Anda di halaman 1dari 21

“LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEBIDANAN

PERSALINAN DENGAN DISTOSIA BAHU ”


Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kegawardaruratan
Maternal dan Neonatal
Dosen Pembimbing : Ira Titisari, S.SiT, M.Kes

Disusun Oleh :

1. Seftiana Rizqy N (1602460012)


2. Diana Lailatul H (1602460024)
3. Adelia Laksmita D (1602460025)
4. Meydha Krista P (1602460046)
5. Leyni Sri W D A (16-2460047)

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumnya
dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di
suatu Negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan.
Berdasarkan evaluasi Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun
2015, kasus kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia masih pada posisi
305 per 100.000 kelahiran.
(www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
ibu.pdf)
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia
bahu saat proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu keadaan
diperlukannya maneuver obstetrik oleh karena dengan tarikan kea rah
belakang kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan kepala bayi. Pada
persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat
dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari
kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 - 0,3% dari seluruh
persalinan vaginal presentasi kepala (Prawirohardjo, 2013)

1.2 Metode Pengumplan Data


Manajemen Kebidanan Komprehensif ini menggunakan metode pengumpulan
data sebagai berikut :
a. Wawancara : tanya jawab secara langsung (anamnesa) kepada pasien dan
suami
b. Observasi : melakukan pemeriksaan, baik dengan inspeksi, palpasi,
perkusi maupun auskultasi.
c. Studi dokumentasi : dengan melihat data dan riwayat ibu direkam medik
yaitu buku KIA yang berisi riwayat ibu kunjungan ANC sebelumnya.
d. Studi kepustakaan : menggunakan buku untuk sumber teori. Literatur yang
digunakan oleh penulis adalah dari buku.

1.3 Sistematika penulisan


Halaman Judul
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Metode Pengumpulan data
1.3 Sistematika Penulisan
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Pengertian
2.1.2 Sebab-Sebab Terjadinya Persalinan Patologis Distosia Bahu
2.1.3 Faktor Presdiposisi
2.1.4 Terhadap Persalinan
2.1.5 Penanganan
2.2 Tinjauan Asuhan Kebidanan
2.2.1 Konsep manajemen asuhan varney
2.2.2 Pendokumentasian secara SOAP
2.2.3 Bagan alur berfikir varney dan pendokumentasian secara SOAP
BAB 3. TINJAUAN KASUS
3.1 Data Subyektif
3.2 Data Obyektif
3.1.1 Pemeriksaan fisik
3.1.2 Pemeriksaan penunjang
3.1.3 Program terapi (bila ada)
3.3 Analisis
3.4 Penatalaksanaan
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Penulis
5.2.2 Bagi Lahan Praktik
5.2.3 Bagi Klien
5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep teori
2.1.1. Definisi
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan
manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa ke arah
belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi.
(Sarwono Prawiriharjo, 2013:599)
Distosia Bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu
anterior macet di atas sacral promotory karena itu tidak bisa lewat
masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat
promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum
(Anik Maryunani, 2013)
Distosia bahu adalah gagalnya bahu melewati pelvis secara
spontan setelah pelahiran kepala.
(Smeltzer, 1986 dalam Myles, 2011:588)

2.1.2. Etiologi
Meskipun identifikasi ibu yang pelahirannya dipersulit oleh
distosia bahu merupakan hal yang sangat bermanfaat, sebagian
besar faktor risiko hanya dapat memberikan indeks kecurigaan
yang tinggi. (Al-Najashi et al 1989 dalam Myles, 2011:589). Pada
periode antenatal, faktor resiko distosia bahu antara lain kehamilan
lebih bulan, paritas tinggi, usia ibu lebih dari 35 tahun, dan ibu
obesitas (berat badan lebih dari 90 kg saat pelahiran)
Makrosomia janin (berat badan janin lebih dari 400 g)
mengakibatkan peningkatan risiko distosia bahu, insiden meningkat
sejalan dengan peningkatan berat badan lahir. (Acker et al 1985,
Delpapa & Meuller-Heubach 1991, hall 1996 dalam Myles
2011:259). Namun demikian, pemindaian ultrasoud untuk
memperkirakan makrosemia guna mencegah distosia bahu
memiliki angka keberhasilan yang buruk. ( Combs at al 1993, Hall
1996 dalam Myler 2011:589. Jika perkiraan bayi berukuran besar,
fakta ini harus dikoomunikasikan dengan jelas kepada tim yang
merawat ibu
(CESDI 1999:47 dalam Myles, 2011:589)
Diabetes maternal dan diabetes gestasional telah di
definisikan sebagai faktor risiko penting (Bahar 1996, Benedetti &
Gabbe, 1978, Gross et al, 1987, Spellacy et al 1985 dalam Myler
2011:589). Pada bu dibetes yang pelahiran sebelumnya dipersulit
dengan distosia bahu akan terdapat peningkatan resiko berulangnya
hal tersebut sampai 9,8%, pada populasi umum, risiko berulannya
distosia bahu adalah 0,58%
(Smith at al 1994 dalam Myler 2011:589).
Dalam persalinan faktor resiko yang secara konsisten
berkaitan denga distosia bahu meliputi augmentasi oksitosin,
ersalinan lama, kala dua lama, dan pealhiran operatif (Acker et al
1986, Al Najashi et al 1989 Bahar 1996 dalam Myler 2011:589).
Untuk bayi yang klinis dicurigai brukuran besar, timpelahiran harus
mewaspadai kemungkinan distosia bahu.
(CESDI 1999 dalam Myler 2011:589)
2.1.3. Patofisiologi
Pada mekanisme persalinan normal, keika kepala
dilahirkan, maka bahu memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu
posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior.
Ketika kepala melakukan paksi luar, bahu posterior berada
dicekungan tulang sakrum atau sekitar spina ichiadika, dan
memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki
panggul melalui belakang tukang pubis atau berotasi dari foramen
obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero –posterior
ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior
dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang
pubis. Dalam keadan demikian kepala uyang sudah dilahirkan akan
tidak dapat melakukan putaran paksi luar dan tertahan akibat
adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala
disebut dengan turtle sign.
(Sarwono Prawiroharjo, 2013:600)

2.1.4. Diagnosa
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :
1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat
dilahirkan
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan
kecang
3. Dagu tertarik dan menekan peineum
4. Traksi pada kepala tidak berhasil mlahirkan bahu yang tetap
bertahan di kranial simfisis pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosedur tindakan untuk
menolongnya harus segera dilakukan.
2.1.5. Prognosis
A. Konsekwensi pada janin : Distosia bahu, jika tidk ditangani
dengan benar dapat menyebabkan fraktur humerus dan
klavikula, Erb’s palsy, asfiksia, dan kematian. Pada sebagian
besar kasus Erb’s palsy fisioterapi dini dapat memperbaiki
kerusakan saraf brakialis
B. Konsekwensi bagi ibu : atonia uterus dan laserasi vagina dan
serviks merupakan risiko utama bagi ibu. Infeksi puerperium
dapat terjadi, tetapi infeksi yang berat biasanya dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik spektrum luas perioperatif
(Normant F. Gant, dkk, 2011 : 436)
2.1.6. Komplikasi
Komplikasi distosia bahu pada janin adalah faktur tulang
(klafikula dan humerus), cedera pleksus brakhialis, dan hipoksia
yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi
tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan
tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada
umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila
didiagnosis dan diterapi dengan memadai. Cedera pleksus brakialis
dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat
terjadi pada 50% kasus, pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi
adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun
atonia uteri.
(Sarwono Prawiroharjo, 2013:600)

2.1.7. Penatalaksanaan
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai
berikut :

Diagnosis
Manuver Mc. Robert
(posisi Mc. Roberth, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik,
tarikan kepala)
Manuver Rubin
(Posisi tetap Mc. Robert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan
kepala)
Lahirkan bahu posterior , atau posisi merangkak , manuver Wood
(sarwono Prawiroharjo, 2013:602)
Prosedur non invasif
Perubahan posisi ibu dapat membebaskan bahu janin. Namun
demikan prasat tertentu telah terbukti berguna dan akan dijelaskan
berikut ini. Setelah dilakukan satu tindakan atau lebih, bidan harus
mampu melanjutkan pelahiran.

