Diajukan oleh:
HENDRA SYAHPUTRA
NPM: 6216103
1
Spencer, Strategi Sukses Dalam Karir: Strategis For Career Success. alih bahasa Anna
W. Bangun (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2001).
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu
yang membuat mereka mampu untuk melakukan tugas dan tanggung jawab mereka
secara efektif dan meningkatkan standar kualitas profesional dalam pekerjaan
mereka. Ciri-ciri anggota yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan organisasi
yakni mereka yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi, sikap atau soft skills, dan
keterampilan teknis yang tinggi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tingkat
kompetensi yang tinggi ini akan memacu tiap organisasi untuk dapat
mempertahankan prestasi kerja yang telah dicapainya, dalam hal ini berarti
organisasi harus memberikan perhatian pada aspek sumber daya manusia. Jadi
manusia dapat dipandang sebagai faktor penentu karena ditangan manusialah segala
inovasi akan direalisir dalam upaya mewujudkan tujuan organisasi.
Di dalam upaya mencapai tujuan tersebut, perlu adanya faktor yang harus
dimiliki oleh para anggota, yakni semangat kerja. Semangat kerja itu sendiri timbul
dan tumbuh dalam diri anggota yang disebabkan adanya motivasi dari pimpinan
dalam arti pimpinan memberi motivasi atau dorongan kepada anggota, dimana
motivasi itu sendiri menyangkut kepada kebutuhan anggota, baik kebutuhan batin
maupun kebutuhan lahir. Semangat kerja ini perlu dipelihara agar anggota dapat
meningkatkan kinerja, dedikasi, kecintaannya serta kedisiplinannya. Salah satu
faktor untuk menimbulkan rasa semangat kerja dapat ditunjukkan dari pola
komunikasi antara anggota dengan pimpinannya. Pola komunikasi antara
pemimpin dengan anggota diharapkan membentuk suatu pola hubungan timbal
balik yang harmonis sehingga komunikasi yang terjalin dapat memberikan
kepuasan komunikasi dalam organisasi. Dengan demikian anggota akan merasa
bahwa dirinya telah diperlakukan secara baik, dari sisi moril maupun materil. Hal
ini akan meningkatkan semangat kerja anggota yang pada akhirnya kinerja
karyawan meningkat.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikaitkan pada fenomena yang terjadi di
Pusintelad sebagai Badan Pelaksana Pusat yang berkedudukan langsung dibawah
Kasad adalah menyajikan intelijen kepada Kasad, khususnya terkait dengan
pengamanan tubuh TNI AD. Dari uraian tersebut dapat kita pahami bahwa
Pusintelad dituntut untuk dapat menyajikan segala bentuk informasi terkait dengan
pengamanan tubuh TNI AD secepat mungkin dan se-up to date mungkin kepada
Kasad. Dengan demikian dibutuhkan personel yang tanggap, tangguh serta
trengginas dalam menjawab tuntutan tugas. Prestasi kerja yang diharapkan untuk
dapat dicapai oleh personel Pusintelad adalah dapat menyajikan segala bentuk
informasi yang bernilai Intelijen kepada Kasad dalam bentuk produk-produk yang
penerbitannya tepat waktu, tidak terdapat kesalahan-kesalahan yang diakibatkan
karena human error, dapat memberikan saran dan masukan di bidang Intelijen
kepada pimpinan dengan tepat sesuai dengan aturan yang ada serta dapat
memberikan asistensi dan pengawasan kepada satuan bawah terkait bidang Intelijen
sesuai dengan aturan dan kebijakan pimpinan yang telah dikeluarkan. Namun,
berdasarkan pengamatan terhadap prestasi kerja personel Pusintelad, terlihat
penurunan prestasi kerja di lingkungan kerja Pusintelad. Hal tersebut dapat
diketahui dengan adanya temuan-temuan dari hasil pengawasan dan pemeriksaan
yang dilakukan oleh Itjenad (Inspektorat Jendral Angkatan Darat) baik terhadap
program kerja Pusintelad maupun program kerja di satuan bawah terkait bidang
Intelijen pada kurun waktu beberapa tahun kebelakang ini. Adanya kesenjangan
antara harapan dan kenyataan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian terhadap fenomena tersebut. Sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan prestasi kerja personel Pusintelad maka perlu dilakukan suatu
penelitian terhadap prestasi kerja personel Pusintelad dengan menguji seberapa
besar pengaruh kompetensi dan semangat kerja terhadap prestasi kerja personel di
lingkungan Pusintelad.
Merujuk kepada latar belakang permasalahan yang telah disampaikan di
atas, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap naik atau turunnya
prestasi kerja personel di lingkungan Pusintelad dimana dapat diuraikan menjadi
beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Penerapan gaya kepemimpinan yang kurang tepat di lingkungan
kerja.
2. Rendahnya tingkat kesejahteraan anggota.
3. Kurangnya semangat kerja anggota.
4. Kompetensi kerja yang tidak sesuai dengan tuntutan jabatan.
5. Pendidikan dan latihan yang kurang memadai.
6. Suasana lingkungan kerja yang kurang kondusif.
2
David C. McClelland, Testing for Competence rather than Intelligence (New Jersey:
Prentice-Hall.Inc. A Pearson Company, 1997)
3
Kennedy P. 1995. Managing OrganizationalBehavior. Fourth Edition. (United States:
John Wiley and Sons Inc., 1995)
misalnya, dapat dilihat dari karyanya, yaitu album dan lukisannya. Sedangkan
untuk membedakan juru taksir dengan (“appraisal”) superior dengan rata-rata yang
tugas utamanya memberikan estimasi harga suatu barang adalah pengetahuannya
akan harga barang. Sedang yang membedakan tukang las superior (misalnya “over
head welder”) dengan yang rata-rata adalah ketrampilannya menggunakan
peralatan las untuk posisi yang dan tempat kerja yang sangat sulit, misalnya
kemampuan me-las untuk posisi diatas kepala. Dari contoh diatas ditemukan bahwa
yang membedakan antara mereka yang bekerja superior dengan yang rata-rata
bukan semata tingkat intelegensia dan nilai akademis yang dimiliki.
Spencer mendefinisikan kompetensi “an underlying characteristic of
individual that is causally related to criterion-referenced effective and/or superior
performance in a job or situation”4. Sebagai karakteristik individu yang melakukan
kompetensi merupakan bagian dari kepribadian individu yang relatif dalam dan
stabil, dapat dilihat dan diukur dari perilaku individu yang bersangkutan ditempat
kerja atau dalam berbagai situasi. Untuk itu kompetensi seseorang mengindikasikan
kemampuan berperilaku seseorang dalam berbagai situasi yang cukup konsisten
untuk suatu periode waktu yang cukup panjang dan bukan hal yang kebetulan sesaat
semata. Kompetensi memiliki persyaratan digunakan untuk menduga atau terbukti
secara empiris merupakan penyebab suatu keberhasilan. Dimana keberhasilan
perilaku atau kinerja ini secara akademis didasarkan pada kriteria ukuran
keberhasilan sebagai standar kinerja yang dapat diterima secara bisnis maupun
sosial.
Kompetensi menurut Payaman Simanjuntak adalah kemampuan
professional dan kemampuan individu seseorang di tempat kerja. Pengukuran
kompetensi dilihat dari pengetahuan tentang pekerjaan oleh karyawan, kejujuran
dan integritas karyawan, kemampuan karyawan berprestasi, kemampuan
berkomunikasi, dan mempunyai tanggung jawab serta teliti dalam bekerja5.
4
Spencer, Strategi Sukses Dalam Karir: Strategis For Career Success. alih bahasa Anna
W. Bangun (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2001).
5
Payaman Simanjuntak, Manajemen dan Evaluasi Kinerja. (Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta., 2005)
Kompetensi Sebagai karakter individu yang melekat, sebagai karakteristik individu
yang melekat, kompetensi nampak pada cara berperilaku di tempat kerja seseorang.
6
Panggabean. Mutiara S., Manajemen sumber daya manusia. (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2004)
7
Davis, Human Relation At Work. (Tokyo: Mc. Graw-Hill Book Co. Inc., 1999)
8
Moekijat, Manajemen Kepegawaian (Edisi Kelima). (Bandung: Penerbit Alumni, 1999)
Siswanto mengemukakan bahwa semangat kerja secara definitif dapat
diartikan sebagai suatu kondisi rohaniah atau perilaku individu tenaga kerja dan
kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri tenaga kerja
untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan perusahaan9. Semangat kerja merupakan sikap yang perlu dimiliki oleh
karyawan, sedangkan semangat kerja itu sendiri adalah melakukan pekerjaan secara
lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan baik.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa semangat
kerja adalah perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang atau sekelompok karyawan
terhadap lingkungan tempat kerjanya, sehingga mereka itu dapat bekerja dengan
giat dan konsekuen serta bekerja sama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh perusahaan.
9
Siswanto. Bedjo. 1998. Manajemen Tenaga Kerja: Ancangan Dalam Pendayagunaan
Dan Pengembangan Tenaga Kerja. (Bandung: Penerbit Sinar Baru, 1998)
10
Nitisemito, Manajemen Personalia, Edisi Keempat, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia,
1997) Hlm. 161
11
Harris. O. Jeff., Managing People At Work: Concept And Cases Impersonal Behavior. 2
nd Edition, (Canada: Hamilton Publication, 1995)
2. Ketidakpatuhan terhadap peraturan tata tertib perusahaan
3. Ketidakperdulian pada tujuan dan sasaran perusahaan
4. Kurangnya perhatian kepada sesama pekerja
5. Meningkatnya keluhan mengenai pekerjaan karyawan
Meningkatnya keluhan mengenai pekerjaan karyawan, menandakan
penurunan prestasi karyawan. Sebaliknya penurunan atau tidak adanya keluhan
mengenai pekerjaan karyawan menandakan prestasi kerja yang meningkat. Untuk
itulah pimpinan perlu mengadakan penilaian prestasi kerja karyawan. Adapun
faktor-faktor yang menunjukkan adanya peningkatan semangat kerja,12 antara lain:
1. Kebanggaan pekerja atas pekerjaannya, dan kepuasannya dalam
menjalankan pekerjaannya dengan baik.
2. Sikap para pekerja terhadap pimpinannya.
3. Hasrat pekerja untuk maju.
4. Perasaan pekerja bahwa dirinya telah diperlakukan secara baik,
secara moril maupun materiil.
5. Kemampuan pekerja untuk bergaul dengan kawan sekerjanya.
6. Kesadaran pekerja akan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan.
Pihak pimpinan ternyata berperan dalam mempengaruhi semangat kerja
anggota, sebagaimana pendapat dari Zainun yang menyebutkan bahwa faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap semangat kerja antara lain, motivasi, komunikasi,
partisipasi, lingkungan kerja, kepuasan kerja dan kepemimpinan13. Sedangkan
Wursanto mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi merosotnya
semangat kerja yaitu faktor kepemimpinan, faktor pengawasan dan faktor
kebutuhan14.
12
Lateiner, Teknik Memimpin Pegawai Dan Pekerja. Terjemahan Jakarta. (Penerbit
Cemerlang, 1996)
13
Zainun. 2000. Orientasi Produktivitas Dan Ekonomi Jepang. (CV. Haji Mas Agung.
Jakarta, 2000)
14
Wursanto. I. G., Etika Komunikasi Kantor. (Yogyakarta: Penerbit Kanisus Siswanto,
2001).
Manner menyatakan bahwa, pada umumnya kinerja atau prestasi kerja
(performance) diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan
suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Porter dan Lawyer menyatakan bahwa prestasi
kerja adalah “successful role achievement” yang diperoleh dari seorang dari
perbuatannya15.
Prestasi kerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan16. Tingkat sejauh mana keberhasilan
seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya disebut “level of performance)
Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut orang yang produktif,
dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar, dikatakan sebagai tidak
produktif atau ber-performance rendah.
15
Manner, Organisasional Behavior. Edition New Jersey. (Presentice Hall International.
Inc, 1998)
16
Moh. As’ad, Kinerja. Seri Ilmu dan Manajemen Bisnis. (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 1991)
17
Henry O. Ruhnke, Motivation of Personal. (Jakarta : PT. Gramedia ASRI Media, 1999)
18
Gibson et.al., Strategic Human Resource Development (Englewood Cliffs: prentice-
Hall,1999).
- Umur, asal usul dan jenis kelamin
b. Variabel Organisasi, terdiri dari:
1) Sumber daya
2) Iklim organisasi
3) Imbalan
4) Struktur
5) Desain pekerjaan
c. Variabel Psikologis, terdiri dari:
1) Persepsi
2) Sikap
3) Kepribadian
4) Belajar
5) Motivasi
19
Bill Foster, Managing Human Resources: Productivity. Quality of Work Life. Profit
(Singapore: McGraw-Hill international Editors, 1999).
Tanggung jawab meliputi rasa tanggung jawab terhadap tugas yang
diberikan pada seorang anggota sesuai dengan jabatannya. Tanggung jawab yang
tinggi dari seorang anggota akan menjadikan hasil kerjanya menjadi baik. Hal ini
akan membawa konsekuensi anggota akan terlibat menjaga, memelihara, dan
menggunakan peralatan dengan baik. Sebaliknya anggota yang rendah tanggung
jawabnya, akan membuat pimpinan atau atasannya selalu mengawasi pada saat ia
bekerja, sebab anggota yang demikian itu sangat tergantung pada pengawasan
atasannya. Tanggung jawab sebagai anggota perusahaan misalnya, dapat dilihat
dalam hal ikut menjaga situasi kerja agar dapat berjalan dengan tertib dan lancar.
Kerjasama yang baik sesama anggota dalam suatu organisasi sangat
diperlukan, sebab pada dasarnya produktifitas dan kinerja organisasi ditentukan
oleh adanya kerja sama dalam organisasi tersebut. Kerjasama yang baik dapat
menimbulkan hubungan kerja yang harmonis, dan akan menumbuhkan rasa saling
percaya dan kekompakan kerja, sehingga pada gilirannya akan memperlancar
pelaksanaan tugas.
Sementara Martoyo mengemukakan bahwa nilai prestasi kerja para anggota
diperoleh dari pengumpulan nilai, sesuai golongannya 20. Untuk golongan III dan
IV (Officer) meliputi;
a. Tanggungjawab
b. Prakarsa
c. Ketabahan
d. kejujuran
e. Kerjasama
f. Tingkah laku
g. Perencanaan
h. Pengawasan dan pengendalian
i. Pengambilan keputusan
j. Pembinaan staf
20
Martoyo, Manajemen personal. (PT. Pustaka Binaman Pressindo, 2003)
2.2 Penelitian Ilmiah Terdahulu
Penelitian Suwartono (2008) dengan judul “Analisis Kompetensi dan
Motivasi terhadap Kinerja Karyawan Studi Kasus pada PT. BPR Artadamas
Mandiri”. Hasil analisis menunjukkan bahwa : Secara simultan faktor Kompetensi
dan Motivasi berpengaruh positif dan signifikan dengan perolehan penduga Rho
adalah sebesar 87%, dan kontribusi yang dihasilkan relatif kuat yakni sebesar 76%
terhadap kinerja karyawan. Sedangkan secara parsial faktor Kompetensi memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan dengan perolehan
penduga Rho adalah sebesar 83%, dan kontribusi yang dihasilkan relatif kuat yakni
sebesar 70%. Sementara itu secara parsial faktor Motivasi juga memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan kontribusi yang dihasilkan
relatif kuat dengan perolehan R square (R2) yakni sebesar 60%.
Sedangkan penelitian Patar Marlon Siregar (2007) yang berjudul. Pengaruh
Faktor Komunikasi Dan Semangat Kerja Terhadap Produktivitas Kerja
Karyawan studi kasus pada PT. Lion Wings. Melalui hasil penelitian dari 92
Responden diperoleh hasil-hasil peneltian sebagai berikut: pengaruh dan hubungan
antara faktor komunikasi dan semangat kerja terhadap produktivitas kerja pegawai
memiliki pengaruh 79%. faktor komunikasi terhadap produktivitas kerja pegawai
memiliki pengaruh 59%. faktor semangat kerja terhadap produktivitas kerja
pegawai memiliki pengaruh 74%. Pengujian empiris menyatakan adanya pengaruh
yang positif dan signifikan.
Pada penelitian yang akan dilakukan saat ini terdapat beberapa kemiripan
dengan penelitian ilmiah sebelumnya yaitu sama sama menguji teori kompetensi
dan teori semangat kerja dengan metode kuantitatif, namun juga terdapat perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada penelitian yang akan dilakukan ini
bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruh kompetensi dan semangat kerja
terhadap prestasi kerja. Selain itu juga memiliki sampel dan locus penelitian yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu dengan sampel personel di lingkungan
kerja Pusat Intelijen Angkatan Darat.
2.3. Kerangka Berpikir
Dalam memudahkan pemahaman terhadap penelitian yang dibuat maka
perlu dibuat suatu kerangka pemikiran yang menggambarkan alur pikir penelitian
ini. Dimana tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui pengaruh
kompetensi dan semangat kerja terhadap prestasi kerja personel Pusintelad.
Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:
Kompetensi
(X1)
Prestasi Kerja
(Y)
Semangat Kerja
(X2)
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
21
Travers, M. W. Robert, An Introduction to Educational Research, Mac. (1978)
beberapa defenisi konseptual yang berhubungan dengan variabel yang akan diteliti,
antara lain:
3.2.1 Kompetensi
Variabel kompetensi dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Payaman
Simanjuntak yang mengemukakan bahwa kompetensi merupakan kemampuan
profesional dan kemampuan individu seseorang di tempat kerja22, dengan indikator
sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang pekerjaan
2. Kejujuran
3. Integritas
4. Kemampuan berprestasi
5. Kemampuan berkomunikasi
6. ketelitian dalam bekerja
22
Simanjuntak. Manajemen Dan Evaluasi Kinerja. (Jakarta.2005)
23
Wursanto. Manajemen Kepegawaian 2. (Yogyakarta. 2001)
3.2.3 Prestasi Kerja
Menurut pendapat dari Bill Foster bahwa prestasi kerja dapat dilihat dari
berbagai aspek, yakni kemampuan bekerja, prakarsa, disiplin kerja dan tanggung
jawab serta kerjasama24.
24
Foster, Bill. Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. (Jakarta. 1999)
Table 3.1 Indikator Variabel
No. Variabel Indikator Skala
1. Kompetensi (X1) 1. Memahami terhadap uraian tugas Likert
pekerjaan
2. Target pekerjaan yang harus
dicapai
3. Memiliki pengetahuan tentang
pekerjaan yang menjadi tugasnya
4. Cepat dalam memahami
permasalahan
5. Memiliki keterampilan terkait
bidang penugasan
6. Memiliki pengetahuan terkait
bidang tugas
7. Memiliki kemampuan untuk
bekerjasama
2. Semangat Kerja (X2) 1. Memahami terhadap visi Likert
organisasi
2. Keyakinan terhadap pencapaian
target pekerjaan
3. Memiliki ketahanan dalam
menghadapi masalah
4. kepedulian untuk menyelesaikan
masalah pekerjaan
5. Inisiatif dalam mencari solusi
6. Kesiapan dalam menghadapi
kritikan
7. Dorongan untuk terus belajar
3. Prestasi Kerja (Y) 1. Memiliki kualitas kerja yang Likert
sesuai dengan harapan organisasi
2. Memiliki kuantitas kerja yang
tinggi
3. Memiliki disiplin kerja yang
tinggi
4. Mampu bekerja sama dengan
unsur lain guna bersama mencapai
tujuan organisasi
5. Memiliki inisiatif yang tinggi
terhadap pencapaian sasaran kerja
25
Sutrisno Hadi, Metodologi Research. Jilid 2. (Yogyakarta : Andi Offset,2000)
26
Emory and Cooper, Business Research Methode. Fourth Ed.. (Homewood.
Illionis.Irwin, 2000)
kesempatan ini jumlah sampel yang dapat dianggap representatif akan dijelaskan
melalui pendekatan model Slovin dalam Husain Umar (1998) untuk besaran margin
error yang ditetapkan sebesar e = 0,01 (1%) sebagai berikut :
N
n
1 Ne2
Dimana:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = margin error atau persen kelonggaran ketidak telitian karena
kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir/diinginkan yaitu
sebesar 0,1 (10%).
2. Koding (Pengkodean)
Koding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang
termasuk dalam katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam
bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada
suatu informasi atau data yang akan dianalisis. Jawaban dari responden akan
diklasifikasikan menurut jenis pernyataan untuk kemudian diberi kode dan
dipindahkan dalam table kode.
4. Tabulasi
Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah
diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan
tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Tabulasi dapat
berbentuk table antara lain:
a. Tabel pemindahan, yaitu tabel tempat memindahkan kode-
kode dari kuesioner atau pencatatan pengamatan. Tabel ini berfungsi
sebagai arsip.
b. Tabel biasa, adalah tabel yang disusun berdasar sifat
responden tertentu dan tujuan tertentu.
c. Tabel analisis, tabel yang memuat suatu jenis informasi yang
telah dianalisa (Hasan, 2006: 20)
27
Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta (Bandung. 2001)
3.8.2 Uji Reliabilitas.
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa instrumen yang
digunakan dalam penelitian untuk memperoleh informasi yang diinginkan dapat
dipercaya sebagai alat pengumpul data serta mampu mengungkap informasi yang
sebenarnya di lapangan. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bilamana
dicobakan secara berulang-ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan
data yang sama dengan asumsi tidak terdapat perubahan psikologis pada responden.
Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator (variabel-variabel
teramati) mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur latennya.
Slovin dalam Husain Umar menyatakan bahwa uji reliabilitas kuesioner
adalah uji kekonsistensialan alat ukur dalam mengukur gejala yang sama28. Dalam
penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan teknik cronbach, dengan
menggunakan formula sebagai berikut
k b
2
rn
k 1 1
2
Dimana :
rn = Reliabilitas
12 = Varian total
Kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya lebih besar dari nilai
kritis (0,60) dan = 0,05.
28
Husein Umar . Riset Sumber Daya Manusia. Gramedia Pustaka Utama (Jakarta.1998)
3.8.3.1 Uji Normalitas
Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term
mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi
maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t – statistic menjadi tidak sah.
Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarqe Bera Test atau dengan
melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah:
H0 : Residual berdistribusi Normal
Ha : Residual tidak berdistribusi Normal
Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Jarqe
Bera Test dengan taraf nyata α sebesar 0.05 dimana jika lebih besar menandakan
H0 tidak ditolak dengan residual berdistribusi normal.
3.8.3.4 Otokorelasi
Gujarati (2006) menyatakan otokorelasi adalah korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross
section. Suatu model dikatakan memiliki otokorelasi jika error dari periode waktu
(time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah otokorelasi ini akan
menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten.
Otokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang
diperoleh akan underestimate, sehingga R2 akan besar tetapi di uji t- statistic dan
uji f- statistic menjadi tidak valid.
Untuk masalah otokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat
Durbin-Watson Stat yang nilainya telah disediakan dalam aplikasi SPSS 21
dibandingkan dengan DW-table. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari
otokorelasi jika nilai Durbin-Watson Stat terletak di area non-otokorelasi.
Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai table D1 dan Du. Jumlah observasi (N)
dan jumlah variable independen (K), dengan menggunakan hipotesis pengujian
sebagai berikut:
H0 : Tidak ada masalah heteroskedastisitas
Ha : Ada masalah heteroskedastisitas
Maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut:
0 < d < D1 : tolak H0, artinya ada otokorelasi positif
D1 ≤ d ≤ Du : daerah ragu-ragu, artinya tidak ada keputusan
Du ≤ d < 4 – Du : diterima H0, artinya tidak ada otokorelasi
4 – Du ≤ d ≤ 4 - D1 : daerah ragu-ragu, artinya tidak ada keputusan
4 - D1 < d < 4 : tolak H0, artinya ada otokorelasi negatif
3.9 Metode Analisa Data
Dalam usaha menganalisa dan membahas permasalahan yang dikemukakan
pada penelitian ini, peneliti menggunakan suatu teknik dan alat analisa yakni:
Dimana:
rxy = koefisien korelasi
X = skor variabel bebas / independen
Y = skor variabel terikat / dependen
n = ukuran sampel
Nilai korelasi yang diperoleh akan berkisar antara (-1) sampai (+1) dengan
interprestasi sebagai berikut:
a. Nilai korelasi yang mendekati (+1) berarti terdapat hubungan yang
kuat dan positif.
b. Nilai korelasi yang mendekati (-1) berarti terdapat hubungan yang
kuat dan negatif.
c. Nilai korelasi yang mendekati (0) berarti terdapat hubungan yang
sangat lemah dan tidak ada hubungan.
Pedoman untuk memberikan interprestasi koefisien korelasi yang
menjelaskan tingkat hubungan antar variabel ditunjukkan dengan table berikut:
Tabel 3.1. Pedoman Interprestasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
Dimana:
F = nilai f hitung
n = jumlah sampel
R2 = koefisien korelasi ganda
k = jumlah variabel bebas
rp - √ n-3
T = ------------------
√ (1-(rp)2)
Dimana:
T = nilai t terhitung
n = jumlah sampel
rp = korelasi parsial yang diperoleh