DI SUSUN OLEH
20170301187
JAKARTA 2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes
aegypti (infodatin, 2016). Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat
menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan danperilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).
Menurut data WHO (2014) Penyakit demam berdarah dengue pertama kali
dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar
keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD,
namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara,
diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik
Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3
juta kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di
Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD berat. Perkembangan kasus DBD di
tingkat global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi 1.016.612
kasus di hampir 60 negara tahun2000-2009 (WHO, 2014).
Kasus DBD di Indonesia masih terjadi setiap tahun, sejak ditemukan 11968.
Untuk menekan jumlah penderita dan kematian akibat DBD, Kementerian
Kesehatanterus menggalakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Hingga saat ini
PSN masih merupakan upaya paling efektif dalam menekan kasus DBD. Jumlah kasus
DBD fluktuatif setiap tahunnya. Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kemenkes RI, pada 2014 jumlah penderita
2
mencapai 100,347, 907 orang diantaranya meninggal. Pada 2015, sebanyak 129,650
penderita dan 1,071 kematian. Sedangkan di 2016 sebanyak 202,314 penderita dan
1,593 kematian.Di 2017, terhitung sejak Januari hingga Mei tercatat sebanyak 17.877
kasus, dengan 115 kematian. Angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) di 34 provinsi di
2015 mencapai 50.75 per 100 ribu penduduk, dan IR di 2016 mencapai 78.85 per 100
ribu penduduk. Angka ini masih lebih tinggi dari target IR nasional yaitu 49 per 100
ribu penduduk.Untuk mengurangi angka itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan
Masyarakat, Kemenkes RI, drg. Oscar Primadi, MPH mengatakan harus dilakukan
PSNsecara optimal melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.''Upaya pemberantasan vektor
ini harus dilakukan dengan PSN. PSN paling efektif dalam mencegah DBD,''.PSN
dilakukan dengan 3 langkah. Pertama, menguras/membersihkan tempat yang sering
dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempatpenampungan
air minum, penampung air lemari es dan lain-lain. Kedua, menutup rapat tempat-tempat
penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lainsebagainya, dan ketiga,
memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk
jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
Selain itu, perlu juga melakukan segala bentuk kegiatan pencegahan lain seperti
di antaranya menaburkan atau meneteskan larvasida (lebih dikenal dengan abateatau
biolarvasida) pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat
nyamuk atau anti nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, danmenghindari kebiasaan
menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat
nyamuk.Program 3M Plus, yakni Menguras, Menutup dan Mendaur ulang, lanjut drg.
Oscar, masih tetap berlaku dalam kasus ini. Melipat baju-baju yang bergantungan
punperlu dilakukan mengingat itu menjadi sarang nyamuk di sana. Terlebih lagi yang
berada di ruangan yang gelap.
berdarah dengue di Jakarta barat pada tahun 2016 mencapai angka 20.391 kasus dengan
327 angka kematian (IR = 6,2 dan CFR = 1,6 %). Hal ini berbeda dibandingan dengan
tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2006 jumlah kasus kejadian hanya 10.924 kasus
dengan 220 angka kematian (IR = 3,39 dan CFR = 2,01 %), pada tahun 2013 jumlah
kasus kejadian hanya 7.144 kasus dengan 181 angka kematian (IR = 2,17 dan CFR =
2,53 %), pada tahun 2004 jumlah kasus kejadian hanya 9.742 kasus dengan 169 angka
kematian (IR = 3,00 dan CFR = 1,73 %), pada tahun 2003 jumlah kasus kejadian hanya
8.670 kasus dengan 153 angka kematian (IR = 2,70 dan CFR = 1,76 %). Dari data diatas
dapat disimpulkan bahwa angka kejadian tertinggi siklus lima tahunan DBD Jakarta
Barat terjadi pada tahun 2016 (Dinkes DKI , 2016: 75).
berkurang usia harapan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya
usia harapan hidup msyarakat. Dampak ekonomi langsung adalah biaya pengobatan
yang cukup mahal, sedangkan dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja
dan biaya lain yang dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan akomodasi
selama perawatan sakit.
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka peneliti mengambil judul
“Hubungan antara Perilaku Kesehatan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2018”