Perasat Mc. Robert


Perasat ini meliputi membantu ibu berbaring terlentang dan
mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dada.
Perasat ini akan memutar sudut simfisis pubis ke superior dan
menggunakan berat tungkai ibu untuk memberikan tekanan yang
lembut pada abdomen, membebaskan jepitan pada bahu anterior
(Gonik et al 1983, 1989 dalam Myles 2011:590). Persat Mc Roberts
merupakan perasat yang memiliki tingkat morbilitas terendah dan
membutuhkan tenaga yang paling sedikit untuk meenyelesaikan
pelahiran
(Bahar 1996,dkk dalam Myler, 2011:590).
Tekanan suprapubik. Tekanan harus dilakukan pada posisi
punggung bayi, ke arah dada bayi.perasat ini membantu adduksi bahu
dan mendorong bahu anterior menjauh dari simfisis pubis.

Prosedur manipulatif
Jika prosedur non-invasif tidak berhasil, manipulasi janin lansung
terhadap janin harus dilakukan.
Mengubah posisi ibu. Posisi Mc. Roberts seperti yang di jelaskan
sebelumnya dapat digunakan atau bisa juga dengan posisi litotomi
dengan bokong ibu berada di bawah tempat tidur sehingga tidak ada
restriksi pada sakrum. Jika posisi ini tidak berhasil , posisi
mmerangkak telah terbukti bermanfaat. Perasat ini dapat dilakukan
pada saat ibu berda dalam salah satu posisi tersebut.
Episiotomi. Harus diingat bahwa masalah yang dihadapi bidan
adalah obstruksi pintu atas pelvis dan distosia tulang, bukan obstruksi
akibat jaringan lunak . walaupun episiotomi tidak akan membantu
melepaskan bahu, bidan harus tetap melakukannya untuk memberikan
akses pada janin tanpa merobek perineum dan dinding vagina.
Perasat Rubin. Perasat ini mengharuskan bidan mengidentifikasi
bahu posterior pada pemeriksaan vagina, kemudian mendorong bahu
posterior ke arah dada janin sehingga merotasi bahu anteior menjauh
dari simfisis pubis. Dengan mengaduksi bahu, pearasat ini mengurangi
diameter bisakromial.
Perasat Woods. Perasat Woods (1943) mengharuskan bidan
memasukkan tangannya ke dalam vagina memberi tekanan pada bahu
posterior janin. Kemudian, dengan memberi tekanan pada bahu
posterior janin, rotasi dicapai. Walaupun perasat ini membuat bahu
abduksi , perasat ini akan merotasi bahu ke diameter yang lebih
menguntungkan dan memungkinkan bidan untuk menyelesaikan
pelahiran.
Pelahiran lengan posterior. Untuk melahirkan lengan posterior,
bidan haeus memasukkan tangannya ke dalam vagina dengan
menggunakan ruang yang diciptakan oleh luang sakrum . kemudian
dua jari membelat humerus lengan posterior , memfleksikan siku, dan
menggeser lengan bawah melewati dada untuk melahirkan tangan. Jika
proses pelahiran kemudian tidak selesai, lengan ke dua dapat
dilahirkan setelah rotasi bahu dengan menggunakn perasat Woods atau
rubin atau dengan membalik perasat Lovset.
Perasat Zavanelli. Jika perasat yang dijelaskan sebelumya tidak
berhasil, dokter obstetrik dapat mempertimbangkan penggunaan
perasat zavanelli (Sanberg, 1985 dalam Myler, 2011:590) sebagai
harapan terakhir untukk pelahiran bayi hidup.
Perasat ini dilakukan dilakukan dengan membalik mekanime pelahiran
dan kepala janin dimasukkan kembali ke dalam vagina. Pelahiran
kemudian diselesaikan denga SC.
Metode. Kepala dikembalikan ke dalam posisi pra – restitusi.
Kemudian diberikan tekanan pada oksiput dan kepala di kembalikan
ke dalam vagina.
(Myler, 2011:590)
Latihan Distosia Bahu untuk Penatalaksanaan Kegawatan Inpaksi
Bahu
1. Minta bantuan mobilisasi asisten, ahli anastsi , dan dokter anak.
Pada saat ini dilakukan upaya awal traksi secara berhati-hai.
Kosongkan kandung kemih jika penuh.
2. Episiotomi lebar (mediolateral atau episioprotoktomi) dapat
memberikan ruang di bagian posterior.
3. Sebagian besar melakukan tekanan suprasimfisis sebagai
tindakan awal karena mudah dilakukan. Hanya diperlukan 1
asisten untuk memberikan tekanan suprasimfisis sementara
kepala janin ditarik secara normal ke arah bawah.
4. Perasat Mc. Roberth memerlukan dua asisten, masing-masing
asisten memegang satu ungkai dan menekuk secara tajam paha
ibu pada abdomen.
5. Woods screw maneuver
6. Diupayakan pengeluaran lengan posterior tetapi jika lengan
tangan dalam posisi ekstensipenuh, hal ini biasanya sulit
dilakukan
7. Teknik lain umumnya harus dicadangkan untuk kasus untuk
semua perasat lain gagal. Teknik – teknik tersebut mencangkup
fraktur sengaja klavikula anterior atau humerus dan perasat
Zavanelli.
(Obstetri William, 2012:204)

2.2. Tinjauan Asuhan Kebidanan


2.2.1. Konsep manajemen asuhan varney
Konsep manajemen asuhan varney 7 langkah varney, langkah-
langkahnya:
1. Pengumpulan data dasar secara komperhensif untuk mengkaji
pasien
2. Pengembangan data dasar, interpretasi data menentukan diagnosa
3. Identifikasi masalah-masalah potensial atau diagnosa lain
4. Evaluasi kebutuhan intervensi segera
5. Perencanaan
6. Implementas
7. Evaluasi atau penilaian
 Langkah 1 (pertama) : Pengumpulan data dasar secara
komperhensif untuk mengkaji pasien
Pengumpulan data dasar secara komprehensif untuk megkaji
pasien.Data dasar tersebut termasuk riwayat kesehatan, hasil
pemeriksaan fisik dan panggul serta tinjauan catatan saat ini atau
catatan lama dari Rumah Sakit/RB/Puskesmas. Pengumpulan data ini
mencakup Data Subjekti dan Objektif sebagai Berikut :

A. DATA SUBYEKTIF
1) Identitas (Biodata)
Merupakan data umum pribadi yang dikaji melalui anamnesa/
pertanyaan kepada ibu hamil
 Nama
 Usia
 Agama
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Penghasilan
 Telepon dan alamat
1) Keluhan Utama
- Perut kenceng-kenceng
- Mules
- Keluar lendir
- Cemas/ketakutan
2) Riwayat Menstruasi
- HPHT (Periode menstruasi terakhir) : tanggal pada hari pertama
periode menstruasi terakhir atau last normal menstrual periode
(LNMP) digunakan sebagai dasar untuk menentukan usia
kehamilan dan perkiraan taksiran partus (TP), maka penting
untuk mendapatkan tanggal perkiraan kelahiran yang seakurat
mungkin.
(Varney, Hellen. 2007: 521)

3) Riwayat Kehamilan saat ini


Riwayat kehamilan sekarang digunakan untuk mendeteksi
adanya komplikasi, ketidaknyamanan, dan setiap keluhan seputar
kehamilan yang dialami wanita sejak HPHT nya.
4) Pola kesehatan ibu yang meliputi :
 Pola aktivitas sehari-hari
 Pola eliminasi
 Pola makan dan minum
5) Riwayat mengikuti Program Keluarga Berencana.
6) Riwayat kehamilan, persalinan dan Nifas
Untuk mengetahui komplikasi yang pernah dialai ibu dan
mengantisipasinya.
7) Riwayat Penyakit dalam Keluarga
 Diabetes Mellitus, hipertensi atau hamil kembar
 Kelainan bawaan
 Kanker
8) Riwayat penyakit ibu
 Penyakit yang pernah diderita
 DM, HDK, ISK
 Jantung
 Infeksi Virus Berbahaya
 Alergi obat atau makanan tertentu
 Pernah mendapat transfusi darah dan insdikasi tindakan tersebut
 Inkompatibilitas Rhesus
 Paparan sinar-X/Rontgen
9) Riwayat Sosial
10) Riwayat Keadaan Psikososial

DATA OBYEKTIF
1) Pemeriksaan umum
 Keadaan umum
 Tanda vital :
- TD : 110/70-120/80 mmHg (normal) <140 mmHg
- N : 80-100 x/mnt
- S : 36.5-37.5o C
- RR : 16-24 x/mnt
 Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Mata
- Gusi
- Leher, Dada, Axilla
- Sistem Respiratori, Sistem Kardio
 Pemeriksaan Khusus
Palpasi
- Palpasi abdomen
Leopold I : menentukan TFU dan bagian janin yang terletak di fundus
uteri (dilakukan sejak TM I).
Leopold II : menentukan bagian janin pada sisi kiri dan kanan ibu
(dilakukan mulai akhir TM II)
Leopold III : menentukan bagian janin yang terletak di bagian babwah
uterus (dilakukan mulai akhir TM II)
Leopold IV : menentukan berapa jauh masuknya janin ke PAP
(dilakukan bila usia kehamilan >36 minggu)
Auskultasi
- DJJ menggunakan fetoskop atau doppler (jika UK >16 minggu). DJJ
normal 120-160x/menit.
- Anogenetalia : pengeluaran, penipisan portio, pembukaan serviks
dengan VT, ketuban utuh atau tidak,mengetahui presentasi dengan
titik penunjuk.
 Pemeriksaan Laboratorium : CTG, USG, Foto thorak, EKG).
 Penapisan Ibu Bersalin : Untuk mengetahui keadaan ibu lebih jelas,
dan mengantisipasi jika terdapat masalah, dan apakah ibu perlu
dirujuk.

 Langkah II (kedua): Pengembangan data dasar, interpretasi data


menentukan diagnosa
Pengembangan data dasar, interpretasi data, menentukan diagnosa.Ada
beberapa masalah tidak dapat diidentifikasi atau ditetapkan sebagai
diagnosa, tetapi perlu dipertimbangkan untuk pengembangan rencana
pelayanan komprehensif.
 Langkah ke III (ketiga): Identifikasi masalah-masalah potensial
atau diagnosa lain
Identifikasi masalah-masalah potensial atau diagnosa lain. Tahapan ini
penting untuk mengantisipasi masalah, pencegahan bila memungkinkan
guna keamanan pelayanan.Kemudianmenentukan tindakan pencegahan
dan persiapan kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan.
 Langkah ke IV (ke empat): Evaluasi kebutuhan intervensi segera/
identifikasi kebutuhan segera
Gambaran proses manajemen berlanjut tidak hanya selama kunjungan
prenatal tetapi tetap berlangsung sampai ketika ia bersalin. Pengkajian
untuk mendapatkan data baru dan pemantauan kegiatan harus tetap
dilakukan.
 Langkah ke V (lima): Perencanaan
Rencana pelayanan komprehensif ditentukan berdasarkan tahapan
terdahulu (langkah pertama, kedua, ketiga, dan keempat) untuk
mengantisipasi masalah serta diagnosa.Selain itu perlu untuk
mendapatkan data yang belum diperoleh atau tambahan informasi data
dasar.
 Langkah ke VI (keenam): Implementasi
Implementasi rencana asuhan yang telah dirumuskan. Rencana yang
telah dirumuskan mungkin semuanya dapat dilaksanakan oleh bidan
secara mandiri atau sebagian dilaksanakan oleh ibu atau tim kesehatan
lainnya.
 Langkah ke VII (ketujuh): Mengevaluasi.
Evaluasi merupakan suatu penganalisaan hasil implementasi asuhan
yang telah dilaksanakan dalam periode untuk menilai keberhasilannya
apakah benar-benar memenuhi kebutuhan untuk dibantu.Tujuan dari
evaluasi atau penilaian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi asuhan
berdasarkan analisa.

2.2.2. Pendokumentasian secara SOAP


Pendokumentasian asuhan kebidanan menggunakan pendekatan SOAP
terdiri dari empat langkah yaitu;
 S : Data Subjektif
 Keluhan yang dirasakan oleh ibu :
- Perut kenceng-kenceng
- Mules
- Keluar lendir
- Cemas/ketakutan

 O : Data Objektif
 Tanda vital :
- TD : 110/70-120/80 mmHg (normal) <140 mmHg
- N : 80-100 x/mnt
- S : 36.5-37.5o C
- RR : 16-24 x/mnt
 Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Mata
- Gusi
- Leher, Dada, Axilla
- Sistem Respiratori, Sistem Kardio
 Pemeriksaan Khusus
Palpasi
- Palpasi abdomen
Leopold I : menentukan TFU dan bagian janin yang terletak di fundus
uteri (dilakukan sejak TM I).
Leopold II : menentukan bagian janin pada sisi kiri dan kanan ibu
(dilakukan mulai akhir TM II)
Leopold III : menentukan bagian janin yang terletak di bagian babwah
uterus (dilakukan mulai akhir TM II)
Leopold IV : menentukan berapa jauh masuknya janin ke PAP
(dilakukan bila usia kehamilan >36 minggu)
Auskultasi
- DJJ menggunakan fetoskop atau doppler (jika UK >16 minggu). DJJ
normal 120-160x/menit.
- Anogenetalia : pengeluaran, penipisan portio, pembukaan serviks
dengan VT, ketuban utuh atau tidak,mengetahui presentasi dengan
titik penunjuk.
 Pemeriksaan Laboratorium : CTG, USG, Foto thorak, EKG).
 Penapisan Ibu Bersalin : Untuk mengetahui keadaan ibu lebih jelas,
dan mengantisipasi jika terdapat masalah, dan apakah ibu perlu
dirujuk.
 A : Analisa/Assessment
G..P..A..P..A..H.. UK.. dengan distosia bahu
Dx janin : janin tunggal hidup, intra uteri

 P : Penatalaksanaan
1. Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini bahwa
pembukaan serviks sudah 10 cm (lengkap) dan ibu memasuki
proses persalinan untuk melahirkan bayinya.
2. Berikan dukungan / support terus menerus : ibu harus
semangat dalam menjalani proses persalinan ini.
3. Pimpin ibu untuk meneran : ibu boleh mngejan pada waktu
timbul his, seperti orang BAB keras meneran dibawah,
kepala melihat ke fundus tangan merangkul ke - 2 pahanya,
jangan bersuara saat meneran sampai his hilang.
4. ibu untuk bernafas yang baik selama persalinan. Saat his
hilang anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dari hidung
dan keluarkan melalui mulut, beri nimum diantara his.
5. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi
obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup
untuk tindakan.
6. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan
mendekatkan lututnya sejauh mungkin kearah dadanya dalam
posisi ibu berbaring terlentang. Meminta bantuan 2 asisten
untuk menekan fleksi kedua lutut ibu kearah dada.
7. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi
tingkat tinggi :
- Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus kearah
bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan
dibawah simfisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang
dapat mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
- Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara
simultan kearah bawah pada daerah suprapubis untuk
membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan menekan fundus karena dapat
mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan
ruptur uteri.
8. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat
tinggi, masukkan tangan kedalam vagina.
- Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan
dengan arah sternum bayi untuk memutar bahu dan
mengecilkan diameter bahu.
- Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang
sesuai dengan arah sternum.
9. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Masukkan tangan kedalam vagina.
- Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga
lengan tetap fleksi pada siku, gerakkan lengan kearah dada.
Ini akan memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat
bergerak dibawah simfisis pubis.
10. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan
bahu, pilihan lain :
- Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan
bebaskan bahu depan.
- Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk
mengeluarkan lengan belakang.
o Bantu proses kelahiran bayi, bantu kelahiran kepala
o Lakukan episiotomi untuk membantu kelahiran bahu
besar
o Lahirkan bahu dengan manuver corskrew dan lahirkan
seluruh tubuh bayi

2.2.3. Bagan alur berfikir varney dan pendokumentasian secara SOAP

Alur pikir Bidan Pencatatan dari Asuhan Kebidanan


Proses pendokumentasian Pendokumentasian
kebidanan 7 langkah Varney

7 langkah Varney SOAP Notes


Subjektif
Data
Objektif

Masalah/Diagnosa
Antisipasi masalah
potensial
Menetapkan kebutuhan Assessment

segera untuk
konsultasi/kolaborasi

Merencanakan asuhan Penatalaksanaan :


yang menyeluruh 1.
Konsul
Melaksanakan asuhan
2.
Tes diagnisik
Mengevaluasi keefektifan
3.
asuhan
Rujukan
4.
Pendidikan/konseling
5.
Follow up
BAB 3
TINJAUAN KASUS
BAB 4
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan
asuhan kebidanan yang diberikan pada kasus Ny. “L” G3 P2002 UK 40 minggu
Inpartu Kala II, Janin tunggal hidup intrauterine. Pembahasan akan diuraikan
sesuai dengan tahap manajemen asuhan kebidanan yaitu pengkajian,
analisa/interpretasi data, perencanaan, penatalaksanaan, serta evaluasi.

1. Pengkajian
Pada pengkajian kasus Ny. “L”, digali data subyektif serta obyektif
dengan metode anamnesa, pemeriksaan, serta studi dokumentasi. Selanjutnya
dari data subjektif dan objektif tersebut dianalisis sehingga menghasilkan
diagnosa kebidanan maupun masalah.

Pada data objektif yang didapatkan pemeriksaan, Ny. “L” Memiliki UK


40 minggu, Keadaan Umum baik, Kesadaran Compos Mentis, TD = 120/70
mmHg, N = 84x/menit, RR = 21x/menit, Suhu = 370C. VT : Pembukaan 10
cm, eff 100%, ketuban (-), presentasi kepala, denominator UUK, Hodge IV,
his 4 x 10’ x 45”.

2. Analisa/Interpretasi Data
Dari keseluruhan data subjektif dan objektif tersebut dapat ditegakkan
diagnosa dan masalah secara lengkap yaitu G3 P2002 UK 40 minggu Inpartu
kala II.

3. Perencanaan
Rencana asuhan pada Ny. “L” yang akan dilakukan adalah : (1)
Menjelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini bahwa pembukaan serviks
sudah 10 cm (lengkap) dan ibu memasuki proses persalinan untuk melahirkan
bayinya. (2) Memberikan dukungan / support terus menerus : ibu harus
semangat dalam menjalani proses persalinan ini. (3) Memimpin ibu untuk
meneran : ibu boleh mngejan pada waktu timbul his, seperti orang BAB keras
meneran dibawah, kepala melihat ke fundus tangan merangkul ke dua
pahanya, jangan bersuara saat meneran sampai his hilang. (4) Menganjurkan
ibu untuk bernafas yang baik selama persalinan. Saat his hilang anjurkan ibu
untuk menarik nafas dalam dari hidung dan keluarkan melalui mulut, beri
nimum diantara his. (5) Melakukan episiotomi yang cukup luas untuk
mengurangi obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk
tindakan. (6) Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan
mendekatkan lututnya sejauh mungkin kearah dadanya dalam posisi ibu
berbaring terlentang. Meminta bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua
lutut ibu kearah dada. (7) Dengan memakai sarung tangan yang telah
didisinfeksi tingkat tinggi : (a) Melakukan tarikan yang kuat dan terus-
menerus kearah bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan
dibawah simfisis pubis. (b) Meminta seorang asisten untuk melakukan
tekanan secara simultan kearah bawah pada daerah suprapubis untuk
membantu persalinan bahu. (8) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan : (a)
Memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan
tangan kedalam vagina. (b) Melakukan penekanan pada bahu yang terletak di
depan dengan arah sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan
diameter bahu. (c) Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang
sesuai dengan arah sternum. (9) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan : (a)
Masukkan tangan kedalam vagina. (b) Raih humerus dari lengan belakang
dan dengan menjaga lengan tetap fleksi pada siku, gerakkan lengan kearah
dada. Ini akan memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak
dibawah simfisis pubis.

4. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan ini dilakukan sesuai dengan rencana yang telah


dibuat bidan pada perencanaan.

5. Evaluasi
(1) Ibu sudah mengerti kondisinya (2) Ibu sudah diberikan support (3) Ibu
sudah dipimpin meneran (4) Ibu bersedia melaksanakannya (5) Episiotomi
sudah dilakukan (6) Ibu sudah menekuk kedua tungkainya mendekati dada
(7) Prosedur telah dilakukan (8) Prosedur telah dilaksanakan (9) Bahu bayi
sudah lahir.
Dari hasil pengkajian didapatkan kesesuaian antara teori dan praktik dalam
menangani kasus distosia bahu.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan
manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada
kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. (Sarwono Prawiriharjo,
2013:599) Pada periode antenatal, faktor resiko distosia bahu antara lain
kehamilan lebih bulan, paritas tinggi, usia ibu lebih dari 35 tahun, dan ibu
obesitas (berat badan lebih dari 90 kg saat pelahiran).
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosedur tindakan untuk
menolongnya harus segera dilakukan. Penatalaksanaan distosia bahu
dengan maneuver Mc. Robert, maneuver Rubin, maneuver wood.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Penulis
Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam mempelajari
kasus-kasus pada saat praktik dalam bentuk manajemen SOAP dan alur
berpikir Varney serta menerapkan asuhan sesuai standar pelayanan
kebidanan yang telah ditetapkan sesuai dengan kewenangan bidan yang
telah diberikan kepada profesi bidan. Serta diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan
kebidanan secara komprehensif terhadap klien.

5.2.2 Bagi Lahan Praktek


Asuhan yang diberikan sudah cukup baik dan hendaknya agar
dapat memberikan asuhan yang lebih baik sesuai dengan standar asuhan
kebidanan serta dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan agar dapat menerapkan setiap asuhan kebidanan sesuai
dengan teori dari mulai kehamilan, persalinan, nifas dan BBL.

5.2.3 Bagi Klien


Agar klien memiliki kesadaran untuk selalu memeriksakan
keadaan kehamilannya secara teratur sehingga akan merasa lebih yakin
dan nyaman karena mendapatkan gambaran tentang pentingnya
pengawasan pada saat hamil dengan melakukan pemeriksaan rutin di
pelayanan kesehatan.
5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan bagi yang
membutuhkan Asuhan Kebidanan dan acuan pada penanganan ibu
bersalin.
DAFTAR PUSTAKA

Diane M. Frasher.dkk. 2011. Myles Buku Ajar Bidan”. Jakarta : EGC


Prawiroharjo, Sarwono. 2013. “Ilmu Kebidanan “. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo
Leveno, J, Kenneth.dkk. 2012.”Obstetri Wiliiam”.Jakarta : EGC
Gant, F. Normant.dkk. 2011. “Dasar-Dasar Ginekologi & Obstetri”. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai