Anda di halaman 1dari 26

LINGUISTIK UMUM

Abdul Chaer
22 Okt 2011 Tinggalkan komentar

by pacul sastra in Uncategorized

LINGUISTIK UMUM

Linguistik adalah ilmu bahasa , atau telaah ilmiah mengenai bahasa manusia
Linguistik juga sering disebut lingistik umum (general linguistics) karena linguistik tidak hanya mengkaji
sebuah bahasa saja (seperti bahasa jawa), melainkan mengkaji bahasa pada umumnya.
Linguistik umum adalah linguistik yang mempelajari : kaidah-kaidah bahasa secara umum, bukan bahasa
tertentu. Kaidah-kaidah khusus / spesifik mempelajari bahasa arab/bahasa sunda. Kajian khusus ini juga
bisa dilakukan terhadap satu rumpun / subrumpun bahasa misal rumpun bahasa austronesia, atau
subrumpun indo-german.
Langage : berarti bahasa secara umum, seperti tampak dalam ungkapan “manusia punya bahasa
sementara hewan tidak”.
Langue : artinya suatu bahasa tertentu, seperti bahasa arab, bahasa inggris, atau bahasa jawa
Parole : adalah bahasa dalam wujudnya yang konkret yang berupa ujaran.

OBJEK LINGUISTIK: BAHASA

PENGERTIAN BAHASA

Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian. Kata bahasa yang
terdapat pada kalimat bisa menunjuk pada beberapa arti atau kategori lain. Menurut peristilahan de
Saussure, bahasa bisa berperan sebagai parole, langue, langage.Sebagai objek kajian linguistik, karole
merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh para bahasawan
dari suatu masyarakat bahasa.Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud sistem
suatu bahasa tertentu secara keseluruhan.Langage merupakan objek yang paling abstrak karena dia
berwujud sistem bahasa yang universal.

“ Apakah bahasa itu?” Seperti yang dikemukakan Kridalaksana (1983 dan juga dalam Djoko Kentjono
1982) “ Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok
sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”. Definisi ini sejalan dengan definisi
dari Barber(1964: 21), Wardhaugh(1977:3), Trager(1949:18), de Saussure(1966:16) dan
Bolinger(1975:15).

Masalah yang berkeneen dengan pengertian bahasa adalah bilamana sebuah tuturan disebut bahasa,
yang berbeda dengan bahasa lainnya dan bilamana hanya dianggap sebagai varian dari suatu bahasa
lainnya dan hanya dianggap sebagai varian dari suatu bahasa.Dua buah tuturan bisa disebut sebagai dua
bahasa yang berbeda berdasarkan dua buah patokan, yaitu patokan linguistis dan patokan politis.
Masalah lain adalah arti bahasa dalam pendidikan formal di sekolah menengah bahwa” bahasa adalah
alat komunikasi”. Jawaban ini tidak salah tetapi juga tidak benar sebab hanya mengatakan” bahasa
adalah alat”.
Oleh karena itu, meskipun bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti tidak ada kegiatan
manusia yang tidak disertai bahasa, tetapi karena ”rumitnya” menentukan suatu parole bahasa atau
bukan, hanya dialek saja dari bahasa yang lain, maka hingga kini belum pernah ada angka yang pasti
berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini.

HAKIKAT BAHASA

Beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa adalah

Bahasa sebagi Sistem

Kata sistem sudah biasa digunakan dalam kegiatan sehari-hari dengan makna ‘cara’ atau ‘aturan’, tapi
dalam kaitan dengan keilmuan, sistem bararti susunan teratur berpola yang membentuk suatu
keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat
sistematis dan sistemis.Dengan sistematis, artinya bahasa itu tersusun menurut pola, tidak tersusun
secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya bahasa itu bukan merupakan sistem
tunggal, tetapi terdiri juga dari sub- subsistem atau sistem bawahan.

Bahasa sebagai Lambang

Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol dengan pengertian yang sama. Lambang dikaji
orang dengan kegiatan ilmiah dalam bidang kajian yang disebut ilmu Semiotika atau Semiologi, yaitu
ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia termasuk bahasa. Dalam
semiotika atau semiologi dibedakan adanya beberapa jenis tanda, yaitu antara lain tanda (sign),
lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.
Dengan begitu, bahasa adalah suatu sistem lambang dalam wujud bunyi- bahasa, bukan dalam wujud
lain.

Bahasa adalah Bunyi

Sistem bahasa itu bisa berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi.Kata bunyi, sering sukar dibedakan
dengan kata suara.Secara teknik, menurut Kridalaksana (1983: 27) bunyi adalah kesan dari pusat saraf
sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan- perubahan dalam tekanan
udara.Lalu yang dimaksud dengan bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.Jadi, bunyi yang bukan dihasilkan oleh alat ucap manusia
tidak termasuk bunyi bahasa.Tetapi tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk
bunyi bahasa, seperti teriak, bersin, batuk- batuk, dan sebagainya.

Bahasa itu Bermakna

Bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, maka tentu ada yang dilambangkan.Yang
dilambangkan itu adalah suatu pengertian, konsep, ide atau pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud
bunyi.Oleh karena lambang- lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide atau suatu pikiran, maka
dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.Lambang- lambang bunyi bahasa yang bermakna
itu di dalam bahasa berupa satuan- satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frase, klausa, kalimat
dan wacana.Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat
disebut bukan bahasa.
Bahasa itu Arbitrer

Kata arbitrer bisa diartikan “ sewenang- wenang, berubah- ubah, tidak tetap, mana suka”. Yang
dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang
berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.

Bahasa itu Konvensional

Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbitrer, tetapi
penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional.Artinya, semua
anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk
mewakili konsep yang diwakilinya.

Bahasa itu Produktif

Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah “ banyak hasilnya “
atau lebih tepat “ terus- menerus menghasilkan “. Lalu, kalau bahasa itu dikatakan produktif, maka
maksudnya, meskipun unsur- unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur- unsur yang jumlahnya
terbatas itu dapat dibuat satuan- satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif,
sesuai dengan sistem yamg berlaku dalam bahasa itu.

Bahasa itu Unik

Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Bahasa dikatakan unik
yang artinya setiap bahasa memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Salah satu keunikan
bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis, artinya jika
kita memberi tekanan pada kata dalam kalimat maka makna kata itu tetap.

Bahasa itu Universal

Bahasa bersifat universal artinya ada ciri- ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di
dunia ini. Ciri- ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa
dikaitkan dengan ciri- ciri atau sifat- sifat bahasa lain.

Bahasa itu Dinamis

Bahasa adalah satu- satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak
manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan
bermasyarakat.Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam
kehidupannya di dalam masyarakat, kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa
itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap dan tidak statis.Karena itulah bahasa itu disebut
dinamis.

Bahasa itu Bervariasi

Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan
berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Anggota masyarakat bahasa itu ada yang berpndidikan
baik ada juga yang tidak, ada yang tinggal di kota ada yang tinggal di desa, ada orang dewasa dan kanak-
kanak. Oleh karena latar belakang dan lingkungannya tidak sama maka bahasa yang mereka gunakan
menjadi bervariasi atau beragam.

Bahasa itu Manusiawi

Alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi, dalam arti hanya milik
manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.Alat komunikasi binatang bersifat terbatas. Dalam
arti hanya untuk keperluan hidup “ kebinatangannya” itu saja. Kalaupun ada binatang yang dapat
mengerti dan memahami serta melakukan perintah manusia dalam bahasa manusia adalah berkat
latihan yang diberikan kepadanya.

BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA

Objek kajian linguistik mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri, sedangkan
kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor- faktor di luar bahasa yaitu
tidak lain daripada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak
ada kegiatan yang tanpa berhubungan dengan bahasa.

Masyarakat Bahasa

Kata masyarakat biasanya diartikan sebagai sekelompok orang (dalam jumlah yang banyaknya relatif ),
yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal atau yang mempunyai kepentingan sosial
yang sama. Yang dimaksud dengan masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa
menggunakan bahasa yang sama. Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “ merasa
menggunakan bahasa yang sama”, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat
menjadi sempit.

Variasi dan Status Sosial Bahasa

Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua
macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi
bahasa tinggi ( T ) digunakan dalam situasi- situasi resmi, seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar
dalam pendidikan, khotbah, surat- menyurat resmi dan buku pelajaran, variasi T ini harus dipelajari
melalui pendidikan formal di sekolah- sekolah. Yang kedua adalah variasi bahasa rendah ( R ) digunakan
dalam situasi tidak formal, seperti di rumah, di warung, di jalan, dalam surat- surat pribadi dan catatan
untuk diri sendiri, variasi R ini dipelajari secara langsung di dalam masyarakat umum dan tidak pernah
dalam pendidikan formal. Adanya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R disebut dengan istilah
diglosia ( Ferguson 1964 ). Masyarakat yang mengadakan pembedaan ini disebut masyarakat diglosis.

Penggunaan Bahasa

Adanya berbagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita harus
menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat. Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan,
bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang
diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni :
Setting and scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan
Participants, yaitu orang- orang yang terlibat dalam percakapan
Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan
Act sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan
Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan
Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan
Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan
Genres, yaitu menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.

Kedelapan unsur tersebut dalam formulasi lain bisa dikatakan dalam berkomunikasai lewat bahasa harus
diperhatikan faktor- faktor siapa lawan atau mitra bicara kita, tentang apa, situasinya bagaimana,
tujuannya apa, jalurnya apa dan ragam bahasa yang digunakan yang mana.

Kontak Bahasa

Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota
dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut
kontak bahasa. Bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengan
bahasa dari masyarakat yang datang. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak
bahasa ini adalah terjadinya atau terdapatnya apa yang disebut bilingualisme dan multilingualisme
dengan berbagai macam kasusnya, sepertu interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode.

Bahasa dan Budaya

Satu lagi yang menjadi objek kajian linguistik makro adalah mengenai hubungan bahasa dengan budaya
atau kebudayaan.Dalam sejarah linguistik ada suatu hipotesisyang sangat terkenal mengenai hubungan
bahasa dengan kebudayaan ini. Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua orang pakar, yaitu Edward Sapir dan
Benjamin Lee Whorf ( hipotesis Sapir- Whorf) yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi
kebudayaan atau bahasa itu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota masyarakat
penuturnya. Jadi bahasa itu menguasai cara berpikir dan bertindak manusia. Apa yang dilakukan
manusia selalu dipengaruhi oleh sifat- sifat bahasanya.

KLASIFIKASI BAHASA

Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada setiap bahasa.Bahasa yang
mempunyai kesamaan ciri dimasukkan dalam satu kelompok.Menurut Greenberg (1957: 66) suatu
klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekhaustik, dan unik. Nonarbitrer
maksudnya bahwa kriteria klasifikasi hanya harus ada satu kriteria, maka hasilnya akan ekhaustik.
Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya, semua bahasa yang ada dapat masuk ke
dalam salah satu kelompok.Hasil klasifikasi juga harus bersifat unik, maksudnya kalau suatu bahasa
sudah masuk ke dalam salah satu kelompok, dia tidak bisa masuk lagi dalam kelompok yang lain, kalau
masuk ke dalam dua kelompok atau lebih berarti hasil klasifikasi itu tidak unik.

Klasifikasi Genetis

Klasifikasi genetis disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-
bahasa itu.Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Menurut teori
klasifikasi genetis ini, suatu bahasa pro ( bahasa tua, bahasa semula) akan pecah dan menurunkan dua
bahasa baru atau lebih. Lalu, bahasa pecahan ini akan menurunkan pula bahasa- bahasa lain. Kemudian
bahasa- bahasa lain itu akan menurunkan lagi bahasa- bahasa pecahan berikutnya.

Klasifikasi genetis dilakukan berdasarkan kriteria bunyi dan arti yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan
makna yang dikandungnya. Bahasa- bahasa yang memiliki sejumlah kesamaan seperti itu dianggap
berasal dari bahasa asal atau bahasa proto yang sama. Apa yang dilakukan dalam klasifikasi genetis ini
sebenarnya sama dengan teknik yang dilakukan dalam linguistik historis komparatif, yaitu adanya
korespondensi bentuk (bunyi) dan makna. Oleh karena itu, klasifikasi genetis bisa dikatakan merupakan
hasil pekerjaan linguistik historis komparatif. Klasifikasi genetis juga menunjukkan bahwa perkembangan
bahasa- bahasa di dunia ini bersifat divergensif, yakni memecah dan menyebar menjadi banyak, tetapi
pada masa mendatang karena situasi politik dan perkembangan teknologi komunikasi yang semakin
canggih, perkembangan yang konvergensif tampaknya akan lebih mungkin dapat terjadi.

Klasifikasi Tipologis

Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe- tipe yang terdapat pada sejumlah
bahasa.Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul berulang- ulang dalam suatu
bahasa.Klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan pada semua tataran bahasa.Maka hasil klasifikasinya dapat
bermacam- macam, akibatnya menjadi bersifat arbitrer karena tidak terikat oleh tipe tertentu.

Klasifikasi pada tataran morfologi yang telah dilakukan pada abad XIX secara garis besar dapat dibagi
tiga kelompok, yaitu:

§ Kelompok pertama adalah yang semata- mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi. (
klasifikasi morfologi oleh Fredrich Von Schlegel)

§ Kelompok kedua adalah yang menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi ( oleh Franz Bopp).

§ Kelompok ketiga adalah yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi, pakarnya antara
lain H. Steinthal.

Pada abad XX ada juga pakar klasifikasi morfologi dengan prinsip yang berbeda, misalnya yang dibuat
Sapir (1921) dan J. Greenberg (1954).

Klasifikasi Areal

Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan
bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat
secara genetik atau tidak. Klasifikasi ini bersifat arbitrer karena dalam kontak sejarah bahasa- bahasa itu
memberikan pengaruh timbal balik dalam hal- hal tertentu yang terbatas.Klasifikasi inipun bersifat non
ekhaustik, sebab masih banyak bahasa- bahasa di dunia ini yang masih bersifat tertutup dalam arti
belum menerima unsur- unsur luar.Selain itu, klasifikasi inipun bersifat non unik, sebab ada
kemungkinan sebuah bahasa dapat masuk dalam kelompok tertentu dan dapat pula masuk ke dalam
kelompok lainnya lagi.Usaha klasifikasi ini pernah dilakukan oleh Wilhelm Schmidt (1868- 1954) dalam
bukunya Die Sprachfamilien und Sprachenkreise der Ende, yang dilampiri dengan peta.

Klasifikasi Sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor- faktor yang
berlaku dalam masyarakat, tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat
terhadap bahasa itu. Klasifikasi sosiolinguistik ini pernah dilakukan oleh William A. Stuart tahun 1962
yang dapat kita baca dalam artikelnya “ An Outline of Linguistic Typology for Describing
Multilingualism”. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri atau kriteria, yaitu :

historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atau sejarah pemakaian bahasa itu,
standardisasi berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku atau statusnya dalam
pemakaian formal atau tidak formal,
vitalitas berkenaan dengan apakah bahasa itu mempunyai penutur yang menggunakannya dalam
kegiatan sehari- hari secara aktif atau tidak,
homogenesitas berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu diturunkan.

Dengan menggunakan keempat ciri di atas, hasil klasifikasi bisa menjadi ekshaustik sebab semua bahasa
yang ada di dunia dapat dimasukkan ke dalam kelompok- kelompok tertentu.Tetapi hasil ini tidak unik
sebab sebuah bahasa bisa mempunyai status yang berbeda.

BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA

Dalam bagian yang terdahulu sudah disebutkan bahwa bahasa adalah sebuah sistem bunyi. Jadi bahasa
itu adalah apa yang dilisankan. Juga sudah disebutkan bahwa linguistik melihat bahasa itu adalah bahasa
lisan, bahasa yang diucapkan, bukan yang dituliskan.Namun linguistik sebenarnya juga tidak menutup
diri terhadap bahasa tulis, sebab apapun yang berkenaan dengan bahasa adalah juga menjadi objek
linguistik, padahal bahasa tulis dekat sekali hubungannya denganm bahasa.Hanya masalahnya, linguistik
juga punya prioritas dalam kajiannya.Begitulah, maka bagi linguistik bahasa lisan adalah primer,
sedangkan bahasa tulis adalah sekunder.Bahasa lisan lebih dahulu daripada bahasa tulis.Malah saat ini
masih banyak bahasa di dunia ini yang belum punya tradisi tulis.Artinya, bahasa itu hanya digunakan
secara lisan, tetapi tidak secara tulisan.Dalam bahasa itu belum dikenal ragam bahasa tulisan, yang ada
hanya ragam bahasa lisan.

Bahasa tulis sebenarnya bisa dianggap sebagai “rekaman” bahasa lisan, sebagai usaha manusia untuk
“menyimpan” bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang dan
waktu yang berbeda. Namun, ternyata rekaman bahasa tulis sangat tidak sempurna.Banyak unsur
bahasa lisan, seperti tekanan, intonasi, dan nada yang tidak dapat direkam secara sempurna dalam
bahasa tulis, padahal dalam berbagai bahasa tertentu tiga unsur itu sangat penting.

Apakah bahasa tulis itu sama dengan bahasa lisan, atau bagaimana? Meskipun dari awal sudah
disebutkan bahwa bahasa tulis sebenarnya tidak lain daripada rekaman bahasa lisan, tetapi
sesungguhnya ada perbedaan besar antara bahasa tulis dengan bahasa lisan. Bahasa tulis bukanlah
bahasa lisan yang dituliskan seperti yang terjadi kalau kita merekam bahasa lisan itu ke dalam pita
rekaman. Bahasa tulis sudah dibuat orang dengan pertimbangan dan pemikiran, sebab kalau tidak hati-
hati, tanpa pertimbangan dan pemikiran, peluang untuk terjadinya kesalahan dan kesalahpahaman
dalam bahasa tulis sangat besar, maka kesalahan itu tidak bisa secara langsung diperbaiki. Berbeda
dengan bahasa lisan.Dalam bahasa lisan setiap kesalahan bisqa segera diperbaiki, lagipula bahasa lisan
sangat dibantu oleh intonasi, tekanan, mimik, dan gerak- gerik si pembicara.

Berbicara mengenai asal mula tulisan, hingga saat ini belum dapat dipastikan kapan manusia mulai
menggunakan tulisan.Ada cerita yang mengatakan bahwa tulisan itu ditemukan oleh Cadmus, seorang
pangeran dari Phunisia dan lalu membawanya ke Yunani. Dalam fable Cina dikisahkan bahwa yang
menemukan tulisan adalah T’sang Chien Tuhan bermata empat, dan sebagainya. Para ahli dewasa ini
memperkirakan tulisan itu berawal dan tumbuh dari gambar- gambar yang terdapat dari gua-gua di
Altamira di Spanyol Utara, dan di beberapa tempat lain. Gambar- gambar itu dengan bentuknya yang
sederhana secara langsung menyatakan maksud atau konsep yang ingin disampaikan.Gambar- gambar
ini disebut pictogram, dan sebagai sistem tulisan disebut piktograf.

Beberapa waktu kemudian gambar- gambar piktogram itu benar- benar menjadi sistem tulisan yang
disebut piktograf.Dalam piktograf ini, satu huruf yang berupa satu gambar, melambangkan satu makna
atau satu konsep.Piktograf ini selanjutnya tidak lagi menggambarkan benda yang dimaksud, tetapi telah
digunakan untuk menggambarkan sifat benda atau konsep yang berhubungan dengan benda
itu.Piktograf yang menggambarkan gagasan, ide, atau konsep ini disebut ideograf.Kemudian ideograf
berubah menjadi lebih sederhana, sehingga tidak tampak lagi hubungan langsung antara gambar dengan
hal yang dimaksud.Sistem demikian, yang menggambarkan suku kata disebut aksara silabis.

Lalu dalam perkembangannya, aksara silabis ini diambil alih oleh orang Yunani yang kemudian
mengembangkan tulisan yang bersifat alfabetis, yaitu dengan menggambarkan setiap konsonan dan
vocal dengan satu huruf.Selanjutnya, aksara Yunani ini diambil alih pula oleh orang Romawi.Pada abad-
abad pertama Masehi aksara Romawi ini (yang lazim disebut aksara Latin) menyebar ke seluruh
dunia.Tiba di Indonesia sekitar abad XVI bersamaan dengan penyebaran agama Kristen oleh orang
Eropa.

Jadi, sudah dikemukakan di atas adanya beberapa jenis aksara, yaitu aksara piktografis, aksara
ideografis, aksara silabis, dan aksara fonemis.Semua jenis aksara itu tidak ada yang bisa “merekam”
bahasa lisan secara sempurna.Banyak unsur bahasa lisan yang tidak dapat digambarkan oleh aksara itu
dengan tepat dan akurat. Alat pelengkap aksara yang ada untuk menggambarkan unsur- unsur bahasa
lisan hanyalah huruf besar untuk memulai kalimat, koma untuk menandai jeda, titik untuk menandai
akhir kalimat, tanda tanya untuk menyatakan interogasi, tanda seru untuk menyatakan interjeksi, dan
tanda hubung untuk menyatakan penggabungan. Bahasa- bahasa di dunia ini dewasa ini lebih umum
menggunakan aksara Latin daripada aksara lain. Aksara Latin adalah aksara yang tidak bersifat silabis.
Jadi, setiap silabel akan dinyatakan dengan huruf vokal dan huruf konsonan. Huruf vokal untuk
melambangkan fonem vokal dan huruf konsonan untuk melambangkan fonem konsonan dari bahasa
yang bersangkutan.Hubungan antara fonem (yaitu satuan bunyi terkecil yang dapat membedakan
makna dalam suatu bahasa) dengan huruf atau grafem (yaitu satuan unsur terkecil dalam aksara)
ternyata juga bermacam- macam. Tidak sama antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, karena
jumlah fonem yang ada dalam setiap bahasa tidak sama dengan jumlah huruf yang tersedia dalam
alphabet Latin itu.

Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa ejaan yang ideal adalah ejaan yang melambangkan tiap
fonem hanya dengan satu huruf atau sebaliknya setiap huruf hanya dipakai untuk melambangkan satu
fonem. Jika demikian, ternyata ejaan bahasa Indonesia belum seratus persen ideal, sebab masih ada
digunakan gabungan huruf untuk melambangkan sebuah fonem. Namun, tampaknya ejaan bahasa
Indonesia masih jauh lebih baik daripada ejaan bahasa Inggris.

TATARAN LINGUISTIK : FONOLOGI


Fonologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari tata bunyi/kaidah bunyi dan cara
menghasilkannya. Mengapa bunyi dipelajari?Karena wujud bahasa yang paling primer adalah
bunyi.Bunyi adalah Getaran udara yang masuk ke telinga sehingga menimbulkan suara.

Bunyi bahasa adalah bunyi yang dibentuk oleh tiga faktor, yaitu pernafasan (sebagai sumber tenaga),
alat ucap (yang menimbulkan getaran), dan rongga pengubah getaran (pita suara).Fonologi dibedakan
menjadi, fonetik dan fonemik. Didalam fonologi terdapat istilah fonem, fon, dan alofon. Fonem adalah
satuan bunyi terkecil yang masih abstrak atau yang tidak diartikulasikan.Fonem merupakan aspek
bahasa pada aspek langue (istilah de Sausure), misalnya /t/./d/, /c/.Fon adalah realisasi dari fonem
(parole), atau bunyi yang diartikulasikan (diucapkan) misalnya {lari}. Alofon adalah perbedaan bunyi
yang tidak menimbulkan perbedaan makna, misalnya /i/ dan /I/ dalam /menangIs/.

Bunyi Vokal : bunyi yang tidak mengalami hambatan di daerah artikulator. Disebut juga huruf hidup
karena dapat berdiri sendiri dan dapat menghidupkan konsonan. Terdiri dari : a, i, u, e, o. Diftong → au,
ai, oi.

Fonetik
4.2 Klasifikasi vokal :
Berdasarkan bentuk bibir
· Vokal bulat → a, o, u
· Vokal lonjong → i, e

Berdasarkan tinggi rendah lidah


· Tinggi → i
· Tengah → e
· Bawah → a

Berdasarkan maju mundurnya lidah


· Depan → i, a
· Tengah → e
· Belakang → o

4.3 Bunyi Konsonan

Bunyi Konsonan adalah bunyi yang mengalami hambatan dalam pengucapan.

4.3.1. Pembentukan konsonan

a) Bilabial : pembentukan konsonan oleh 2 bibir. (b, p, m)

b) Apikodental : pembentukan konsonan oleh ujung lidah dan gigi (t, d, h)

c) Labiodental : pembentukan konsonan oleh gigi dan bibir (f, v)

d) Palatal : lidah – langit-langit keras (c, j)

e) Velar : belakang lidah – langit-langit lembut (k,g)


f) Hamzah (glottal stop) : posisi pita suara tertutup sama sekali.

g) Laringal : pita suara terbuka lebar, udara keluar melalui geseran.

4.4 Macam-macam bunyi bahasa

a. Bunyi Segmental

Bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat ucap dan pita suara. Bunyi Segmental
ada empat macam

Konsonan= bunyi yang terhambat oleh alat ucap


Vokal = bunyi yang tidak terhambat oleh alat ucap
Diftong= dua vokal yang dibaca satu bunyi, misalnya: /ai/ dalam sungai, /au/ dalam /kau/
Kluster= dua konsonan yang dibaca satu bunyi.

Contoh Kluster/Konsonan Rangkap

ng: yang

ny: nyonya

kh: khusus, khas, khitmad,

pr: produksi, prakarya, proses

kr: kredit, kreatif, kritis, krisis

sy: syarat, syah, syukur

str: struktur, strata, strategi

spr: sprai

tr : tradisi, tragedi, tragis, trauma, transportasi.

b. Bunyi Supra Segmental

Dalam suatu runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselangseling dengan jeda
singkat atau agak singkat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek
bunyi, ada bunyi yang dapat disegmentasikan yang disebut bunyi segmental.

1 . Tekanan atau Stres

Menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.

2 . Nada atau Pitch


Berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi.

3 Jeda atau Persendian

Berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar.

Jeda antar kata, diberi tanda ( / )

Jeda antar frase, diberi tanda ( // )

Jeda antar kalimat, diberi tanda ( # )

Fonemik

Pengertian Fonemik

1. Fonetik adalah bagian dari studi linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, tanpa
memperhatikan makna, yang tidak bersifat fungsional, kajian bunyi bahasa manapun. Sedangkan
fonemik adalah bagian dari studi linguistik yang mempelajari bahasa tertentu yang memperhatikan
perbedaan makna.
2. Fonemisasi adalah salah satu prosedur atau cara menemukan fonem suatu bahasa. Penemuan fonem
suatu bahasa itu didasarkan pada data-data yang secara fonetis akurat.Salah satu prosedur fonemisasi
adalah “pasangan minimal” (minimal pairs). Pasangan minimal, yaitu bentuk-bentuk bahasa yang
terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi yang tidak sama.
Hasil dari fonemisasi dengan prosedur pasangan minimal adalah ditemukannya suatu fonem, yaitu
satuan bunyi yang terkecil yang fungsional atau distingtif, dalam arti membedakan makna.

Asimilasi merupakan peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari bunyi
yang ada di lingkungannya. Disimilasi yaitu perubahan dua buah fonem yang sama menjadi fonem yang
berlainan. Kontraksi adalah pemendekan bentuk ujaran yang ditandai dengan hilangnya sebuah fonem
atau lebih.

Fonem dan grafem

Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata.Untuk
menetapkan apakah suatu bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan
minimalnya.

Alofon merupakan realisasi sebuah fonem. Alofon dapat dilambangkan dalam wujud tulisan atau
transkripsi fonetik yaitu penulisan pengubahan menurut bunyi, dan tandanya adalah […]. Grafem
merupakan pelambangan fonem ke dalam transkripsi ortografis, yaitu penulisan fonem-fonem suatu
bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku pada suatu bahasa, atau penulisan menurut huruf dan ejaan
suatu bahasa.
TATARAN LINGUISTIK : SINTAKSIS

Kajian Sintaksis

Morfosintaksis yaitu gabungan dari morfologi dan sintaksis.Morfologi membicarakan tentang struktur
internal kata. Sintaksis membicarakan tentang hubungan kata dengan kata lain.

Struktur Sintaksis

Struktur sintaksis ada tiga yaitu fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Dalam fungsi
sintaksis ada hal-hal penting yaitu subjek, predikat, dan objek.Dalam kategori sintaksis ada istilah
nomina, verba, adjektiva, dan numeralia.Dalam peran sintaksis ada istilah pelaku, penderita, dan
penerima. Menurut Verhaar (1978), fungsi-fungsi S, P, O, dan K merupakan kotak kosong yang diisi
kategori dan peranan tertentu.

Contohnya: Kalimat aktif: Nenek melirik kakek tadi pagi.

SPOK

pelaku sasaran

Kalimat pasif: Kakek dilirik nenek tadi pagi.

SPOK

sasaran pelaku

Agar menjadi kalimat berterima, maka fungsi S dan P harus berurutan dan tidak disisipi kata di antara
keduanya. Struktur sintaksis minimal mempunyai fungsi subjek dan predikat seperti pada verba
intransitif yang tidak membutuhkan objek.

Contohnya: Kakek makan.

Verba transitif selalu membutuhkan objek.

Contohnya: Nenek membersihkan kamarnya.

Menurut Djoko Kentjono(1982), hadir tidaknya fungsi sintaksis tergantung konteksnya.

Contohnya: Kalimat seruan: Hebat!

Kalimat jawaban: Sudah!


Kalimat perintah: Baca!

Fungsi-fungsi sintaksis harus diisi kategori-kategori yang sesuai.Fungsi subjek diisi kategori nomina,
fungsi predikat diisi kategori verba, fungsi objek diisi kategori nomina, dan fungsi keterangan diisi
kategori adverbia.

Contohnya: Dia guru.(salah) Dia adalah guru.(benar)

SOSPO

Kata “adalah” pada kalimat tersebut merupakan verba kopula, seperti to be pada bahasa Inggris.

- Berenang menyehatkan tubuh.

SPO

Kata “berenang” menjadi berkategori nomina karena yang dimaksud adalah pekerjaan
berenangnya.Peran dalam struktur sintaksis tergantung pada makna gramatikalnya.Kata yang bermakna
pelaku dan penerima tetap tidak berubah walaupun kata kerja yang aktif diganti menjadi pasif.Pelaku
berarti objek yang melakukan pekerjaan.Penerima berarti objek yang dikenai pekerjaan.Makna pelaku
dan sasaran merupakan makna gramatikal.Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan
kata, bentuk kata, dan intonasi.Perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna.

Contohnya: tiga jam – jam tiga.

Nenek melirik kakek. – Kakek melirik nenek.

Dalam kalimat aktif transitif mempunyai kendala gramatikal yaitu fungsi predikat dan objek tidak dapat
diselipi kata keterangan.

Contohnya: Nenek melirik tadi pagi kakek.(salah)

Intonasi merupakan penekanan.Perbedaan intonasi juga menimbulkan perbedaan makna. Intonasi ada
tiga macam yaitu intonasi deklaratif untuk kalimat bermodus deklaratif atau berita dengan tanda titik,
intonasi interogatif dengan tanda tanya, dan intonasi interjektif dengan tanda seru. Intonasi juga dapat
berupa nada naik atau tekanan.

Contohnya: Kucing / makan tikus mati.

Kucing makan tikus / mati.

Kalimat tersebut sudah berbeda makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda yang disebut ambigu
atau taksa. Konektor bertugas menghubungkan konstituen satu dengan yang lain. dilihat dari sifatnya,
ada dua macam konektor. Konektor koordinatif menghubungkan dua konstituen sederajat.Konjungsinya
seperti dan, atau, dan tetapi. Contohnya: Nenek dan kakek pergi ke sawah. Konektor subordinatif
menghubungkan dua konstituen yang tidak sederajat.Konjungsinya seperti kalau, meskipun, dan karena.
Contohnya: Kalau diundang, saya tentu akan datang.
Frase

Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.
Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.

Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu

a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.

b. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.

Macam-macam frase:

A. Frase endosentrik

Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase
endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:

1. Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini
dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.

Misalnya: kakek-nenek : pembinaan dan pengembangan

laki bini : belajar atau bekerja

2. Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara.
Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.

Misalnya: perjalanan panjang

hari libur

Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh
frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.

3. Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.

Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.

Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh,
sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi.
Perhatikan jajaran berikut:

Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai

Susi, …., sangat pandai.


…., anak Pak Saleh sangat pandai.

Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).

B. Frase Eksosentrik

Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.

Misalnya:

Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.

Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat
dilihat dari jajaran berikut:

Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….

Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas

C. Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.

1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.

Misalnya: baju baru, rumah sakit

2. Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.

Misalnya: akan berlayar

3. Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.

Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping

4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.

Misalnya: tadi pagi, besok sore

5. Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase
sebagai aksinnya.

Misalnya: di halaman sekolah, dari desa

D. Frase Ambigu

Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud
kalimat.Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja,
berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.

Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:

1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.

2. Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.

Klausa

Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan
keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.

Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).

Penggolongan klausa:

1. Berdasarkan unsur intinya

2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat

3. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat

Kalimat

a. Pengertian

Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang
lengkap dan punya pola intonasi akhir.

Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.

b. Pola-pola kalimat

Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar
pembentukan kalimat luas itu.

1. Pola kalimat I = kata benda-kata kerja

Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.

Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”

2. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat


Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.

Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”

3. Pola kalimat III = kata benda-kata benda

Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru

Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja
bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.

4. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial

Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.

Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial

Jenis Kalimat

A. Kalimat inti dan kalimat non inti.

Kalimat inti disebut juga kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap
bersifat deklaratif, aktif atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak kalimat inti kita
dapati dengan pola sebagai berikut :

FN + FV = Nenek datang

FN + FV + FN = Nenek membaca komik

FN + FV + FN + PN = Nenek membacakan kakek komik

FN + FN = Nenek dokter

FN + FA = Nenek cantik

FN + Fnum = Uangnya dua juta

FN + FP = Uangnya di dompet

B. Kalimat tunggal dan kalimat majemuk

Kalimat tunggal : klausanya hanya satu

Kalimat majemuk : klausa dalam kalimat terdapat lebih dari satu

Macam-macam kalimat majemuk :

1) Kalimat majemuk koordinatif.


2) Kalimat majemuk subordinatif

3) Kalimat majemuk kompleks.

C. Kalimat mayor dan kalimat minor

Kalimat mayor : klausanya lengkap, minimal mempunyai subjek dan predikat

Kalimat minor : klausanya tidak lengkap, hanya terdiri dari S/P/O/K saja.

D. Kalimat verbal dan kalimat non verbal

E. Kalimat bebas dan kalimat terikat.

Wacana

a. Pengertian Wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi dan terbesar.

Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran,
atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam
wacana lisan) tanpa keraguan apapun.Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana
dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan
lainnya.Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu
adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan
benar.

b. Alat Wacana

Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain:
Pertama, konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau
menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan
itu sebagai rujukan anaforis sehingga bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan
menggunakan kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama
yang terdapat kalimat yang lain.

Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat dengan
bantuan berbagai aspek semantik, antara lain: Pertama, menggunakan hubungan pertentangan pada
kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan hubungan generik –
spesifik; atau sebaliknya spesifik – generik.Ketiga, menggunakan hubungan perbandingan antara isi
kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.Keempat, menggunakan
hubungan sebab – akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu
wacana.Kelima, menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam, menggunakan
hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.

c. Jenis Wacana

Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis, dilihat adanya wacana lisan dan
wacana tulis.

Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa
dan wacana puisi.Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana
narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.

d. Subsatuan Wacana

Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang
disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam wacana –wacana singkat sub-
subsatuan wacana tidak ada.

TATARAN LINGUISTK : SEMANTIK

Kajian Semantik

Status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis adalah tidak sama. Semantik
dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh tataran, yaitu berada di tataran fonologi, morfologi
dan sintaksis.Makna yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris,
sehingga semantik diabaikan.Tetapi, pada tahun 1965, Chomsky menyatakan bahwa semantik
merupakan salah satu komponen dari tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh semantik
ini.

Hakikat Makna

Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2 komponen, yaitu
komponen signifian (yang mengartikan) yang berwujud runtunan bunyi, dan komponen signifie (yang
diartikan) yang berwujud pengertian atau konsep (yang dimiliki signifian). Menurut teori yang
dikembangkan Ferdinand de Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat
pada sebuah tanda linguistik.Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata atau
leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem.Jika
disamakan dengan morfem, maka makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap
morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks.

Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata, makna kata atau leksem itu seringkali terlepas
dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya.Banyak pakar menyatakan bahwa kita baru
dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.Pakar
itu juga mengatakan bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam
konteks wacananya atau konteks situasinya.Bahasa bersifat arbiter, sehingga hubungan antara kata dan
maknanya juga bersifat arbiter.
Jenis Makna

a. Makna Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual

Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Dapat
juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi
indera kita atau makna apa adanya. Makna gramatikal adalah makna yang ada jika terjadi proses
gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah makna
sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.Makna konteks dapat juga berkenaan
dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

b. Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau acuannya.Ada
sejumlah kata yang disebut kata diektik, yang acuannya tidak menetap pada satu wujud.Misalnya : kata-
kata pronominal seperti, dia, saya dan kamu.

c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah
leksem. Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna leksikal. Makna konotatif adalah makna lain
yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang
menggunakan kata tersebut. Konotasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain.

d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) membagi makna menjadi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Makna
konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun.
Makna konseptual sebenarnya sama dengan makna leksikal, deotatif dan makna referensial. Makna
asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata bahasa. Makna asosiasi sama dengan
perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang
mempunyai kemiripan sifat, keadaaan atau ciri-ciri yang ada pada leksem tersebut. Makna konotatif
termasuk dalam makna asosiatif, karena kata-kata tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata
itu.Makna stilistika berkenaan dengan perbedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan
sosial atau bidang kegiatan.Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara
atau terhadap objek yang dibicarakan.Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang
dimiliki sebuah kata dengan kata-kata yang bersinonim.

e. Makna Kata dan Makna Istilah

Pada awalnya, makna yang dimiliki oleh sebuah kata adalah makna leksikal, denotatif atau makna
konseptual.Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas jika kata itu sudah berada
di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya.Istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat.Oleh karena itu, istilah sering dikatakan bebas konteks,
sedangkan kata tidak bebas konteks.

f. Makna Idiom dan Peribahasa


Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik
secara leksikal maupun secara gramatikal.Idiom terbagi atas idiom penuh dan idiom sebagian.Idiom
penuh adalah idiom yang semua unsurnya telah melebur menjadi satu kesatuan.Sedangkan idiom
sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sendiri.Peribahasa
memilliki makna yang masih dapat ditelusuri dari makna unsurnya karena adanya “asosiasi” antara
makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.

Relasi Makna

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan yang
lain.

a. Sinonim

Yaitu hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan
satuan ujaran lainnya. Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis.
Ketidaksamaan itu terjadi karena faktor :

1. Faktor waktu

2. Faktor tempat atau wilayah

3. Faktor keformalan

4. Faktor sosial

5. Faktor bidang kegiatan

6. Faktor nuansa makna

b. Antonim

Yaitu hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan,
pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain.

c. Polisemi

Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya makna pertama
adalah makna sebenarnya, yang lain adalah maknamakna yang dikembangkan berdasarkan salah satu
komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah
kata atau satuan ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.

d. Homonim
Yaitu dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama dan maknanya berbeda,
karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Pada kasus homonim ada
dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofon dan homograf. Homofon adalah adanya kesamaan
bunyi antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya. Homograf adalah bentuk ujaran yang
ortografinya dan ejaannya sama, tetapi ucapan dan maknanya berbeda. Perbedaan antara homonim
dengan polisemi adalah bahwa homonim yaitu dua buah bentuk ujaran atau lebih yang “kebetulan”
bentuknya sama, dan maknanya berbeda, sedangkan polisemi yaitu sebuah bentuk ujaran yang memiliki
makna lebih dari satu. Dengan demikian jelas bahwa antara keduanya tidak punya hubungan sama
sekali.

e. Hiponimi

Yaitu hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk
ujaran yang lain. Relasi hiponimi bersifat searah.

f. Ambiguitas atau Ketaksaan

Yaitu gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda.Ketaksaan
terjadi dalam bahasa tulis akibat perbedaan gramatikal karena ketiadaan unsur lisan, karena
ketidakcermatan dalam menyusun konstruksi beranaforis. Perbedaan homonim dengan ambiguiti
adalah bahwa homonim yaitu dua buah bentuk atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, sedangkan
ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan dua tafsiran makna atau lebih. Perbedaan polisemi dengan
ambiguitas adalah bahwa polisemi biasanya hanya pada tataran kata, dan makna-makna yang
dimilikinya yang lebih dari satu itu, sedangkan ambiguiti adalah satu bentuk ujaran yang mempunyai
makna lebih dari satu sebagai akibat perbedaan tafsiran gramatikal.

g. Redudansi

Yaitu kata yang berlebih-lebihan yang menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.

Perubahan Makna

Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada
kemungkinan dapat berubah. Dalam masa yang relative singkat, makna sebuah kata tidak akan berubah,
tetapi dalam waktu yang relative lama ada kemungkinan makna tersebut akan berubah. Ini tidak berlaku
untuk semua kosakata, tetapi hanya terjadi pada sebuah kata saja, yang disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain :

1. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi

2. Perkembangan sosial budaya

3. Perkembangan pemakaian kata

4. Pertukaran tanggapan indera (sinestesia)


5. Adanya asosiasi

SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK

Linguistik Tradisional

Sejarah Linguistik dimulai dari linguistik tradisional, Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa
berdasarkan filsafat dan semantik; sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri
formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Misalnya dalam merumuskan kata kerja, tata bahasa
tradisional mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian; sedangkan tata
bahasa struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan frase “dengan . . .
.”.

