Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN OBAT TRADISONAL


FORMULASI SEDIAAN KRIM ANTI-AGING
TUMBUHAN KUBIS (Brassica oleracea L.)

OLEH :

NAMA : RADEN SARTIKA JENI PERMATA SARI


NIM : F201501009
KELAS : D2 FARMASI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang secara langsung akan
memperlihatkan terjadinya proses penuaan pada seseorang. Perubahan-
perubahan yang terlihat pada penuaan kulit seperti kulit menjadi kering, kasar,
kendor, dan keriput disertai garis-garis ekspresi wajah yang nyata dan
sebagainya, akan sangat mempengaruhi penampilan seseorang dan secara
langsung akan memperlihatkan gambaran bahwa seseorang telah memasuki
usia senja (Pillai, et al., 2005).
Penampilan kulit yang sehat dapat dilihat dari kelembaban, kelenturan
dan tekstur kulit (Wasitaatmadja, 1997). Kulit usia muda memiliki kemampuan
optimal menahan kelembaban air di dalamnya. Daya kemampuan menahan
kelembaban air sangat menentukan tingkat kehalusan kulit, kekenyalan dan
keindahannya (Kusumadewi, 2002). Kulit mengalami proses penuaan dalam
struktur dan fungsi. Contoh perubahan struktur adalah berkurangnya kadar
lipid, jumlah sel melanosit dan sel Langerhans, penurunan sintesis kolagen,
atrofi kulit, serta perubahan distribusi lemak subkutan, sedangkan perubahan
fungsi terjadi penurunan sensitivitas dan elastisitas, kulit menjadi lebih rentan
terhadap trauma mekanik dan penurunan kemampuan perbaikan jaringan
(Djuanda, 2012).
Penuaan dapat terjadi melalui dua proses, yaitu instrinsik dan
ekstrinsik. Proses instrinsik terjadi seiring berjalannya waktu akibat faktor dari
dalam tubuh dan proses ekstrinsik dari kumpulan paparan pada pengaruh
eksternal seperti radiasi ultraviolet (Jusuf, 2005; Naylor, 2011). Penuaan dini
terjadi karena paparan radiasi sinar ultraviolet terhadap kulit secara terus-
menerus (Shaheda, et al., 2014).
Kulit sendiri memiliki kemampuan untuk membatasi kerusakan yang
disebabkan oleh pajanan sinar UV misalnya melalui penghamburan cahaya
oleh stratum korneum, penyerapan cahaya oleh melanin dan perbaikan DNA
(DNA repair), dan melalui sistem antioksidan yang berfungsi mempertahankan
keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan (Pillai, et al., 2005; Dong, et
al., 2008). Jika terjadi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan
endogen, maka dibutuhkan antioksidan eksogen yang sangat membantu untuk
mengembalikan keseimbangan (Jadoon, et al., 2015), sehingga sediaan anti-
aging dianggap penting untuk perawatan kulit (Vinski, 2012).
Tumbuhan kubis (Brassica oleracea L.) termasuk dalam famili
Brassicaceae, merupakan sayuran yang banyak dibudidayakan para petani di
pedesaan Indonesia, karena banyak mengandung vitamin A, B dan C
(Balitbang, 1993). Berdasarkan penelitian Rokayya, et al., (2013) dalam
mengetahui potensi antioksidan pada varietas kubis, diperoleh antioksidan
tertinggi terdapat pada kubis ungu (Brassica oleracea L. var. capitata f.
rubra). Kubis ungu memiliki kandungan isotiosianat (glukosinolat), vitamin A,
B, C dan antosianin (Rojo, et al., 2013; Dragichi, et al., 2013). Ekstrak etanol
kubis ungu memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50
44,64 ppm (Wahyuni, 2017). Warna ungu yang kaya pada kubis ungu
disebabkan adanya pigmen antosianin yang bersifat larut dalam air (Robinson,
1995; Dragichi, et al., 2013). Warna diberikan oleh antosianin berasal dari
susunan ikatan rangkap terkonjugasinya yang panjang. Sistem ikatan rangkap
terkonjugasi ini mampu menjadikan antosianin sebagai antioksidan dengan
mekanisme penangkapan radikal bebas (Welch, et al., 2008).
Bentuk sediaan kosmetik yang sering digunakan untuk perawatan kulit
adalah bentuk sediaan krim (Ansel, 2008). Krim merupakan sediaan setengah
padat berupa emulsi kental yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM, 1979). Sediaan ini sangat
mudah diaplikasikan pada kulit dan mudah menyerap ke dalam kulit (Anief,
1999). Krim mempunyai dua tipe yaitu air dalam minyak (a/m) dan minyak
dalam air (m/a) (Ansel, 2008). Sifat umum sediaan krim ialah mampu melekat
pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum
sediaan ini dicuci atau dihilangkan (Anwar, 2012). Penerimaan oleh pasien
merupakan hal penting dalam emulsi yang digunakan secara topikal.
Berdasarkan tipe emulsi, m/a lebih banyak digunakan sebagai basis obat yang
dapat tercuci dengan air untuk tujuan kosmetik umum (Lachman, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian
mengenai efek anti-aging ekstrak etanol kubis (Brassica oleracea L.) yang
diformulasikan dalam bentuk sediaan krim m/a krim yang kemudian diuji efek
anti-aging dan mutu fisik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana formulasi sediaan Krim Ekstrak Kubis (Brassica oleracea L.)?
2. Bagaimana evaluasi sediaan Krim Ekstrak Kubis (Brassica oleracea L.)?
3. Bagaimana uji aktivitas atau efektifitas sediaan Krim Ekstrak Kubis
(Brassica oleracea L.)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara formulasi sediaan Krim Ekstrak Kubis (Brassica
oleracea L.)
2. Untuk mengetahui evaluasi sediaan Krim Ekstrak Kubis (Brassica
oleracea L.)
3. Untuk mengetahui uji aktivitas atau efektifitas sediaan Krim Ekstrak
Kubis (Brassica oleracea L.)
BAB II
METODOLOGI
2.1 Kerangka Percobaan

Bunga
Kubis
Brokoli

Ekstraksi

Ekstrak

Formulasi gel

Gel Anti-Aging
Brassica oleracea

Uji

Evaluasi Uji Aktivitas

- Homogenitas - Kadar Air


- Organoleptis - Noda
- pH - Pori
- Stabilitas - Keriput
- Tipe emulsi
- Uji kesukaan
- Uji iritasi
- Viskositas

2.2 Alat Yang Digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat
gelas laboratorium, alu dan lumpang porselen, moisture checker dan skin
analyzer (Aramo-SG), neraca analitik (Boeco Germany), pH meter (Hana
Instrument), rotary evaporator (Stuart) dan viskometer Brookfield.

2.3 Bahan Yang Digunakan


Bahan tumbuhan yang digunakan adalah Kubis (Brassica oleracea
L.). Bahan kimia yang digunakan antara lain: akuades, asam stearat, etanol,
cetil alcohol, lanolin anhidrat, L-Tocopherol, Span 80, tween 80, , larutan
dapar pH asam dan netral, parfum (minyak mawar), propilen glikol.

2.4 Cara Kerja


2.4.1 Pembuatan Ekstrak Kubis
1) 100 gram bunga Kubis segar yang telah dicuci dimaserasi dengan
kloroform sebanyak 750 ml, didiamkan selama 5 hari, kemudian
disaring.
2) Ampas dari filtrat tersebut dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan, kemudian dimaserasi dengan 750 ml etanol, didiamkan
selama 5 hari, disaring.
3) Filtrat etanol kubis tersebut dipekatkan dengan rotary evaporator
hingga menjadi ekstrak kental kubis
2.4.2 Formulasi Krim Anti – Aging
Bahan Jumlah g (b/b%)
Ekstrak Kubis 0,5
Asam Stearat 2
Cetil Alkohol 3
Lanolin Anhidrat 2
L – tocopherol 0,05

Span 80 : Tween 80 (1 : 1) 5

Propilenglikol 10
Nipagin 0,5
Parfum (Minyak Mawar) 0,05
Aquadest 76,9
2.4.3 Pembuatan Krim dengan Emulgator Span 80 : Tween 80
1) Fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut lanolin anhidrat,
setil alkohol asam stearat, span® 80, dan α-tokoferol di atas tangas
air. Suhu dipertahankan pada 70o C.
2) Fase air dibuat dengan melarutkan tween® 60 dalam air yang telah
di-panaskan hingga 70oC, kemudian di-tambah propilen glikol. Suhu
dipertahankan pada 70o C.
3) Krim dibuat dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air
kemudian ditambah nipagin sambil diaduk dengan pengaduk selama
2 menit, kemudian didiamkan selama 20 detik lalu diaduk kembali
sampai homogen.
4) Ekstrak digerus dalam mortir lalu ditambah basis krim sedikit demi
sedikit dan diaduk sampai homogen lalu diaduk dengan sisa basis
kembali hingga homogen.

2.4.5 Evaluasi
A. Pengujian Organoleptis Sediaan Krim
Uji organoleptis sediaan krim ekstrak etanol kubis ungu dilakukan
pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau secara visual.
B. Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan
Uji iritasi dilakukan terhadap 13 orang sukarelawan usia 23-40
tahun untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat dapat menyebabkan
gatal, kemerahan dan pengkasaran kulit. Metode yang digunakan pada uji
iritasi adalah open test, dilakukan dengan cara mengoleskan kosmetik dua
sampai tiga kali sehari di area uji yaitu kulit di belakang telinga selama dua
hari (Tranggono dan Latifah, 2007; Wasitaatmadja, 1997). Reaksi iritasi
positif ditandai oleh adanya gatal, kemerahan dan pengkasaran kulit pada
daerah uji.
C. Pengujian homogenitas sediaan krim
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek
gelas. Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau
bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).
D. Pengujian tipe emulsi sediaan krim
Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan sejumlah tertentu
sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru,
diaduk dengan batang pengaduk. Bila metil biru tersebar merata berarti
sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti
sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Ditjen POM., 1985).
E. Pengukuran pH sediaan krim
Penentuan pH sediaan krim dilakukan dengan menggunakan alat
pH meter yang terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan
dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01),
kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tisu.
Sediaan krim dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan
krim dan diencerkan dengan akuades hingga 100 ml, elektroda dicelupkan
dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai
konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan
(Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan setelah penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4, 8
dan 12 minggu.
F. Pengukuran viskositas sediaan krim
Pengukuran viskositas sediaan menggunakan spindle nomor 64 dan
viskometer Brookfield. Sediaan dimasukkan ke dalam gelas sampai
mencapai volume 100 ml, lalu spindel diturunakan hingga tercelup ke dalam
sediaan. Selanjutnya alat dihidupkan dengan menekan tombol ON dan
diatur kecepatan spindel 12 rpm, kemudian dibaca skalanya (dial reading)
dimana jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas (ɳ)
diperoleh dari hasil perkalian skala baca (dial reading) dengan faktor
koreksi (f) khusus untuk masing- masing kecepatan spindel. Pengukuran
dilakukan pada hari pertama dibuat dan setelah penyimpanan selama 12
minggu.
G. Pengamatan stabilitas sediaan krim
Masing-masing formula dimasukkan ke dalam pot plastik,
disimpan pada suhu kamar dan dilakukan pengamatan berupa pecah atau
tidaknya emulsi, perubahan warna dan perubahan bau pada saat sediaan
telah selesai dibuat serta dalam penyimpanan selama 0, 1, 2, 3, 4, 8 dan 12
minggu pada suhu kamar.

