Anda di halaman 1dari 48

38

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN GANGGUAN


ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI DI RUANG MURAI A DI RUMAH
SAKIT KHUSUS JIWA SOEPRAPTO BENGKULU TAHUN 2018

Di Susun Oleh :
YOEL DEO VANI
NIM P05120216068

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU JURUSAN KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BENGKULU
TAHUN 2018

6
7

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.R DENGAN GANGGUAN


ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT KUSUS JIWA
SOEPRAPTO BENGKULU TAHUN 2018

Di ajukan sebagai syarat untuk memperoleh

Gelar ahli madya keperawatan

Di susun oleh:

YOEL DEO VANI


NIM. P05120216068

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES


KEMENKES KESEHATAN BENGKULU PRODI

DIII KEPERAWATAN BENGKULU

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2018
8

HALAMAN PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.R DENGAN GANGGUAN


ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT KUSUS JIWA
SOEPRAPTO BENGKULU TAHUN 2018

Dipersiapkan dan dipresentasikan oleh :

YOEL DEO VANI


NIM. P05120216068

Laporan Karya Tulis Ilmiah ini Telah Diperiksa dan Disetujui untuk
DipresentasikanDihadapan Tim Penguji Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Bengkulu
Pada tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing

S.PARDOSI,S.Kp.,S.Sos.,M.Si (Psi)
NIP.196403031986031005
9

HALAMAN PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

Dengan Judul

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.R DENGAN GANGGUAN


ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT KUSUS JIWA
SOEPRAPTO BENGKULU TAHUN 2018

dipersiapkan dan dipresentasikan oleh :

YOEL DEO VANI


NIM. P05120216068

Karya Tulis Ilmiah ini telah diuji dan dinilai oleh panitia penguji Karya Tulis
Ilmiah Program Studi DIII Keperawatan Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu

Pada tanggal : Februari 2019

Panitia Penguji

1. Ns.Agung Riyadi S.Kep.,M.Kes (………………….....)


NIP. 196810071988031005

2. Ns. Idramsyah, S.Kep, Sp KMB (…………………….)


NIP. 198103012000121001

3. S.Pardosi,S.Kp.,S.Sos.,M.Si (Psi) (……………………..)


NIP.196403031986031005

Mengetahui
Ka. Prodi D III Keperawatan Bengkulu
Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu

Ns. Mardiani, S.Kep, MM


NIP. 197203211995032001
10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

karunia-Nyalah maka penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan Program DIII Keperawatan di

Politeknik Kesehatan Bengkulu yang berjudul “Asuhan Keperawatan Dengan

Gangguan Isolasi Sosial:Menarik Diri Di Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto

Provinsi Bengkulu..

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis masih banyak mendapat

bimbingan dan bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak, oleh karena itu

perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Darwis,S.Kp,M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

2. Bapak Dahrizal,S.Kp,M.PH selaku Ketua Jurusan Keperawatan Bengkulu,

yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu dijurusan

keperawatan.

3. Ibu Ns.Mardiani,S.Kep,M.M selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan yang

telah memberi motivasi yang bermanfaat bagi saya.

4. Bapak S.Pardosi,S.Kp,S.Sos,M.Si (Psi) selaku pembimbing yang telah

meluangkan waktu,tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan

pengarahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Seluruh dosen dan staf Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.


11

6. Ungkapan pujian kepada Tuhan atas kesehatan dan perceraha-Nya sehingga

karya Tulis ilmia terselesaikan dengan baik.

7. Orang tua yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik

8. Teman-teman Jurusan Keperawatan yang selalu memberikan dorongan dan

motivasi kepada penulis.

Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak serta dapat membawa perubahan positif terutama bagi penulis

sendiri dan mahasiswa-mahasiswi Prodi Keperawatan lainnya.

penulis

Bengkulu, September 2018


12

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iv

DAFTAR ISI .............................................................................................. vi

DAFTAR BAGAN .................................................................................... viii

DAFTAR TABEL...................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan penelitian ............................................................................. 4
D. Manfaat penelitian .......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................... 7

A. ISOLASI SOSIAL ........................................................................... 7


1. Pengertian .................................................................................. 7
2. Etiologi ....................................................................................... 8
3. Manifestasi Klinis ....................................................................... 11
4. Rentang respon ........................................................................... 12
5. Mekanisme koping ..................................................................... 13
6. Penatalaksanaan .......................................................................... 14
B. Konsep Askep isolasi sosial ........................................................... 18
1. Pengkajian .................................................................................. 18
2. Analisa data ................................................................................ 27
3. PohonMasalah ............................................................................ 28
4. Diagnoa keperawata ................................................................... 28
5. Rencana keperawatan ................................................................. 29
6. Implementasi .............................................................................. 38
13

7. Evaluasi ...................................................................................... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 38
A. Pendekatan Desain Penelitian ........................................................ 38
B. Subyek Penelitian ........................................................................... 38
C. Batasan Istilah ................................................................................ 38
D. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 39
E. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data .................................... 39
F. Keabsahan Data .............................................................................. 40
G. Analisa Data ................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 42
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ 44
14

DAFTAR BAGAN

NO.BAGAN JUDUL HALAMAN


Bagan 2.1 Rentang respon Teori 9
Bagan 2.2 Pohon Masalah Isolasi Sosial Teori 22
15

