Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tenaga kerja merupakan faktor pendukung perekonomian suatu Negara. Demi
memajukan perekonomian suatu Negara diperlukan tenaga kerja yang berkualitas. Dalam
suatu Negara, tenaga kerja ada yang dipekerjakan di dalam dan di luar negara itu sendiri.
Seperti halnya Indonesia, tenaga kerja Indonesia banyak bekerja di luar negeri. Tenaga
kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, dapat menghasilkan devisa Negara yang turut
mendukung perekonomian Indonesia. Sehingga mereka dikenal dengan istilah pahlawan
devisa Negara.
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berpendidikan rendah dengan
keterampilan dan keahlian yang kurang memadai (minim), sehingga belum mempunyai
keterampilan dan pengalaman yang baik serta maksimal untuk memasuki dunia kerja.
Dengan demikian kualitas tenaga kerja di Indonesia tergolong rendah. Kualitas tenaga
kerja yang rendah mengakibatkan kesempatan kerja semakin kecil dan terbatas. Karena
mayoritas perusahaan-perusahaan atau lapangan kerja lainnya lebih memilih tenaga kerja
yang berkualitas baik. Sehingga jarang tenaga kerja mendapatkan kesempatan untuk
bekerja. Keterampilan dan pendidikan yang terbatas akan membatasi ragam dan jumlah
pekerjaan. Rendahnya tingkat pendidikan akan membuat tenaga kerja Indonesia minim
akan penguasaan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan ketidaktahuan atau ketidakpahaman tenaga kerja Indonesia tentang ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), tenaga kerja Indonesia akan mengeluarkan biaya
yang tinggi dalam membuat hasil produksinya (mencari cara yang tidak berhubungan
dengan teknologi canggih dengan mengeluarkan biaya besar). Tenaga kerja Indonesia
yang pengetahuannya rendah akan ilmu teknologi, akan membuat produknya dengan cara
yang sederhana atau tradisional sehingga hasilnya kurang maksimal. Berbeda dengan
proses produksi yang menggunakan teknologi canggih, hasil produknya akan lebih
berkualitas dibandingkan dengan proses pembuatan secara sederhana atau tradisional.
Maka, jumlah hasil produksinya akan lebih sedikit, karena proses pembuatannya tidak
efektif (lambat) dibandingkan dengan hasil produksi yang menggunakan teknologi
canggih. Tingginya biaya produksi mengakibatkan hasil produksi Indonesia rendah dan
sulit bersaing dengan produk negara lain.
Selain itu, kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah juga di latar belakangi oleh
faktor kondisi internal tenaga kerja, seperti motivasi kerja, pengalaman kerja,
keahlian/keterampilan, tingkat kehadiran, inisiatif dan kreativitas, kesehatan serta
perilaku/sikap. Sedangkan untuk faktor eksternal, meliputi: kedisiplinan kerja, tingkat
kerjasama, perasaan aman dan nyaman dalam bekerja, teknologi yang digunakan untuk
mendukung pelaksanaan pekerjaan dan bidang pekerjaan sesuai dengan bidang yang
diminati. Motivasi bekerja yang kurang atau yang menunjukkan sifat kemalasan tenaga
kerja akan membuat pekerjaannya tidak membuahkan hasil yang baik dan maksimal.
Keterampilan tenaga kerja pun sangat mempengaruhi kualitas kerjanya. Sehingga kualitas
tenaga kerja Indonesia dan hasil produksinya kurang maksimal.
Dalam suatu organisasi, Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang paling
penting, maka dapat kita lihat kenyataannya, ada organisasi atau yang memiliki
teknologi, prosedur kerja dan struktur organisasi yang sama tetapi dinamika atau
mobilitas organisasi atau perusahaan yang satu dengan yang lain berbeda-beda.
Adanya mobilitas atau dinamika yang rendah tersebut tentunya sangat tidak
diharapkan oleh siapapun, apalagi diera globalisasi dimana terjadi persaingan
yang sangat ketat, maka organisasi yang berkinerja rendah akan digilas oleh
kompetitor atau pesaing.
Bila organisasi yang tergilas oleh kompetitor tersebut tetap juga tidak
melakukan perubahan, maka tidak mustahil organisasi tersebut berada pada
kondisi yang kritis, bahkan lebih mendekati kehancuran. Secara makro beberapa
negara di dunia ini banyak yang berhasil menjadi negara industri dan negara maju,
kemajuan yang luar biasa tersebut bukan karena mereka memiliki sumber daya alam yang
melimpah, tetapi juga mereka unggul dalam hal sumber daya manusia.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas adalah bagaimana
tenaga kerja Indonesia dalam perspektif manajemen sumber daya manusia.

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen SDM
jika dilihat dari tenaga kerja yang ada di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Manajemen sumber daya manusia, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana
mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki
oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga
tercapai tujuan bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi
maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia -
bukan mesin dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM
menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi,sosiologi, dll. Unsur MSDM
adalah manusia.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi
sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan
karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik.

Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen
yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusianya.
Dal am us aha pencapai an t uj uan per us ahaan, per mas al ahan, yang
hadapi manajemen bukan hanya terdapat pada bahan mentah, al at - al at ker j a, mes i n-
mes i n pr oduks i , uang dan l i ngkungan ker j a s aj a,
t et api j uga menyangkut kar yawan ( SDM) yang mengel ol a faktor-faktor
produksi lainnya tersebut.
Namun , perlu diingat bahwa sumber daya manusia sendiri sebagai faktor
produksi, seperti halnya faktor produksi lainnya, merupakan masukan (input) yang diolah
oleh perusahaan dan menghasilkan keluaran (output). Karyawan baru yang
belum mempunyai keterampilan dan keahlian dilatih, sehingga menj adi kar yawan
yang t er ampi l dan ahl i .
Mengigat pentingnya peran SDM dalam perusahaan agar tetap survive dalam
iklim persaingan bebas tanpa batas, maka peran manajemen SDM tidak lagi hanya
menjadi tanggungjawab para pegawai dan karyawan, akan tetapi menjadi tanggungjawab
pemimpin perusahaan. Pengelolaan manajemen SDM tentu saja harus dilaksanakan oleh
pemimpin yang professional. Seorang manajer SDM dalam kapasitasnya sebagai staf
harus bekerja sama dengan line manager dalam menangani berbagai masalh SDM. Para
line manager berfungsi sebagai pendorong, memotivasi karyawan untuk bekerja
produktiv dan manajer SDM berfungsi menyediakan tenaga kerja bagi divisi atau
departemen yang dipimpin oleh line manager itu dengan SDM yang sesuai dengan
kebutuhan divisi/departemen tersebut.
Adapun tujuan manajemen sumber daya manusia yang baik adalah mencapai
efisiensi dan menciptakan kerja sama antara pemimpin perusahaan dan bawahan dalam
kemajuan perusahaan. Yang dimaksud efisiensi adalah pengunaan tenaga kerja pada
pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya untuk dapat memenuhi inisiatif pada para
tenaga kerja sehingga diharapkan akan dapat membantu dalam mencapai suatu tujuan
perusahaan.
Beberapa fungsi Manajemen sumber daya manusia diantaranya adalah :
1. Pengadaan tenaga kerja
Fungsi pengadaan tenaga kerja, meliputi kegiatan penentuan kebutuhan tenaga
kerja (baik mengenai mutu maupun jumlahnya), mencari sumber-sumber tenaga kerja
secara efektif dan efisien, mengadakan seleksi terhadap para calon tenaga kerja,
menempatkan tenaga kerja sesuai dengan posisi yang sesuai, dan memberikan pendidikan
serta latihan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas bagi para tenaga kerja baru.
2. Pengembangan tenaga kerja
Fungsi pengembangan tenaga kerja, meliputi kegiatan pendidikan dan latihan bagi
para pekerja agar mereka dapat mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam
organisasi. Tujuan dari pengembangan tenaga kerja ini adalah peningkatan mutu atau
keterampilan dan pengetahuan pekerja agar selalu mampu mengikuti perkembangan yang
ada dalam organisasi

3. Pemberian kompensasi
Fungsi pemberian kompensasi, meliputi kegiatan pemberian balas jasa kepada
para karyawan. Kegiatan disini meliputi penentuan sistem kompensasi yang mampu
mendorong prestasai karyawan, dan juga menentukan besarnya kompensasi yang akan
diterima oleh masing-masing pekerja secara adil.
4. Integritas
Fungsi integritas, merupakan kegiatan untuk menyelaraskan tujuan organisasi
dengan tujuan individu pekerja. Apabila tujuan-tujuan ini sudah sinkron, maka akan
tergalang kekompakan dalam irama kerja organisasi dengan irama kerja para individu
karyawan, sehingga akan menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi dalam
pencapaian tujuan.
5. Pemeliharaan tenaga kerja
Fungsi pemeliharaan tenaga kerja, mencakup pelaksanaan program-program
ekonomis maupun non-ekonomis, yang diharapkan dapat memberikan ketentraman kerja
bagi pekerja, sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang dan penuh konsentrasi guna
menghasilkan prestasi kerja yang diharapkan oleh organisasi.

Risiko sumber daya manusia dan risiko kecurangan merupakan risiko-
risiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Apabila hal-hal
tersebut tidak mendapat perhatian yang lebih, maka proses pengembangan
usaha akan terhambat. pengembangan usaha membutuhkan modal yang besar,
kualitas dari produk yang ditawarkan serta palayanan yang diberikan dapat
memuaskan konsumen.
Risiko sumber daya manusia merupakan risiko yang dapat dikendalikan
oleh pihak perusahaan, sehingga dapat meminimalkan kerugian yang dialami
oleh perusahaan. Risiko kecurangan identik dengan pemalsuan-pemalsuan
laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak yang bekerja dalam perusahaan
tersebut, jika kecurangan terus-menerus terjadi, pengembangan usaha akan
terhambat, karena kualitas dari karyawan yang bekerja tidak mendukung
proses pengembangan usaha.
Frekuensi risiko yang terjadi pada suatu usaha yang sangat rentan
adalah masalah risiko kecurangan, dimana risiko ini akan membawa dampak
kepada menurunnya pendapatan serta rendahnya profitabilitas yang dicapai
oleh suatu usaha.
Risiko sumber daya manusia yang terjadi dalam usaha tersebut adalah
bagaimana potensi yang dimiliki oleh orang-orang yang ada sehingga usaha
yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Potensi-potensi tersebut menurut
Sumarjino (2004:84) adalah skill, pendidikan, kemauan serta kemampuan
dalam pengembangan kegiatan. Kita ketahui apabila sesorang mempunyai
ilmu tentang usaha yang dijalankan namun tidak memiliki kemauan
mengembangkan usaha maka pada akhirnya hanya kerugian yang didapat
nantinya namun apabila semua potensi yang ada dapat dikembangkan dan
dijalankan maka niscaya usaha akan berjalan dengan baik.
Menurut Umar (1998:78) Beberapa perusahaan sangat bergantung
kepada pegawai utama atau para pekerja senior serta anggota direksi. Jika
para pekerja inti/senior ini pindah ke perusahaan pesaing maka jelas
perusahaan berada dalam suatu risiko besar, seperti pemberian informasi,
pencurian rencana-rencana strategis perusahaan dan membujuk konsumen
untuk pindah kepada perusahaan pesaing. Masalah kesejahteraan sering kali
menyebabkan krisis, masalah tersebut seperti amarah karyawan karena
pemutusan hubungan kerja yang tidak adil, serta dari segi lain masalah stres
dan kesehatan yang buruk yang kurang diperhatikan. Adapun masalah sumber
daya manusia bagi perusahaan adalah pencarian tenaga kerja yang efektif
dengan pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang ditawarkan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa risiko
sumber daya manusia adalah permasalahan yang ditimbulkan oleh tenaga
kerja sehingga berdampak negatif bagi perusahaan.
Risiko Kecurangan
Risiko kecurangan menurut yang dipaparkan oleh Halim (2005) adalah
unsur dari risiko murni yang dapat ditimbulkan dalam setiap usaha. Halim
mengemukakan dari kedua macam risiko yang merupakan bagian dari risiko
murni adalah merupakan dampak dari suatu usaha yang harus mendapatkan
perhatian lebih karena dalam menjaga agar tidak terjadinya risiko tersebut
adalah sangat riskan.
Banyak perusahaan mengatakan kecurangan merupakan kejadian yang
lumrah dan alamiah di perusahaan selama mental orang-orang dalam
perusahaan masih menganggap uang adalah tujuan bekerja, selain lemahnya
moral. Kecurangan dapat diketahui dengan cepat tetapi dapat juga memakan
waktu yang lama. Menurut Umar (1998:99) ada lima indikator kecurangan,
yaitu:
a. Jumlah barang secara fisik didalam gudang memperlihatkan
jumlah yang berkurang jika dibandingkan dengan yang ada di catatan atau
komputer.
b. Ada karyawan yang terlihat menjadi kaya mendadak, dimana dia
beralasan misalnya karena kekayaan itu didapat dari judi atau lotere.
c. Karyawan yang jarang libur walaupun pada hari-hari libur resmi
dimana karyawan lain tidak ada dikantor.
d. Bukti-bukti yang melibatkan pemasok, misalnya hanya pemasok
tertentu saja yang dilibatkan dalam suatu proyek.
e. Bukti-bukti yang melibatkan konsumen, misalnya catatan
tentang pemberian kredit yang disamarkan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa risiko
kecurangan adalah faktor kesalahan yang sengaja dilakukan oleh orang dari
diluar maupun dari dalam perusahaan tersebut.

Demonstrasi Buruh
Demonstrasi dalam skala besar secara geostrategis bagi bangsa
Indonesia sangat tidak menguntungkan, karena mengakibatkan kerugian
ekonomi dan tak mendukung iklim investasi yang sehat. Namun, demonstrasi
memang merupakan senjata yang cukup efektif bagi tenaga kerja kelas rendah
untuk meningkatkan kekuatan tawar.

Dalam menanggapi demonstrasi yang demikian, seharusnya dicari akar
permasalahan dan bagaimana mengembangkan hubungan industrial yang
sehat, sehingga hubungan antara buruh dan pengusaha berjalan dengan baik,
serta pemerintah dan DPR dapat membuat kebijakan yang memberikan
kepastian dan keadilan bagi kedua belah pihak.
Hubungan industrial yang sehat dapat terjadi apabila antara buruh dan
pengusaha memiliki trust (kepercayaan) dan mengembangkan prinsip saling
membutuhkan. Selama ini kondisi perburuhan di Indonesia memang tidak
menggembirakan.

Rasistansi tenaga kerja perusahaan yang tinggi
Gaji minim
Beberapa indikator menunjukkan hal tersebut. Pertama, minimnya gaji
tenaga kerja. Hasil survey menunjukkan besarnya biaya untuk tenaga kerja di
Indonesia hanya 15% dari total omzet perusahaan. Hal ini jauh lebih kecil
dibandingkan negara lain yang mencapai 22% untuk sektor manufaktur.
Kedua, minimnya jaminan sosial ketenagakerjaan. UU No.13 tahun
2003 memberikan kepastian tentang pesangon, namun tidak mewajibkan
perusahaan untuk memberikan jaminan sosial lain seperti jaminan pensiun. Di
beberapa negara maju asuransi sudah menjadi keharusan, seperti securit y
(unemployement insurance), dan retirement security seperti pension plan dan
social security). Besarnya jaminan sosial ini pun mencapai 40% dari gaji,
bahkan di Singapura mencapai 20%, sedangkan di Indonesia kurang dari 10%
gaji.
Ketiga, ketimpangan sosial yang semakin besar. Ketimpangan ini
terjadi antara tenaga manajerial dan operator. Memang tenaga manajerial bisa
mendapatkan gaji yang khusus, namun perbedaan yang besar bisa memicu
ketimpangan sosial yang besar pula. Gaji manajer di Indonesia ada yang
mencapai Rp140 juta per bulan, sedangkan gaji operator sesuai UMP hanya
Rp800.000, sehingga selisihnya mencapai 175 kali. Bandingkan dengan di
Amerika Serikat yang maksimal hanya 13 kali.

Kondisi tersebut semakin mendorong buruh untuk menuntut keadilan
dalam memperoleh jasa produksi yang telah mereka berikan. Buruh masih
merasa dieksploitasi, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila
perusahaan mempunyai serikat buruh, dan mereka sering mengemukakan
tuntutannya, maka tingkat pendapatan mereka ternyata meningkat 20%
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mempunyai serikat buruh. Fakta
ini pula yang mendorong semakin marak berdirinya serikat buruh, dan
semakin memperbanyak tuntutan untuk peningkatan penghasilan.
Mengembangkan hubungan industrial yang sehat, menurut Raymond
Noe (HRM: gaining a competitive advantage, 2006) harus dimulai dengan
mengubah paradigma dari employee is a cost menjadi employee is an asset
dan selanjutnya menjadi employee is a partner business strategis dan agent
development of company.
Paradigma employee is a cost akan mendorong pengusaha menekan
biaya tenaga kerja, karena tenaga kerja tidak berbeda seperti faktor produksi
lainnya. Penekanan biaya tenaga kerja ini muncul dalam bentuk minimnya
gaji, tunjangan sosial, dan pengembangan SDM.
Pengembangan SDM di Indonesia sangat minim. Contohnya, pelatihan
setiap tenaga kerja rata-rata kurang dari 16 jam per tahun, jauh lebih kecil
dibandingkan rata-rata di Asia yang mencapai 60 jam per tahun.

Buruh adalah aset
Paradigma buruh sebagai aset akan mendorong hubungan lebih mesra
antara buruh dan pengusaha. Paradigma ini akan mendorong upaya
pemeliharaan buruh dengan lebih baik, seperti pemberian gaji yang memadai,
sehingga menjamin kesehatan fisik dan rohani buruh, yang hasil akhirnya
adalah peningkatan produktivitas.
Paradigma SDM sebagai aset akan lebih mendorong hubungan
industrial antara buruh dan pengusaha menjadi harmonis, sehingga
perusahaan menjadi kompetitif. Paradigma ini dapat dilakukan apabila kedua
belah pihak saling berkepentingan, dan mempunyai posisi yang seimbang
serta mempunyai kepentingan yang sama.
Untuk mencapai kepentingan tersebut, diperlukan adanya pembinaan
hubungan antarmanusia yang baik, menjadikan buruh pada kondisi yang baik,
sehingga buruh dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan.
Penciptaan kondisi well-being dapat dilakukan dengan membangun
komunikasi yang baik, dan sikap saling percaya. Demonstrasi tentang
penggajian, tidak semata-mata karena kecilnya gaji, tetapi juga menyangkut
bagaimana proses penentuan penggajian, dan bagaimana keterlibatan buruh
dalam sistem penggajian.
Manajemen yang terbuka, seperti permasalahan kesulitan keuangan,
tentunya akan mendapatkan simpati dan pengertian dari buruh, sehingga
mereka mungkin mau menunda kenaikan gaji, seperti yang terjadi di India.
Peningkatan kepercayaan juga dapat dilakukan dengan pengembangan sistem
kinerja yang fair, pengembangan jenjang karir yang terbuka, dan
diberlakukannya reward and punishment sesuai dengan kinerjanya.
Hubungan industrial yang sehat dapat terjadi apabila komponen
industrial yaitu pengusaha, buruh dan pemerintah mempunyai web of rules,
yaitu aturan main yang menjadi pedoman dan adanya ideologi atau
pemahaman yang sama.
Kondisi itu dapat dilakukan dengan banyak cara, a.l. pengusaha
memberikan perhatian yang lebih kepada sumberdaya manusianya;
mempertahankan SDM yang baik dan membina yang kurang baik;
memberikan orientasi kepada SDM tentang rencana dan tingkat kompetisi
dalam industri.
Pada akhirnya, peranan pemerintah serta DPR sebagai lembaga
pembuat undang-undang harus memberikan suatu kepastian, dan rasa aman
bagi kedua belah pihak baik pengusaha maupun buruh.
Demonstrasi buruh menentang revisi UU No. 13 tahun 2003, harus
menyadarkan semua pihak, bahwa memenangkan satu pihak dan mengalahkan
pihak lain, akan selalu berdampak buruk kepada perekonomian Indonesia.
Mendorong kompromi antar buruh dan pengusaha ke suatu titik temu adalah
sangat penting. Menyadarkan kepada pengusaha supaya memandang buruh
sebagai aset dan mitra adalah lebih penting. Hal ini akan mendorong
peningkatan produktivitas.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.SDM merupakan sumber daya yang benar-benar dapatdijadikan
sebagai strategi yang handal dalam mencari strategiyang tepat,
yaitu strategi yang unik untuk memenangkanpersaingan. Untuk itu
pengelola SDM dalam sebuahperusahaan menjadi sangat penting
sehingga harusmendapatkan prioritas utama, jika perusahaan itu
ingin majudan menjadi pemenang dalam pentas bisnis.
2.Pesatnya pertumbuhan suatu perusahaan dapat dilihat daritingkat
produktivitas karyawan. Jika suatu perusahaanmempunyai
karyawan yang produktivitasnya tinggi, maka akanberpengaruh
terhadap keuntungan perusahaan tersebut.
B. Saran
1.Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiridari
orang-orang, hendanya seorang manejer dalammeningkatkan SDM
tidak membedakan , semua karyawanharus di berikan pelatihan
2.Seorang Manajer melakukan riset lanjutan terhadap faktor sosial
dan ditindak lanjuti agar mereka merasa senang bekerja,puas dan
produktif.



DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, Ati . 2005. Startegi dan Kebijakan Manajemen
Sumber DayaManusia.
Jakarta : PT. Indeks.Prabu Mangkunegara, A.A. Anwar. 2004.
Manajemen Sumber DayaManusia Perusahaan,
cetakan kelima, Bandung : PT RemajaRosdakarya.P. Siagian, Prof.
Dr. Sondang . 2007.
MPA : Manajemen Sumber DayaManusia.
Jakarta : PT. Bumi AksaraRivai, Veithzal, 2005,
Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Prusahaan,
Yakarta : PT Raja grafindo Persada.Raviyanto Putra ,1988,
Manajemen SDM.
Jakarta : PT. Bumi AksaraTeguh, Ambar. Dkk. 2003.
Manajemen SDM, Konsep danPengembangan Dalam Konteks
Organisasi Publik.
Yogjakarta :Graha Ilmu Yogjakarta.Wahyudi, Drs. Bambang. 1991.
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung : Suta www.google.co.id

Anda mungkin juga menyukai