Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

LARINGOTRAKOBRONKITIS (CROUP)

DISUSUN OLEH :

NUR FATIKHATUL JANAH

1611020103

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2018
A. DEFINISI

Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup


penyakit heterogen yang mengenai laring, infra/ subglotis, trakea dan
bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah batuk yang menggonggong,
suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan
napas (IDAI, 2008).
Sindrom croup adalah berbagai penyakit respiratorik yang
ditandai dengan gejala akibat obstruksi laring yang bervariasi dari ringan
sampai berat berupa stridor inspirasi, batuk menggonggong, suara parau,
sampai gejala distres pernapasan (Oma dkk, 2005).
Croup (laringotrakeitis) adalah suatu kondisi yang menyebabkan
peradangan pada saluran napas atas yaitu laring, trakea. Hal ini sering
menyebabkan batuk menggonggong atau suara serak, terutama ketika
anak menangis (Roosevelt, 2007).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sindrom croup adalah suatu
kondisi di mana terdapat berbagai macam penyakit respiratorik yang
mengenai laring hingga bronkus, dengan karakteristik batuk
menggonggong, suara serak, dan stridor inspirasi.
B. ETIOLOGI
Virus penyebab infeksi akut sindrom croup menyebar melalui
inhalasi langsung dari batuk atau bersin, kontaminasi tangan yang
menyentuh muntah, mukosa hidung ataupun mulut penderita. Virus
penyebab paling umum adalah virus parainfluenza. Tempat masuk utama
virus ini adalah hidung dan nasofaring. Infeksi menyebar dan melibatkan
laring dan trakea.
Penyebab infeksi croup lainnya adalah sebagai berikut:
a. Adenovirus
b. Respiratory syncytial virus
c. Enterrovirus
d. Coronavirus
e. Rhinovirus
f. Influenza A dan B
C. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan
stridor inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor menjadi makin berat, tetapi
dalam kondisi yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam
sudah terjadi gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya
didapati suara serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas.
Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain
terjadi obstruksi napas yang makin berat, ditandai dengan takipneu,
takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks
dapat ditemukan retraksi supraklavikular, suprasternal, interkostal,
epigastrial.
Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika
hipoksia bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun.
Pada kondisi yang berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat
proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari. Anak akan sering menangis,
rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong.
D. PATOFISIOLOGI
Infeksi virus menyebabkan radang dan edema laring serta trakea subglotis,
terutama daerah didekat kartilago krikoid. Secara histologi lokasi yang
terinfeksi menampilkan gambaran bengkak dengan infiltrasi sel yang
terletak di lamina propria, submukosa, dan adventisia. Infiltrasi tersebut
mengandung limfosit, histiosit, sel plasma, dan neutrofil. Virus (terutama
parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi langsung dari sekresi
yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar terjadi partikel
masuk melalui mata atau hidung. infeksi virus di laryngotrakeitis,
laryngotrakeobronkitis dan laryngotrakeobronkopneumonia biasanya
dimulai dari nasofaring atau oropharynx yang turun ke laring dan trakea
setelah masa inkubasi 2-8 hari.
Virus tersebut akan mengaktifkan sekresi klorida dan menghambat
penyerapan natrium di epitel trakea sehingga akan terjadi edema saluran
nafas. Pembengkakan yang terjadi secara signifikan akan mengurangi
diameter saluran nafas, sehingga membatasi aliran udara. Hasil
penyempitan inilah yang akan bermanifestasi sebagai batuk mengonggong,
stridor, dan retraksi dinding dada. Selain itu akan teradi kerusakan endotel
dan hilang fungsi silia sehingga terkumpul eksudat yang akan menyumbat
trakea. Timbulnya suara serak karena adanya edema pita suara. Difusi
peradangan yang menyebabkan eritema dan edema dinding mukosa dari
saluran pernapasan. Laring adalah bagian tersempit saluran pernafasan atas,
yang membuatnya sangat suspectible untuk terjadinya obstruksi.
Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak akan
mengakibatkan perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan
1 mm akan menyebabkan penyempitan saluran udara sebesar 44% pada
anak-anak dan 75% pada bayi. Edema mukosa dari daerah glotis akan
menyebabkan gangguan mobilitas pita suara. Edema pada daerah subglottis
juga dapat menyebabkan gejala sesak napas.
Jalan napas karena turbulensi udara menyebabkan peradangan yang
menyebabkan penyempitan, stridor diikuti retraksi dinding dada dapat
terjadi (selama inspirasi). Di daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada
histologis mengandung infiltrat selular di lamina propria, submukosa dan
adventisia. Infiltrat ini berisi histiosit, limfosit, sel plasma, dan neutrofil.
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur
menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea.
Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti
napas.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan
radiologis tidak perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan
hanya dengan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik.
Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang
didominasi PMN, kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya
epiglotitis.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan
diagnosis sindrom croup ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan
CT-Scan.
Pada foto polos leher menunjukkan tanda klasik yaitu steeple sign, dengan
penyempitan kolum udara pada daerah subglotis yang terlihat pada foto
posterioranterior (AP). Pada hipofaring terlihat gambaran overdistended
pada foto lateral. Temuan ini didapatkan pada 50% kasus croup, banyak
anak-anak dengan sindrom croup ditemukan hasil radiografi yang normal.

Gambar 1 (a) dan (b): Gambaran normal foto anterior-posterior

Gambar 2 (a) dan (b) Gambaran Sindrom croup foto anterior-posterior

Oleh karena laringotrakeitis adalah penyakit saluran pernapasa bagian atas,


pertukaran udara di alveolus biasanya normal dan hipoksia serta saturasi
oksigen yang rendah tidak dapat terdeteksi sehingga kondisi pasien
memberat. Kebanyakan anak-anak dengan laringotrakeitis atau spasmodic
croup mempunyai temuan normal pada pulse oximetry. Observasi yang
bertahap dan pemeriksaan fisik yang sering masih menjadi metode untuk
memonitoring akut laringotrakheitis yang paling akurat. Pulse oxymetry
lebih bermanfaat pada pasien laringotrakheobronkitis atau
laringotrakheobronkopneumonitis yang melibatkan saluran pernapasan
bagian bawah
F. KOMPLIKASI
Sebagian besar anak-anak sembuh dari croup tanpa komplikasi.
Jarang penyakit croup memancing infeksi sekunder (infeksi bakteri) pada
saluran nafas atas atau pneumonia. Munculnya dehidrasi lebih disebabkan
oleh asupan cairan yang tidak memadai saat anak sakit. Anak-anak yang
lahir prematur atau yang memiliki riwayat penyakit paru-paru (seperti asma)
atau penyakit neuromuskuler (seperti cerebral palsy) lebih mungkin untuk
berkembang menjadi gejala croup yang lebih berat dan sering memerlukan
rawat inap. Namun, croup disease jarang menyebabkan komplikasi jangka
panjang.
Komplikasi yang dapat timbul adalah perlunya pemasangan intubasi
pada sejumlah kecil pasien (<1%). Bacterial tracheitis dapat memperburuk
keadaan pasien croup. Henti kardiopulmoner dapat timbul pada pasien yang
tidak dimonitor dan tidak diterapi secara adekuat. Pada keadaan hipoksia
dan hiperkapnea dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti
napas. Timbulnya pneumonia yang merupakan komplikasi dari croup yang
jarang terjadi (Alberta Medical Association, 2008).
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
bronchial, saluran pernapasan
Tujuan: Dalam perawatan 3 x 24 jam jalan napas bersih dan efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan.
2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas <
60x/menit.
3) Batuk efektif.
4) Sianosis tidak ada.
5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space.
6) Nafas cuping hidung tidak ada.
Intervensi Rasional
1) Kaji frekuensi, 1) Takipnea, pernafasan
kedalaman dangkal sering terjadi karena
pernapasan dan ketidaknyamanan.
pergerakan dada.
2) Auskultasi area 2) Penurunan aliran darah
paru, catat terjadi pada area konsolidasi
penurunan atau tak dengan cairan, krakels
ada aliran udara terdengar sebagai respon
dan bunyi napas. terhadap pengumpulan
cairan/secret.
3) Penghisapan sesuai 3) Merangsang batuk atau
indikasi. pembersihan jalan nafas
secara mekanik pada pasien
yang tidak mampu
melakukan batuk efektif
karena adanya penurunan
4) Evaluasi status tingkat kesadaran.
mental, catat 4) Menurunnya perfusi otak
adanya dapat menyebabkan
kebingungan, perubahan sensorium
disorientasi.
5) Kolaborasi dalam 5) Obat mukolitik membantu
pemberian obat untuk mengencerkan sekret,
mukolitik, bronkodilator mengurangi
bronkodilator edema dan sebagai vaso
dilatasi bronkus

b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan sesak napas, penurunan


inspirasi..
Tujuan : Dalam perawatan 3 x 24 jam, perfusi jaringan tidak terganggu.
Kriteria hasil:
1) Suara nafas bersih, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada.
2) Tanda vital dalam batas normal, denyut nadi teraba jelas.
3) Tidak sianosis, kulit tidak pucat, CRT<3 detik.
4) Akral hangat.
5) Tidak terjadi penurunan kesadaran.
Intervensi Rasional
1) Kaji frekuensi, 1) Takipnea, pernapasan yang
kedalaman bernapas dangkal sering terjadi karena
dan suara nafas. ketidaknyamanan gerakan
dinding dada dan atau cairan
2) Tempatkan pasien paru.
dalam incubator.
2) Mempertahankan suhu tubuh
3) Pantau tanda vital pasien, mencegah hipotermia,
memperbaiki metabolisme
. jaringan.
4) Pantau tingkat 3) Abnormalitas tanda vital terus
kesadaran . menerus memerlukan evaluasi
lebih lanjut dan mengetahuai
perubahan sesegera mungkin.
4) Kekurangan aliran oksigen ke
5) Pantau tanda-tanda otak dapat menyebabkan
sianosis, warna kulit, hipoksia sel-sel otak, kematian
akral perifer. jaringan otak dan terjadinya
penurunan tingkat kesadaran
6) Kolaborasi: 5) Sianosis, kulit pucat, akral dingin
pertahankan pemberian adalah salah satu tanda hipoksia
O2 sesuai indikasi jaringan yang berat akibat perfusi
(Head box 5-10 lt/mnt). yang tidak adekuat.
7) Kolaborasi 6) PaO2 di atas 90 mmHg.
pemeriksaan darah
lengkap.
7) Hb yang rendah (<10 gr/dl)
mempengaruhi suplay oksigen ke
jaringan.

H. DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.(2013). Nursing Intervention Classification (NIC). Ed.6. Ed
Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Moco Media
Bulechek, G.(2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Ed.6. Ed
Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Moco Media

IDAI. (2008). Croup (Laringotrakeobronkitis akut), Buku Ajar Respirologi


Anak. Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Roosevelt, G. E. (2007). Inflamasi akut obstruksi jalan napas atas (batuk,
epiglottitis, laringitis, dan trakeitis bakteri). dalam: Kliegman RM,
Behrman RE, Jenson HB, BF Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics.18
ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai