Laporan Lembu Jantan Perkasa
Laporan Lembu Jantan Perkasa
Pembimbing:
Oleh:
Nama NRP
Adelinna Rantai B94184101
Aisyah Alfiatus Shofwan B94184104
Atika Fadhilah B94184109
Bagas Aris Priyono B94184112
Gunasalfus Guzman B94184118
Lee Perng B94184125
Meylina Putri Santri Ardi B94184129
Nobelia Maestri Adani B94184132
Vinka Aftinata Kusumaputri B94184148
Latar Belakang
Tujuan
METODE
Pemeriksaan ini dilakukan pada 26 ekor sapi betina. Alat yang dibutuhkan
adalah kandang jepit. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah sabun dan glove.
Cara Kerja
Setelah tangan dimasukkan pada rektum, organ pertama yang dapat teraba
adalah vagina yang terasa seperti saluran lunak, kemudian serviks uteri dengan
tonjolan cincin serviks yang berdinding tebal dan kenyal. Setelah serviks uteri
teraba, tangan digerakkan maju ke depan untuk meraba corpus uteri lalu bifurcatio
uteri. Selanjutnya cornua uteri kiri dan kanan akan teraba. Cornua uteri kiri dan
kanan simetris menandakan tidak bunting. Salah satu cornua uteri yang asimetris
menandakan hewan sedang bunting. Pemeriksaan diteruskan dari cornua uteri
sampai ovarium kiri dan kanan. Jika hewan sedang bunting pemeriksaan organ
reproduksi dihentikan.
Umur
Spesies Perubahan yang Terjadi
Kebuntingan
Alat reproduksi terletak antara rectum-
pelvis
Cornua uteri ukuran dan posisinya
Tidak Bunting simetris
Bifurcatio Uteri teraba
Lendir vagina: tipis / kental sekali
encer / kental → berahi
Cornua uteri tidak simetris
Vagina kering, lengket
1 Bulan
Fetal membrane slip
Ada corpus luteum di Ovarium
Cornua uteri bunting membesar, seperti
balon berisi air, double wall (plasenta –
uterus)
2 Bulan Uterus masih di rongga pelvis
Vesikel amnion terbada
Sapi 5 minggu: Ø = 0.7 cm
7 minggu: Ø = 3.5 cm
Cornua bunting semakin besar
3 Bulan Uterus bunting mulai jatuh ke abdomen
Carunculae teraba berukuran kecil
Fremitus arteri uterina media (0.6 cm)
4 Bulan unilateral sisi bunting teraba lemah
Placentom dapat teraba (1.5-2.5 cm)
Fetus teraba
Fremitus arteri uterine media (0.9 cm)
5 Bulan
berdenyut kuat sampai mendesir ringan
Placentom semakin besar (2.5-4 cm)
Fetus teraba
Placentom teraba jelas (4-5 cm)
6 Bulan Fremitus arteri uterine media (1.2 cm)
pada sisi bunting mendesir kuat, sisi yang
tidak bunting (0.6 cm) berdenyut ringan
Fremitus bilateral sangat jelas (1.5 cm
pada sisi bunting dan 0.9 cm pada sisi
7 Bulan tidak bunting)
Placentom teraba jelas (5-7.5cm)
Fetus mempunyai refleks
Fremitus bilateral sangat jelas
8 Bulan Placentom teraba jelas (6-9 cm)
Fetus mengarah jalan kelahiran
Fetus masuk jalan kelahiran
9 Bulan
Placentom teraba jelas (8-12 cm)
Ligamentum Sacro – Sciatic relaksasi
Sacrum agak mengangkat karena
9 Bulan sampai
relaksasi dari Ligamentum Sacro – Iliaca
menjelang
Basis ekor mengangkat
Kelahiran
Sumbat Cervix mencair
Cervix relaksasi
Sterility Control
PEMBAHASAN
Pemeriksaan Kebuntingan
Suatu pemeriksaan kebuntingan secara tepat dan dini sangat penting bagi
program pemuliaan ternak. Pemeriksaan tersebut merupakan dasar manajemen
yang berhubungan dengan penanggulangan dan pencegahan gangguan reproduksi
pada ternak. Pengembangan keterampilan ini memerlukan banyak latihan dan
praktek. Selain kesanggupan menentukan kebuntingan, penentuan umur
kebuntingan serta perkiraan waktu kelahiran juga diperlukan. Kebuntingan harus
dapat di bedakan dari kondisi-kondisi lain seperti pyometra, mummifacio foetus,
mucometra, maceratio foetus, tumor dan metritis. Kebuntingan pada sapi dan
kerbau dapat di diagnosa melalui palpasi rektal atau penentuan kadar progesterone
di dalam serum darah. Darah dapat diambil 21 sampai 24 hari setelah inseminasi
atau perkawinan dan dikirim ke laboratorium endokrinologi untuk ditentukan kadar
progesterone memakai teknik radioimmunoassay (RIA).
Palpasi per-rektal terhadap uterus merupakan cara yang paling praktis dan
cepat untuk menentukan kebuntingan pada sapi dan kerbau di lapangan. Diagnosa
dengan memakai metoda ini dapat di lakukan paling cepat 35 hari sesudah
inseminasi. Ketepatan di atas 95 persen dapat di peroleh sesudah 60 hari umur
kebuntingan. Ketika dipalpasi, serviks atau uterus teraba di tepi pelvis pada hewan
tua, serviks keras serta terdapat cincin serviks pada lantai pelvis atau di kranialnya.
Pada bagian corpus, cornua uteri dan ligamentum intercornualis pada biforcatio
uteri dapat dipalpasi pada hewan yang tidak bunting atau pada kebuntingan muda.
Ovarium dapat teraba di lateral dan agak kranial dari serviks. Sewaktu kebuntingan
berkembang, ovarium tertarik kedepan, terutama ovarium yang berhubungan
dengan cornua bunting dan tidak terjangkau lagi pada kebuntingan 4 sampai 6
bulan. Uterus tidak bunting dan normal pada sapi dara dan pada sapi yang sudah
beranak masing-masing mempunyai diameter 1.25 sampai 2 cm dan 2.5 sampai 6.5
cm dengan panjang 15 sampai 20 cm dan 20 sampai 30 cm (Hafez dan Hafez 2000).
Sebagai indikasi bahwa ternak bunting dapat dikenali melalui tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Palpasi perektal terhadap cornua uteri, teraba cornua uteri membesar
karena berisi cairan plasenta (amnion dan alantois).
2. Palpasi perektal terhadap cornua uteri, kantong amnion.
3. Selip selaput fetal, alanto-corion pada penyempitan terhadap uterus
dengan ibu jari dan jari telunjuk secara lues.
4. Perabaan dan pemantulan kembali fetus di dalam uterus yang membesar
yang berisi selaput fetus dan cairan plasenta.
5. Perabaan plasenta.
6. Palpasi arteri uterina media yang membesar, berdinding tipis dan berdesir
(fremitus) (Yulianto dan Saparinto 2014).
Sterility Control
DAFTAR PUSTAKA
Deden S. 2000. Teknik Masage Ovari dan Penggunaan Potahormon pada Kasus
Hipofungsi Ovarium Sapi Perah Di Kabupaten Bogor.[Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Frazer GS. 2003. Evaluation of the equine ovary. Di dalam: Robinson NE, editor.
Current Therapy in Equine Medicine. 5th ed. Philadelphia (US): Saunders.
Gitonga PN. 2010. Pospartum reproductive performance of dairy cows in medium
and large scale farms in Kiambu and Nakuku Districts of Kenya. Thesis.
University of Nairobi Faculty of Veterinary Medicine
Hafez ESE and Hafez B. 2000. Reproduction In Farm Animal. 7th edition.
Philadelphia: Leafebiger.
Hafez SE. 2000. Reproduction in Farm Animals 7th Edition. Philadelphia (US) :
Lea and Febiger.
Herry AH.2015. Pemberantasan Kasus Kemajiran Pada Ternak Menuju
Kemandirian Dibidang Kesehatan Reproduksi Hewan Dan Ketahanan 24
Pangan Di Indonesia.Makalah. Dalam: Pidato Guru Besar Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, 25 April.
Jainudeen, M.R. and Hafez. E.S.E. 2000. Pregnancy Diagnosis, dalam Hafez,
E.S.E and Hafez, B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7ed. Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia.
Karen, A., K. Szabadoz, J. Reiczigel, J.F. Beckers and O. Szenci. 2004. Accuracy
of transrectal ultrasonography for determination of pregnancy in sheep :
effect of fasting and handling of the animals. Theriogenology 61(7– 8):
1291 – 1298.
Niken W. Beda I R. Wijayanti A D. 2017. Efektifitas terapi multivitamin, obat
cacing dan premiks pada sapi terdiagnosa hipofungsi ovarium di wilayah
kecamatan prambanan, yogyakarta. Jurnal sain veteriner. 35 (2): 230-235.
Pemayun TGO. 2007. Kadar Prostaglandin F2α pada cairan vesikula seminalis dan
produk sel monolayer vesikula seminalis sapi bali. J Veteriner. 8(4):167-
172.
Roberst SJ. 1999.Veterinary Obstetrichand genital Disiases (Theriogenology), Ed.
2. Ann Arbor-Mich: Edwar Bross Inc.
Suartini NK, Trilaksana IGHB,Pemanyun TGO. 2013. Kadar estrogen dan
munculnya estrus setelah pemberian Buserelin(Agonis GnRH) pada sapi
Bali yang mengalami anestrus postpartum akibat hipofungsi ovarium.
Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan
Sutiyono, Samsudewa D, Suryawijaya A. 2017. Identification of reproductive
disorders in female cattle at local farms. J Vet. 18(4):585.
Syaiful 2018. Diseminasi teknologi deteksi kebuntingan dini “deea gestdect”
terhadap sapi potong di kinali Kabupaten pasaman barat. Jurnal Hilirisasi
IPTEK. 1(3):19-26
Toelihere M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Bandung: Angkasa
Bandung.
Yulianto P dan Saparinto C. 2014. Beternak Sapi Limousin: Panduan Pembibitan,
Pembesaran dan Penggemukan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya