Anda di halaman 1dari 8

Host

Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman


tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-
15 orang (Depkes RI, 2002).

Hal yang perlu diketahui tentang host atau penjamu meliputi karakteristik; gizi atau daya tahan tubuh,
pertahanan tubuh, higiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan. Karakteristik host dapat
dibedakan antara lain; Umur, jenis kelamin, pekerjaan, keturunan, ras dan gaya hidup.

Menurut Luciana (2011) TB paru berisiko pada seseorang dengan karakteristik tertentu, seperti umur,
jenis kelamin, status gizi, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan kontak dengan penderita.

a. Umur

Umur berperan dalam kejadian TB. Resiko untuk mendapatkan penyakit TB tinggi di umur awal
seseorang dengan puncak pada kelompok usia dewasa dan menurun kembali ketika usia tua. Di
Indonesia 75% penderita TB paru adalah kelompok usia 15-50 tahun. Kelompok usia 15-50 tahun masuk
dalam penduduk usia produktif, dimana seseorang yang termasuk dalam usia produktif banyak
melakukan kegiatan seperti bekerja, belajar, ataupun kegiatan lainnya. Seseorang yang melakukan
banyak aktivitas akan sering berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Interaksi tersebut dapat
memungkinkan terjadinya penularan TB paru. Penderita TB paru BTA (+) dengan mudah dapat
menularkan kuman TB kepada lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan orang lain terinfeksi kuman
TB (Depkes RI, 2002).

b. Jenis kelamin

Penderita TB di afrika mayoritas menyerang laki-laki. Dari hasil laporan WHO di Amerika Serikat tahun
1993-1998 diketahui bahwa penderita TB lebih banyak diderita oleh lakilaki dibandingkan perempuan
(Supriyano, 2003). Penderita TB yang mayoritas terjadi pada pria dapat dipengaruhi oleh pola aktivitas di
luar rumah dan kebiasaan merokok berkaitan dengan peningkatan kejadian TB, sedangkan aktivitas di
luar rumah yang tinggi dapat menyebabkan seseorang tertular kuman TB oleh penderita TB paru BTA (+).
Akan tetapi angka kematian akibat tuberkulosis pada kelompok umur 15-50 tahun di Negara maju lebih
banyak diderita oleh perempuan dibandingkan lakilaki.

c. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha yang sengaja (terencana, terkontrol, dengan sadar dan dengan cara yang
sistematis) diberikan pada anak didik oleh pendidik agar individunya yang potensial itu lebih berkembang
terarah kepada tujuan tertentu. Dalam pelaksanaan pendidikan harus dapat diketahui bentuk pendidikan
yang diberikan, sasaran pendidikan, sifat pelaksaan pendidikan, tujuan pendidikan. Proses pendidikan
berlangsung dalam suatu lingkungan atau tempat pendidkan berlangsung. Pendidikan dapat berlangsung
di keluarga, sekolah, dan masyarakat. System pendidikan sekolah yang diterapkan di Indonesia adalah
pendidikan sekolah dasar (SD), sekolah menegah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA),
perguruan tinggi (Nasution, 2004).

Pendidkan seseorang mempengaruhi pengetahuan dan pandangan seseorang. Kelompok masyarakat


dengan tingkat pendidkan rendah umumnya adalah kelompok masyarakat dengan status ekonomi
rendah. Kelompok masyarakat tersebut sulit untuk menyerap informasi, tidak terkecuali informasi
mengenai kesehatan. Selain itu kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi dan pendidikan rendah
juga tidak mampu mencukupi gizi dan pengadaan sarana sanitasi yang diperlukan (Supriyadi, 2003;
Abebe et al, 2010).

d. Status Gizi

Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Boddy Mass Index (BMI) merupakan indikator untuk memantau status gizi
pada kelompok umur >18 tahun. Status gizi seseorang akan mempegaruhi risiko tertular TB. Seseorang
dengan status gizi buruk, bahkan 2mengalami malnturisi, menyebabkan penurunan fungsi paru,
perubahan analisis gas dalam darah, dan produktivitas kerja.

Seperti diketahui kuman tuberkulosis merupakan kuman yang suka tidur hingga bertahun-tahun, apabila
memiliki kesempatan untuk bangun dan menimbulkan penyakit maka timbulah kejadian penyakit
tuberkulosis paru. Oleh karena itu salah satu kekuatan daya tangkal adalah status gizi yang baik. Selain
itu, status gizi buruk juga mempengaruhi daya tahan tubuh dimana penurunan daya tahan tubuh
berkaitan erat dengan peningkatan infeksi kuman TB (Fatimah, 2008).

IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang
dewasa berumur di atas 18 tahun, IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
olahragawan (Buku Praktis Ahli Gizi, 2003).Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

IMT = Berat badan (kg) / tinggi badan m x tinggi badan (m)2

Tabel 2.2 Klasifikasi Index Masa Tubuh (IMT) Dewasa Menurut Kemenkes RI
Kategori IMT

Kurus Kurus Kekurangan berat Badan < 17,0

Kekurangan berat badan tingkat 17,0 - 18,5


ringan

Normal >18,5 - 25,0

Gemuk Gemuk Kelebihan Berat badan >25,0 - 27,0


tingkat ringan
>27,0
Kelebihan berat badan tingkat
berat

Sumber : Kemenkes RI, 2003

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Teten Zalmi di Puskesmas Padang Pasir tahun 2008
menyebutkan bahwa proporsi responden dengan keadaan status gizi kurang pada kelompok kasus
adalah 96,8%, sedangkan pada kelompok kontrol 28,1% (Teten Zalmi, 2008).

Hasil penelitian tersebut sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elvina Karyadi (2002) dari
penelitian tersebut disimpulkan bahwa pengidap TB Paru sebagian besar menderita gizi kurang (IMT<18,
5kg/m2).

e. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi dari perilaku. Faktor predisposisi adalah faktor
yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku (Green, 2005 dalam Astrine 2012).Pengetahuan tentang
tuberkulosis merupakan dasar tindakan pencegahan dan pengobatan. Ketidaktahuan masyarakat
menghalangi tindakan pencegahan TB paru. Dengan pengetahuan yang meningkat, masyarakat akan
semakin 3mengerti tentang tindakan pencegahan sehingga tingkat kejadian TB paru dapat
diminimalisasikan.

Pengetahuan akan menimbulkan kesadaran seseorang dan akhirnya akan menyebabkan orang tersebut
berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan dibagi
kedalam 6 tingkat (Notoatmodjo, 2005), yaitu :
a. Tahu : sebagai recall memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami : memahami objek bukan sekedar tahu, bukan hanya sekedar menyebutkan, tapi orang
tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.

c. Aplikasi : apabila orang yang sudah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi lain.

d. Analisis : kemampuan menjabarkan dan memisahkan lalu mencari hubungan antar komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis : kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. 4

f. Edukasi : kemampuan untuk memberikan justifikasi atau penilaian terhadap objek tertentu.Hasil survei
prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga
merawat anggota keluarga yang menderita TB dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan
mereka. Meskipun 76% keluarga pernah mendengar tentang TB dan 85% mengetahui bahwa TB dapat
disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat menyebutkan dua tanda dan gejala utama TB. Cara
penularanTB dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia obat TB
gratis (Kemenkes RI, 2011).

F. Pekerjaan

Jenis pekerjaan yang dimaksud disini adalah untuk mengetahui tinggi rendahnya mobilitas seseorang,
sehingga mempengaruhi dia untuk terpapar kuman TBC. Semakin tinggi mobilitas seseorang, semakin
banyak orang yang kontak dengan dia. Bila diantaranya ada yang menderita TBC dan kebetulan kontak
yang dilakukan cukup sering dan lama, maka risiko penularan akan semakin tinggi. Selain itu pekerjaan
juga menunjukan aktifitas yang dilakukan seseorang, apakah mempengaruhi daya tahannya atau tidak.
Pekerjaan juga bisa menggambarkan pendapatan yang dihasilkan sehingga bisa dilihat keadaan sosial
ekonominya.4

g. Kontak dengan Penderita

Kontak dengan sumber penular merupakan salah satu faktor risiko terjadinya TB paru. Kontak erat
adalah tinggal bersama dalam rumah yang sama atau frekuensi sering bertemu antara kontak dengan
sumber penular (WHO, 2006). Faktor risiko tersebut semakin besar bila kondisi lingkungan perumahan
jelek seperti kepadatan penghuni, ventilasi yang tidak memenuhi syarat dan kelembaban dalam rumah
merupakan media transisi kuman TBC untuk dapat hidup dan menyebar. Untuk itu penderita TBC dapat
menularkan secara langsung terutama pada lingkungan rumah, masyarakat di sekitarnya dan lingkungan
tempat bekerja, makin meningkatnya waktu berhubungan dengan penderita memberi kemungkinan
infeksi lebih besar pada kontak (Akbar, 2010).

Berdasarkan penelitian Mahpudin dan Mahkota (2007) didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna
antara kontak dengan penderita yang tinggal serumah dengan kejadian TB paru. Temuan ini sesuai
dengan penelitin sebelumnya dimana kontak dengan penderita TB paru yang tinggal serumah berisiko
41,8 kali dari pada yang tidak kontak. Kontak serumah merupakan ancaman yang sangat serius bagi
anggota keluarga lainnya untuk menderita penyakit TB, karena itu merupakan sumber penularan intensif
yang berada disekitar kehidupan sehari-hari anggota keluarga lainnya (Ernawati, 2011).5

3. Environment

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda mati, benda hidup, nyata atau
abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain.
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan fisik terdiri dari; Keadaan geografis
(dataran tinggi atau rendah, persawahan dan lain-lain), kelembaban udara, temperatur atau suhu,
lingkungan tempat tinggal. Adapun lingkungan non fisik meliputi; sosial, budaya (adat, kebiasaan turun-
temurun), ekonomi (kebijakkan mikro dan lokal) dan politik (suksesi kepemimpinan yang mempengaruhi
kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit.Pada dasarnya berbagai faktor risiko penyakit
tuberkulosis paru saling berkaitan satu sama lainnya. Tingkat sirkulasi oksigen merupakan faktor
lingkungan fisik yang mempengaruhi untuk terjadinya penyakit TB paru. Sirkulasi Oksigen adalah proses
perputaranoksigen yang diperlukan oleh unsur tertentu untuk mengatur sistem yang ada pada unsur
tersebut .Oksigen (O2) atau zat asam sangat diperlukan makhluk hidup. Oksigen adalah unsur kimia yang
tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, tidak terbakar tapi dapat membantu pembakaran
(Oksidator).Oksigen merupakan unsur paling melimpah ketiga di alam semesta berdasarkan massa dan
unsur paling melimpah di kerak Bumi. Gas oksigen diatomik mengisi 20,9% volume atmosfer bumi.
Manusia membutuhkan asupan oksigen secara terus-menerus untuk proses respirasi sel, dan membuang
kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari proses tersebut (Farochi, 2012).

Menurut teori Maslow oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia atau kebutuhan fisiologis dimana
kebutuhan fisiologis sangat mendasar, paling kuat dan paling jelas diantara sekian kebutuhan lain untuk
mempetahankan hidup. Manusia akan menekan kebutuhannya sedemikian rupa agar kebutuhan
fisiologis (dasar) nya tercukupi. Dengan mengkonsumsi oksigen yang cukup akan membuat organ tubuh
berfungsi secara optimal (Noverima, 2012). Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc
oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan
volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen
udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang
(Farochi, 2012).
Udara disekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah kurang dan bercampur
dengan partikel atau gasberbahaya dan bercampur dengan bakteri patogen yang apabila terhirup dapat
berbahaya bagi kesehatan. Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang media penularannya melalui
transmisi udara akan ikut terhirup bersamaan dengen proses respirasi saat menghirup oksigen.6

Adapun faktor yang berperan dalam penentuan tingkat sirkulasi oksigen di dalam rumah yaitu :

a. Kepadatan Hunian

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga
dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan
dalam m² per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia.

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas
rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan berjubelan (overcrowded).
Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota
keluarga yang lain, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam
rumahnya (Ruswanto, 2010).

Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit, semakin padat maka perpindahan
penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Dalam hubungan dengan
penularan TB Paru, maka kepadatan hunian dapat menyebabkan Cross infection (infeksi silang). Adanya
penderita TB paru dalam rumah dengan kepadatan cukup tinggi, maka penularan penyakit melalui udara
ataupun“droplet” akan lebih cepat terjadi (Rianda, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanropie dkk (1991) bahwa kondisi rumah yang tidak memenuhi
syarat seperti tidak sebandingnya luas lantai kamar, jenis lantai, penghuni rumah yang menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen, di mana bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi seperti TB
Paru, maka akan mudah menular kepada anggota keluarga lain (Suyono, 2005).

b. Ventilasi Rumah

Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan
manusia. Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara
didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di
dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan
naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit,
misalnya kuman TB.

Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen,6karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh
udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap
di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.

Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai.
Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka
tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban
udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang
lebih 60% (Depkes RI, 2001 ).

Ventilasi mempengaruhi proses difusi udara, dengan kata lain mengencerkan konsentrasi kuman TB paru
dengan kuman lain sehingga kuman-kuman tersebut dapat terbawa keluar dan mati terkena siar
matahari dan sinar ultraviolet. Ventilasi merupakan tempat untuk memasukkan cahaya ultraviolet. Hal ini
akan semakin baik apabila konstruksi rumah menggunakan bahan seperti kaca, hal ini merupakan
kombinasi yang baik.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/MenKes/SK/VII/1999 bahwa ventilasi yang baik adalah
10% dari lantai rumah. Adrial (2006) yang menyebutkan bahawa kelompok yang mempunyai rumah
dengan luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai dapat berisiko 4,55 kali untuk terjadi TB paru dengan
BTA positif (+) dibandingkan dengan kelompok yang mempunyai rumah dengan ventilasi lebih dari 10%
dari luas lantai rumah.

Kualitas udara di dalah rumah berkaitan dengan ventilasi dan kegiatan penghuninya. Bertambahnya
jumlah penduduk dalam pemukiman dalam perkotaan, menyebabkan kepadatan bangunan dan sulit
untuk membuat ventilasi. Perjalanan kuman TB paru setelah dibatukkan aka terhirup oleh orang
sekitarnya sampai ke paru-paru, sehingga dengan adanya ventilasi yang baik akan menjamin pertukaran
udara dan konsentrasi dropletdapat dikurangi. Konsentrasi droplet pervolume udara dan lamanya waktu
menghirup udara tersebut memungkinkan seseorang akan terinfeksi kuman TB paru. (Depkes, 2002).

c. Suhu

Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan satuan derajat tertentu. Suhu udara
dibedakan menjadi:

1)Suhu kering, yaitu suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu ruangan setelah diadaptasikan selama
kurang lebih sepuluh menit, umumnya suhu kering antara 24 – 34 ºC. 2). 2) Suhu basah, yaitu suhu yang
menunjukkan bahwa udara telah jenuh oleh uap air, umumnya lebih rendah daripada suhu kering, yaitu
antara 20-25 ºC. Secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan termometer ruangan.7

Oksigen merupakan merupakan salah satu gas yang terlarut. Kadar oksigen yang terlarut tergantung
pada suhu dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil
tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil.Peningkatan temperatur sebesar 1 oC akan
meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan
temperatur menggambarkan bahwa semakin tinggi temperatur, kelarutan oksigen semakin berkurang
(Boyd, 1988).
Bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki rentang suhu yang disukai, tetapi di dalam rentang ini
terdapat suatu suhu optimum saat mereka tumbuh pesat. Mycobacterium tuberculosismerupakan
bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25-40 º C, akan tetapiakan tumbuh secara optimal
pada suhu 31-37 º C (Depkes RI, 2006).

Anda mungkin juga menyukai

  • Kebijakan PTM Di Indonesia
    Kebijakan PTM Di Indonesia
    Dokumen37 halaman
    Kebijakan PTM Di Indonesia
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV
    Laporan Pendahuluan ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV
    Dokumen20 halaman
    Laporan Pendahuluan ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Jurnal TBC
    Jurnal TBC
    Dokumen3 halaman
    Jurnal TBC
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • LP Bayi Baru Lahir
    LP Bayi Baru Lahir
    Dokumen39 halaman
    LP Bayi Baru Lahir
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • TB
    TB
    Dokumen14 halaman
    TB
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Family Centered Care
    Family Centered Care
    Dokumen12 halaman
    Family Centered Care
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen17 halaman
    Tugas
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Kiki
    Kiki
    Dokumen8 halaman
    Kiki
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Tugas Frisca 20170301142
    Tugas Frisca 20170301142
    Dokumen1 halaman
    Tugas Frisca 20170301142
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan
    Asuhan Keperawatan
    Dokumen14 halaman
    Asuhan Keperawatan
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Kelompok Genap
    Jurnal Kelompok Genap
    Dokumen7 halaman
    Jurnal Kelompok Genap
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Strategi Pelaksanaan Ronde
    Strategi Pelaksanaan Ronde
    Dokumen4 halaman
    Strategi Pelaksanaan Ronde
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Rencana Harian Kepala Ruangan
    Rencana Harian Kepala Ruangan
    Dokumen7 halaman
    Rencana Harian Kepala Ruangan
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Fraud
    Fraud
    Dokumen6 halaman
    Fraud
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Manusia Dalam Kristen
    Manusia Dalam Kristen
    Dokumen14 halaman
    Manusia Dalam Kristen
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Utilisasi
    Utilisasi
    Dokumen2 halaman
    Utilisasi
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Kristen2 Asti
    Kristen2 Asti
    Dokumen10 halaman
    Kristen2 Asti
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 KUALITATIF Riana
    BAB 1 KUALITATIF Riana
    Dokumen8 halaman
    BAB 1 KUALITATIF Riana
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Fraud
    Fraud
    Dokumen6 halaman
    Fraud
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Uas Kep Keluarga
    Uas Kep Keluarga
    Dokumen4 halaman
    Uas Kep Keluarga
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Metoodologi Penelitian
    Metoodologi Penelitian
    Dokumen22 halaman
    Metoodologi Penelitian
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Utilisasi
    Utilisasi
    Dokumen2 halaman
    Utilisasi
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • SEGMENTASI PASAR KESEHATAN
    SEGMENTASI PASAR KESEHATAN
    Dokumen12 halaman
    SEGMENTASI PASAR KESEHATAN
    Faisal Tamvans Katanye
    Belum ada peringkat
  • Tugas Isu Akk
    Tugas Isu Akk
    Dokumen3 halaman
    Tugas Isu Akk
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • SESI-2 (1) SDM Pak Dandi
    SESI-2 (1) SDM Pak Dandi
    Dokumen24 halaman
    SESI-2 (1) SDM Pak Dandi
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • SEGMENTASI PASAR KESEHATAN
    SEGMENTASI PASAR KESEHATAN
    Dokumen12 halaman
    SEGMENTASI PASAR KESEHATAN
    Faisal Tamvans Katanye
    Belum ada peringkat
  • SESI-3 (1) SDM Pak Dandi
    SESI-3 (1) SDM Pak Dandi
    Dokumen41 halaman
    SESI-3 (1) SDM Pak Dandi
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • Mini Skripsi Fix-1
    Mini Skripsi Fix-1
    Dokumen37 halaman
    Mini Skripsi Fix-1
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat
  • BAB VI Revisi Terakhirr
    BAB VI Revisi Terakhirr
    Dokumen17 halaman
    BAB VI Revisi Terakhirr
    Delyn Kora Juga Sairlela
    Belum ada peringkat