Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH KOMPETENSI DAN SEMANGAT KERJA

TERHADAP PRESTASI KERJA PERSONEL PUSAT


INTELIJEN ANGKATAN DARAT

Usulan Penelitian Untuk Tesis S-2

Diajukan oleh:

HENDRA SYAHPUTRA
NPM: 6216103

UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pelibatan TNI AD sebagai salah satu komponen utama pertahanan negara


dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dipengaruhi oleh
dinamika perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun
nasional yang lebih mengutamakan hak-hak kemanusiaan, demokratisasi, dan
perkembangan Ilpengtek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang semakin mutakhir.
Perubahan ini, memunculkan dan menggeser bentuk, ekskalasi hakekat
kemungkinan ancaman, baik yang datang dari dalam dan luar negeri menjadi
semakin komplek dan dinamis yang dapat mengganggu kedaulatan negara,
keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa. Oleh sebab itu TNI AD
membutuhkan personel dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas
dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Pusat Intelijen Angkatan Darat (Pusintelad) adalah Badan Pelaksana Pusat
Pembinaan Intelijen dilingkungan Angkatan Darat yang memiliki tugas pokok
menyelenggarakan pembinaan fungsi intelijen dan pengamanan tubuh Angkatan
Darat serta menyajikan Intelijen bagi Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat).
Dihadapkan dengan perkembangan lingkungan strategis yang semakin dinamis dan
kompleks di era abad ke 21, maka Pusintelad dituntut mampu menjawab konsepsi
ancaman aktual dan potensial guna mendukung Tupok TNI AD. Pusintelad harus
mampu memberikan dukungan Intelijen untuk kepentingan pertempuran dan
teritorial ataupun guna pengambilan keputusan selanjutnya oleh unsur pimpinan.
Dukungan Intelijen Tempur (Intelpur), berupa informasi tentang cuaca, medan,
musuh (CUMEMU) di daerah operasi, sedangkan dukungan Intelijen Teritorial
(Intelter), berupa informasi tentang geografi, demografi dan kondisi sosial
(geo,demo,konsos) di wilayah.
Salah satu sumber yang terpenting bagi sebuah organisasi adalah sumber
daya manusia, dimana yang dimaksud dengan sumber daya manusia disini adalah
para prajurit dan ASN (Aparatur Sipil Negara) yang memilki keterampilan dan
keahlian dalam bekerja. Bagi sebuah organisasi pengembangan SDM (Sumber
Daya Manusia) semakin diperlukan dan memegang peranan penting karena sumber
daya manusia merupakan salah satu unsur yang strategis dalam organisasi. Setiap
organisasi menginginkan anggotanya mempunyai prestasi kerja yang tinggi. Tanpa
adanya prestasi kerja yang baik dari seluruh anggota, maka keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuan akan sulit tercapai. Prestasi kerja pada dasarnya mencakup
sikap mental dan perilaku yang selalu mempunyai pandangan bahwa pekerjaan
yang dilaksanakan saat ini harus lebih berkualitas daripada pelaksanaan pekerjaan
di waktu lalu, untuk saat yang akan datang harus lebih baik dari pada saat ini.
Seorang anggota akan merasa bangga dan memiliki kepuasan tersendiri dengan
prestasi yang dicapainya. Prestasi kerja yang baik merupakan keadaan yang
diinginkan dalam kehidupan kerjanya. Seorang anggota akan memperoleh prestasi
kerja yang baik bila hasil kerjanya sesuai dengan standar baik kualitas maupun
kuantitas. Anggota yang memiliki prestasi kerja yang tinggi akan cenderung lebih
berusaha untuk meraih sukses daripada anggota yang tidak berprestasi dalam
pekerjaannya, sehingga perlu adanya penilaian prestasi kerja untuk mengetahui
potensi dan kekurangan anggota, sehingga proses umpan balik sebagai atasan dapat
berjalan dengan baik untuk memperbaiki kesalahan anggota dalam bekerja dan
menentukan penghargaan yang sesuai dengan prestasi kerja masing-masing
anggota.
Tujuan setiap organisasi adalah mencapai prestasi kerja yang baik, sehingga
dengan prestasi kerja anggota yang tinggi diharapkan organisasi akan mampu
mencapai tujuannya secara efektif. Suatu organisasi akan selalu berupaya untuk
meningkatkan kompetensi anggotanya agar memiliki kompetensi yang sesuai
dengan kebutuhan organisasi. Kompetensi merupakan kemampuan profesional dan
kemampuan individu seseorang di tempat kerja yang terlihat dari pengetahuan
tentang pekerjaan oleh karyawan, kejujuran dan integritas karyawan, kemampuan
karyawan berprestasi, kemampuan berkomunikasi, dan mempunyai tanggung
jawab serta teliti dalam bekerja1. Kompetensi juga menunjukkan karakteristik

1
Spencer, Strategi Sukses Dalam Karir: Strategis For Career Success. alih bahasa Anna
W. Bangun (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2001).
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu
yang membuat mereka mampu untuk melakukan tugas dan tanggung jawab mereka
secara efektif dan meningkatkan standar kualitas profesional dalam pekerjaan
mereka. Ciri-ciri anggota yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan organisasi
yakni mereka yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi, sikap atau soft skills, dan
keterampilan teknis yang tinggi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tingkat
kompetensi yang tinggi ini akan memacu tiap organisasi untuk dapat
mempertahankan prestasi kerja yang telah dicapainya, dalam hal ini berarti
organisasi harus memberikan perhatian pada aspek sumber daya manusia. Jadi
manusia dapat dipandang sebagai faktor penentu karena ditangan manusialah segala
inovasi akan direalisir dalam upaya mewujudkan tujuan organisasi.
Di dalam upaya mencapai tujuan tersebut, perlu adanya faktor yang harus
dimiliki oleh para anggota, yakni semangat kerja. Semangat kerja itu sendiri timbul
dan tumbuh dalam diri anggota yang disebabkan adanya motivasi dari pimpinan
dalam arti pimpinan memberi motivasi atau dorongan kepada anggota, dimana
motivasi itu sendiri menyangkut kepada kebutuhan anggota, baik kebutuhan batin
maupun kebutuhan lahir. Semangat kerja ini perlu dipelihara agar anggota dapat
meningkatkan kinerja, dedikasi, kecintaannya serta kedisiplinannya. Salah satu
faktor untuk menimbulkan rasa semangat kerja dapat ditunjukkan dari pola
komunikasi antara anggota dengan pimpinannya. Pola komunikasi antara
pemimpin dengan anggota diharapkan membentuk suatu pola hubungan timbal
balik yang harmonis sehingga komunikasi yang terjalin dapat memberikan
kepuasan komunikasi dalam organisasi. Dengan demikian anggota akan merasa
bahwa dirinya telah diperlakukan secara baik, dari sisi moril maupun materil. Hal
ini akan meningkatkan semangat kerja anggota yang pada akhirnya kinerja
karyawan meningkat.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikaitkan pada fenomena yang terjadi di
Pusintelad sebagai Badan Pelaksana Pusat yang berkedudukan langsung dibawah
Kasad adalah menyajikan intelijen kepada Kasad, khususnya terkait dengan
pengamanan tubuh TNI AD. Dari uraian tersebut dapat kita pahami bahwa
Pusintelad dituntut untuk dapat menyajikan segala bentuk informasi terkait dengan
pengamanan tubuh TNI AD secepat mungkin dan se-up to date mungkin kepada
Kasad. Dengan demikian dibutuhkan personel yang tanggap, tangguh serta
trengginas dalam menjawab tuntutan tugas. Prestasi kerja yang diharapkan untuk
dapat dicapai oleh personel Pusintelad adalah dapat menyajikan segala bentuk
informasi yang bernilai Intelijen kepada Kasad dalam bentuk produk-produk yang
penerbitannya tepat waktu, tidak terdapat kesalahan-kesalahan yang diakibatkan
karena human error, dapat memberikan saran dan masukan di bidang Intelijen
kepada pimpinan dengan tepat sesuai dengan aturan yang ada serta dapat
memberikan asistensi dan pengawasan kepada satuan bawah terkait bidang Intelijen
sesuai dengan aturan dan kebijakan pimpinan yang telah dikeluarkan. Namun,
berdasarkan pengamatan terhadap prestasi kerja personel Pusintelad, terlihat
penurunan prestasi kerja di lingkungan kerja Pusintelad. Hal tersebut dapat
diketahui dengan adanya temuan-temuan dari hasil pengawasan dan pemeriksaan
yang dilakukan oleh Itjenad (Inspektorat Jendral Angkatan Darat) baik terhadap
program kerja Pusintelad maupun program kerja di satuan bawah terkait bidang
Intelijen pada kurun waktu beberapa tahun kebelakang ini. Adanya kesenjangan
antara harapan dan kenyataan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian terhadap fenomena tersebut. Sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan prestasi kerja personel Pusintelad maka perlu dilakukan suatu
penelitian terhadap prestasi kerja personel Pusintelad dengan menguji seberapa
besar pengaruh kompetensi dan semangat kerja terhadap prestasi kerja personel di
lingkungan Pusintelad.
Merujuk kepada latar belakang permasalahan yang telah disampaikan di
atas, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap naik atau turunnya
prestasi kerja personel di lingkungan Pusintelad dimana dapat diuraikan menjadi
beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Penerapan gaya kepemimpinan yang kurang tepat di lingkungan
kerja.
2. Rendahnya tingkat kesejahteraan anggota.
3. Kurangnya semangat kerja anggota.
4. Kompetensi kerja yang tidak sesuai dengan tuntutan jabatan.
5. Pendidikan dan latihan yang kurang memadai.
6. Suasana lingkungan kerja yang kurang kondusif.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang


terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi naik dan turunnya prestasi kerja
personel di lingkungan Pusintelad diantaranya adalah faktor kompetensi dan
semangat kerja personel.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi kerja personel di
lingkungan Pusintelad dapat ditarik suatu identifikasi masalah pada penelitian ini,
sebagai berikut:
1. Kompetensi personel Pusintelad dalam melaksanakan tugas di
bidang Intelijen masih belum optimal.
2. Masih butuh pembinaan terhadap tingkat keterampilan para personel
baru ataupun lama yang berdinas di Pusintelad.
3. Semangat kerja dari personel masih perlu ditingkatkan.
4. Masih terbatasnya kualifikasi kemampuan khusus bidang Intelijen
yang dimiliki oleh personel Pusintelad sesuai dengan tuntutan penugasan
yang diterima dari komando atas.

1.3 Pembatasan Masalah


Penelitian ini hanya dibatasi pada Kompetensi dan Semangat Kerja sebagai
variable indenpenden serta Prestasi Kerja sebagai variable dependen dari personel
Pusat Intelijen Angkatan Darat.

1.4 Perumusan Masalah


Adapun permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah:
1. Seberapa besar pengaruh kompetensi terhadap prestasi kerja
personel Pusintelad?
2. Seberapa besar pengaruh semangat kerja terhadap prestasi kerja
personel Pusintelad?
3. Seberapa besar pengaruh kompetensi, semangat kerja secara
simultan berpengaruh terhadap prestasi kerja personel Pusintelad?

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Dengan demikian tujuan dari penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:
1.5.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukaan ini antara lain sebagai
berikut:
a. Menganalisa besarnya pengaruh kompetensi terhadap prestasi kerja
personel Pusintelad.
b. Menganalisa besarnya pengaruh semangat kerja terhadap prestasi
kerja personel Pusintelad.
c. Menganalisa besarnya pengaruh kompetensi dan semangat kerja
secara bersama-sama terhadap prestasi kerja personel Pusintelad.

1.5.2 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
antara lain:
1. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister
Manajemen pada Universitas Islam Jakarta
2. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
teori dan mengembangkan ilmu yang dipelajari khususnya yang berkaitan
dengan teori kompetensi, semangat kerja, dan prestasi kerja di masyarakat
umum.
3. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah referensi khususnya
yang berhubungan dengan manajemen sumber daya manusia terkait
variable ilmu kompetensi, semangat kerja dan prestasi kerja pada penelitian
selanjutnya.
4. Menjadi bahan masukan bagi Pusintelad selaku pengambil
kebijakan untuk menganalisis kondisi kesiapan personel guna mencapai
tujuan tugas pokok dari segi kompetensi, semangat kerja, dan prestasi kerja.
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Teori


2.1.1 Kerangka Teori Kompetensi
Pada tahun 1997 David C. Mc Clelland mempublikasikan paper berjudul
“Testing for Competence rather than Intelligence” yang mengemukakan latar
belakang dan konsep kompetensi dalam psikologi modern. Dalam paper tersebut,
ia melakukan kajian dan menganalisa berbagai penelitian sebelumnya dan
menyimpulkan bahwa pengukuran potensi intelegensi dan pengetahuan akademik
kurang akurat untuk memprediksi prestasi kerja maupun keberhasilan dalam
kehidupan sosial di masyarakat. Disamping itu dikemukakan pula bahwa hasil
psikotes dan nilai prestasi akademik yang diperoleh dari bangku sekolah dan
perguruan tinggi sering kali ditemukan diskriminatif terhadap gender, kelompok
minoritas, ataupun menurut strata sosial-ekonomi. Hal ini memicu penelitian-
penelitian babak baru untuk mencari metode-metode yang lebih baik untuk
mengidentifikasikan kemampuan professional dan kemampuan individu di tempat
kerja yang kemudian disebut sebagai kemampuan atau “kompetensi”2.

2.1.1.1 Pengertian Kompetensi


Kompetensi menurut kamus Inggris Indonesia Hasan Shadili adalah
“competency” diartikan kecakapan kemampuan. Pengertian kompetensi dapat
dijelaskan secara sederhana sebagai kemampuan manusia yang ditemukan dari
praktek dunia nyata dapat digunakan untuk membedakan antara mereka yang
sukses (superior) dengan yang biasa-biasa saja di tempat kerja3.
Kompetensi seseorang dapat ditunjukkan dengan hasil kerja atau karya,
pengetahuan, keterampilan, perilaku, karakter, sikap, motivasi dan/atau bakatnya.
Untuk membedakan penyanyi dan pelukis yang superior dengan rata-rata,

2
David C. McClelland, Testing for Competence rather than Intelligence (New Jersey:
Prentice-Hall.Inc. A Pearson Company, 1997)
3
Kennedy P. 1995. Managing OrganizationalBehavior. Fourth Edition. (United States:
John Wiley and Sons Inc., 1995)
misalnya, dapat dilihat dari karyanya, yaitu album dan lukisannya. Sedangkan
untuk membedakan juru taksir dengan (“appraisal”) superior dengan rata-rata yang
tugas utamanya memberikan estimasi harga suatu barang adalah pengetahuannya
akan harga barang. Sedang yang membedakan tukang las superior (misalnya “over
head welder”) dengan yang rata-rata adalah ketrampilannya menggunakan
peralatan las untuk posisi yang dan tempat kerja yang sangat sulit, misalnya
kemampuan me-las untuk posisi diatas kepala. Dari contoh diatas ditemukan bahwa
yang membedakan antara mereka yang bekerja superior dengan yang rata-rata
bukan semata tingkat intelegensia dan nilai akademis yang dimiliki.
Spencer mendefinisikan kompetensi “an underlying characteristic of
individual that is causally related to criterion-referenced effective and/or superior
performance in a job or situation”4. Sebagai karakteristik individu yang melakukan
kompetensi merupakan bagian dari kepribadian individu yang relatif dalam dan
stabil, dapat dilihat dan diukur dari perilaku individu yang bersangkutan ditempat
kerja atau dalam berbagai situasi. Untuk itu kompetensi seseorang mengindikasikan
kemampuan berperilaku seseorang dalam berbagai situasi yang cukup konsisten
untuk suatu periode waktu yang cukup panjang dan bukan hal yang kebetulan sesaat
semata. Kompetensi memiliki persyaratan digunakan untuk menduga atau terbukti
secara empiris merupakan penyebab suatu keberhasilan. Dimana keberhasilan
perilaku atau kinerja ini secara akademis didasarkan pada kriteria ukuran
keberhasilan sebagai standar kinerja yang dapat diterima secara bisnis maupun
sosial.
Kompetensi menurut Payaman Simanjuntak adalah kemampuan
professional dan kemampuan individu seseorang di tempat kerja. Pengukuran
kompetensi dilihat dari pengetahuan tentang pekerjaan oleh karyawan, kejujuran
dan integritas karyawan, kemampuan karyawan berprestasi, kemampuan
berkomunikasi, dan mempunyai tanggung jawab serta teliti dalam bekerja5.

4
Spencer, Strategi Sukses Dalam Karir: Strategis For Career Success. alih bahasa Anna
W. Bangun (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2001).
5
Payaman Simanjuntak, Manajemen dan Evaluasi Kinerja. (Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta., 2005)
Kompetensi Sebagai karakter individu yang melekat, sebagai karakteristik individu
yang melekat, kompetensi nampak pada cara berperilaku di tempat kerja seseorang.

2.1.1.2 Klasifikasi kompetensi


Kompetensi diklasifikasikan dari berbagi sudut pandang yang berbeda.
Awalnya kompetensi diklasifikasikan menjadi kompetensi teknikal dan manajerial.
Berbagai buku teks manajemen menjelaskan kedua jenis kompetensi ini dengan
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat manajerial suatu jabatan akan
membutuhkan kompetensi teknikal yang semakin rendah dan sebaliknya. Tentu
saja dikotomi kompetensi teknikal dan manajerial masing-masing dengan satu
dimensi ini terlalu disederhanakan (over simplified”), sempit tidak akurat dan dapat
mengarahkan pada praktek diskriminasi. Pemilihan bidang manajerial dan teknikal
saja misalnya seolah-olah tidak ada bidang lain yang penting untuk operasional
suatu organisasi.
Penyempurnaan klasifikasi kompetensi yang lebih luas dan bersifat lebih
umum menurut substansinya, kompetensi bisa dibagi menjadi dua kelompok besar
yaitu kompetensi umum (“generic competencies atau soft competencies”) dan
kompetensi bidang (hard competencies”). Selanjutnya kompetensi umum dan
kompetensi bidang ini di uraikan lagi kompetensi-kompetensi penyusunnya yang
masing-masing memiliki berbagai dimensi ukuran yang berbeda. Sudut pandang
dalam mengklasifikasikan kompetensi, dapat pula ditinjau dari tingkat kompetensi
tingkat kerja yang ditimbulkannya. Dalam klasifikasi ini kompetensi dibedakan
menjadi kompetensi minimum (“threshold competencies”) dan kompetensi
pembeda individu dengan kinerja superior dan rata-rata (“differentiating
competencies”) kompetensi minimum, menunjukkan suatu tingkat kompetensi/
karakteristik penting yang dibutuhkan seseorang dalam pekerjaan agar efektif,
namun mengakibatkan individu tersebut memiliki performansi superior atau di atas
rata-rata. Sedangkan kompetensi pembeda kinerja, merupakan tingkat kompetensi
yang dapat membedakan performansi superior atau sukses dari yang rata-rata.
2.1.2 Semangat Kerja

2.1.2.1 Pengertian Semangat Kerja


Semangat kerja merupakan kondisi dari sebuah kelompok di mana ada
tujuan yang jelas dan tetap yang dirasakan menjadi penting dan terpadu dengan
tujuan individu. Selain itu semangat kerja juga dapat diartikan sebagai pemilikan
atau kebersamaan6. Beberapa ahli menggunakan semangat kerja untuk
menggambarkan suasana keseluruhan yang dirasakan samar-samar atau kabur di
antara anggota suatu kelompok, masyarakat atau perkumpulan. Apabila mereka
merasa baik, bahagia, optimis, kebanyakan orang menggambarkan orang-orang
tersebut mempunyai semangat kerja yang tinggi. Kadang-kadang semangat kerja
yang tinggi dihubungkan dengan motif-motif dan hasil-hasil yang baik. Sebaliknya
apabila orang-orang suka membantah, menyakitkan hati, kelihatan aneh, merasa
dalam kesulitan dan tidak tenang atau tidak tentram, maka keadaan mereka dapat
digambarkan memiliki semangat kerja yang rendah.
Dengan demikian semangat kerja yang rendah dihubungkan dengan
kekecewaan, ketidakbenaran dan kekurangan akan dorongan. Davis
mendefinisikan semangat kerja sebagai sikap individu dan kelompok terhadap
lingkungan kerja mereka dan terhadap kesediaan bekerja sama dengan orang lain
secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan mereka yang paling baik demi
kepentingan perusahaan7. Sedangkan menurut Lighten menyebutkan bahwa
semangat kerja adalah kemampuan sekelompok orang-orang yang bekerja sama
dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama. Kata bekerja sama di
sini menekankan dengan tegas hakekat saling hubungan dari suatu kelompok
dengan keinginan yang nyata untuk bekerja sama. Kata giat dan konsekuen
menunjukan caranya untuk sampai pada tujuan melalui disiplin bersama.
Sedangkan kata tujuan bersama menjelaskan bahwa tujuannya adalah sesuatu yang
mereka inginkan bersama8.

6
Panggabean. Mutiara S., Manajemen sumber daya manusia. (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2004)
7
Davis, Human Relation At Work. (Tokyo: Mc. Graw-Hill Book Co. Inc., 1999)
8
Moekijat, Manajemen Kepegawaian (Edisi Kelima). (Bandung: Penerbit Alumni, 1999)
Siswanto mengemukakan bahwa semangat kerja secara definitif dapat
diartikan sebagai suatu kondisi rohaniah atau perilaku individu tenaga kerja dan
kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri tenaga kerja
untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan perusahaan9. Semangat kerja merupakan sikap yang perlu dimiliki oleh
karyawan, sedangkan semangat kerja itu sendiri adalah melakukan pekerjaan secara
lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan baik.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa semangat
kerja adalah perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang atau sekelompok karyawan
terhadap lingkungan tempat kerjanya, sehingga mereka itu dapat bekerja dengan
giat dan konsekuen serta bekerja sama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh perusahaan.

2.1.2.2 Indikator Rendah dan Tingginya Semangat Kerja


Setiap perusahaan harus dapat mengetahui indikasi turun atau naiknya
semangat kerja. Nitisemito mengemukakan gejala turunnya semangat kerja antara
lain,10 adalah:
1. Turun atau rendahnya produktifitas kerja
2. Tingkat absensi yang naik atau tinggi
3. Tingkat keluar masuk karyawan yang tinggi
4. Tingkat kerusakan yang tinggi
5. Kegelisahan di mana-mana
6. Tuntutan yang sering kali terjadi
7. Pemogokan.
Semangat kerja yang rendah ditunjukkan dengan perilaku,11 sebagai
berikut:
1. Kurangnya kerja sama

9
Siswanto. Bedjo. 1998. Manajemen Tenaga Kerja: Ancangan Dalam Pendayagunaan
Dan Pengembangan Tenaga Kerja. (Bandung: Penerbit Sinar Baru, 1998)
10
Nitisemito, Manajemen Personalia, Edisi Keempat, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia,
1997) Hlm. 161
11
Harris. O. Jeff., Managing People At Work: Concept And Cases Impersonal Behavior. 2
nd Edition, (Canada: Hamilton Publication, 1995)
2. Ketidakpatuhan terhadap peraturan tata tertib perusahaan
3. Ketidakperdulian pada tujuan dan sasaran perusahaan
4. Kurangnya perhatian kepada sesama pekerja
5. Meningkatnya keluhan mengenai pekerjaan karyawan
Meningkatnya keluhan mengenai pekerjaan karyawan, menandakan
penurunan prestasi karyawan. Sebaliknya penurunan atau tidak adanya keluhan
mengenai pekerjaan karyawan menandakan prestasi kerja yang meningkat. Untuk
itulah pimpinan perlu mengadakan penilaian prestasi kerja karyawan. Adapun
faktor-faktor yang menunjukkan adanya peningkatan semangat kerja,12 antara lain:
1. Kebanggaan pekerja atas pekerjaannya, dan kepuasannya dalam
menjalankan pekerjaannya dengan baik.
2. Sikap para pekerja terhadap pimpinannya.
3. Hasrat pekerja untuk maju.
4. Perasaan pekerja bahwa dirinya telah diperlakukan secara baik,
secara moril maupun materiil.
5. Kemampuan pekerja untuk bergaul dengan kawan sekerjanya.
6. Kesadaran pekerja akan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan.
Pihak pimpinan ternyata berperan dalam mempengaruhi semangat kerja
anggota, sebagaimana pendapat dari Zainun yang menyebutkan bahwa faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap semangat kerja antara lain, motivasi, komunikasi,
partisipasi, lingkungan kerja, kepuasan kerja dan kepemimpinan13. Sedangkan
Wursanto mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi merosotnya
semangat kerja yaitu faktor kepemimpinan, faktor pengawasan dan faktor
kebutuhan14.

2.3. Prestasi Kerja

2.3.1 Pengertian prestasi kerja

12
Lateiner, Teknik Memimpin Pegawai Dan Pekerja. Terjemahan Jakarta. (Penerbit
Cemerlang, 1996)
13
Zainun. 2000. Orientasi Produktivitas Dan Ekonomi Jepang. (CV. Haji Mas Agung.
Jakarta, 2000)
14
Wursanto. I. G., Etika Komunikasi Kantor. (Yogyakarta: Penerbit Kanisus Siswanto,
2001).
Manner menyatakan bahwa, pada umumnya kinerja atau prestasi kerja
(performance) diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan
suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Porter dan Lawyer menyatakan bahwa prestasi
kerja adalah “successful role achievement” yang diperoleh dari seorang dari
perbuatannya15.
Prestasi kerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan16. Tingkat sejauh mana keberhasilan
seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya disebut “level of performance)
Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut orang yang produktif,
dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar, dikatakan sebagai tidak
produktif atau ber-performance rendah.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja


Para pimpinan selayaknya menyadari adanya perbedaaan prestasi kerja
antara seorang anggota dengan anggota yang lainnya yang berada di bawah
pengawasannya. Walaupun anggota bekerja di tempat yang sama namun
produktifitas mereka tidak sama. Secara garis besar perbedaaan dalam prestasi kerja
ini disebabkan oleh dua faktor, individu dan faktor situasi kerja17.
Menurut Gibson, ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku
dan prestasi kerja18, yaitu:
a. Variabel individu, terdiri dari:
1) Kemampuan dan keterampilan
- Mental dan fisik
2) Latar belakang
- Keluarga, tingkat sosial dan pengalaman
3) Demografis

15
Manner, Organisasional Behavior. Edition New Jersey. (Presentice Hall International.
Inc, 1998)
16
Moh. As’ad, Kinerja. Seri Ilmu dan Manajemen Bisnis. (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 1991)
17
Henry O. Ruhnke, Motivation of Personal. (Jakarta : PT. Gramedia ASRI Media, 1999)
18
Gibson et.al., Strategic Human Resource Development (Englewood Cliffs: prentice-
Hall,1999).
- Umur, asal usul dan jenis kelamin
b. Variabel Organisasi, terdiri dari:
1) Sumber daya
2) Iklim organisasi
3) Imbalan
4) Struktur
5) Desain pekerjaan
c. Variabel Psikologis, terdiri dari:
1) Persepsi
2) Sikap
3) Kepribadian
4) Belajar
5) Motivasi

2.3.3 Pengukuran Prestasi Kerja


Bill Foster menyatakan bahwa, penilaian prestasi kerja karyawan dapat
dilihat dari berbagai aspek, yakni kemampuan bekerja, disiplin kerja dan tanggung
jawab dan kerjasama19.
Kemampuan bekerja meliputi kualitas dan kuantitas hasil kerja dari masing-
masing anggota termasuk juga dalam penguasaan berbagai perangkat penunjang
pelaksanaan kerja. lebih lanjut, sikap dewasa atau matang adalah modal utama
seseorang untuk sadar berdisplin, sesuai dengan ketentuan yang dikehendaki di
tempat orang tersebut bekerja. Didalam organisasi, disiplin dapat dibentuk oleh
adanya lingkungan ataupun aturan yang dibuat oleh organisasi agar anggota-
anggotanya mengikuti cara dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki
organisasi. Pada awalnya disiplin dapat timbul karena adanya paksaan untuk
mematuhi segala ketentuan yang berlaku, dengan diikuti saksi atau hukuman,
namun akhirnya hal ini sudah menjadi kebiasaan dan melekat pada setiap sikap dan
tindak tanduk anggota.

19
Bill Foster, Managing Human Resources: Productivity. Quality of Work Life. Profit
(Singapore: McGraw-Hill international Editors, 1999).
Tanggung jawab meliputi rasa tanggung jawab terhadap tugas yang
diberikan pada seorang anggota sesuai dengan jabatannya. Tanggung jawab yang
tinggi dari seorang anggota akan menjadikan hasil kerjanya menjadi baik. Hal ini
akan membawa konsekuensi anggota akan terlibat menjaga, memelihara, dan
menggunakan peralatan dengan baik. Sebaliknya anggota yang rendah tanggung
jawabnya, akan membuat pimpinan atau atasannya selalu mengawasi pada saat ia
bekerja, sebab anggota yang demikian itu sangat tergantung pada pengawasan
atasannya. Tanggung jawab sebagai anggota perusahaan misalnya, dapat dilihat
dalam hal ikut menjaga situasi kerja agar dapat berjalan dengan tertib dan lancar.
Kerjasama yang baik sesama anggota dalam suatu organisasi sangat
diperlukan, sebab pada dasarnya produktifitas dan kinerja organisasi ditentukan
oleh adanya kerja sama dalam organisasi tersebut. Kerjasama yang baik dapat
menimbulkan hubungan kerja yang harmonis, dan akan menumbuhkan rasa saling
percaya dan kekompakan kerja, sehingga pada gilirannya akan memperlancar
pelaksanaan tugas.
Sementara Martoyo mengemukakan bahwa nilai prestasi kerja para anggota
diperoleh dari pengumpulan nilai, sesuai golongannya 20. Untuk golongan III dan
IV (Officer) meliputi;
a. Tanggungjawab
b. Prakarsa
c. Ketabahan
d. kejujuran
e. Kerjasama
f. Tingkah laku
g. Perencanaan
h. Pengawasan dan pengendalian
i. Pengambilan keputusan
j. Pembinaan staf

20
Martoyo, Manajemen personal. (PT. Pustaka Binaman Pressindo, 2003)
2.2 Penelitian Ilmiah Terdahulu
Penelitian Suwartono (2008) dengan judul “Analisis Kompetensi dan
Motivasi terhadap Kinerja Karyawan Studi Kasus pada PT. BPR Artadamas
Mandiri”. Hasil analisis menunjukkan bahwa : Secara simultan faktor Kompetensi
dan Motivasi berpengaruh positif dan signifikan dengan perolehan penduga Rho
adalah sebesar 87%, dan kontribusi yang dihasilkan relatif kuat yakni sebesar 76%
terhadap kinerja karyawan. Sedangkan secara parsial faktor Kompetensi memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan dengan perolehan
penduga Rho adalah sebesar 83%, dan kontribusi yang dihasilkan relatif kuat yakni
sebesar 70%. Sementara itu secara parsial faktor Motivasi juga memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan kontribusi yang dihasilkan
relatif kuat dengan perolehan R square (R2) yakni sebesar 60%.
Sedangkan penelitian Patar Marlon Siregar (2007) yang berjudul. Pengaruh
Faktor Komunikasi Dan Semangat Kerja Terhadap Produktivitas Kerja
Karyawan studi kasus pada PT. Lion Wings. Melalui hasil penelitian dari 92
Responden diperoleh hasil-hasil peneltian sebagai berikut: pengaruh dan hubungan
antara faktor komunikasi dan semangat kerja terhadap produktivitas kerja pegawai
memiliki pengaruh 79%. faktor komunikasi terhadap produktivitas kerja pegawai
memiliki pengaruh 59%. faktor semangat kerja terhadap produktivitas kerja
pegawai memiliki pengaruh 74%. Pengujian empiris menyatakan adanya pengaruh
yang positif dan signifikan.
Pada penelitian yang akan dilakukan saat ini terdapat beberapa kemiripan
dengan penelitian ilmiah sebelumnya yaitu sama sama menguji teori kompetensi
dan teori semangat kerja dengan metode kuantitatif, namun juga terdapat perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada penelitian yang akan dilakukan ini
bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruh kompetensi dan semangat kerja
terhadap prestasi kerja. Selain itu juga memiliki sampel dan locus penelitian yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu dengan sampel personel di lingkungan
kerja Pusat Intelijen Angkatan Darat.
2.3. Kerangka Berpikir
Dalam memudahkan pemahaman terhadap penelitian yang dibuat maka
perlu dibuat suatu kerangka pemikiran yang menggambarkan alur pikir penelitian
ini. Dimana tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui pengaruh
kompetensi dan semangat kerja terhadap prestasi kerja personel Pusintelad.
Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Kompetensi
(X1)
Prestasi Kerja
(Y)
Semangat Kerja
(X2)

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas bahwa penentuan indikator


kompetensi ada 6 (enam) yaitu pengetahuan tentang pekerjaan, kejujuran,
integritas, kemampuan berprestasi dan kemampuan berkomunikasi serta ketelitian
yang merupakan variabel bebas atau variabel independen. Untuk semangat kerja
ada 5 (lima) indikator yaitu motivasi, partisipasi, lingkungan kerja, kepuasan kerja
dan kepemimpinan yang merupakan variabel bebas juga atau variabel independen.
Sedangkan prestasi kerja ada 5 (lima) indikator yaitu kemampuan, prakarsa,
disiplin, tanggung jawab dan kerjasama sebagai variabel terikat atau variabel
dependen.
2.4. Hipotesis
Mengacu dari referensi yang dijelaskan sebelumnya dan kerangka
pemikiran dalam penelitian ini, maka secara berurutan hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Terdapat pengaruh antara kompetensi terhadap prestasi kerja
personel Pusintelad.
b. Terdapat pengaruh terhadap semangat kerja terhadap prestasi kerja
personel Pusintelad.
c. Terdapat pengaruh antara kompetensi dan semangat kerja terhadap
prestasi kerja personel Pusintelad.

H0 = Tidak ada pengaruh X terhadap Y


H1 = Ada pengaruh X terhadap Y
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan, Metode dan Variabel Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan
Explanatory Analysis dan deskriptif analitis, yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan dan pengaruh antara variabel bebas dan terikat. Selanjutnya hasil
penemuan akan dideskripsikan, yaitu dengan melakukan pengamatan dan penelitian
serta menggambarkan sifat atau peristiwa yang tengah berlangsung pada saat
penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu21. Variabel
penelitian pada dasarnya merupakan suatu atribut, sifat, atau nilai dari orang, objek,
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiono,2002). Penelitian ini terdiri dari dua
variable inti, yaitu variable independent (kompetensi, semangat kerja) dan prestasi
kerja personel sebagai varabel dependen. Dalam penelitian ini mengkaji hubungan
dan pengaruh antara faktor – faktor kompetensi dan semangat kerja terhadap
prestasi kerja personel Pusintelad. Fenomena tersebut dapat didesain melalui fungsi
matematis berikut:
Ŷ = F (X1, X2……..+Xn) model persamaan multivariat, dengan
Ŷ = F(X), model persamaan bivariat.
Desain model penelitian ini adalah bahwa secara simultan variabel
kompetensi dan semangat kerja terhadap prestasi kerja personel Pusintelad,
demikian pula pada hubungan masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat (prestasi kerja).

3.2 Defenisi Konseptual


Defenisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah variabel
yang dijadikan pedoman dalam penelitian, sehingga akan memudahkan dalam
mengoperasionalkannya di lapangan. Untuk memahami dan memudahkan dalam
menafsirkan banyak teori yang ada dalam penelitian ini, maka akan ditentukan

21
Travers, M. W. Robert, An Introduction to Educational Research, Mac. (1978)
beberapa defenisi konseptual yang berhubungan dengan variabel yang akan diteliti,
antara lain:

3.2.1 Kompetensi
Variabel kompetensi dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Payaman
Simanjuntak yang mengemukakan bahwa kompetensi merupakan kemampuan
profesional dan kemampuan individu seseorang di tempat kerja22, dengan indikator
sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang pekerjaan
2. Kejujuran
3. Integritas
4. Kemampuan berprestasi
5. Kemampuan berkomunikasi
6. ketelitian dalam bekerja

3.2.2 Semangat Kerja


Menurut Wursanto, semangat kerja adalah perilaku yang ditunjukkan oleh
seseorang atau sekelompok karyawan terhadap lingkungan tempat kerjanya,
sehingga mereka itu dapat bekerja dengan giat dan konsekuen serta bekerja sama
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan23, dengan indikator
sebagai berikut:
1. Motivasi
2. Partisipasi
3. Lingkungan kerja
4. Kepuasan kerja
5. Kepemimpinan

22
Simanjuntak. Manajemen Dan Evaluasi Kinerja. (Jakarta.2005)
23
Wursanto. Manajemen Kepegawaian 2. (Yogyakarta. 2001)
3.2.3 Prestasi Kerja
Menurut pendapat dari Bill Foster bahwa prestasi kerja dapat dilihat dari
berbagai aspek, yakni kemampuan bekerja, prakarsa, disiplin kerja dan tanggung
jawab serta kerjasama24.

3.3 Defenisi Operasional Variabel Penelitian


Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang diungkap
dalam definisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik, secara nyata
dalam lingkup objek penelitian atau objek yang diteliti. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independent) dan variabel terikat
(dependent).

3.3.1 Variabel Bebas atau variabel penyebab (independent variables).


Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan atau mempengaruhi,
yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk
menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati. Dalam
penelitian ini variabel bebas pertama (X1) adalah kompetensi dan variabel bebas
kedua (X2) adalah semangat kerja.

3.3.2 Variabel Terikat atau variabel tergantung (dependent variables).


Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk
menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor yang muncul, atau tidak
muncul, atau berubah sesuai dengan yang diperkenalkan oleh peneliti. Dalam
penelitian ini variabel terikatnya (Y) adalah prestasi kerja.