Dalam perkembangannya di dalam aliran linguistik tradisional dikenal linguistik zaman Yunani. Sejarah
studi bahasa pada zaman Yunani ini sangat panjang, yaitu dari lebih kurang abad ke-5 S.M sampai lebih
kurang abad ke 2 M. Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan pada linguis pada waktu itu
adalah pertentangan antara bahasa bersifat alami (fisis) dan bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami
atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi
dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri.kaum naturalis adalah kelompok yang menganut
faham itu, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Atau
dengan kata lain, setiap kata mempunyai makna secara alami, secara fisis. Sebaliknya kelompok lain
yaitu kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi, artinya, makna-makna kata itu
diperoleh dari hasil-hasil tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.

Selanjutnya yang menjadi pertentangan adalah antara analogi dan anomali. Kaum analogi antara lain
Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah
orang dapat menyusun tata bahasa.Jika tidak teratur tentu yang dapat disusun hanya idiom-idiom saja
dari bahasa itu.Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Kalau
bahasa itu tidak teratur mengapa bentuk jamak bahasa Inggris child menjadi children, bukannya childs;
mengapa bentuk past tense bahasa Inggris dari write menjadi wrote dan bukannya writed ?

Kelompok-kelompok yang termasuk dalam aliriran ini adalah Kaum Sophis (abad ke-5 S.M), Plato (429-
347 S.M), Aristoteles (384-322 S.M), Kaum Stoik (Abad ke- 4S.M), Kaum Alexandrian.

Kemudian dikenal lingistik zaman Romawi.Studi bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan
dari zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani dan munculnya kerajaan Romawi. Tokoh pada
zaman romawi yang terkenal antara lain, Varro (116 – 27 S.M) dengan karyanya De Lingua Latina dan
Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.

Lalu, linguistik zaman Pertengahan. Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian
penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi Lingua Franta, karena dipakai
sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Berikutnya, linguistik zaman
Renaisans. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yang perlu
dicatat, yaitu :
1) Selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani,
bahasa Ibrani, dan bahasa Arab.

2) Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian
dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa dan malah juga perbandingan.

Dan yang terakhir yang termasuk ke dalam linguistik tradisional adalah masa menjelang lahirnya
linguistik modern.Dalam masa ini ada satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa,
yaitu dinyatakan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa Yunani,
Latin dan bahasa-bahasa Jerman lainnya. Dalam pembicaraan mengenai linguistik tradisional di atas,
maka secara singkat dapat dikatakan, bahwa :

a) Pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa
tulisan;

b) Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa
lain, terutama bahasa Latin;

c) Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara prekriptif, yakni benar atau salah;

d) Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika;

e) Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.

Linguistik Strukturalis

1. Ferdinand de Saussure
Ferdinand de saussure (1857-1913) dianggap sebagai bapak linguistik modern, pandangannya dimuat
dalam buku course de linguistique generle. Beliau mengemukakan teori bahwa setiap tanda linguistik
(signe) dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant (bentuk)
dan komponen signifie (makna)
2. Aliran praha (terbentuk tahun 1926)
Tokohnya Vilem Mathesius. Aliran praha inilah yang pertama-tama membedakan tegas akan fonetik dan
fonolog.
3. Aliran glosematik lahir di Denmark.
Tokohnya Louis Hjemslev beliau terkenal karena usaha untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang
berdiri sendiri.
4. Aliran firthian
Tokohnya R. Firth (1890-1960) beliau terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi
prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari
satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi
5. Aliran linguistik sistemik
Tokohnya M.A.K Halliday belaiu mengembangkan teori Fith mengenai bahasa khususnya yang
berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.Pokok-pokok pandangannya antara variasinya
pemberian bahasa tertentu berserta variasinya mengenai adanya gradasi dan kontinum.
6. Aliran tagmemik
Tokohnya Kenneth L. Pike, menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmen. Yang dimaksud
tagmen adalah bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisisi slot tertentu.
Linguistik Tranformasional dan Aliran-aliran Sesudahnya

Dunia ilmu termasuk linguistik, bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan merupakan kegiatan
yang dinamis, berkembang terus menerus sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu mencari
kebenaran yang hakiki.

Tata Bahasa Transformasi

Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky.Sarjana inilah yang
mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut
classical theory.Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan
dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard
theory.Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini
disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori
extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics;
tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.

Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri;
dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu:

1) Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut,
sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.

2) Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang digunakan
tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori
linguistik tertentu.

Semantik Generatif

Menjelang dasawarsa tujuh puluhan beberapa murid dan pengikut Chomsky, antara lain Pascal, Lakoff,
Mc Cawly, dan Kiparsky, sebagai reaksi terhadap Chomsky, memisahkan diri dari kelompok Chomsky dan
membentuk aliran sendiri. Kelompok Lakoff ini, kemudian terkenal dengan sebutan kaum Semantik
generatif.

Menurut semantik generatif, sudah seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus
karena keduanya adalah satu.

Tata Bahasa Kasus

Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam
karangannya berjudul “The Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms
Universal in Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart and Winston.

Dalam karangannya yang terbit tahun 1968 itu Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa
berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai
dengan sejumlah kasus. Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba
dengan nomina.
Tata Bahasa Relasional

Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung terhadap beberapa
asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi.

Tentang Linguistik Di Indonesia

Hingga saat ini bagaimana studi linguistik di Indonesia belum ada catatan yang lengkap, meskipun studi
linguistik di Indonesia sudah berlangsung lama dan cukup semarak.Pada awalnya penelitian bahasa di
Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan
pemerintahan kolonial. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra (yang jumlahnya juga belum
seberapa) dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima puluhan masih terpaku
pada konsep-konsep tata bahasa tradisional yang sangat bersifat normatif. Perubahan baru terjadi, lebih
tepat disebut perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern. Pada tanggal 15 November 1975,
atas prakarsa sejumlah linguis senior berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat
Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar
di perguruan tinggi negeri atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan.Penyelidikan
terhadap bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang
di luar Indonesia.Misalnya negeri Belanda, London, Amerika, Jerman, Rusia, dan Australia banyak
dilakukan kajian tentang bahasa-bahasa Indonesia. Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional,
bahasa persatuan, dan bahasa negara maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral
dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pelbagai segi dan aspek
bahasa telah dan masih menjadi kajian yang dilakukan oleh banyak pakar dengan menggunakan
pelbagai teori dan pendekatan sebagai dasar analisis. Dalam kajian bahasa nasional Indonesia, di
Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto,
yang telah menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai