OLEH :
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara formulasi sediaan Krim Ekstrak Kubis (Brassica
oleracea L.)
2. Untuk mengetahui evaluasi sediaan Krim Ekstrak Kubis (Brassica
oleracea L.)
3. Untuk mengetahui uji aktivitas atau efektifitas sediaan Krim Ekstrak
Kubis (Brassica oleracea L.)
BAB II
METODOLOGI
2.1 Kerangka Percobaan
Bunga
Kubis
Brokoli
Ekstraksi
Ekstrak
Formulasi gel
Gel Anti-Aging
Brassica oleracea
Uji
Span 80 : Tween 80 (1 : 1) 5
Propilenglikol 10
Nipagin 0,5
Parfum (Minyak Mawar) 0,05
Aquadest 76,9
2.4.3 Pembuatan Krim dengan Emulgator Span 80 : Tween 80
1) Fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut lanolin anhidrat,
setil alkohol asam stearat, span® 80, dan α-tokoferol di atas tangas
air. Suhu dipertahankan pada 70o C.
2) Fase air dibuat dengan melarutkan tween® 60 dalam air yang telah
di-panaskan hingga 70oC, kemudian di-tambah propilen glikol. Suhu
dipertahankan pada 70o C.
3) Krim dibuat dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air
kemudian ditambah nipagin sambil diaduk dengan pengaduk selama
2 menit, kemudian didiamkan selama 20 detik lalu diaduk kembali
sampai homogen.
4) Ekstrak digerus dalam mortir lalu ditambah basis krim sedikit demi
sedikit dan diaduk sampai homogen lalu diaduk dengan sisa basis
kembali hingga homogen.
2.4.5 Evaluasi
A. Pengujian Organoleptis Sediaan Krim
Uji organoleptis sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu dilakukan
pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau secara visual.
B. Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan
Uji iritasi dilakukan terhadap 13 orang sukarelawan usia 23-40
tahun untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat dapat menyebabkan
gatal, kemerahan dan pengkasaran kulit. Metode yang digunakan pada uji
iritasi adalah open test, dilakukan dengan cara mengoleskan kosmetik dua
sampai tiga kali sehari di area uji yaitu kulit di belakang telinga selama dua
hari (Tranggono dan Latifah, 2007; Wasitaatmadja, 1997). Reaksi iritasi
positif ditandai oleh adanya gatal, kemerahan dan pengkasaran kulit pada
daerah uji.
C. Pengujian homogenitas sediaan krim
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek
gelas. Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau
bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).
D. Pengujian tipe emulsi sediaan krim
Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan sejumlah tertentu
sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru,
diaduk dengan batang pengaduk. Bila metil biru tersebar merata berarti
sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti
sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Ditjen POM., 1985).
E. Pengukuran pH sediaan krim
Penentuan pH sediaan krim dilakukan dengan menggunakan alat
pH meter yang terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan
dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01),
kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tisu.
Sediaan krim dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan
krim dan diencerkan dengan akuades hingga 100 ml, elektroda dicelupkan
dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai
konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan
(Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan setelah penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4, 8
dan 12 minggu.
F. Pengukuran viskositas sediaan krim
Pengukuran viskositas sediaan menggunakan spindle nomor 64 dan
viskometer Brookfield. Sediaan dimasukkan ke dalam gelas sampai
mencapai volume 100 ml, lalu spindel diturunakan hingga tercelup ke dalam
sediaan. Selanjutnya alat dihidupkan dengan menekan tombol ON dan
diatur kecepatan spindel 12 rpm, kemudian dibaca skalanya (dial reading)
dimana jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas (ɳ)
diperoleh dari hasil perkalian skala baca (dial reading) dengan faktor
koreksi (f) khusus untuk masing- masing kecepatan spindel. Pengukuran
dilakukan pada hari pertama dibuat dan setelah penyimpanan selama 12
minggu.
G. Pengamatan stabilitas sediaan krim
Masing-masing formula dimasukkan ke dalam pot plastik,
disimpan pada suhu kamar dan dilakukan pengamatan berupa pecah atau
tidaknya emulsi, perubahan warna dan perubahan bau pada saat sediaan
telah selesai dibuat serta dalam penyimpanan selama 0, 1, 2, 3, 4, 8 dan 12
minggu pada suhu kamar.
Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta:
UI Press. Halaman 217-218, 493.
Anwar, E. (2012). Eksipien dalam Sediaan Farmasi (Karakterisasi dan Aplikasi).
Dian Rakyat: Jakarta. Halaman 25-33.
Balitbang. (1993). Budidaya Tanaman Kubis. Lembar Informasi Pertanian
(LIPTAN). Kementrian Pertanian.
Baumann, L & Allemann, IB 2009, Antioxidants. in: Baumann L, Saghari, S,
Weisberg (eds). Cosmetic dermatology principles and practice, 2nd edn.
New York: McGraw-Hill, pp. 292-311.
Depkes RI. (2013). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Suplemen III. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 106-107.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 33.
Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 29, 103, 356.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Halaman 4–5.
Djuanda, S. R., Novianto, E., dan Widia, S. (2012). Peran Sters Oksidatif pada
Penuaan Kulit Secara Intrinsik. Perdoski. 39(3): 127-133.
Draghici, G.A., Lupu, M.A., Borozan, A., Nica, D., Alda, S., Alda, L., Gogoasa,
I., Gergen, I., dan Bordean, D.M. (2013). Red Cabbage, Millenium’s
Functional Food. Journal of Holticulture, Foresty and Biotechnology.
17(4):52–55.
Jusuf, K.N. (2005). Kulit Menua. Majalah Kedokteran Nusantara. 38(2).
Halaman 184.
Kusumadewi. (2002). Perawatan dan Tata rias Wajah Wanita Usia 40. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pestaka Utama. Halaman 30.
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. (2008). Teori dan Praktek
Farmasi Industri II. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia. Halaman 1032.
Naylor, E., Watson, R.E. dan Sherratt, M.J. (2011). Molecular Aspects of Skin
Ageing. Maturitas. 69:249.
Pillai, S, Oresajo, C, & Hayward, J 2005, Ultraviolet radiation and skin aging
roles of reactive oxygen species, inflammation and protease activation
and strategies of prevention of inflammation induced matrix
degradation: Int. J. Cosmet.Sci, vol.27, no.1, pp.17-34.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam.
Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.
Rojo, L.E., Roopchand, D.E., Graf, B., Cheng, D.M., Ribnicky, D., dan
Fridlender, dan Raskin, I., (2013). Role of Anthocyanins in Skin Aging
and UV-Induced Skin Damage. In: Wallace, T., and Giusti. M. (editors).
Anthocyanins in Health and Disease. New York. CRC Press. 307-319.
Rokayya, S., Chun, J. L., Yan, Z., Ying, L., dan Chang, H. S., (2013). Cabbage
(Brassica oleracea L. var. capitata) Phytochemicals with Antioxidant
and Anti-inflammatory Potential. Asian Pac J Cancer Prev. 14
(11):6657-6662.
Shaheda, Duraivel, S., Niharika, R., P., Anusha, dan Qudusiya, S.M. (2014). A
Review On Natural Bioactive Compounds As Potential Anti-Wrinkle
Agents. World Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences.
3(3):528-544.
Vinski, D. (2012). Perfect Beauty-Anti Aging. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. Halaman 69.
Wahyuni, D. I. (2017). Uji Aktivitas Ekstrak Etanol dan Etil Asetat Kubis Ungu
(Brassica oleraceae L.) dalam Menurunkan Kadar Gula Darah Mencit
Jantan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Wasiaatmadja. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.
Welch, C. R., Wu, Q. dan Simon, J. E. (2008). Recent Advances in Anthocyanin
Analysis and Characterization. Curr Anal Chem. 4(2): 75–101.