3.3 Indikator Variabel


Pengukuran terhadap masing-masing variabel dilakukan dengan
menggunakan table sebagai berikut:

24
Foster, Bill. Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. (Jakarta. 1999)
Table 3.1 Indikator Variabel
No. Variabel Indikator Skala
1. Kompetensi (X1) 1. Memahami terhadap uraian tugas Likert
pekerjaan
2. Target pekerjaan yang harus
dicapai
3. Memiliki pengetahuan tentang
pekerjaan yang menjadi tugasnya
4. Cepat dalam memahami
permasalahan
5. Memiliki keterampilan terkait
bidang penugasan
6. Memiliki pengetahuan terkait
bidang tugas
7. Memiliki kemampuan untuk
bekerjasama
2. Semangat Kerja (X2) 1. Memahami terhadap visi Likert
organisasi
2. Keyakinan terhadap pencapaian
target pekerjaan
3. Memiliki ketahanan dalam
menghadapi masalah
4. kepedulian untuk menyelesaikan
masalah pekerjaan
5. Inisiatif dalam mencari solusi
6. Kesiapan dalam menghadapi
kritikan
7. Dorongan untuk terus belajar
3. Prestasi Kerja (Y) 1. Memiliki kualitas kerja yang Likert
sesuai dengan harapan organisasi
2. Memiliki kuantitas kerja yang
tinggi
3. Memiliki disiplin kerja yang
tinggi
4. Mampu bekerja sama dengan
unsur lain guna bersama mencapai
tujuan organisasi
5. Memiliki inisiatif yang tinggi
terhadap pencapaian sasaran kerja

3.4 Sumber Data


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden dengan
memberikan daftar kuesioner yang telah disiapkan yang berkaitan dengan
kompetensi, semangat kerja serta prestasi kerja untuk dijawab. Sedangkan data
sekunder diperoleh secara tidak langsung melalui literatur, jurnal, dokumen terkait
personel Pusintelad, dan sumber lainnya.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi merupakan sejumlah atau sekelompok individu yang setidak-
tidaknya mempunyai kesamaan sifat. Populasi ini selanjutnya akan
digeneralisasikan atau kenyataan-kenyataan penelitian yang diperoleh dari
sampel25. Dengan demikian penelitian hanya dilakukan terhadap sebagian dari
populasi inilah yang disebut sebagai sampel26.
Populasi dalam penelitian adalah personel Pusintelad yang terdiri dari
Prajurit dari golongan Perwira dan Bintara dengan jumlah personel sebanyak 170
orang (data Pusintelad, 2018) yang terdistribusi pada posisi operasional.
Memperhatikan karakteristik populasi adalah homogen dimana perlakuan
organisasi terhadap semua anggota adalah sama (sifat homogen) maka dalam

25
Sutrisno Hadi, Metodologi Research. Jilid 2. (Yogyakarta : Andi Offset,2000)
26
Emory and Cooper, Business Research Methode. Fourth Ed.. (Homewood.
Illionis.Irwin, 2000)
kesempatan ini jumlah sampel yang dapat dianggap representatif akan dijelaskan
melalui pendekatan model Slovin dalam Husain Umar (1998) untuk besaran margin
error yang ditetapkan sebesar e = 0,01 (1%) sebagai berikut :
N
n
1  Ne2
Dimana:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = margin error atau persen kelonggaran ketidak telitian karena
kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir/diinginkan yaitu
sebesar 0,1 (10%).

Dengan rumus Slovin tersebut maka didapat angka n (sample) adalah:


170
n =
1  (170  0,01)
= 62,96 ( dibulatkan menjadi 63 orang )

Dari perhitungan di atas diperoleh sampel sebanyak 63 orang, selanjutnya


prosedur yang ditempuh yaitu, pengambilan sampel, mengingat bahwa tiap-tiap
anggota mendapatkan perlakuan yang sama maka pengambilan sampel dapat
dilakukan secara acak (simple random sampling) dengan demikian dari 170 orang
anggota, sampel yang dianggap resprentatif adalah sebanyak 63 orang (slovin :
2001).

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data-data dan bahan-bahan
yang diperlukan yaitu:

3.6.1 Data Primer


a. Teknik Kuesioner/Angket
Adalah suatu teknik untuk mengumpulkan data dengan
menggunakan instrumen pengumpul data, dimana antara pengumpul data
dengan responden (sumber data) tidak terjadi wawancara dan tatap muka
langsung. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan memberikan
lembaran pertanyaan (kuesioner) kepada responden. Metode ini digunakan
untuk memperoleh data primer yang diperlukan sebagai dasar analisis.
b. Teknik Observasi
Suatu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung
di lokasi yakni personel Pusat Intelijen Angkatan Darat dalam rangka
mencocokkan data yang diperoleh dari angket/kuesioner.

3.6.2 Data Sekunder


Yaitu data yang dikumpulkan dalam bentuk sudah jadi atau data yang telah
terformat oleh pihak ketiga, sehingga penulis dapat secara langsung menggunakan
data tersebut. Data tersebut dapat berupa literatur, majalah, jurnal dan buku ilmiah
lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

3.7 Teknik Pengolahan Data


Menurut Hasan (2006: 24), pengolahan data adalah suatu proses dalam
memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara
atau rumus-rumus tertentu. Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari
hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk
pengkajian lebih lanjut (Sudjana, 2001: 128).
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan penghitungan
komputasi aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solution) karena aplikasi
ini memiliki kemampuan analisis statistik cukup tinggi serta sistem manajemen data
pada lingkungan grafis menggunakan menu-menu dekriptif dan kotak-kotak dialog
sederhana, sehingga mudah dipahami cara pengoperasiannya (Sugianto, 2007: 1).

3.7.1 Pengolahan data


Menurut Hasan (2006: 24), pengolahan suatu data meliputi kegiatan:
1. Editing
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah
terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang
terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi. Data yang telah
diperoleh diperiksa meliputi kelengkapan jawaban, dan mengedit data
dengan tidak mengubah data aslinya guna menghindari kekeliruan atau
kesalahan dalam penulisan, sehingga akan mendukung proses penelitian
selanjutnya serta data yang didapat tetap original. Kuesioner diberikan
kepada seluruh responden, dimana seluruh responden mengembalikan
kuesioner dalam keadaan tidak rusak serta lengkap diisi sesuai dengan data
yang diminta oleh peneliti.

2. Koding (Pengkodean)
Koding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang
termasuk dalam katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam
bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada
suatu informasi atau data yang akan dianalisis. Jawaban dari responden akan
diklasifikasikan menurut jenis pernyataan untuk kemudian diberi kode dan
dipindahkan dalam table kode.

3. Pemberian skor atau nilai (Scoring)


Dalam pemberian skor digunakan skala likert yang merupakan salah
satu cara untuk menentukan skor. Kriteria penilaian ini digolongkan dalam
empat tingkatan dengan penilaian sebagai berikut:
a. Jawaban a, diberi skor 4
b. Jawaban b, diberi skor 3
c. Jawaban c, diberi skor 2
d. Jawaban d, diberi skor 1 (Sudjana, 2001: 106).

4. Tabulasi
Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah
diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan
tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Tabulasi dapat
berbentuk table antara lain:
a. Tabel pemindahan, yaitu tabel tempat memindahkan kode-
kode dari kuesioner atau pencatatan pengamatan. Tabel ini berfungsi
sebagai arsip.
b. Tabel biasa, adalah tabel yang disusun berdasar sifat
responden tertentu dan tujuan tertentu.
c. Tabel analisis, tabel yang memuat suatu jenis informasi yang
telah dianalisa (Hasan, 2006: 20)

3.8 Pengujian Instrumen Penelitian


Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik maka perlu didukung data
yang baik pula. Sedangkan baik tidaknya data tergantung pada instrumen
pengumpulan data. Instrumen data yang baik harus memenuhi dua syarat penting
yakni valid dan reliabel.

3.8.1 Uji Validitas


Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid jika mampu
mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam penelitian ini
untuk mencapai validitas instrumen dilakukan dengan uji validitas secara internal.
Menurut Masrum yang dikutip oleh Sugiyono menyatakan bahwa biasanya syarat
minimum untuk dianggap valid adalah r = 0,30. jadi kalau instrumen tersebut
kurang dari 0,30 dinyatakan tidak valid. Uji validitas dilakukan dengan melihat
korelasi antar skor masing-masing item pertanyaan dengan skor total27.
n XY    X Y 
r 
n X 2
  X  nY  Y 
2 2 2

Dimana :
r : Koefisien korelasi (validitas).
X : Skor pada subyek item n
Y : Skor total subyek
XY : Skor pada subyek item n dikalikan skor total
n : Banyaknya subyek

27
Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta (Bandung. 2001)
3.8.2 Uji Reliabilitas.
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa instrumen yang
digunakan dalam penelitian untuk memperoleh informasi yang diinginkan dapat
dipercaya sebagai alat pengumpul data serta mampu mengungkap informasi yang
sebenarnya di lapangan. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bilamana
dicobakan secara berulang-ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan
data yang sama dengan asumsi tidak terdapat perubahan psikologis pada responden.
Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator (variabel-variabel
teramati) mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur latennya.
Slovin dalam Husain Umar menyatakan bahwa uji reliabilitas kuesioner
adalah uji kekonsistensialan alat ukur dalam mengukur gejala yang sama28. Dalam
penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan teknik cronbach, dengan
menggunakan formula sebagai berikut

 k   b 
2

rn   
 k  1   1 
2

Dimana :
rn = Reliabilitas

k = Jumlah butir pernyataan


 b2 = Jumlah varian butir

 12 = Varian total
Kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya lebih besar dari nilai
kritis (0,60) dan  = 0,05.

3.8.3 Uji Klasik


Terdapat beberapa permasalahan yang dapat menyebabkan sebuah
estimator tidak dapat memenuhi asumsi kriteria Best Linier Unbiased Estimator
(BLUE), hal itu perlu pengujian yang antara lain sebagi berikut:

28
Husein Umar . Riset Sumber Daya Manusia. Gramedia Pustaka Utama (Jakarta.1998)
3.8.3.1 Uji Normalitas
Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term
mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi
maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t – statistic menjadi tidak sah.
Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarqe Bera Test atau dengan
melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah:
H0 : Residual berdistribusi Normal
Ha : Residual tidak berdistribusi Normal
Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Jarqe
Bera Test dengan taraf nyata α sebesar 0.05 dimana jika lebih besar menandakan
H0 tidak ditolak dengan residual berdistribusi normal.

3.8.3.2 Uji Multikolinearitas


Istilah multikolinearitas berarti hubungan linier antara variabel
independennya. Gujarati (2006) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas
dapat terlihat melalui:
1. Nilai R-squared yang tinggi sedikit rasio yang signifikan.
2. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel
independennya.
3. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan diberlakukan
variabel independen sebagai salah satu variabel independen.
Cara untuk mendeteksi multikorelinearitas adalah dengan menghitung
korelasi antara dua variabel bebas. Serta cara untuk mengatasi masalah
mulikolinearitas antara lain biasanya dilakukan dengan menambahkan jumlah data
atau mengurangi jumlah data observasi. Menambah atau mengurangi jumlah
variabel independennya yang memiliki hubungan linier dengan variabel lainnya,
mengkombinasikan data cross section dan time series, menganti data dan
mentrasformasi variabel.

3.8.3.3 Uji Heteroskedastisitas


Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Kebanyakan
data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil,sedang, dan
besar).
Akibat terjadinya heteroskedastisitas maka setiap terjadi perubahan pada
variabel terikat mengakibatkan error-nya (residual) juga berubah sejalan atau
kenaikan atau penurunannya. Dengan kata lain konskuensinya apabila variabel
terikat bertambah maka kesalahan juga akan bertambah (Gujarati, Damodar N.,
1988: 401).
Uji heteroskedastisitas merupakan salah satu penyimpangan terhadap
asumsi kesamaan varian (homokedastisitas), yaitu bahwa varian error bernilai sama
untuk setiap kombinasi tetap dari X1,X2,...,XP. Masalah heteroskedastisitas timbul
apabila variabel gangguan mempunyai varian yang tidak konstan. Jika asumsi ini
tidak dipenuhi maka diduga OLS (ordinary least square) tidak lagi bersifat BLUE
(best linier unbiased estimator), karena ia akan menghasilkan dugaan dengan galat
baku yang tidak akurat. Ini dapat berakibat pada uji hipotesis dan dugaan selang
kepercayaan yang dihasilkan juga tidak akurat dan akan menyesatkan
(misleanding). Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan uji
white dengan langkah -langkah sebagai berikut:
1. Estimasi persamaan dan dapatkan residualnya.
2. Lakukan regresi auxialiary yaitu regresi auxialiary tanpa perkalian
antara variabel independen (no cors term) dan juga regresi auxialiary
dengan perkalian antara variabel independen (cors term).
3. Hipotesis nol dalam uji adalah tidak adanya heteroskedastisitas. Uji
white didasarkan pada sampel (n) dikalikan dengan R2 yang akan
mengikuti distribusi chi-square dengan degree or freedom sebanyak
variabel independen tidak termasuk konstanta regresi auxialiary.
4. Kriteria pengujiannya adalah:
H0 : Tidak ada masalah heteroskedastisitas
Ha : Ada masalah heteroskedastisitas
- H0 ditolak dan Ha diterima: jika chi-square hitung (n.R2 ) lebih
besar daripada nilai χ2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α)
atau ada heteroskedastisitas.
- H0 diterima dan Ha ditolak: jika chi-square hitung lebih kecil dari
nilai χ2 kritis atau tidak ada heteroskedastisitas.

3.8.3.4 Otokorelasi
Gujarati (2006) menyatakan otokorelasi adalah korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross
section. Suatu model dikatakan memiliki otokorelasi jika error dari periode waktu
(time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah otokorelasi ini akan
menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten.
Otokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang
diperoleh akan underestimate, sehingga R2 akan besar tetapi di uji t- statistic dan
uji f- statistic menjadi tidak valid.
Untuk masalah otokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat
Durbin-Watson Stat yang nilainya telah disediakan dalam aplikasi SPSS 21
dibandingkan dengan DW-table. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari
otokorelasi jika nilai Durbin-Watson Stat terletak di area non-otokorelasi.
Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai table D1 dan Du. Jumlah observasi (N)
dan jumlah variable independen (K), dengan menggunakan hipotesis pengujian
sebagai berikut:
H0 : Tidak ada masalah heteroskedastisitas
Ha : Ada masalah heteroskedastisitas
Maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut:
0 < d < D1 : tolak H0, artinya ada otokorelasi positif
D1 ≤ d ≤ Du : daerah ragu-ragu, artinya tidak ada keputusan
Du ≤ d < 4 – Du : diterima H0, artinya tidak ada otokorelasi
4 – Du ≤ d ≤ 4 - D1 : daerah ragu-ragu, artinya tidak ada keputusan
4 - D1 < d < 4 : tolak H0, artinya ada otokorelasi negatif
3.9 Metode Analisa Data
Dalam usaha menganalisa dan membahas permasalahan yang dikemukakan
pada penelitian ini, peneliti menggunakan suatu teknik dan alat analisa yakni:

3.9.1 Analisis Deskripsi


Deskripsi variabel digunakan untuk mengidentifikasi distribusi dan
karakteristik dari masing-masing variabel yang akan dipergunakan sebagai bahan
analisis. Analisis ini dilakukan dengan cara memberikan pembobotan/skoring pada
setiap alternatif jawaban dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari lima
skor jawaban, yaitu: sangat setuju = SS (bobot 5); setuju = S (bobot 4); kurang
setuju = KR (bobot 3); tidak setuju = TS (bobot 2); sangat tidak setuju = STS (bobot
1). Selanjutnya disusun dengan interval nilai bobot/skor dengan formulasi:
I = (Jt – Jr) / A
Dimana:
I : Interval
A : Alternatif Jawaban
Jt : Skor Tertinggi
Jr : Skor Terendah

