Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Post Partum dengan Episiotomi

1. Pegertian

Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasal

dari bahasa latin yaitu dari kata “ Puer” yang berati bayi dan “Parous”

yang berati melahirkan. Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta

lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil (Anggraini, 2010).

Episiotomi adalah perobekan perineum yang dibuat antara lubang

vagina dan anus untuk mempermudah keluarnya bayi. Perobekan ini

dilakukan dengan gunting bius lokal ketika kepal bayi tampak. jika

dilakukan terlalu dini sebelum otot-otot, kulit dan pembuluh-pembuluh

darah akan rusak dan perdarahan bisa lebih banyak (Prawirodiharjo,

2012).

Dari gambaran teori berdasaran para ahli tersebut maka dapat

menyimpulkan bahwa postpartum dengan episiotomi adalah suatu masa

yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu

dimana pada waktu persalinan dilakukan tindakan insisi pada perineum

yang bertujuan untuk melebarkan jalan lahir dan memudahkan proses

kelahiran.

6
7

2. Etiologi

Khusus pada primigravida, laserasi jalan terutama perineum sulit

dihindari sehingga untuk keamanan dan memudahkan menjahit laserasi

kembali dilakukan episiotomi (Manuaba, 2010). Indikasi untuk

melakukan episiotomi adalah sebagai berikut (Manuaba, 2010) :

a. Hampir pada semua primigravida inpartu, jika dijumpai crowning

kepala tidak seimbang dengan elastisitas perineum.

b. Pada semua persalinan letak sungsang yang dilakukan pervaginam

untuk memudahkan persalinan kepala bayi yang lebih besar.

c. Pada semua persalinan prematur yang dilakukan pervaginam

sehingga tekanan pada kepala semakin berkurang dan persalinan

makin cepat berlangsung.

d. Pada tindakan operasi per vaginam obstetri.

e. Pada distosia yang disebabkan oleh kurangnya elastisitas perineum.

3. Tujuan Episiotomi

Tujuan episiotomi menurut Sumarah (2008) adalah :

a. Meluaskan jalan lahir sehingga mempercepat persalinan

b. Menghindari kemungkinan sistokele/ rektokele dan inkontinensia

c. Memudahkan untuk menjahit kembali


8

d. Bila robekan perineal iminen, sehingga dapat mencegah kerusakan

yang tidak terkendali.

e. Untuk mengurangi tekanan pada kepala janin prematur yang masih

lunak.

f. Untuk melancarkan pelahiran jika kelahiran tertunda oleh perineum

yang kaku.

g. Untuk memberikan ruangan yang adekuat untuk pelahiran dengan

bantuan.

4. Klasifikasi

Untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi


pada perenium pada saat kepala tampak dari luar dan mulai meregangkan
perineum. Menurut Wakinjosastro (2012) jenis-jenis insisi perenium ada
3 yaitu :
a. Insisi medial
Insisi medial yang di buat pada bidang anatomis dan cukup
nyaman. Terdapat lebih sedikit perdarahan dan mudah untuk
diperbaiki. Akan tetapi, aksesnya terbatas dan insisi memberikan
resiko perluasan ke rektum, sehingga insisi ini hanya digunakan
untuk individu sehingga yang berpengalaman.Keuntungan dari
episotomi medialis ini adalah perdarahan yang timbul dari luka
episotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah yang relatif
sedikit mengandung pembuluh darah. Sayatan simetris dan
anatomis sehingga penjaitan kembali mudah dan peyembuhan lebih
memuaskan. Kerugian dari episotomi medialis ini dapat terjadi
ruptur perineum tingkat II inkomplet (laserasi muskulus spingter
ani) atau komplet (lacerasi didnding rektum).
b. Insisi lateral
9

Sayatan disini dilakuakan kearah lateral mulai kira-kira 3 jam atau


9 jam menurut arah jarum jam. Jenis episotomi ini sekarang tidak
dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka
sayatan dapat melebar kearah dimana terdapat pembuluh darah
pudental interna, sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri yang
mengganggu penderita.
c. Insisi mediolateral
Insisi ini aman, mudah untuk dilakukan sehingga paling sering
digunakan. Guntingan harus dimulai pada titik tengah lipatan kulit
tipis di belakang vulva dan diarahkan ke tuborsitas iskial ke
bantalan iskioerkta.
d. Insisi berbentuk J
Jenis insisi ini memiliki keuntungan insisi medial dan memberikan
akses yang lebih baik daripada pendekatan mediolateral. Insisi
lateral dibuat tangensial ke arah bagian anus yang berwarna coklat

B. Kosep Nyeri pada Post Partum Episiotomi

1. Pengertian

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah

mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri yang terjadi pada ibu post partum

dengan episiotomi termasuk dalam nyeri akut yaitu: dialami segera

setelah pembedahan sampai tujuh hari. Episiotomi adalah insisi pada

perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin

himen, jaringan septum rektovaginal. Melebarkan jalan lahir sehingga

mempermudah kelahiran (Mansjoer Arif, dkk. 2011 p338)


10

Jadi dapat disimpulkan bahwa nyeri episiotomi adalah perasaan

tidak nyaman yang di rasakan pasien post partum akibat jahitan dari

terpotongnya selaput lendir,vagina,cincin hymen,jaringan septum

rektovagina.

2. Penggolongan nyeri

Secara kualitatif dibagi menjadi 2, yakni nyeri fisiologis dan nyeri


patologis. Nyeri fisiologis sensor normal berfungsi sebagai alat proteksi
tubuh. Sementara nyeri patologis merupakan sensor abnormal yang
dirasakan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adanya trauma dan infeksi bakteri maupun virus.
a. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cidera akut,
penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat,
dengan intensitas bervariasi (ringan sampai berat) berlangsung
untuk waktu singkat. Nyeri ini berlangsung dari beberapa detik
hingga 6 bulan.
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode. Nyeri kronik berlangsung
lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlngsung lebih
dari 6 bulan.
b. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh
aktivasi atau sensitisasi nosiseptor parifer yang merupakan
reseptor khusus yang mengantarkan stimulus noxious.
2) Nyeri Neuropatik
11

Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cidera atau


abnormalitas yang didapat pada struktur saraf parifer maupun
sentral (Sulistyo, 2013)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Pengkajian dengan pendekatan PQRST dapat membantu perawat

dalam menentukan rencana intervensi yang sesuai (Muttaqin, 2011)

a) Faktor pencetus (P: Provocate) : perawat mengkaji tentang penyebab

atau stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat

melakukan observasi bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila

perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus

dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-

perasaan apa saja yang mencetuskan nyeri.

b) Kualitas (Q: Quality) : kualitas nyeri merupakan sesuatu yang

subjektif yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien

mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul,

berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk dan

lain-lain, dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam

melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan. Perawat sebaiknya tidak

memberikan kata-kata deskriptif pada klien. Pengkajian akan lebih

akurat apabila klien mampu mendeskripsikan sensasi yang

dirasakannya setelah perawat mengajukan pertanyaan terbuka.

Misalnya, perawat dapat mengatakan, “Coba jelaskan pada saya,

seperti apa nyeri yang Anda rasakan.” Perawat dapat memberikan


12

klien daftar istilah untuk mendeskripsikan nyeri hanya apabila klien

tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakannya.

c) Lokasi (R: region) : untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat

meminta klien menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan

tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik,

maka perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari

titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri

yang dirasakan bersifat difus (menyebar). Dalam mencatat lokasi

nyeri, perawat menggunakan titik-titik penandaan anatomic dan

peristilahan yang deskriptif. Pernyataan “Nyeri terdapat di kuadran

abdomen kanan atas,” adalah pernyataan yang lebih spesifik

dibanding “Klien mengatakan bahwa nyeri terasa di abdomen.”

Dengan mengetahui penyakit yang klien alami, membantu perawat

dalam melokalisasi nyeri dengan lebih mudah. Nyeri, di klasifikasi

menurut lokasi, mungkin superficial atau kutaneus, dalam atau viseral,

atau teralih atau meradiasi.

d) Keparahan (S: Severe) : tingkat keperahan pasien tentang nyeri

merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini

klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai

nyeri ringan, sedang, berat. Skala deskriptif merupakan alat

pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala

pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale,VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga samppai lima kata pendeskripsi
13

yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.

Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri

yang tidak tertahankan” perawat menunjukkan klien skala tersebut

dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia

rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling

menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan.

Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk

mendeskripsi nyeri. Skala penilaian numeric (Numerical Rating

Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi

kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-

10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi terepeutik.

e) Durasi (T: Time) : perawat menanyakan pada pasien untuk

menentukan durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan:

“Kapan nyeri dirasakan?, apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada

waktu yang sama setiap hari?, seberapa sering nyeri kambuh?, dengan

kata lain yang semakna.

4. Patofisiologi

Post partum spontan yang terjadi pada ibu ketika melahirkan secara

spontan mengakibatkan ruptur perinium. Ruptur perinium merupakan

kondisi robeknya pembuluh darah ketika melahirkan pervaginam yang

selanjutnya dilakukan tindakan episiotomi untuk menunjang kelahiran


14

bayi. Tindakan episiotomi merupakan sebuah tindakan pembedahan

didaerah otot antara vagina dan perineum sehingga mengakibatkan luka

sobekan episiotomi. Luka robek yang terjadi ini akibat terputusnya

kontinuitas jaringan yang selanjutnya akan mengeluarkan mediator kimia

(Bradikinin) yang menimbulkan reseptor nyeri. Reseptor nyeri ini

selanjutnya diteruskan ke thalamus kebagian korteks serebri yang

kemudian nyeri dipersepsikan sehingga menimbulkan perasaan nyeri

yang dirasakan. (Potter & Perry 2009).


15

5. Pathway
Post PartumSpontan

RupturPerinium

Luka Episiotomi

Terputusnyakontinuita
sjaringan

Pengeluaran mediator
kimia (bradikinin)

ReseptorNyeri

Diteruskanke thalamus

KorteksSerebri

Nyeridipersepsikan

NyeriAkut 000132
16

Gambar1.1 Pathways NANDA NIC-NOC (2015-2017)

6. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer et al. (2010), manifestasi klinis yang dialami

pada ibu post partum dengan episiotomi antara lain : nyeri tekan diatas

simfisis, perasaan tidak nyaman pada ibu, BAK dan BAB terasa nyeri,

daerah perineum kemerahan, nyeri yang sangat pada daerah perineum,

oedema pada jahitan perineum.

Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak nafas,

mendengkur), ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit

bibir), gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari & tangan, kontak dengan orang lain/interaksi sosial

(menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang

perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri), individu yang

mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda

terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi

kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu

letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan

nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas

karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.


17

7. Penatalaksanaan

a. Manajemen Farmakologi

Manajemen nyeri farmakologi merupakan metode yang

mengunakan obat- obatan dalam praktik penanganannya. Cara dan

metode ini memerlukan instruksi dari medis. Ada beberapa strategi

pendekatan farmakologis dengan manajemen nyeri persalinan

dengan penggunaan analgesia maupun anastesi (Sulistyo, 2013).

Obat Nonopiat/ Obat AINS (anti inflamasi nonsteroid)

menurut (Berman, 2009) : aspirin dan ibuprofen mampu mengurangi

nyeri dengan cara bekerja diujung saraf perifer pada daerah luka dan

menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah

luka. Obat analgetik adjuvans/ koanalgesik juga dapat mengurangi

spasme otot yang menyakitkan, kecemasan, stress, ketegangan

sehingga klien bisa tidur nyenyak.

b. Manajemen Non Farmakologi

Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tidakan

menurunkan respon nyeri tanpa menggunakan agen farmakolgi.

Dalam melakukan intervensi keperawatan/kebidanan, manajemen

non farmakologi merupakan tindakan dalam mengatasi respon nyeri

klien (Sulistyo, 2013).

1) Stimulasi dan Masase Kutaneus

Masase adalah Stimulasi kutaneus tubuh secara umum

sering dipusatkan pada punggung dan bahu,. Massase tidak


18

secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian

yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai

dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat

membuat pasien merasa lebih nyaman karena menyebabkan

relaksasi otot. (Smeltzer dan Bare, 2012).

2) Terapi es dan Panas

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang

memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada

tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.

Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran

darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan

nyeri dengan mempercepat penyembuhan.

3) Distraksi

Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada

sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil

dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab

terhadap tehnik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat

menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol

desenden yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang

ditransmisikan ke otak. Menurut Taylor (1997), cara-cara yang

dapat digunakan pada teknik distraksi antara lain: penglihatan:

membaca, melihat pemendangan dan gambar, menonton TV:

pendengaran: mendengarkan musik, suara burung, gemercik


19

air,taktil kinestik: memegang orang tercinta, binatang peliharaan

atau mainan, pernafasan yang berirama, projek: permainan yang

menarik, puzzle, kartu, menulis cerita, mengisi teka-teki silang.

4) Terapi Musik

Dalam kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi

pelengkap (Complementary Medicine), Potter juga

mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan

untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi

atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi

musik dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik klasik,

instrumentalia, dan slow musik (Potter, 2005 dikutip dari

Erfandi, 2009).

Menurut Aditia (2014), musik adalah gabungan nada

yang menyenangkan untuk didengar. Musik dapat keras, ribut,

dan lembut yang membuat orang senang mendengarnya. Orang

cenderung untuk mengatakan indah terhadap musik yang

disukainya. Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu dan

berbeda bergantung kepada sejarah, lokasi, budaya dan selera

seseorang.

5) Imajinasi Terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi

seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk

mencapai efek positif tertentu, contoh : imajinasi terbimbing


20

menggabungkan nafas berirama lambat dengan suatu bayangan

mental relaksasi dan kenyamanan.

6) Hypnosis

Hipnosis adalah suatu tehnik yang menghasilkan suatu

keadaan tidak sadar diri yang dicapai melalui gagasan- gagasan

yang disampaikan oleh penghipnosisan.

7) Tehnik Relaksasi

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri

dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri,

hampir semua nyeri kronik mendapatkan relaksasi. Relaksasi

memberikan efek positif untuk klien yang mengalami nyeri,

yaitu: memperbaiki kualitas tidur, memperbaiki kemampuan

memecahkan masalah, mengurangi keletihan/fatigue,

meningkatkan kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri

dalam mengatasi nyeri, mengurangi efek kerusakan fisiologi

dari stress yang berlanjut atau berulang karena nyeri, pengalihan

rasa nyeri/distraksi, meningkatkan keefektifan teknik-teknik

pengurangan nyeri yang lain, memperbaiki kemampuan

mentoleransi nyeri, menurunkan distress atau ketakutan selama

antisi pasi terhadap nyeri. Terdapat beberapa macam terapi

relaksasi yang dapat mengurangi nyeri, yaitu :

a) Ditraksi

Merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara


21

mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga

pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialaminya.

b) Relaksasi nafas dalam

Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas

abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien

dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan

perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat

dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat

bersama setiap inhalasi (“hirup,dua,tiga”) dan ekhalasi

(“hembuskan, dua,tiga”). Hampir semua orang dengan

nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode

relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu

untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang

terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri

c) Relaksasi progresif

Terapi relaksasi akan dipakai dalam studi kasus ini.

Relaksasi progresif adalah tekhnik sistematis untuk

mengatasi stress dan mencapai relaksasi mendalam, yang

awalnya dikembangkan oleh Dr.Edmund Jacobson pada

tahun 1920an. Mengecangkan dan kemudian mengendurkan

berbagai kelompok otot diseluruh tubuh dapat merilekskan

dan memiliki banyak manfaat, dari mempermudah tidur,

mengurangi nyeri, mengurangi kecemasan dan depresi


22

hingga meredakan sakit kepala dan kelelahan.

Menurut Herodes (2010), tekhnik relaksasi otot progresif

adalah tekhnik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan

imajinasi, ketekunan, dan sugesti. Berdasarkan keyakinan

bahwa tubuh manusia berespon pada kecemasan dan

kejadian yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot.

Tekhnik relaksasi apabila dilakukan di tempat yang nyaman dan

dilakukan dengan benar dapat membawa sejumlah manfaat

keehatan fisik. Selama relaksasi, denyut jantung dan pernafasan

melambat. Sehingga akan menurunkan tekanan darah dan aliran

darah ke otot-otot juga berkurang secara signifikan. Sistem

tubuh termasuk peredaran darah, sistem kekebalan tubuh,

pencernaan dan pernafasan juga berfungsi lebih baik. Gangguan

kulit seperti eksim, dermatitis psoriasis akan dapat dikurangi

keluhannya dengan melakukan terapi relaksasi.

C. Asuhan Keperawatan Nyeri pada Pasien dengan Episiotomi

1. Pengkajian

Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan

semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.

Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang

akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien.


23

a. Data Subyektif

1) Biodata yang mencakup identitas pasien

a) Nama

Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama paggilan sehari-hari

agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.

b) Umur

Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti

kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang,

mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari

35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa

nifas.

c) Agama

Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk

membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdo’a

d) Pendidikan

Berpengaruh dalam tindakan keperawatan dan untuk

mengetahui sejauh mana intelektualnya, sehingga Perawat

dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.

e) Suku/bangsa

Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.

f) Pekerjaan

Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial


24

ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi

pasien tersebut.

g) Alamat

Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila

diperlukan.

2) Keluhan Utama

Untuk mengetahui masalah yang di hadapi yang berkaitan

dengan masa nifas, misalnya pasien merasakan nyeri.

P= luka episiotomi

Q= Nyeri dirasakan sering, bertambah ketika dibuat bergerak

R= Pada jalan lahir

S= Intensitas nyeri sedang

T= Kapan dirasakannya nyeri?

3) Riwayat Keperawatan

a) Riwayat keperawatan yang lalu

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

riwayat atau penyakit akut, kronis seperti: Jantung, DM,

Hipertensi, Asma yang dapat memepengaruhi pada masa

nifas ini. Selain itu perlu ditanyakan apakah ibu sudah pernah

mengalami persalinan dengan episiotomi ?


25

b) Riwayat kesehatan sekarang

Data-data ini diperlukan untuk mengetahui masalah yang

dialami ibu pada saat dikajiyang ada hubungannya dengan

masa nifas dan bayinya.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

pengaruh penyakit keluarga terhadap gengguan kesehatan

pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang

menyertainya.

4) Pemeriksaan fisik

Fokus pengkajian nyeri episiotomi menurut (Doengoes 2001)

a) Tekanan darah

Tekanan darah sedikit meningkat karena upaya persalinan

dan keletihan, keadaan ini akan normal kembali dalam

waktu 1 jam. Bila dalam kondisi nyeri Tekanan Darah akan

mengalami kenaikan.

b) Nadi

Nadi kembali ke frekuensi normal dalam waktu 1 jam dan

mungkin terjadi sedikit bradikardi (50 sampai 70 kali

permenit). Pada ibu yang mengalami nyeri maka akan terjadi

kenaikan Nadi.

c) Suhu tubuh

Suhu tubuh mungkin meningkat bila terjadi dehidrasi.


26

d) Payudara

Produksi kolostrom 48 jam pertama, berlanjut pada susu

matur biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih dini

tergantung kapan menyusui dimulai.

e) Fundus uteri

Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm dibawah

umbilicus. Bila uterus lembek, lakukan masase sampai

keras. Bila fundus bergeser kearah kanan midline, periksa

adanya distensi kandung kemih.

f) Kandung kemih

Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5, kandung kemih ibu

cepat terisi karena diuresis post partum dan cairan intra

vena.

g) Lochea

Lochea rubra berlanjut sampai hari ke-23, menjadi lochea

serosa dengan aliran sedang. Bila darah mengalir dengan

cepat, dicurigai terjadinya robekan servik.

h) Perinium

Pengkajian dilakukan pada ibu dengan menempatkan ibu

pada posisi sinus inspeksi adanya tanda-tanda “REEDA”

(Rednes atau kemerahan, Eclymosis atau perdarahan bawah

kulit, Edema atau bengkak, Discharge atau perubahan


27

lochea, approximation atau pertautan jaringan), bekas luka

episiotomi/robekan, heacting.

i) Nyeri/ Ketidaknyamanan

Nyeri pada payudara/ pembesaran dapat terjadi diantara hari

ke-3 sampai ke-5 post partum, Selain itu ibu yang

mengalami episiotomi juga/akan mengalami rasa nyeri.

Periksa adanya nyeri yang berlebihan. Pengkajian nyeri yang

factual dan akurat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar

untuk menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, untuk

menyeleksi terapi yang cocok dan mengevaluasi respon

klien terhadap terapi. (Smeltzer & Bare, 2001).

Deskripsi Verbal tentang Nyeri merupakan informasi yang

diperlukan untuk menggambarkan nyeri individual dalam

beberapa cara:

(1) Intensitas Nyeri

Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana

(Smeltzer & Bare, 2001).Skala nyeri pendeskripsi verbal

(VDS) adalah alat pengukur tingkat keparahan nyeri

yang lebih objektif. Pendiskripsian VDS dari rangking

“tidak nyeri” sampai “ nyeri yang tidak dipertahankan “.

(2) Skala Intensitas Nyeri

(a) Skala Intensitas Nyeri DeskriftifSederhana


28

Gambar 1.2 Skala Intensitas Nyeri Deskriftif


Sederhana oleh Andarmoyo, S. (2013)

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor scale,

VDS) merupakan alat pengukuran tingkat keparahan

nyeri yang lebih objekti. Pendeskripsian VDS

diranking dari ” tidak nyeri” sampai ” nyeri yang

tidak tertahankan” (Andarmoyo, 2013).

Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan

meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru

yang ia rasakan. Alat ini memungkinkan klien

memilih sebuah ketegori untuk mendeskripsikan

nyeri (Andarmoyo, 2013).

(b) Skala Intensitas NyeriNumerik

Gambar 1.3Skala Intensitas Nyeri

NumerikAndarmoyo, S. (2013)

Skala penilaian numerik (Numerical rating scale,

NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat

pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai


29

nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas

nyeri sebelum dan setelah intervensi

(Andarmoyo, 2013)

(c) Skala Intensitas Nyeri dari FLACC

Skor
Kategori
0 1 2

Muka Tidak ada Wajah Sering dahi

ekspresi/ cemberut, dahi tidak konstan,

senyuman mengkerut, rahang

tertentu, tidak menyendiri menegang,

mencari dagu gemetar

perhatian

Kaki Tidak ada Gelisah, resah, Menendang

posisi/ rileks menegang

Aktivitas Berbaring, Menggeliat, Menekuk,

posisi normal, menaikkan kaku,

mudah punggung dan menghentak

bergerak maju,

menegang

Menangis Tidak Merintih/ Menangis

menangis merenge, keras, sedu,

kadang sering
30

mengeluh mengeluh

Hiburan Rileks Kadang hati Kesulitan

tentram dengan untuk

sentuhan, menghibur atau

memeluk, kenyamanan

berbicara untuk

mengalihkan

perhatian.

Total Skor 0-10

Tabel 2.1 Intensitas Nyeri dari FLACC

5) Pemeriksaan Penunjang

Uji laboraturium dan pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan darah lengkap, hemoglobin, hematokrit: mengkaji

kehilangan darah selama persalinan. Urinalis: kultur urine, darah,

vaginal, dan lokea: pemeriksaan tambahan didasarkan pada

kebutuhan individu

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada post partum episiotomi yang dapat

ditegakkan menurut Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-

NOC (2015-2017) yaitu :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik: episiotomy


31

3. Intervensi

Tabel 2.2 Perencanaan keperawatan pada nyeri berhubungan dengan

agen injuri fisik: episiotomi NANDA NIC-NOC (2015-2017)

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil

Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Managemen Nyeri

berhubungan dengan keperawatan selama......... 1. Lakukan pengkajian

agen injuri fisik x 24 jam diharapkan nyeri secara

(episiotomi) pasien membaik dengan komprehensif

indikator: termasuk lokasi,

Batasan 1. Kontrol Nyeri (1605) karakteristik, durasi

Karakteristik : frekuensi, kualitas dan


Indikator Hasil
1. Perubahan selera faktor presipitasi
Mengenali kapan
makan 2. Observasi reaksi
nyeri terjadi
2. Perubahan nonverbal dan
Menggunakan
tekanan darah ketidaknyamanan
teknik
3. Perubahan 3. Gunakan teknik
nonfarmakologi
frekwensi komunikasi terapeutik
Melaporkan
jantung untuk mengetahui
nyeri yang
4. Perubahan pengalaman nyeri
terkontrol
frekwensi pasien
Keterangan
pernapasan 4. Kaji kultur yang
1 = Tdk pernah
5. Laporan isyarat mempengaruhi respon
menunjukan
32

6. Diaforesis 2 = Jarang menunjukan nyeri

7. Perilaku distraksi 3 = Kadang-kadang 5. Evaluasi pengalaman

(misalnya,berjaIa menunjukan nyeri masa lampau

n mondar-mandir 4 = Sering menunjukan 6. Evaluasi bersama

mencari orang 5 = Secara konsisten pasien dan tim

lain dan atau menunjukan kesehatan lain tentang

aktivitas lain,2. Tingkat Nyeri (2102) ketidakefektifan

aktivitas yang kontrol nyeri masa


Indikator Hasil
berulang) Iampau
Mengerang dan
8. Mengekspresikan 7. Bantu pasien dan
menangis
perilaku (mis, keluarga untuk
Ekspresi nyeri
gelisah, mencari dan
wajah
merengek, menemukan dukungan
Tidak bisa
menangis) 8. Kontrol lingkungan
istirahat
9. Masker wajah yang dapat
TTV
(mis, mata mempengaruhi nyeri
Keterangan :
kurang seperti suhu ruangan,
1 = Berat
bercahaya, pencahayaan dan
2 = Cukup berat
tampak kacau, kebisingan
3 = Sedang
gerakan mata 9. Kurangi faktor
4 = Ringan
berpencar atau presipitasi nyeri
5 = Tidak ada
tetap pada satu 10. Pilih dan lakukan

fokus meringis) penanganan nyeri


33

10. Sikap melindungi (farmakologi, non

area nyeri farmakologi dan inter

11. Fokus personal)

menyempit (mis, 11. Kaji tipe dan sumber

gangguan nyeri untuk

persepsi nyeri, menentukan intervensi

hambatan proses 12. Ajarkan tentang teknik

berfikir, relaksasi progresif

penurunan 13. Berikan anaIgetik

interaksi dengan untuk mengurangi

orang dan nyeri

lingkungan) 14. Evaluasi keefektifan

12. Indikasi nyeri kontrol nyeri

yang dapat 15. Tingkatkan istirahat

diamati 16. Kolaborasikan dengan

13. Perubahan posisi dokter jika ada

untuk keluhan dan tindakan

menghindari nyeri tidak berhasil

nyeri 17. Monitor penerimaan

14. Sikap tubuh pasien tentang

melindungi manajemen nyeri

15. Dilatasi pupil Penggunaan Analgetik

16. Melaporkan 1. Tentukan lokasi,


34

nyeri secara karakteristik, kualitas,

verbal dan derajat nyeri

17. Gangguan tidur sebelum pemberian

obat

2. Cek instruksi dokter

tentang jenis obat,

dosis, dan frekuensi

3. Cek riwayat alergi

4. Pilih analgesik yang

diperlukan atau

kombinasi dari

analgesik ketika

pemberian lebih dari

satu

5. Tentukan pilihan

analgesik tergantung

tipe dan beratnya

nyeri

6. Tentukan analgesik

pilihan, rute

pemberian, dan dosis

optimal

7. Pilih rute pemberian


35

secara IV, IM untuk

pengobatan nyeri

secara teratur

8. Monitor vital sign

sebelum dan sesudah

pemberian analgesik

pertama kali

9. Berikan analgesik

tepat waktu terutama

saat nyeri hebat

10. Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan

gejala

4. Implementasi

Implementasi merupakan tindak lanjut dari intervensi yang telah

ditetapkan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(Wilkinson dan Ahern 2015). Tindakan yang harus dilakukan pada ibu

dengan post partum dengan fokus studi nyeri episiotomi meliputi

mengkaji nyeri pada pasien, mengontrollingkungan, mengajarkan cara

mengatasi nyeri secara non farmakologi dengan teknik relaksasi dan nafas

dalam, dan melakukan kolaborasi pemberian obat analgetik atau pereda

nyeri.
36

5. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses yang digunakan

untuk menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang

diberikan. Sedangkan menurut Setiadi (2012) evaluasi merupakan suatu

tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien,

keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Pada teori maupun kasus dalam

membuat evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang

ingin dicapai. Evaluasi yang diharapkan pada ibu dengan post partum

dengan fokus studi nyeri episiotomi berdasarkan batasan karakteristik

antara lain, nyeri teratasi atau bahkan tidak dirasakan lagi, luka jahitan

kering, tidak ada tanda-tanda infeksi.

Anda mungkin juga menyukai