Anda di halaman 1dari 7

Gasifikasi - Pirolisis – Pembakaran

Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termo kimia menjadi
gas, dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk proses
pembakaran.

Selama proses gasifikasi reaksi kimia utama yang terjadi adalah endotermis (diperlukan
panas dari luar selama proses berlangsung). Media yang paling umum digunakan pada proses
gasifikasi ialah udara dan uap. Produk yang dihasilkan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian
utama, yaitu padatan, cairan (termasuk gas yang dapat dikondensasikan) dan gas permanen. Media
yang paling umum digunakan dalam proses gasifikasi adalah udara dan uap. Gas yang dihasilkan dari
gasifikasi dengan menggunakan udara mempunyai nilai kalor yang lebih rendah tetapi disisi lain
proses operasi menjadi lebih sederhana.

Beberapa keunggulan dari teknologi gasifikasi yaitu :

1. Mampu menghasilkan produk gas yang konsisten yang dapat digunakan sebagai pembangkit
listrik.
2. Mampu memproses beragam input bahan bakar termasuk batu bara, minyak berat,
biomassa, berbagai macam sampah kota dan lain sebagainya.
3. Mampu mengubah sampah yang bernilai rendah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi.
4. Mampu mengurangi jumlah sampah padat.
5. Gas yang dihasilkan tidak mengandung furan dan dioxin yang berbahaya.

Selama proses gasifikasi terdapat beberapa tahapan proses yaitu:

1. Tahapan pemanasan dimana temperatur padatan naik sampai sebelum terjadi proses
pengeringan.
2. Tahap pengeringan dimana terjadi pelepasan uap air dari padatan.
3. Tahap pemanasan lanjut dimana temperatur padatan naik kembali sampai sebelum terjadi
proses devolatilisasi.
4. Tahap devolatilisasi dimana volatil dalam padatan keluar sampai tersisisa arang. Tergantung
dari bahan bakar yang digunakan volatil dapat terdiri dari gas-gas H2O, H2N2, O2, CO, CO2,
CH4, H2S, NH3, C2H6 dan hidrokarbon tidak jenuh.
5. Tahap gasifikasi
6. Tahap pembakaran arang (terjadi jika masih terdapat udara yang tersisa)
Perbandingan Teknologi Piroslisis, Gasifikasi dan Pembakaran

Perbedaan Pirolisis Gasifikasi Pembakaran

Meningkatkan nilai
Meningkatkan nilai
tambah dan kegunaan Membangkitkan panas
tambah dan kegunaan
Tujuan dari limbah organik atau atau mendestruksi
dari sampah atau material
material dengan nilai sampah
dengan nilai rendah
rendah

Konversi kimia dan termal


Konversi kimia dan termal Pembakaran sempurna
tidak menggunakan
Jenis Proses menggunakan sedikit menggunakan udara
oksigen atau tanpa
oksigen berlebih (oksigen)
oksigen

Komposisi gas kotor H2, CO, H2S, NH3 dan CO2, H2O, SO2, NOx dan
sebelum dibersihkan partikulat partikulat

Komposisi gas H2 dan CO


H2 dan CO CO2 dan H2O
bersih

Produk padatan Arang Arang atau kerak (slag) Abu

Temperatur(oC) 400-800 700-1500 800-1000

Tekanan Lebih dari 1 atm Lebih dari 1 atm 1 atm

Gasifikasi berbeda dengan pirolisis dan pembakaran.

Ketiganya dibedakan berdasarkan kebutuhan udara yang diperlukan selama proses.

1. Jika jumlah udara/bahan bakar (AFR , air fuel ratio) sama dengan 0, maka proses disebut
pirolisis.
2. Jika AFR yangdiperlukan selama proses kurang dari 1.5, maka proses disebut gasifikasi.
3. Jika AFR yang perlukan selama proses lebih dari 1.5, maka proses disebut pembakaran
Cgas yang memiliki nilai kalor yang berguna. Pengertian ini tidak memasukkan istilah
pembakaran (combustion) sebagai bagian daripadanya, karena gas buang (flue gas) yang
dihasilkan dari pembakaran tidak memiliki nilai kalor yang signifikan untuk dimanfaatkan
[Higman, van der Burgt, 2003].

Karena proses ini merupakan konversi material yang mengandung karbon, maka semua
hidrokarbon seperti:

1. Batubara
2. Minyak
3. vacuum residue
4. petroleum coke atau petcoke
5. Orimulsion, bahkan
6. gas alam dapat digasifikasi untuk menghasilkan gas sintetik (syngas).

Pada dasarnya, terdapat 3 cara untuk memproduksi gas sintetik dari batubara, yaitu

1. pirolisis
2. hidrogenasi, dan
3. oksidasi sebagian (partial oxidation).

Meskipun produksi gas sintetik pada awalnya memanfaatkan teknologi pirolisis, tapisaat ini
pirolisis lebih banyak diaplikasikan untuk memproduksi bio-oil dari bahan baku biomassa.

Metode yang dipakai adalah flash pyrolysis, dimana biomassa dipanaskan secara cepat tanpa
oksigen pada suhu tinggi antara 450~600 C dengan waktu tinggal gas (residence time) yang pendek
yaitu kurang dari 1 detik. [Bramer,Brem, 2006].

hidrogasifikasi (hydro-gasification) bertujuan memproduksi gas metana (Synthetic Natural


Gas) langsung dari batubara. Karena operasional hidrogasifikasi.

Teknologi gasifikasi adalah merupakan suatu bentuk peningkatan pendayagunaan energi


yang terkandung di dalam bahan biomassa melalui suatu konversi dari bahan padat menjadi gas
dengan menggunakan proses degradasi termal material-material organik pada temperatur tinggi di
dalam pembakaran yang tidak sempurna.

Proses ini berlangsung di dalam suatu alat yang disebut gasifier. Ke dalam alat ini dimasukkan
bahan bakar biomassa untuk dibakar di dalam reaktor (ruang bakar) secara tidak sempurna. Dengan
kata lain, proses gasifikasi merupakan proses pembakaran parsial bahan baku padat, melibatkan
reaksi antara oksigen dengan bahan bakar padat.

Uap air dan karbon dioksida hasil pembakaran direduksi menjadi gas yang mudah terbakar,
yaitu karbon monoksida (CO), hidrogen (H2) dan methan (CH4). Gas-gas ini dapat dipakai sebagai
pengganti BBM guna berbagai keperluan seperti menggerakkan mesin tenaga penggerak (diesel atau
bensin), yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik, menggerakkan pompa,
mesin giling maupun alat alat mekanik lainya.

Selain itu gas ini juga dapat dibakar langsung untuk tanur pembakaran, mesin pengering,
oven dan sebagainya yang biasanya memerlukan pembakaran yang bersih.

Dari prinsip kerjanya gasifikasi dibedakan menjadi 3 jenis:

1) Updraft gasifier
Pembakaran berlangsung di bagian bawah dari tumpukan bahan bakar dalam silinder, gas
hasil pembakaran akan mengalir ke atas melewati tumpukan bahan bakar sekaligus
mengeringkannya. Bahan bakar dimasukkan ke dalam ruang bakar dari lubang pemasukan atas.
Updraft gasifier
2) Crossdraft gasifier
Udara disemprotkan ke dalam ruang bakar dari lubang arah samping yang saling berhadapan
dengan lubang pengambilan gas sehingga pembakaran dapat terkonsentrasi pada satu bagian
saja dan berlangsung secara lebih banyak dalam suatu satuan waktu tertentu.
3) Downdraft gasifier
Gas hasil pembakaran dilewatkan pada bagian oksidasi dari pembakaran dengan cara ditarik
mengalir ke bawah sehingga gas yang dihasilkan akan lebih bersih karena tar dan minyak akan
terbakar sewaktu melewati bagian tadi.
Downdraft gasifier

Untuk mendapatkan hasil maksimal dari pendayagunaan dari gas yang dihasilkan oleh
pembakaran biomassa ini, beberapa persyaratan yang perlu diketahui dan dipenuhi adalah
terutama dalam hal bahan bakar umpan beserta penggerak yang akan dipergunakan, sebagai
berikut :

A. Bahan Bakar Umpan


Untuk dapat menghasilkan gas maka pada mesin ini harus diberikan umpan yang dapat
berasal dari biomassa, baik sekam padi, kayu ataupun limbah pertanian. Kualitas gas yang
dihasilkan oleh mesin ini sangat tergantung pada bahan umpan yang diberikan kepadannya. Oleh
karena itu perlu diadakan patokan patokan tentang bahan bakar umpan yang cocok bagi unit
tersebut.

Di bawah ini akan diberikan beberapa klasifikasi bahan bakar umpan yang perlu diperhatikan
untuk pemilihan agar dapat diperoleh bahan yang potensial untuk dijadikan umpan. Klasifikasi ini
didasarkan pada sifat sifat bahan bakar yang mempunyai pengaruh besar terhadap gasifikasi, yaitu :

1) Kandungan energi bahan bakar.


Adalah nilai panas yang terkandung oleh bahan bakar biomassa, biasanya dinyatakan dengan
kalor yang dikandung oleh selulose dari biomassa karena selulose ini adalah merupakan bahan
yang paling dominan (50 %) yang terkandung oleh biomassa.

2) Kelembaban bahan bakar.


Kelembaban bahan bakar sanggat dipengaruhui kualitas dari gas yang dihasilkan, selain itu
untuk penguapan kandungan air dari bahan bakar ini dibutuhan banyak sekali energi dan juga
penyalaan serta pembakaran akan menjadi semakin sulit.

3) Bentuk dan ukuran bahan bakar


Kemungkinan kemacetan aliran bahan akan semakin besar dengan bahan bakar yang
mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda, yang selanjutnya akan mempengaruhui tekanan
gas didalam reaktor serta aliran gas keluar. Dengan bentuk dan ukuran bahan bakar yang
seragam, kemacetan seperti ini jarang terjadi.

4) Keseragaman bahan bakar.


Mempunyai hubungan yang erat dengan kandungan energi dari bahan bakar. Dengan bahan
bakar umpan yang seragam maka kualitas gas yang dihasilkan akan lebih stabil.

5) Berat bahan bakar dalam per meter kubik.


Kapasitas muat dari hopper adalah terbatas, sehingga perlu disesuaikan dengan kebutuhan
bahan bakar dari gasifikasi untuk rentang waktu tertentu. Lebih jauh hal ini akan mempengaruhui
lamanya bahan bakar tinggal di dalam ruang bakar, sehingga dengan sendirinya kualitas gas
tergantung padanya.

6) Kandungan unsur-unsur volatile (yang mudah teruapkan) dari bahan bakar.


Unsur-unsur volatile adalah tar, minyak, air serta gas ikutan lainya, yang ternyata lebih
banyak menggangu serta menimbulkan masalah apabila dipergunakan didalam mesin penggerak,
oleh sebab itu bahan bakar dengan kandungan volatile yang rendah jauh lebih disukai dalam
pengoperasian gasifikasi.

7) Kandungan abu.
Kandungan abu yang tinggi akan mengurangi jumlah energi yang dihasilkan dari bahan bakar.

Dengan memperhatikan patokan di atas, maka dapat diperoleh hasil gas yang memuaskan. Dan
yang lebih penting lagi dengan menggunakan gas yang mempunyai kualitas yang baik pada mesin,
terutama mesin penggerak, maka akan dicapai nilai tambah yang lebih besar.

Gasifikasi biomas sebagai pembakaran biomas tidak selesai yang menghasilkan gas bakar yang
terdiri dari karbon monoxida (CO), Hidrogen (H2)and sedikit metana (CH4).

Proses gasifikasi pada dasarnya merupakan proses pirolisa pada suhu sekitar 150 – 900°C, diikuti
oleh proses oksidasi gas hasil pirolisa pada suhu 900 – 1400°C, serta proses reduksi pada suhu 600 –
900°C (Abdullah, et al 1998).

Baik proses pirolisa maupun reduksi yang berlangsung dalam reaktor gasifikasi terjadi dengan
menggunakan panas yang diperoleh dari proses oksidasi. Gasifikasi berlangsung dalam keadaan
kekurangan oksigen.

Dengan kata lain, gasifikasi biomas boleh dipahami sebagai reaksi oksidasi parsial biomas
menghasilkan campuran gas yang masih dapat dioksidasi lebih lanjut (bersifat bahan bakar).

Pada proses gasifikasi terjadi banyak reaksi yang terjadi secara bertingkat. Jika disederhanakan,
secara netto reaksi gasifikasi dengan oksidator udara atau oksigen dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut:

C6H12O5 + O2 --> CxHz + CnHmOk + CO + H2 + kalor…….. (2.1)1 (Simpson, 2001)

Hasil yang diperoleh dari gasifikasi biomas merupakan campuran beberapa macam gas.
Komponen utama bahan bakar dalam gas biomas adalah H2 dan CO. Kandungan CO dalam gas
biomas 15 – 30%, sedang H2 antara 10 – 20% (Turare, 1997).

Komponen CnHmOk pada persamaan di atas berupa fraksi uap campuran dari berbagai macam
senyawa organik yang disebut dengan nama umum tar.

Pemanfaatan Teknologi Gasifikasi Biomas

Gas biomas dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sebagai bahan bakar, gas biomas
mempunyai pemanfaatan yang cukup luas, antara lain untuk:

1. Memasak
2. menggerakkan turbin gas
3. menggerakkan motor bakar dalam
4. sebagai bahan bakar pada ketel uap
5. serta untuk penerangan.

Pada jaman perang dunia kedua, diperkirakan sekitar satu juta kendaraan bermotor yang
menggunakan bahan bakar gas biomas (Anonim, 1986). Pada saat ini, pemanfaatan utama gas
biomas adalah untuk menjalankan motor stasioner pembangkit listrik.
Jika gasnya dibakar untuk menghasilkan panas, misalnya pada pembakaran di kompor, sistem
gasifikasi memiliki kelebihan dibanding pembakaran biomas secara langsung. Karena berbentuk gas,
pembakaran gas biomas jauh lebih mudah dikontrol dibanding pembakaran biomas secara langsung,
sehingga hal tersebut menguntungkan dari segi konservasi energi serta penekanan polusi udara.

Keuntungan gasifikasi antara lain: lebih bersih, karena pembakaran lebih sempurna sehingga
emisi polutan lebih rendah. Selain itu lebih mudah pengaturan laju pembakarannya. Sedangkan
kekurangan sistem gasifikasi dibanding pembakaran langsung yaitu peralatan lebih rumit dan lebih
mahal serta memerlukan ketrampilan yang lebih tinggi.

Semula, penggunaan gas biomas untuk memasak, baik di tingkat rumah tangga maupun industri
kecil tidak banyak dikembangkan, karena di negara maju dan di perkotaan, masyarakat lebih memilih
kompor gas LPG yang cara penggunaannya lebih mudah. Sedangkan untuk pedesaan, masyarakat
lebih memilih cara pembakaran biomas secara langsung, karena peralatan yang dibutuhkan pada
teknologi gasifikasi masih dianggap terlalu rumit dibanding dengan teknologi tungku pembakaran
biasa.

Baru pada beberapa tahun terakhir ini, orang mulai tertarik untuk mengembangkan penggunaan
gas biomas untuk keperluan memasak. Hal tersebut terpicu oleh adanya krisis energi serta makin
mahalnya harga bahan bakar fosil. Di samping itu juga terbantu oleh adanya kampanye cara hidup
yang lebih sehat dan lebih ramah lingkungan. Penggunaan teknologi gasifikasi biomas dalam hal ini
dianggap sebagai teknologi yang lebih ramah bagi pengguna dan lingkungannya.

Negara yang cukup maju dalam hal pemanfaatan teknologi gasifikasi biomas adalah India dan
China. Terdapat cukup banyak laporan tentang penerapan teknologi gasifikasi biomas di kedua
negara tersebut. Palit dan Mande (2007) melaporkan bahwa TERI (The Energy and Resources
Institute), sebuah lembaga yang mengembangkan teknologi gasifikasi biomas di India, sampai tahun
2007 telah berhasil memasang lebih dari 350 sistem gasifikasi biomas di berbagai wilayah di India
dengan total kapasitas lebih dari 13 MW termal.

Beberapa pemanfaatan teknologi gasifikasi disebutkan dalam laporan tersebut antara lain untuk
memasak, pengolahan kapulaga, dan pengolahan biji aren.

Sedangkan Mande dan Kishore (2007) menyebutkan penggunaan teknologi gasifikasi biomas
untuk pembuatan benang sutera, pengolahan kapulaga, pembuatan garam, pengeringan bata,
memasak, untuk upacara keagamaan, pemanasan air hotel, memasak untuk sekolahan, pembakaran
mayat, dan untuk pengolahan karet alam.

Sementara itu IISc (Indian Institute of Science) telah membuat sistem gasifikasi biomas untuk
berbagai keperluan antara lain pelistrikan pedesaan, pengeringan, pengolahan logam, dan
pembangkit tenaga di beberapa industri di India (Dassapa et al, 2003).

Penerapan teknologi gasifikasi biomas untuk pembangkit tenaga listrik di China antara lain
dilaporkan oleh Wu et al (2009) dengan bahan bakar sekam. Sementara itu, Chen (2011) melaporkan
bahwa di China, salah satu di antara penerapan teknologi gasifikasi biomas yang jumlahnya cukup
banyak ialah untuk catu gas bakar yang disalurkan ke perumahan. Jumlah stasiun produksi gas
dimaksud, sampai tahun 2007 adalah tercatat sebanyak 600 buah, sedangkan jumlah pembangkit
tenaga listrik sesuai data tahun 2008 adalah sebanyak 40 buah. Salah satu skema sebuah stasiun
produksi gas bakar untuk komunitas ditunjukkan pada gambar 6 yang diambil dari makalah Chen
(2011).
Pada penerapan teknologi gasifikasi biomas untuk pembangkit listrik melalui teknologi turbin gas
maupun dengan motor bakar dalam, gas dari reaktor harus dibersihkan dahulu agar dapat digunakan
dengan baik tanpa merusak atau mengurangi kinerja peralatan.

Pada penggunaan gas biomas untuk pemanas, misalnya pada pembakaran di kompor atau
pembakaran gas biomas untuk pemanas ketel uap, gas dari reaktor tidak memerlukan pembersihan
terlebih dahulu, dengan demikian akan menyederhanakan rancangan serta mengurangi biaya.

Penerapan termal gas biomas adalah suatu alternatif yang cukup menarik dibanding teknologi
pembakaran langsung, karena tingkat efisiensinya lebih bagus dan polusi yang dihasilkan lebih
rendah meskipun biaya investasi yang diperlukan umumnya lebih tinggi.

Berkembangnya teknologi kompor gas biomas pada beberapa tahun terakhir ini cukup
menunjukkan keunggulan teknologi gasifikasi dibanding metode pembakaran langsung. Penerapan
teknologi gasifikasi biomas untuk pemanas dapat dikelompokkan menurut ukurannya menjadi skala
besar dan skala kecil.

Pada skala besar penerapan utamanya ialah pembakaran gas untuk ketel uap untuk catu energi
mekanik melalui turbin uap yang kemudian dapat digunakan untuk pembangkit listrik maupun untuk
pemakaian tenaga mekanik secara langsung dalam proses industri.

Pemanfaatan gas biomas untuk pemanas pada skala kecil antara lain adalah untuk bahan bakar
kompor masak dan untuk beberapa macam industri pengolahan yang menggunakan panas.
Penerapan gas biomas untuk pemanas antara lain dikembangkan oleh IRRI pada tahun 1986 (Belonio,
2005) dengan menggunakan bahan bakar sekam.

Anda mungkin juga menyukai