Dengan demikian maka interval nilai bobot/skor adalah sebagai berikut:


a. 1,00 – 1,80 = Masuk dalam kriteria sangat tidak setuju
b. 1,81 – 2,60 = Masuk dalam kriteria tidak setuju
c. 2,61 – 3,40 = Masuk dalam kriteria kurang setuju
d. 3,41 – 4,20 = Masuk dalam kriteria setuju
e. 4,21 – 5,00 = Masuk dalam kriteria sangat setuju

3.9.2 Analisa Regresi Linier


Pengujian statistik regresi linier bertujuan untuk mencari persamaan regresi
dari variabel bebas (kompetensi dan semangat kerja) atas variabel terikat (prestasi
kerja) dan untuk melihat kecenderungan hubungan kedua variabel tersebut.
Rumusan persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut:
Y = a + b1.X1 + b2.X2 + b3.X3
Dimana:
a = intercept
b1 = koefisien regresi untuk variabel X1
b2 = koefisien regresi untuk variabel X1
b3 = koefisien regresi untuk variabel X1
Y = kinerja
X1 = kompetensi
X2 = semangat kerja

3.9.3 Analisa Regresi Korelasi


Analisa korelasi bertujuan untuk mengetahui tingkat hubungan antara
variabel bebas (kompetensi dan semangat kerja) dengan variabel terikat (preatasi
kerja). Nilai korelasi (r) diperoleh dengan menggunakan analisis “Pearson Product
Moment” dengan rumusan sebagai berikut:

Dimana:
rxy = koefisien korelasi
X = skor variabel bebas / independen
Y = skor variabel terikat / dependen
n = ukuran sampel

Nilai korelasi yang diperoleh akan berkisar antara (-1) sampai (+1) dengan
interprestasi sebagai berikut:
a. Nilai korelasi yang mendekati (+1) berarti terdapat hubungan yang
kuat dan positif.
b. Nilai korelasi yang mendekati (-1) berarti terdapat hubungan yang
kuat dan negatif.
c. Nilai korelasi yang mendekati (0) berarti terdapat hubungan yang
sangat lemah dan tidak ada hubungan.
Pedoman untuk memberikan interprestasi koefisien korelasi yang
menjelaskan tingkat hubungan antar variabel ditunjukkan dengan table berikut:
Tabel 3.1. Pedoman Interprestasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah


0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
Sumber: Sugiono, 2008

3.9.4. Analisis Skoring


Analisa skoring ini digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif, yakni
data diperoleh melalui pengisian kuesioner dengan menggunakan skor nilai pada
setiap jawaban, skor nilai tersebut adalah : Sangat setuju diberi nilai 5 (lima), Setuju
diberi nilai 4 (empat), Kurang setuju diberi skor 3 (tiga) , Tidak setuju diberi skor
2 (dua), Sangat tidak setuju diberi nilai 1 (satu).

3.9.5. Analisis statistik


Analisis statistik digunakan untuk menjawab permasalahan dan
membuktikan hipotesis yang diajukan, yakni melihat pengaruh kompetensi dan
semangat kerja terhadap prestasi kerja personel Pusintelad, baik secara simultan
maupun secara parsial. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan bantuan
aplikasi komputer yaitu Software Statistic Program For Social Science (SPSS)
release 21.

3.10 Teknik Pengujian Hipotesis


Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan model regresi linier
dengan kompetensi dan semangat kerja sebagai variabel bebas dan prestasi kerja
personel sebagai variabel terikat. Dasar pengujian hipotesis adalah data akumulasi
total skor dari data ordinal hasil skala likert dari kuesioner masing-masing
responden yang disusun dalam sebuah tabulasi data.
Pengujian pengaruh variabel kompetensi (X1) dan semangat kerja (X2)
terhadap prestasi kerja personel (Y) secara parsial menggunakan uji t, sedangkan
secara simultan menggunakan uji f yang dalam analisisnya menggunakan bantuan
table Analysis of Variance.

3.10.1 Uji f (Uji Hipotesis Simultan)


Uji f digunakan untuk menguji hubungan secara bersama-sama variabel
bebas terhadap variabel terikat secara simultan. Uji hipotesis ini bertujuan untuk
mengetahui signifikan secara simultan pengaruh variabel kompetensi (X1) dan
semangat kerja (X2) terhadap prestasi kerja personel (Y). Formula untuk mengitung
nilai f adalah sebagai berikut:

Dimana:
F = nilai f hitung
n = jumlah sampel
R2 = koefisien korelasi ganda
k = jumlah variabel bebas

Kriteria dalam pengambilan keputusan sebagai berikut:


H1 = diterima, bila probabilitas f > 0,05
H2 = ditolak, bila probabilitas f ≤ 0,05
H0 = b1 = b2 = 0
H1 = salah satu dalam b ≠ 0
Untuk mengetahui sumbangan dari variabel bebas terhadap nilai variabel
terikat digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi mencerminkan
kemampuan variasi variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat. Nilai
koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Jika nilainya mendekati
1, maka berarti variasi dalam variabel bebas semakin mampu menjelaskan variasi
dalam variabel terikat. Namun sebaliknya, jika nilainya mendekati 0 maka berarti
variabel variasi dalam variabel bebas semakin kurang mampu menjelaskan variasi
dalam variabel terikat. Besarnya nilai R2 ditentukan dengan formulasi:
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi komputer
yaitu IBM SPSS Release 21. Nilai-nilai koefisien regresi linier berganda, korelasi
dan determinasi serta signifikannya diperoleh dengan berdasarkan dari rumus-
rumus dan perhitungan di atas yang diperoleh dari hasil cetak (print out) komputer
dari aplikasi SPSS 21 tersebut. Untuk pendugaan secara simultan dapat
dipergunakan uji f yang di dalam analisanya menggunakan table Analysis of
Variance yaitu:
Tabel 3.3 Analysis of Variance (ANOVA)
Sumber Df (Degree Jumlah Kuadrat (SS) Rata-rata f
Variasi of freedom) Jumlah Kuadrat
(MS)
Regresi K b1Σ1.iyi + b2Σ2.iyi (SSR) SSR MSR
= MSR
SST MSE

Error n-k-1 SSE


(SSE)
Total n-1 SST
Dimana nilai f observasi adalah : MSR/MS
Keterangan:
SSR (Sum Squared of Regression) atau jumlah kuadrat regresi.
SSE (Sum Squared of Error) atau jumlah kuadrat error.
SST (Sum Squared of Total) atau jumlah kuadrat total.
MSR (Mean Squared of Regression) atau nilai rata-rata jumlah kuadrat regresi.
MSE (Mean Squared of Error) atau nilai rata-rata kudrat error.

3.10.2 Uji t (Uji Hipotesis Parsial)


Uji t digunakan untuk menguji signifikasi pengaruh masing-masing variabel
bebas (kompetensi, X1; semangat kerja, X2) terhadap variabel terikat (prestasi kerja,
Y). Rumus untuk menghitung nilai t adalah sebagai berikut:

rp - √ n-3
T = ------------------
√ (1-(rp)2)
Dimana:
T = nilai t terhitung
n = jumlah sampel
rp = korelasi parsial yang diperoleh

Masing-masing hipotesis dapat ditolak atau diterima berdasarkan


signifikansi dari koefisien regresi parsial dari model regresi. Koefisien regresi
parsial menunjukkan pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan
asumsi bahwa variabel-variabel lainnya konstan (ceteris paribus). Taraf
signifikansi untuk menolak hipotesis adalah 5%.
Kriteria pengambilan keputusan yang akan digunakan adalah:
H0 = diterima, jika probabilitas t > 0,05
H0 = ditolak, jika probabilitas t ≤ 0,05
Sedangkan hipotesis yang digunakan adalah:
H0 = b1 = 0
H1 = b1 ≠ 0

Anda mungkin juga menyukai