2.4.6 Uji Aktivitas/Efektifitas


Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Sukarelawan
Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap sukarelawan
sebanyak 13 orang, digunakan kulit mata kanan dan kiri bagian lateral
(menyamping) dan dibagi menjadi 5 kelompok. Perawatan mulai dilakukan
dengan pengolesan krim sebanyak 0,1 g hingga merata setiap dua kali sehari
yaitu pada malam dan pagi hari. Perubahan kondisi kulit diukur setiap
minggu selama pemakaian empat minggu, menggunakan alat skin analyzer
dan moisture checker dengan parameter uji, yaitu kadar air (moisture), besar
pori (pore), banyak noda (spot) dan keriput (wrinkle). Sukarelawan terdiri
dari beberapa kelompok, yaitu:
a. Kelompok I dan II: 5 sukarelawan pada kulit mata kanan bagian lateral
untuk formula blanko (krim tanpa ekstrak etanol kubis ungu) dan kulit
mata kiri bagian lateral untuk formula krim ekstrak etanol kubis ungu
1%.
b. Kelompok III dan IV: 5 sukarelawan pada kulit mata kanan bagian lateral
untuk formula krim ekstrak etanol kubis ungu 2,5% dan kulit mata kiri
bagian lateral untuk formula krim ekstrak etanol kubis ungu 5%.
c. Kelompok V: 3 sukarelawan pada kulit mata kanan dan 2 kulit mata kiri
bagian lateral untuk formula krim ekstrak etanol kubis ungu 7,5%.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta:
UI Press. Halaman 217-218, 493.
Anwar, E. (2012). Eksipien dalam Sediaan Farmasi (Karakterisasi dan Aplikasi).
Dian Rakyat: Jakarta. Halaman 25-33.
Balitbang. (1993). Budidaya Tanaman Kubis. Lembar Informasi Pertanian
(LIPTAN). Kementrian Pertanian.
Baumann, L & Allemann, IB 2009, Antioxidants. in: Baumann L, Saghari, S,
Weisberg (eds). Cosmetic dermatology principles and practice, 2nd edn.
New York: McGraw-Hill, pp. 292-311.
Depkes RI. (2013). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Suplemen III. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 106-107.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 33.
Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 29, 103, 356.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Halaman 4–5.
Djuanda, S. R., Novianto, E., dan Widia, S. (2012). Peran Sters Oksidatif pada
Penuaan Kulit Secara Intrinsik. Perdoski. 39(3): 127-133.
Draghici, G.A., Lupu, M.A., Borozan, A., Nica, D., Alda, S., Alda, L., Gogoasa,
I., Gergen, I., dan Bordean, D.M. (2013). Red Cabbage, Millenium’s
Functional Food. Journal of Holticulture, Foresty and Biotechnology.
17(4):52–55.
Jusuf, K.N. (2005). Kulit Menua. Majalah Kedokteran Nusantara. 38(2).
Halaman 184.
Kusumadewi. (2002). Perawatan dan Tata rias Wajah Wanita Usia 40. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pestaka Utama. Halaman 30.
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. (2008). Teori dan Praktek
Farmasi Industri II. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia. Halaman 1032.
Naylor, E., Watson, R.E. dan Sherratt, M.J. (2011). Molecular Aspects of Skin
Ageing. Maturitas. 69:249.
Pillai, S, Oresajo, C, & Hayward, J 2005, Ultraviolet radiation and skin aging
roles of reactive oxygen species, inflammation and protease activation
and strategies of prevention of inflammation induced matrix
degradation: Int. J. Cosmet.Sci, vol.27, no.1, pp.17-34.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam.
Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.
Rojo, L.E., Roopchand, D.E., Graf, B., Cheng, D.M., Ribnicky, D., dan
Fridlender, dan Raskin, I., (2013). Role of Anthocyanins in Skin Aging
and UV-Induced Skin Damage. In: Wallace, T., and Giusti. M. (editors).
Anthocyanins in Health and Disease. New York. CRC Press. 307-319.
Rokayya, S., Chun, J. L., Yan, Z., Ying, L., dan Chang, H. S., (2013). Cabbage
(Brassica oleracea L. var. capitata) Phytochemicals with Antioxidant
and Anti-inflammatory Potential. Asian Pac J Cancer Prev. 14
(11):6657-6662.
Shaheda, Duraivel, S., Niharika, R., P., Anusha, dan Qudusiya, S.M. (2014). A
Review On Natural Bioactive Compounds As Potential Anti-Wrinkle
Agents. World Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences.
3(3):528-544.
Vinski, D. (2012). Perfect Beauty-Anti Aging. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. Halaman 69.
Wahyuni, D. I. (2017). Uji Aktivitas Ekstrak Etanol dan Etil Asetat Kubis Ungu
(Brassica oleraceae L.) dalam Menurunkan Kadar Gula Darah Mencit
Jantan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Wasiaatmadja. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.
Welch, C. R., Wu, Q. dan Simon, J. E. (2008). Recent Advances in Anthocyanin
Analysis and Characterization. Curr Anal Chem. 4(2): 75–101.

Anda mungkin juga menyukai