam dan suhu kulit
batas normal b. Monitor TD,
b. Nadi dan RR dalam nadi dan RR
rentang normal c. Memberi
c. Tidak ada kompres hangat
perubahan warna d. Kolaborasi
kulit dan tidak ada pemberian anti
pusing piretik

5. Pola nafas tidak o Respiratory status : a. Posisikan pasien


efektif b/d Ventilation untuk
o Respiratory status :
hambatan upaya memaksimalkan
Airway patency
nafas (D.0005) o Vital sign Status ventilasi
b. Pasang mayo bila
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan perlu
selama 3 x 24 jam pasien c. Lakukan fisioterapi
menunjukkan keefektifan dada jika perlu
pola nafas, dibuktikan d. Keluarkan sekret
dengan kriteria hasil: dengan batuk atau
a. Mendemonstrasikan suction
batuk efektif e. Auskultasi suara
b. Tidak ada suara nafas, catat adanya
napas tambahan suara tambahan
c. Tidak ada sianosis f. Berikan bronkodilator
dan dyspnea :
d. Mampu g. Atur intake untuk
mengeluarkan cairan
sputum, mampu mengoptimalkan
bernafas dengan keseimbangan.
mudah h. Monitor respirasi dan
e. Tidak ada pursed status O2
lips
f. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
g. Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal

6. Gangguan o Joint Movement : o Exercise therapy :


mobilitas fisik b/d Active ambulation
a. Monitoring vital
perubahan o Mobility Level
sign sebelm/sesudah
metabolisme o Self care : ADLs latihan dan lihat
(D.0054) o Transfer performance respon pasien saat
Setelah dilakukan latihan
b. Konsultasikan
tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam dengan terapi fisik
gangguan mobilitas fisik tentang rencana
ambulasi sesuai
teratasi dengan kriteria
dengan kebutuhan
hasil: c. Bantu klien untuk
a. Klien meningkat menggunakan
dalam aktivitas fisik tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap
b. Mengerti tujuan dari
cedera
peningkatan d. Ajarkan pasien atau
mobilitas tenaga kesehatan
lain tentang teknik
c. Memverbalisasikan
ambulasi
perasaan dalam e. Kaji kemampuan
meningkatkan pasien dalam
kekuatan dan mobilisasi
f. Latih pasien dalam
kemampuan
pemenuhan
berpindah kebutuhan ADLs
d. Memperagakan secara mandiri
penggunaan alat sesuai kemampuan
g. Dampingi dan Bantu
Bantu untuk pasien saat
mobilisasi (walker) mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan
ADLs ps.
h. Berikan alat Bantu
jika klien
memerlukan.
i. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
7. Resiko defisit o Nutritional Status : o Nutrition
nutrisi (D.0032) food and Fluid Intake Management
a. Kaji adanya alergi
Setelah dilakukan makanan
tindakan keperawatan b. Kolaborasi dengan
selama 3 x 24 jam ahli gizi untuk
diharapkan risiko menentukan
defisit nutrisi tidak jumlah kalori dan
terjadi dengan Kriteria nutrisi yang
Hasil : dibutuhkan pasien.
a. Adanya c. Anjurkan pasien
peningkatan berat untuk
badan sesuai meningkatkan
dengan tujuan intake Fe
b. Berat badan ideal d. Anjurkan pasien
sesuai dengan untuk
tinggi badan meningkatkan
c. Mampu protein dan
mengidentifikasi vitamin C
kebutuhan nutrisi e. Berikan substansi
d. Tidak ada tanda gula
tanda malnutrisi f. Yakinkan diet
e. Tidak terjadi yang dimakan
penurunan berat mengandung
badan yang tinggi serat untuk
berarti mencegah
konstipasi
g. Berikan makanan
yang terpilih (
sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8. Resiko Setelah dilakukan a. Menentukan
ketidakseimbangan tindakan keperawatan kehilangan dan
cairan (D.0036) selama 3x24 jam kebutuhan cairan
diharapkan masalah b. Memenuhi kebutuhan
pasien dapat teratasi makan dan minum
dengan kriteria hasil : pasien
a. Pasien BAB 1- c. Mengetahui
2x/hari dengan perubahan keadaan
konsisten lunak, tidak dari pasien
cair dan tidak d. Menentukan
berlendir. banyaknya cairan
b. Keadaan pasien tidak yang
lemas lagi. hilang/dikeluarkan
c. Turgor kulit e. Mengetahui obat dan
membaik mempercepat proses
penyembuhan

9. Resiko infeksi o Immune Status a. Pertahankan teknik


(D.0142) o Knowledge : aseptif
Infection control b. Batasi pengunjung bila
o Risk control perlu
Setelah dilakukan c. Cuci tangan setiap
tindakan keperawatan sebelum dan sesudah
selama 3x24 jam pasien tindakan keperawatan
tidak mengalami d. Gunakan baju, sarung
infeksi dengan kriteria tangan sebagai alat
hasil: pelindung
a. Klien bebas dari e. Tingkatkan intake
tanda dan gejala nutrisi
infeksi f. Monitor tanda dan
b. Menunjukkan gejala infeksi sistemik
kemampuan untuk dan lokal
mencegah g. Pertahankan teknik
timbulnya infeksi isolasi k/p
c. Jumlah leukosit h. Inspeksi kulit dan
dalam batas normal membran mukosa
d. Menunjukkan terhadap kemerahan,
perilaku hidup sehat panas, drainase
i. Monitor adanya luka
j. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
k. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam

10. Resiko cedera Setelah dilakukan a. kaji penyebab adanya


(D.0132) tindakan keperawatan gangguan penglihatan
selama 3x24 jam pada klien.
diharapkan Resiko b. pastikan objek yang
cedera tidak terjadi dilihat dalam lingkup
dengan kriteria hasil: lapang pandang klien.
a. Klien tidak terjatuh c. beri waktu lebih lama
b. Klien tidak jalan untuk memfokuskan
sempoyongan sesuatu.
c. Klien dapat d. bersihkan mata,
beraktivitas seperti apabila ada kotoran
biasa gunakan kapas basah
dan bersih.
e. kolaborasi untuk
penggunaan alat
Bantu penglihatan
seperti kacamata.

Anda mungkin juga menyukai