DAFTAR TABEL

NO.TABEL JUDUL HALAMAN


Tabel 1.3 Perencanaan teori 6-12
16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal dari seseorang, dan
perkembangan itu selaras dengan perkembangan orang lain (Suliswati
2005). Kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial terlihat dari hubungan
interpersonal yang memuaskan, prilaku dan koping yang efektif, kondisi diri
yang positif, serta kestabilan emosional (Direja 2011). Isolasi social adalah
dimana klien kehilangan kemampuan atau sama sekali tidak dapat
berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
World Health Organization (WHO) menyebutkan masalah utama
gangguan jiwa di dunia adalah skizofrenia (stuart & Laraia 2005). Gejala
skizofrenia sendiri merupakan gangguan fungsi sosial atau isolasi sosial,
menarik diri. Isolasi sosial merupakan keadaan ketika seorang individu
mangalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya (Keliat, 2010). Pada gejala skizofrenia
terdapat 5 macam yaitu ada dhizoaffective disorder, katatonik, disorganized
skizofrenia atau hebephrenia, childhood onset, dan paranoid.
American Psychiatric Assosiation (APA) menyebutkan 1%
penduduk dunia akan mengidap skizofrenia. Jumlah tiap tahun makin
bertambah dan akan berdampak bagi keluarga dan masyarakat (Kaplan &
Saddock 2005). Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang
terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia,
serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor
biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka
jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada
penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk
jangka panjang. (Kemenkes RI,2014). Meskipun penderita gangguan jiwa
17

belum bisa disembuhkan 100%, tetapi penderita gangguan jiwa memiliki


hak untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi.
Pada tahun 2014 prevalensi penderita gangguan jiwa di Indonesia
adalah 6,0%, provinsi dengan gangguan tertinggi adalah Sulawesi tengah
11,6%, sedangkan yang terendah dilampung 1,2%. Kemudian Sepanjang
tahun 2018 prevalensi penderita gangguan jiwa skizofrenia di Indonesia
yaitu 7,0% dengan persentase terbanyak di provinsi Bali 11,0% dan yang
terendah di provinsi Jambi, Kalimantan barat dan Kalimantan tengah dengan
persentase 2% sedangkan di provinsi Bengkulu yaitu 5%. Hal ini
menununjukkan bahwa persentase penderita skizofrenia di ndonesia
mengalami peningakatan (Riskesdas,2018)
Di Provinsi Bengkulu khususnya di Rumah Sakit Khusus Jiwa
Soeprapto (RSKJ) Provinsi Bengkulu jumlah pasien yang mengalami
gangguan jiwa sebanyak 27.128 jiwa, 5890 orang di antaranya di rawat inap
di dan 21.238 orang diantaranya menjalani rawat jalan. Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan di ruang rawat inap Anggrek, jumlah penderita
Isolasi Sosial pada tahun 2017 sebanyak 7,8% , di ruang rawat inap Murai A
sebanyak 0,05%, di ruang rawat inap Murai B sebanyak 1,3% dan di ruang
rawat inap Murai C sebanyak 1,6% (RSKJ Soeprapto Bengkulu tahun
2017).
Dari data tersebut bahwa isolasi sosial: menarik diri dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yang terdiri dari faktor
predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan seseorang mengalami isolasi sosial: menarik diri adalah
adanya tahap pertumbuhan dan perkembangan yang belum dapat dilalui
dengan baik, adanya gangguan komunikasi didalam keluarga, selain itu juga
adanya norma-norma yang salah yang dianut dalam keluarga serta faktor
biologis berupa gen yang diturunkan dari keluarga yang menyebabkan klien
menderita gangguan jiwa. Selain faktor predisposisi ada juga faktor
presipitasi yang menjadi penyebab antara lain adanya stressor sosial budaya
18

serta stressor psikologis yang dapat menyebabkan klien mengalami


kecemasan.
Masalah kejiwaan pada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri
jika tidak dapat diatasi dengan baik oleh perawat yang ditunjang dengan
ketidakadekuatan dukungan dan peran serta keluarga maka tidak menutup
kemungkinan akan dapat menyebabkan terjadinya masalah-masalah yang
diantaranya seperti defisit perawatan diri, resiko halusinasi dan dapat juga
menyebabkan perilaku pengungkapan masalah yang tidak asertif yang dapat
menuju kearah perilaku kekerasan. Jika ini sudah terjadi maka akan dapat
berdampak pada lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar (Iskandar,
2012).
klien dengan isolasi sosial adalah seorang manusia yang merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan masih tergantung dengan
orang lain. Maka dampak dari isolasi sosial itu sendiri yaitu defisit
perawatan diri dimana klien tidak mampu dalam merawat dirinya sendiri
termasuk kebutuhan sandang dan pangan, jika kebutuhan pangannya
terganggu maka akan berdampak buruk pada dirinya sendiri seperti
gangguan metabolisme, gangguan pencernaan, gangguan eliminasi, resiko
tinggi infeksi akibat nutrisi dalam tubuh tidak terpenuhi untuk melawan
mikro organisme dari luar termasuk bakteri, virus dan jamur, jika maslah ini
tidak diatasi dengan serius maka akan menyebabkan kematian pada klien itu
sendiri. Dan itulah salah satu alasan saya mengapa saya mengambil studi
kasus isolasi sosial (Stuart, 2005)
Penatalaksanaan pasien Isolasi Sosial di RSKJ Soeprapto Bengkulu
sudah dilakukan tindakan farmakologi misalnya pemberian obat anti ansietas
dan hipnotik sadatif seperti diazepam dan lain lain sedangkan strategi
pelaksanaan pada pasien isolasi sosial belum dilakukan secara maksimal.
Strategi pelaksanaan ini terdiri dari bina hubungan saling percaya, melatih
pasien berkenalan dengan orang lain, dan melatih pasien bercakap cakap.
Adapun peran perawat jiwa yang harus dilakukan meliputi : peran
perawat promotif dan preventif adalah meningkatkan kesehatan dan
19

kesejahteraan/menurunkan angka kesakitan dengan cara memberikan


penyuluhan tentang kesehatan, peran perawat kuratif adalah dengan
mengikut sertakan klien dalam aktifitas kelompok sosialisasi dan juga
kontrol rutin sesuai waktu yang ditentukan, peran perawat rehabilitatif
adalah mendorong tanggung jawab klien terhadap lingkungan dan melatih
keterampilan klien untuk persiapan klien dirumah serta health education
kepada masyarakat sekitar tentang gangguan jiwa (keliat, 2007).
Berdasarkan data dan fenomena diaatas maka dibutuhkan
pemahaman tentang konsep dasar penyakit dan proses keperawatan Agar
penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien dapat dilakukan secara
Maksimal. Oleh karena itu penulis tertarik mengangkat studi kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Isolasi Sosial Menarik
Diri Di Ruang Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto”
B. Rumusan Masalah
Batasan penulisan pada karya tulis ilmiah ini pada pemberian asuhan
keperawatan jiwa pada klien dengan gangguan isolasi sosial di rumah sakit
khusus jiwa Soeprapto Bengkulu meliputi tahap pengkajian, penegakan
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan proses keperawatan secara komprehensif pada
klien dengan isolasi sosial menarik diri di rumah sakit khusus jiwa
Soeprapto Bengkulu.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian pada klien dengan masalah isolasi sosial
menarik diri di rumah sakit khusus jiwa Soeprapto Bengkulu.
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada klien dengan masalah
isolasi sosial menarik diri di rumah sakit khusus jiwa Soeprapto
Bengkulu.
20

c. Mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan pada klien dengan


masalah isolasi sosial menarik diri di rumah sakit khusus jiwa
Soeprapto Bengkulu.
d. Mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah isolasi sosial menarik diri di rumah sakit khusus jiwa
Soeprapto Bengkulu.
e. Mendeskripsikan evaluasi pada klien dengan masalah isolasi sosial
menarik diri di rumah sakit khusus jiwa Soeprapto Bengkulu.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
a. Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada
pasien dengan gangguan konsep diri: isolasi sosial menarik diri.
b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan
keperawatan jiwa.
c. Menambah keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawtan, khususnya pada klien dengan isolasi sosial dan
menambah pengetahuan bagi para pembaca.
3. Bagi rumah sakit
Bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah
sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa,
khususnya pada klien dengan isolasi sosial.
4. Bagi klien dan keluarga
a. Bahan masukan bagi klien dalam menghadapi permasalahannya.
b. Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pada keluarga tentang
perawtan pada anggota keluarga yang mengalami isolasi sosial
21

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ISOLASI SOSIAL
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah kondisi ketika individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk lebih terlibat
dalam aktivitas bersama orang lain tetapi tidak mampu mewujudkannya.
Isolasi sosial merupakan kondisi yang subjektif seluruh kesimpulan yang
dibuat berkaitan dengan perasaan sunyi yang dirasakan individu harus
divalidasi karena penyebabnya bisa bermacam-macam dan cara individu
menunjukannya beragam (Carpenito, 2009). Isolasi sosial adalah keadaan
dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Damayanti,
2008).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Pasien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup berbagi pengalaman (Yosep, 2007).
Seseorang dengan isolasi sosial akan menghindari interaksi dengan
orang lain, Ia mengalami kesulitan untuk berhubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi
atau kegagalan, ia mengalami kesulitan untuk berhubungan secara spontan
dengan orang lain, yang dimanifastasikan dengan sikap memisahkan diri,
tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang
lain. Isolasi sosial adalah mekanisme perilaku seseorang yang apabila
menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan lingkungannya
(Sunaryo, 2004). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, diterima,
22

kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain (Keliat, 2010).

2. Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang mal-adaptif.
Menurut Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang
spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan
interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi isolasi sosial adalah
faktor predisposisi dan faktor presipitasi
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial.
1. Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
didahului individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian
dan kehangatan dari ibu atau pengasuh pada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung untuk terjadinya gangguan hubungan sosial, seperti
adanya komunikasi yang tidak jelas (double bind) yaitu suatu
keadaan dimana individu menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan, dan ekspresi emosi yang
tinggi di setiap berkomunikasi.
23

3. Faktor sosial budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang
dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.
4. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia. Berdasarkan
hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar
dizigot persentasenya 8%.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan
oleh faktor internal maupun eksternal.
1. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, dipenjara, Semua ini dapat menimbulkan
isolasi sosial.
2. Stressor biokimia
a. Teori dopamine
kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia yang mengarah ke gangguan isolasi sosial.
24

b. Faktor endokrin
Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada klien
skizofrenia. Demikian pula prolactin mengalami penurunan
karena dihambat.
3. Manifestasi klinis
Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan
ditemukan data obyektif yaitu kurang spontan terhadap masalah yang ada,
apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi
bersedih), efek tumpul, menghindar dari orang lain, tidak ada kontak mata
atau kontak mata kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dalam
kamar, tidak mampu merawat dan memperhatikan kebersihan diri
(Dalami, suliswati dan rochima, 2009).
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya
rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang
lain. Bila tidak diberikan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan
perubahan persepsi sensori: halusinasi dan resiko tinggi menciderai diri
sendiri, orang lain bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan
orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa
berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan
secara mandiri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam
hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping
individu tidak aktif).
4. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Menyendiri  Kesepian  Manipulasi


 Otonomi  Menarik diri  Impulsif
 Kebersamaan  ketergantungan  Narkisisme
 Saling
ketergantungan

2.1 Rentang respon klien isolasi sosial (Stuart, 2007).


25

Berdasarkan bagan 1.1 dapat dilihat rentang respon sosial dari respon
adaptif sampai dengan maladaptif menurut, Stuart (2007):
a. Menyendiri (Solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya
dan cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
b. Otonomi merupakan kemampuan individu menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerjasama (mutualisme), suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan
menerima pengalaman.
d. Saling ketergantungan (interdependen), suatu kondisi saling
tergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
e. Kesepian kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing.
f. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
g. Ketergantung (depanden), terjadi bila seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuan untuk berfungsi
secara sukses.
h. Manipulasi merupakan gangguan hubungan sosial terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek dan individu
tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
i. Impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, dan penilaian yang buruk.
j. Narkisisme merupakan harga diri yang rapuh, secara terus menerus
berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentrik,
pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Kecemasan koping yang sering digunakan adalah regresi, represi
26

dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat digunakan


misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan
teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau
tulisan, (Stuart and sundeen, 2007)

6. penatalaksanaan
a. Terapi Psikofarmaka
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental: waham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi
(hypotensi). Antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal
(distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin
(amenorhe). Metabolic (Soundie). Hematologik, agranulosis. Biasanya
untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit
hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan,
dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi
27

jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien


mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008).
c. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu:
1) Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
a) Bangun tidur yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
b) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu
semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan
dengan BAB dan BAK.
c) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
d) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
e) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
f) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
g) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti
dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
28

menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak


merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
h) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku
pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan
gejala primer yang muncul pada gangguan jiwa. Dalam hal ini
yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi
bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
2) Tingkah laku sosial
Tingkah laku sosial adalah tingkah laku yang berhubungan
dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan
bermasyarakat yang meliputi:
a. Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien,
misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya
dan sebagainya.
b. Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti
tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya
jika ada kesulitan dan sebagainya.
c. Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan
saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
d. Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok
(lebih dari dua orang).
e. Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan
rumah sakit.
29

f. Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan


tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas
maupun orang lain.
g. Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien
yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori
lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak
membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
B. Konsep asuhan keperawatan jiwa
1. Pengkajian
Adapun ruang lingkup pengkajian klien dengan masalah utama
gangguan Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri meliputi pegumpulan
data, perumusan masalah keperawatan, pohon masalah dan analisa data.
a.. Identitas klien
Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan
masalah utama Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah :
biodata yang meliputi nama, umur, terjadi pada umur atara 15 –
40 tahun, bisa terjadi pada semua jenis kelamin, status
perkawinan, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No
Rumah klien dan alamat klien. dan agama pendidikan serta
pekerjaan dapat menjadi faktor untuk terjadinya penyakit
Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri.
b. Alasan masuk rumah sakit
Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu
menunduk, menjawab pertanyaan dengan singkat, menyediri
(menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada,
berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain,
tidak melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.
c.. Faktor predisposisi
1. Biologis: Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa.
2. Psikologis: bagi klien yang telah mengalami gangguan jiwa
trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan
30

dalam keluarga dan keturunan yang mengalami, dicerai


suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu
yang terjadi ( korban perkosaan, di tuduh KKN, dipenjara
tiba–tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai
klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
3. Sosial: Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan/frustrasi berulang,
tekanan dari kelompok sebaya, perubahan struktur sosial,
4. Pengobatan: gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak
menyenangkan bagi klien sebelum mengalami gangguan
jiwaTerjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi
kecelakaan.
d. fisik
Hasil pengukuran tanda vital (TD: cenderung meningkat, Nadi:
cenderung meningkat, suhu meningkat, Pernapasan bertambah,
TB, BB menurun) serta keluhan-keluhan fisik yaitu Biasanya
mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa terjadi
penurunan berat badan, klien biasanya tidak menghiraukan
kebersihan dirinya.
e. Aspeks psikososial
1. Genogram
Genogram yang menggambarkan 3 generasi adakah riwayat
keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa tersusun dari
kakek, nenek, ayah, ibu dan anak .
2. Konsep diri
Konsep diri merupakan satu kesatuan dari kepercayaan,
pemahaman dan keyakinan seseorang terhadap dirinya yang
memperngaruhi hubungannya dengan orang lain. Pada
umumnya klien dengan gangguan Isolasi Sosial pada kasus
Menarik Diri mengalami gangguan konsep diri seperti:
31

a. Citra tubuh:
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,
persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian
tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan, klien tampak putus asa.
b. Identitas diri:
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c. Peran:
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
d. Ideal diri:
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya;
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
f. Harga diri:
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien
mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan
hubungan social dengan orang lain terdekat dalam
kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah
(Spritual), kurang percaya diri.
3. Hubungan sosial:
merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, karena manusia
tidak mampu hidup secara normal tanpa bantuan orang lain.
Pada umumnya klien dengan gangguan Isolasi Sosial pada
kasus Menarik Diri mengalami gangguan seperti tidak merasa
memiliki teman dekat, tidak pernah melakukan kegiatan
32

kelompok atau masyarakat dan mengalami hambatan dalam


pergaulan.
4. Spiritual
Klien memiliki keyakinan, tapi jarang dalam melakukan
ibadah sesuai dengan keyakinan, karena ia kurang
menghirawkan manfaat sepiritual dengan ibadah.
5. Status mental
a. Penampilan:
Pada klien dengan Kerusakan interaksi sosial, menarik diri
berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, kulit kotor,
gigi kuning, tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan
keadaan serta klien tidak mengetahui kapan dan dimana
harus mandi, klien tampak lesu.
b. Pembicaraan:
Pembicaraan klien dengan Kerusakan interaksisosial
Menarik Diripada umumnya tidak mampu memulai
pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan tidak
jelas atau kadang menolak diajak bicara, kontak mata
kurang dan kadang-kadang menolak untuk di ajak bicara,
sering menundukan kepala, tidak mau menatap lawan
bicaranya.
c. Aktivitas motorik:
Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas,
kadang gelisah dan mondar-mandir.
d. Alam perasaan:
Alam perasaan pada klien dengan isolasi sosial biasanya
tampak putus asa dimanifestasikan dengan sering
menyendiri dan sering melamun.
e. Afek:
Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap
rangsang yang normal.
33

f. Interaksi selama wawancara:


Klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-kadang
menolak untuk bicara dengan orang lain, tidak mau menatap
wajah lawan bicaranya, kontak mata kurang dan kadang-
kadang menolak untuk di ajak bicara.
g. Persepsi:
Klien dengan gangguan isolasi sosial pada umumnya
mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi
pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara yang
megancam, sehingga klien cenderung sering menyendiri
dan melamun.
h. Proses pikir:
Proses pikir pada klien dengan gangguan isolasi sosial akan
kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat atau blocking serta
intoleransi dalam proses pikir, sering melamun.
i. Isi pikir:
klien dengan gangguan isolasi sosial pada umumnya
mengalami gangguan isi pikir biasanya klien merasa tidak
mampu melakukan sesuatu, klien tampak putus asa.
j. Kesadaran:
Klien dengan gangguan isolasi sosial tidak mengalami
gangguan kesadaran.
k. Memori:
Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien
mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi.
l. Konsentrasi dan berhitung:
Klien dengan masalah isolasi sosial menarik diri pada
umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi
dan berhitung.
34

m. Daya tilik diri:


Klien mengalami masalah daya tilik diri karena klien akan
mengingkari penyakit yang dideritanya
6 .Mekanisme koping
Mekanisme koping yang biasnya digunakan adalah:
a. Sublimasi, melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/
keinginan tidak baik.
c. Represif, mencegah keinginan yang berbahaya bila di
ekpresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang
berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keininanyang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang
berlawanan
e. Dispcement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.
7. Masalah pisikososial dan lingkungan
Klien akan mengungkapkan masalah yang menyebabkan
penyakitnya mapun apa yang dirasakannya kepada perawat atau
tim medis lainya, jika terbina hubungan yang baik dan
komunikasi yang baik serta perawat maupun tim medis yang lain
dapat memberikan solusi maupun jalan keluar yang tepat dan
tegas.
8. Aspek medik
Diagnosa medik : Skizofenia
Obat farmakologi :Anti ansietas dan Hipnotik
sadatif,seperti : Diazepam
Anti depresan seperti :Amitriptyline (manfaat meredakan
deptresi, nyerisaraf dan mencega
migrain)
35

Terapi :
a. Terapi keluarga
Dalam terapi keluarga, keluarga dibantu menyelesaikan
konflik, cara membatasi konflik, saling mendukung dan
menghilangkan stres.
a. Terapi kelompok
Terapi kelompok berfokus pada dukungan dan perkembangan
keterampilan sosial dan aktifitas lain dengan berdikusi dan
bermain untuk mengembalikan kesadaran klien, karena
masalah sebagai orang merupakan perasaan dan tingkah laku
pada orang lain

2. Diagnosa keperawatan
A. Isolasi sosial : Menarik Diri
Data mayor :
Objektif :
Menarik diri, Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain
atau lingkungan
Subjektif :
Merasa ingin sendiri, Merasa tidak aman di tempat umum
Data minor :
Objektif :
Afek datar, Afek sedih, Riwayat di tolak, Menunjukkan permusuhan,
Tidak mampu memenuhi harapan orang lain, Kondisi difabel,
Tindakan tidak berarti, Tidak ada kontak mata, Perkembangan
terlambat, Tidak bergairah/lesu
Subjektif :
Merasa berbeda dengan orang lain, Merasa asyik dengan pikiran
sendiri, Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
B. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data mayor
36

Objektif :
Enggan mencoba hal baru, Berjalan menunduk, Postur tubuh
menunduk
Subjektif :
Menilai diri negative (mis, tidak berguna, tidak tertolong), Merasa
malu/bersalah, Merasa tidak mampu melakukan sesuatu, Meremehkan
kemampuan mengatasi masalah, Merasa tidak memiliki kelebihan atau
kemampuan positif, Melebih-lebihkan penilaian negative tentang diri
sendiri, Menilak penilain positif tentang diri sendiri
Data Minor
Objektif :
Kontak mata kurang, Lesu dan tidak bergairah, Berbicara pelan dan
lirih, Pasif, Perilaku tidak asertif, Mencaripenguatan secara
berlebihan, Bergantung pada pendapat orang lain, Sulit membuat
keputusan
Subjektif :
Merasa sulit konsentrasi, Sulit tidur, Mengungkapkan keputusasaan
C. Defisit perawatan diri
Data Mayor
Objektif :
Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri, Minat melakukan perawatan kurang
Subjektif :
Menolak melakukan perawatan diri
37

3. Pohon Masalah

Defisit perawatan diri

Isolasi sosial : Menarik Diri Resiko Halusinasi

Gangguan Konsep diri:Harga diri rendah


Bagan 1.2 Pohon masalah klien isolasi sosial (
2.2. Pohon masalah( Stuart, 2007).
38

4. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Isolasi sosial : TUM : klien dapat Setelah 1-3 x 1.Bina hubunga saling percaya dengan menggunakan
menarik diri berinteraksi dengan pertemuan klien prinsip komunikasi terapeutik
orang lain menunjukan tanda- a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun
TUK : tanda percaya kepada nonverbal
1. Klien dapat perawat : b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan
membina 1. Ekspresi wajah tujuan berinteraksi
hubungan bersahabat c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
saling percaya 2. Menunjukan rasa yang disukai klien
senang d. Buat kontrak jelas
3. Ada kontak mata e. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap
4. Mau berjabat kali berinteraksi
tangan f. Tunjkan sikap empati dan menerima apa adanya
5. Mau menyebutkan g. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi
nama klien
6. Mau menjawab h. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi
salam perasaan klien
7. Mau duduk
berdampingan
dengan perawat
8. Bersedia
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi
2. Klien mampu Setelah 4 x pertemuan 1. Tanyakan pada klien tentang :
menyebutkan klien dapat a. Orang yang tinggal serumah

6
7

penyebab menyebutkan minimal b. Orang yang paling dekat dengan klien


menarik diri satu penyebab menarik 2. Diskusikan dengan klien penyebab menari diri/ tidak
diri : mau bergaul

a. Diri sendiri 3. Beri pujian terhadap kemampuan klien


b. Orang lain mengungkapkan perasaan
c. Lingkungan

3. Klien mampu Setelah 5 x pertemuan 1. Diskusikan dan tanyakan pada klien tentang :
menyebutkan klien menyebutkan a. Manfaat hubungan sosial
keuntungan keuntungan hubungan b. Kerugian menari diri
berhubungan sosial, misalnya :
social dan a. Banyak teman, 2. Beri pujian terhadap kemampuan klien
kerugian tidak kesepian mengungkapkan perasannya
menarik diri b. Bisa diskusi
c. Saling menolong
Kerugian :
a. Sendiri
b. Kesepian
c. Tidak bisa diskusi

4. Klien dapat Setelah 6x pertemuan


melakukan klien dapat
hubungan sosialmelaksanakan
secara bertahaphubungan sosial secara
bertahap dengan:
a.perawat
b.perawat lain
c.pasien lain
d.kelompok
5. Klien mampu Setelah 7x pertemuan 1. Diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah
menjelaskan klien dapat menjelaskan berhubungan dengan orang lain
8

perasaannya perasaannya setelah


setelah berhubungan dengan 2. Beri pujian terhadap kemampuan klien
berhubungan orang lain dan mengungkapkan perasaannya
sosial kelompok
6. Klien mendapat Setelah 8 x pertemuan 1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai
dukungan dari keluarga menyebutkan : pendukung bagi klien untuk mengatasi prilaku
keluarga dalam 1. Pengertian, tanda menarik diri
mengatasi dan gejala isolasi 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial
isolasi sosial : sosial : menarik diri yang dialami klien dan cara merawat klien
menarik diri dan cara merawat 3. Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat klien
pasien yang 4. Beri motivasi kepada keluarga agar membantu
menarik diri pasien untuk bersosialisasi
2. Keluarga setuju 5. Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya
untuk mengikuti merawat pasien di rumah sakit
pertemuan dengan
dengan perawat
2. Gangguan konsep Tum : klien Setelah 1-3 x 1. Membina hubungan saling percaya dengan
diri : Harga diri memiliki konsep pertemuan klien menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
rendah diri yang positif. menunjukan tanda- a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun
Tuk : tanda percaya kepada non verbal
1. Klien dapat perawat : b. Perkenalkan diri dengan sopan
membina a. Klien menunjukkan c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
hubungan saling ekspresi wajah yang disukai
percaya dengan bersahabat, d. Jelaskan tujuan pertemuan
perawat menunjukkan rasa e. Jujur dan menepati janji
senang, ada kontak f. Tunjukan sikap empati
mata dan mau g. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar
berjabat tangan, mau klien.
menyebutkan nama,
mau menjawab
salam dan
mengutarakan
9

masalah yang
dihadapi.

2. Klien dapat 1. Setelah berinteraksi 1. Diskusikan dengan klien tentang :


mengidentifik klien menyebutkan : a. aspek positif yang dimiliki klien, keluarga dan
asi a. Aspek positif diri lingkungan
kemempuan b. Aspek positif b. kemampuan yang dimiliki klien
dan aspek lingkungan klien 2. Bersama klien buat daftar tentang :
posistif yang a. aspek positif yang dimiliki klien, keluarga dan
dimiliki. lingkungan
b. kemampuan yang dimiliki klien

3. Beri pujian yang relistik dan hindarkan penilaian


yang negatif.

3. Klien dapat Setelah berinteraksi 1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat
menilai Klien mampu dilaksanakan
kemampuan menyebutkan 2. Bantu pasien menyebutkan dan beri penguatan
yang dapat kemampuan yang dapat terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien
digunakan dilaksanakan 3. Perlihatkan respon yang kondusif dan upayakan
menjadi pendengar yang aktif
4. Klien dapat Setelah berinteraksi 1. Diskusikan dengan klien kegiatan yang akan dipilih
memilih klien mampu membuat sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-
kegiatan sesuai rencana kegiatan harian hari
dengan 2. Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang dapat
kemampuan pasien lakukan dengan mandiri atau dengan bantuan
minimal.
10

5. Klien dapat Setelah berinteraksi 1. Diskusikan dengan pasien langkah-langkah


melatih kegiatan klien dapat melakukan pelaksanaan kegiatan
yang dipilih kegiatan sesuai jadwal 2. Bersama pasien, peragakan kegiatan yang
sesuai dengan yang dibuat. ditetapkan
kemampuan 3. Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan
yang dapat dilakukan pasien.

6. Klien dapat Setelah berinteraksi 1. Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang
memanfaatkan klien mampu cara merawat klien dengan harga diri rendah.
sistem memanfaatkan sistem 2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien
pendukung yang pendukung yang ada dirawat
ada dikeluarga 3. Bantu klien menyiapkan lingkungan dirumah

3. Defisit Tum : Klien dapat 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsi
perawatan memelihara bersahabat, komunikasi terapeutik.
diri kebersihan diri menunjukan rasa a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun
secara mandiri: senang, klien nonverbal.
bersedia berjabat b. Perkenalkan diri dengan sopan.
Tuk : tangan, klien c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama
1. Klien dapat bersedia panggilan.
membina menyebutkan nama, d. Jelaskan tujuan pertemuan.
hubungan saling ada kontak mata, e. Jujur dan menempati janji.
percaya. klien bersedia duduk f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa
berdampingan adanya.
dengan perawat, g. Beri perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar
klien bersedia klien.
mengutarakan
masalah yang
dihadapinya.
11

2. Mengidentifikasi Setelah berinteraksi 1. Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri dan
kebersihan diri Klien dapat tandanya.
klien. menyebutkan a. Beri kesempatan klien untuk menjawab
kebersihan dirinya pertanyaan.

b. Berikan pujian terhadap jawaban.


3. Menjelaskan Setelah berinteraksi 1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
pentingya Klien dapat memahami a. Meminta klien menjelaskan kembali pentingnya
kebersihan diri. pentingnya kebersihan kebersihan diri.
diri. b. Diskusikan dengan klien tentang kebersihandiri.
c. Beri penguatan positif atas jawabannya.

4. Menjelaskan Setelah berinteraksi 1. Menjelaskan alat yang dibutuhkan dan cara


peralatan yang Klien dapat membersihkan diri
digunakan untuk menyebutkan dan a. Memperagakan cara membersihkan diri dan
menjaga mendemonstrasikan mempergunakan alat untuk membersihkan diri.
kebersihan diri dengan alat kebersihan b. Meminta klien untuk memperagakan ulang alat
dan cara dan cara kebersihan diri.
melakukan c. Beri pujian positif terhadap klien
kebersihan diri.
5. Menjelaskan Setelah berinteraksi 1. Menjelaskan cara makan yang benar.
cara makan yang Klien dapat mengerti a. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan
benar cara makan yang benar mendemonstrasikan cara yang benar.
b. Memberi pujian positif terhadap klien

6. Menjelaskan Setelah berinteraksi 1. Menjelaskan cara mandi yang benar.


cara mandi yang Klien dapat mengerti a. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan
benar. cara mandi yang benar mendemonstrasikan cara yang benar.
dan klien dapat b. Memberi pujian positif terhadap klien.
mengerti cara c. Menjelaskan cara berdandan yang benar.
berdandan yang benar. d. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan
12

mendemonstrasikan cara yang benar.


e. Memberi pujian positif terhadap klien.

7. Menjelaskan Setelah berinteraksi 1. Menjelaskan cara toileting yang benar.


cara toileting Klien dapat mengerti a. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan
yang benar. cara toileting yang mendemonstrasikan cara yang benar.
benar b. Memberi pujian positif terhadap klien.

8. Mendiskusikan Setelah berinteraksi 1. Menjelaskan kepada keluarga tentang pengertian


masalah yang Keluarga dapat tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis
dirasakan mengerti tentang defisit perawatan diri yang dialami klien beserta cara
keluarga dalam merawat klien merawat klien
merawat klien. a. Menjelaskan kepada keluarga cara – cara merawat
klien defisit perawatan diri.
b. Beri kesempatan keluaraga untuk bertanya.
c. Beri pujian positif terhadap keluarga
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan (Damaiyanti, 2010 dan keliat , 2016)
5. Strategi Pelaksanaan (SP) Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Isolasi Sosial
a. Strategi pelaksanaan pada klien
SP 1 klien :
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengidentifikai penyebab isolasi sosial klien
c) Mengidentifikasi keuntungan kerugian berinteraksi dengan
orang lain.
d) Mengidentifikasi kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain.
e) Melatih klien berkenalan dengan satu orang.
f) Membimbing klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian.
SP 2 klien :
a) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
b) Melatih klien berkenalan dengan dua orang atau lebih.
c) Membimbing klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian.
SP 3 klien :
a) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
b) Melatih klien berinteraksi dalam kelompok.
c) Membimbing klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian.
b. Strategi pelaksanaan pada Keluarga
SP 1 keluarga :
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat klien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang
dialami klien beserta proses terjadinya.
c) Menjelaskan cara–cara merawat klien isolasi sosial.

13
14

SP 2 keluarga :
a) Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien dengan
isolasi sosial.
b) Melatih keluarga mempraktikan cara merawat langsung
kepada klien isolasi sosial.
SP 3 keluarga :
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk meminum obat.
b) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

6. Implementasi
Menurut Keliat (2009), implementasi keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan
mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas
klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi
apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai
dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling
percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan.
7. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2009) adalah proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi
dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai
melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang
telah ditentukan.
15

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP


dengan penjelasan sebagai berikut :
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.
Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait
dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan apa
akibat dan dampak dari bapak menarik diri ?
O:Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada
saat tindakan dilakukan.
A:Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada
data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula
membandingkan hasil dengan tujuan.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat.
.
16

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah deskritif analitik dengan bentuk studi kasus
untuk mengekplorasi masalah asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan
Isolasi Sosial Menarik Diri Di RSKJ Bengkulu.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan
yang meliputu pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.

B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan dalam studi kasus asuhan
keperawatan jiwa di RSKJ Bengkulu adalah individu yang menderita
gangguan jiwa dengan masalah keperawatan isolasi sosial. Adapun
subyek penelitian yang akan diteliti berjumlah satu orang dengan minimal
keperawatan satu minggu.

C. Batasan Istilah (Definisi Operasional)


1) Asuhan keperawatan dalam studi kasus ini didefinisikan sebagai
suatu proses atau tahap kegiatan dalam praktik keperawatan jiwa yang
diberikan langsung kepada pasien dengan gangguan jiwa dalam
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh
penerima asuhan keperawatan (pasien) yang tahapannya terdiri dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
2) Pasien adalah orang yang menerima layanan medis dan asuhan
keperawatan atas gangguan jiwa yang di alami dengan upaya
pemenuhan kebutuhan masalah asuhan keperawatan isolasi sosial.
17

3) Gangguan Isolasi Sosial dalam studi kasus ini didefinisikan sebagai


suatu masalah keperawatan yang di alami pasien dimana pasien
tersbut mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mau
berinteraksi dengan orang lain.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian ini adalah Di Rskj Bengkulu ini menerima
pasien-pasien dengan gangguan jiwa dengan kondisi pasien yang sadar
penuh. Studi kasus dilakukan pada bulan Februari Tahun 2019.

E. Prosedur Penelitian
Pemelitian diawali dengan penyusunan usulan penelitian atau
proposal dengan menggunakan metode studi kasus berupa laporan teori
asuhan keperawatan yang berjudul Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan
Gangguan Isolasi Sosial Menarik Diri Di Rskj bengkulu tahun 2018.
Setelah di setujui oleh penguji proposal maka penelitian di lanjutkan
dengan kegiatan pengumpulan data. Data penelitian berupa hasil
pengukuran, observasi, dan wawancara terhadap pasien yang dijadikan
subyek penelitian.

F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Hasil anamnesis yang harus didapatkan berisi tentang
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat psikologi,
faktor predisposisi, faktor presipitasi. Data hasil wawancara dapat
bersumber dari klien keluarga dan dari perawat lainnya.
b. Obsevasi dan pemeriksaan fisik
Teknik pengumpulan data ini meliputi keadaan umum,
pemeriksaan integumen, pemeriksaan kepala leher, pemeriksaan
18

dada, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan inguinal, genetalia, anus,


ekstremitas, pemeriksaan system Endokrin dengan pendekatan:
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi pada sistem tubuh klien. Data
fokus yang harus didapatkan adalah pada system Endokrin.
c. Studi dokumentasi
instrument di lakukan dengan melihat dari dat MR (Medical
Record), melihat pada status pasien, melihat catatan harian perawat
ruangan, melihat hasil pemeriksaan diagnostic.
2. Instrument Pengumpulan Data
Alat atau instrument pengumpulan adat menggunakan format
pengkajian Asuhan Keperwatan jiwa sesuai ketentuan yang ada di
prodi DIII Keperwatan Bengkulu.

G. Keabsahan Data
Data dilakukan oleh peneliti dengan cara peneliti mengumpulkan
data secara langsung pada pasien dengan menggunakan format pengkajian
dari yang baku dari kampus, yang di lakukan enam jam sesuai jadwal
dinas perawat di ruangan, 2 selama 9 hari berturu-turut. Pengumpulan data
dilakukan pada catatan medis/status pasien, pasien langsung, keluarga,
dokter, dan perawat ruangan agar mendapatkan data yang valid. Di
samping itu, untuk menjaga validitas dan keabsahan data peneliti
melakukan observasi dan pengukuran ulang tehadap data-data pasien yang
meragukan yang ditemukan melalaui data sekunder.

H. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menyajikan hasil pengkajian yang
di lakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik. Selanjutnya
hasil pengumpulan data pengkajian di analisis dengan membandingkan
dengan teori yang telah di susun pada bab sebelumnya (bab 2) untuk
mendapatkan masalah keperawatan yang di gunakan untuk menyususn
tujuan dan intervensi. Selanjutnya intervensi di laksanakan kepada pasien
19

sesuai rencana-rencana yang telah di susun (implementasi). Hasil


implementasi di analisis untuk mengevaluasi kondisi pasien apakah
masalah sudah teratasi, teratasi sebagian, di modifikasi atau di ganti
dengan masalah keperwatan yang lebih relevan. Hasil pengkajian,
penegakan diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi di tuangkan
dalam bentuk narasi pada bab pembahasan, yang di bandingkan dengan
teori-teori yang sudah disusun sebelumnya untuk menjawab tujuan
penelitian.

Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan


studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya
diinterpretasikan oleh peneliti di bandingkan teori yang ada sebagai bahan
untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.
20

DAFTAR PUSTAKA

Balitbangkes, (2008). Www.litbang depkes.go.id, diakses tanggal 08 november


2018 pukul 14.30

Carpenito. M. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperwatan. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

Carson, V.B. (2003). Mental Health Nursing : The Nurse – patien Journey.
Philadelphia. W.B. Sauders Company

Dalami, E., Suliswati., Rochima., Suryati, K. R., Lestari. W. (2009). Asuhan


Keperawatan dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: TIM.

Damayanti, mukhripah, (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


Keperawatan. Bandung. Redika Aditama.

Fortinash, M. & Worret, H. (2007). Psychiatric Nursing Care Plans (Edisi 4).
Mosby: Philadelphia.

Hidayati, E. 2012. Pengaruh Terapi Kelompok Sportif terhadap Kemampuan


Menga- tasi Isolasi Sosial pada Klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Aminogondoutomo Kota Semarang. Jurnal Seminar Hasil-Hasil Penelitian
– LPPM UNIMUS 2012 ISBN : 978-602-18809-0-6.

Keliat, Anna. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:


EGC.

Nanda -1. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC : Jakarta

Nanda. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC : Jakarta

Otong, Deborah Antai. (2008). Psychiatric Nursing Biological Dan Behavioral


Consep. Second Edirion. Delmar Cengage. Australia.

Purba dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press

Riskesdas, (2013). Www.riskesdas.go.id, diperoleh tanggal 29 oktober 2018).

Stuart, G.W, and Laraia (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi Kelima.
Jakarta: penerbit Buku EGC.
21

Suliswati, eta,. (2005) konsep dasar keperawatan jiwa. Penerbit buku kedokteran
EGC: Jakarta.

Sunaryo, (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Undang-Undang Kesehatan RI No. 18 tahun 2014 Bab 1 pasal 3

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC. 92.
Widyawati, (2012). Asuhan keperawatan jiwa. PT. refika aditama, Bandung

World health organization. (2009). Mental healt atlas. Ganeva http: www.who.int
diakses tangga 27 Oktober 2018 Pukul 15.00

Yosep I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai