Anda di halaman 1dari 8

ULASAN METODOLOGI KUALITATIF: WAWANCARA TERHADAP ELIT

Review of Qualitative Method: Interview of the Elite


Lukman Nul Hakim
Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI

Naskah diterima: 13 Juni 2013


Naskah direvisi: 19 Agustus 2013
Naskah diterbitkan: 14 Desember 2013

Abstract: In the past two decades literature studies on elite has emerged even though still small in number. Elites
are people who because of his/her position or role and can influence decisions concerning the lives of many
people. Therefore every behavior, decision making and mindset of elite is an interesting subject to be studied in a
deeper level. But in reality making elite as research subject provide challenges. Among the many approaches to
qualitative methods, interviewing techniques most widely used to assess the elite, therefore this article discusses
the challenges that will be faced by researchers when interviewing elites. Starting from the things that must be
prepared before the researchers conducted interviews, during the interview, and after the interview. With good
preparation then the research process can be optimized.
Keywords: Qualitative research method, interview, elite.

Abstrak: Dalam dua dekade terakhir telah bermunculan kajian-kajian literatur tentang elit meskipun jumlahnya
masih sedikit. Elit adalah orang-orang yang karena posisinya dan atau perannya dapat memengaruhi keputusan-
keputusan yang menyangkut kehidupan orang banyak sehingga setiap perilaku, pengambilan keputusan, dan
pola pikir elit menarik untuk dipelajari secara lebih mendalam. Namun kenyataannya menjadikan elit sebagai
responden memberikan tantangan tersendiri. Di antara banyak pendekatan dalam metode kualitatif, teknik
wawancara yang paling banyak digunakan untuk mengkaji elit, karena itu artikel ini membahas tantangan-
tantangan yang akan dihadapi peneliti ketika mewawancarai para elit. Mulai dari hal-hal yang harus dipersiapkan
peneliti sebelum melakukan wawancara, saat wawancara, dan setelah wawancara. Dengan persiapan yang baik
maka proses penelitian dapat berjalan secara optimal.
Kata Kunci: Metode penelitian kualitatif, wawancara, elit.

Pendahuluan Bagi para ilmuwan yang tugasnya bersinggungan


Dalam beberapa dekade terakhir, ilmuwan langsung dengan para elit maka tanggung jawab
sosial semakin memberikan perhatian terhadap telah mengharuskan mereka untuk berinteraksi
peran yang dimainkan oleh elit, baik itu elit dengan para elit. Sebagai contoh, adalah peneliti
bisnis maupun elit sosial (Harvey, 2011). Tren ini di lingkungan Sekretariat Jenderal (Setjen) Dewan
bukan tanpa alasan, meskipun sejak lama ilmuwan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
sosial menyadari akan pentingnya peran elit akan Dengan semakin meningkatnya tuntutan publik
tetapi posisi elit yang lebih tinggi secara strata kepada DPR RI agar meningkatkan kontribusinya
sosial menimbulkan kesungkanan dan kesulitan dalam melaksanakan fungsi legislasi, fungsi
untuk didekati dan dipelajari. Namun demikian, anggaran dan fungsi pengawasan maka peneliti
peradaban dunia yang semakin egaliter turut Setjen DPR RI sebagai personil pendukung kinerja
berkontribusi terhadap perubahan strata sosial dan anggota DPR RI secara otomatis juga menghadapi
pergaulan sosial yang salah satunya berdampak tuntutan yang serupa yaitu peningkatan kinerja.
pada berkurangnya kesenjangan antara elit dan non- Tugas pokok dan fungsi peneliti di Setjen
elit. Orang-orang semakin menyadari pentingnya DPR RI salah satunya adalah untuk melakukan
peran masing-masing, sehingga terutama pada penelitian atas berbagai topik yang relevan
masyarakat urban terjadi saling menghormati dengan perkembangan kedewanan untuk dijadikan
diantara elit dan non-elit, meskipun demikian sebagai usulan kepada alat-alat Kelengkapan
kondisi ini tidak membuat kesenjangan itu hilang Dewan dalam rangka membahas dan memproses
sama sekali. Perubahan sosial telah setidaknya berbagai kebijakan legislatif dengan pemerintah.
mengurangi masalah kesungkanan walaupun masih Selain harus melakukan kajian-kajian yang terkait
menyisakan kesulitan-kesulitan. dengan ketiga fungsi dewan Peneliti Setjen DPR

Lukman Nul Hakim, Ulasan Metodologi Kualitatif | 165


RI juga mengkaji hal-hal yang dapat meningkatkan elit. Mereka mempelajari elit dari berbagai aspek,
kinerja dewan. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan seperti pola pikir, kepemimpinan, kepribadian,
reformasi birokrasi maka tim peneliti harus cara-cara pengambilan keputusan, baik itu pada
berusaha menggali kebutuhan, harapan, dan keluhan bidang politik, dunia bisnis, ataupun bidang sosial,
dari pelayanan kajian dari peneliti. Upaya menggali dan lain-lain (Dyson, 2009; Keller & Yang, 2008;
informasi itu dapat dilakukan dengan berbagai Schoen, 2007). Meskipun telah bermunculan akan
cara, dan salah satunya melalui wawancara. tetapi kajian tentang elit masih berjumlah sedikit,
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan sehingga tantangan untuk meneliti elit masih
yang coba dikaji pada tulisan ini adalah untuk terbuka sangat luas (Harvey, 2011).
mendeskripsikan kesulitan-kesulitan apa saja Karena sulitnya mengakses elit maka
yang dihadapi para peneliti atau ilmuwan ketika banyak peneliti yang dalam upaya memahami
harus melakukan wawancara terhadap para elit? cara berfikir para elit (misalkan dalam mereka
Langkah-langkah apa sajakah yang harus dilakukan mengambil keputusan), berupaya mereduksi
untuk mengatasi permasalahan tersebut? proses pengambilan keputusan ke dalam sebuah
permainan (game) dengan menjadikan orang-orang
Definisi Elit ‘non-elit’ sebagai respondennya. Akan tetapi cara
Keunikan ilmu sosial dibandingkan ilmu alam ini mendapatkan kritik, karena non-elit berbeda
adalah subject matter bahasannya. Jika ilmu alam dengan elit. Serangkaian penelitian eksperimen
mempelajari benda tak bernyawa, maka ilmu sosial selama dua dekade terakhir menunjukkan bahwa
mempelajari mahluk bernyawa. Ketika mempelajari elit dan masyarakat umum memiliki perbedaan
mahluk bernyawa seperti manusia maka peneliti yang fundamental dalam pengambilan keputusan
dihadapkan kepada beberapa tantangan yang (Burton, Hughes & Victoria, 2011). Harapan
tidak ditemukan pada penelitian dengan subject untuk menggeneralisasi hasil proses pengambilan
matter ilmu alam. Tantangan tersebut diantaranya: keputusan berdasarkan teknik permainan tersebut
kecenderungan manusia untuk mengubah perilaku sulit untuk dilakukan.
mereka ketika mereka mengetahui sedang di Upaya penelitian dengan menjadikan para
observasi (reactivity); sangat banyaknya faktor yang elit sebagai responden mendorong kebutuhan
mempengaruhi perilaku seseorang (baik itu faktor akan metodologi penelitian yang lebih spesifik.
internal, faktor situasional saat itu, maupun faktor Melakukan wawancara terhadap elit lebih memiliki
masa lalu) sehingga menyulitkan peneliti untuk problematika metodologi jika dibandingkan dengan
mengetahui secara persis apa yang menyebabkan wawancara terhadap non-elit (Mikecz, 2012).
munculnya sebuah perilaku (causality); kemampuan Elit jarang menjadi responden karena kekuasaan
manusia untuk secara sadar mengobservasi perilaku mereka, dan kemampuan mereka untuk melindungi
mereka sendiri sehingga dapat mengakibatkan bias diri mereka dari intrusi dan kritik (Hunter, 1995).
(self awareness); dan kompleksitas manusia yang Karena tingkat kesulitannya membuat jarang
menyulitkan pengukuran (Glassman & Hadad, 2009). ada penelitian yang menggunakan elit sebagai
Kompleksitas manusia tersebut membuat respondennya, kebanyakan penelitian dalam ilmu
penelitian terhadap manusia menjadi tantangan sosial melibatkan ‘orang biasa’.
tersendiri, sehingga dibutuhkan kekhususan dan Siapakah sesungguhnya elit itu? Para peneliti
upaya yang lebih kompleks untuk dapat mempelajari umumnya mendefinisikan elit sesuai kebutuhan
kompleksitas manusia. Tantangan tersebut bertambah penelitian mereka. Bagi peneliti yang ingin mengkaji
ketika yang menjadi responden adalah para elit. Para bidang politik maka yang dimaksud para elit adalah
elit adalah segelintir orang yang di satu sisi penting para pimpinan partai, anggota parlemen, dan lain-
untuk dipelajari karena pemikiran, keputusan dan lain. Sementara bagi peneliti yang ingin mengkaji
tindakannya dapat mempengaruhi hajat hidup banyak bisnis maka elit adalah para Chief Executive Officer
orang, namun di sisi lain para elit adalah orang yang (CEO), Vice President, top manager, dll. Sementara
lebih sulit untuk diteliti dibandingkan non-elit, bagi peneliti di bidang sosial para elit bisa saja tokoh-
karena peneliti kesulitan mendapatkan akses kepada tokoh masyarakat, budayawan, tokoh agama, dll.
elit dan kesulitan dalam teknis pengambilan data. Pemberian label elit menunjukkan adanya
Laurila (1997) menggambarkan elit dengan kalimat tingkatan status dalam masyarakat. Bahkan
yang sangat tepat, “Elit terlihat namun tidak selalu menurut Zuckerman (1972) di dalam sekelompok
mudah diakses”. elit pun tetap ada tingkatan status. Penelitian
Kajian literatur di jurnal-jurnal internasional Zuckerman menggunakan istilah ‘ultra elit’ untuk
menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir mendeskripsikan individu-individu yang memegang
semakin banyak peneliti yang tertarik kepada kekuasaan yang lebih besar di dalam kelompok elit.

166 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013


Lebih lanjut Smith (2006) mengingatkan sudah menyadari pentingnya bukti-bukti untuk
bahwa untuk menentukan bahwa seseorang adalah menjelaskan kebenaran dugaan (hipotesis).
dalam kategori elit maka seorang peneliti harus Pada konteks penelitian yang menjadikan
berhati-hati, karena mereka yang secara struktural elit sebagai responden maka para peneliti telah
memegang posisi elit belum tentu menggunakan menggunakan berbagai metode dalam rangka
kekuasaan yang diberikan kepadanya. Walaupun menggali data dari elit. Metode penggalian data
seseorang mempunyai posisi jabatan elit akan disesuaikan dengan situasi, kondisi dan tujuan dari
tetapi bisa saja dia tidak mempunyai peran yang penelitian itu sendiri. Beberapa penelitian yang
penting sehingga tidak berperan seperti elit. telah dilakukan terkait kepribadian elit politik
Harvey (2011) mengatakan bahwa nama jabatan mayoritas terfokus pada super elit, yaitu para
(job title) tidak dapat merepresentasikan peran pimpinan negara, dan dengan jumlah N yang sedikit
seseorang, dan karenanya bukan sebagai indikator (lihat: Kearns, 1976; Latcham, 1982; Dille, 2000;
status elit. Karenanya meskipun nama jabatan Dyson & Preston, 2006; Dyson, 2006, 2007, 2009).
adalah penting menggambarkan peran seseorang, Anggota parlemen (lihat: McConaughy, 1950;
kita bisa memberikan label elit kepada orang-orang Crichlow, 2002; Wright, 2007; Jensen & Winzen,
yang memiliki jaringan sosial yang penting, orang 2012; Best, 2011; dan Dietrich, Lasley, Mondak,
yang mempunyai posisi strategis dan memiliki Jeffrey, Remmel & Turner, 2012).
modal sosial didalam struktur sosial. Status elit Dengan menggunakan berbagai teknik
juga berbatas waktu dan tempat. Seseorang bisa pengumpulan data para peneliti psikologi politik
saja meraih ataupun kehilangan status elitnya telah berusaha melihat hubungan antara kepribadian
seiring dengan berjalanya waktu. Seseorang juga elit politik dengan berbagai dependent variable
bisa mendapat status elit pada wilayah tertentu dan seperti ideologi politik (Hiel, 2000; Dietrich, 2012),
tidak pada wilayah lain. ucapan spontan vs ucapan dengan persiapan (Dille,
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas jelas 2000), sikap/keputusan atas isu tertentu (Crichlow,
bahwa status elit bersifat relatif. Namun demikian, 2002; Dyson, 2006), informasi politik (Hiel &
Harvey (2011) telah mendefinisikan elit sebagai Mervielde, 2003; Duncan, 2005), penggunaan
orang-orang yang mempunyai kemampuan analogi dalam mengambil keputusan (Dyson, 2006),
memberikan pengaruh melalui jaringan sosial, sosial gaya kognitif (Dyson, 2009), preferensi kebijakan
kapital, dan posisi strategis terhadap struktur sosial. (Best, 2011), serta asal partai (partisanship), ambisi
Sedangkan Field, Higley & Burton (dalam Knoke, karir politik, dan aktivitas legislatif (Dietrich, 2012).
1993) mendefinisikan elit sebagai orang yang dapat Faktor kesulitan mengakses membuat
memengaruhi hasil politik nasional secara rutin dan penelitian terhadap kepribadian elit politik terutama
substantif, dikarenakan posisinya. Peneliti sendiri pada tingkat pimpinan negara atau tokoh yang telah
menyimpulkan bahwa elit adalah orang-orang yang meninggal dunia mempunyai ciri khas tersendiri
menduduki posisi penting atau peran penting yang yaitu dengan tehnik pengumpulan data berjarak
dapat memengaruhi keputusan-keputusan yang (at distant) (Dille, 2000; Crichlow, 2002; Dyson
menyangkut kehidupan banyak orang. & Preston, 2006). Sementara teknik pengumpulan
data pada elit yang masih hidup atau masih dapat
Metode Penelitian terhadap Elit dijangkau (bukan super elit) seringkali digunakan
Metode penelitian merupakan sebuah cara wawancara (Brown, 2011) dan pada beberapa
untuk mendapatkan data dengan pendekatan kondisi dapat juga diberikan kuesioner (Best, 2011).
ilmiah yaitu secara rasional, sistematis dan empiris.
Ilmuwan telah melewati fase yang panjang untuk Wawancara
mencapai fase perkembangan metode penelitian Wawancara adalah situasi berhadap-hadapan
seperti saat ini. Rummel (dalam Sutrisno Hadi, antara pewawancara dan responden yang
1985) menuliskan bahwa metode penelitian dimaksudkan untuk menggali informasi yang
diawali dengan periode coba-coba (trial and error), diharapkan, dan bertujuan mendapatkan data tentang
pada fase ini manusia berusaha mencari kebenaran responden dengan minimum bias dan maksimum
dengan cara coba-coba. Kemudian diikuti dengan efisiensi (Singh, 2002). Sementara Steward & Cash
periode otoritas dan tradisi, dimana keputusan (1982) mendefinisikan wawancara sebagai sebuah
seorang pemimpin dan tradisi menjadi dasar atas proses komunikasi dyad (interpersonal), dengan
sebuah kebenaran. Selanjutnya, periode spekulasi tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, bersifat
dan argumentasi dimana manusia melakukan serius, yang dirancang agar tercipta interaksi yang
diskusi untuk mencari kebenaran. Akhirnya periode melibatkan aktivitas bertanya dan menjawab
hipotesis dan ekeperimen, pada fase ini orang pertanyaan.

Lukman Nul Hakim, Ulasan Metodologi Kualitatif | 167


Singh (2002) menuliskan bahwa terdapat dua kesuksesan wawancara. Peneliti harus mempunyai
macam wawancara yaitu wawancara formal dan pengetahuan tentang orang yang diwawancarai,
informal. Wawancara formal atau disebut juga seperti kesukaan, budaya, alat komunikasi yang
wawancara terstruktur adalah sebuah prosedur disukai, keinginannya berkontribusi pada penelitian
sistematis untuk menggali informasi mengenai akademik (Mikecz, 2012). Selain itu peneliti juga
responden dengan kondisi dimana satu set pertanyaan harus mengetahui lokasi wawancara, pengaturan
ditanyakan dengan urutan yang telah disiapkan tempat duduk (seating arrangement), langkah-
oleh pewawancara dan jawabannya direkam dalam langkah untuk meraih kepercayaan responden, dan
bentuk yang terstandardisasi. pengetahuan tentang penelitian itu sendiri.
Wawancara informal adalah sebuah wawancara Pengetahuan tentang responden akan
dimana tidak dipersiapkan terlebih dahulu memberikan gambaran seperti apa orang tersebut
pertanyaan-pertanyaan, tidak ada persiapan urutan sehingga mempercepat upaya peneliti membina
pertanyaan, dan pewawancara yang berkuasa penuh rapport, yaitu hubungan saling percaya, saling
untuk menentukan pertanyaan sesuai dengan poin- memahami dan saling menyepakati antara
poin utama (Singh, 2002). Dikarenakan hampir pewawancara dan yang diwawancara. Pengetahuan
segala sesuatunya tergantung pewawancara maka tentang hobi responden -misalnya tentang klub bola
proses wawancara menjadi tidak terstruktur, dan favoritnya- akan membantu mencairkan suasana.
karenanya wawancara semacam ini disebut juga Akan tetapi peneliti harus benar-benar yakin akan
wawancara tidak terstruktur. informasi-informasi yang dimiliki seputar responden
Kelebihan wawancara formal adalah metode tersebut, karena jika informasinya salah justru akan
ini biasanya mempunyai validitas yang lebih mengganggu proses rapport dan dapat merusak
tinggi dibandingkan wawancara informal. Akan proses wawancara secara keseluruhan.
tetapi, metode ini juga mempunyai setidaknya Salah satu hal yang krusial dalam proses
dua kelemahan. Pertama, prosedur melaksanakan wawancara adalah lokasi wawancara. Responden
wawancara tipe ini membutuhkan biaya yang besar harus memperhatikan lokasi wawancara karena
dan waktu yang lama. Kedua, validitas wawancara akan menentukan kesuksesan wawancara. Peneliti
formal biasanya lebih rendah dibandingkan beberapa harus memperhatikan hal-hal seperti tata ruang,
metode lain seperti analisa biodata, ataupun tes kenyamanan, tingkat kebisingan, pengaturan
psikologis yang terstandardisasi (Guilford, dalam cahaya, temperatur udara. Pengaturan bangku juga
Singh, 2002). mempengaruhi kenyamanan proses wawancara.
Kelebihan wawancara informal, pertama Posisi duduk yang sangat dekat atau sangat jauh
karena sifatnya yang lebih fleksibel dalam menjadi sangat tidak efektif. Tujuan menggunakan
mengumpulkan data sehingga wawancara informal tempat yang nyaman adalah untuk meningkatkan
lebih sering digunakan dibanding wawancara konsentrasi dan motivasi responden, dan untuk
formal. Kedua, dengan metode wawancara informal membuat responden berbicara (Stewart & Cash,
pewawancara dapat menggali data lebih dalam, 1982). Hindari wawancara di tempat dimana
sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih banyak orang lalu lalang, atau dimana sekretaris
banyak atas orang yang di wawancara. Namun dapat sering bolak-balik, tempat yang gelap,
wawancara informal juga memiliki kelemahan, ataupun yang beraroma tidak sedap. Wawancara
diantaranya pertama, pada wawancara informal sebaiknya dilakukan di tempat yang yang kondusif
terdapat kemungkinan pengaruh pribadi dan bias (Mikecz, 2012).
yang besar dari pewawancara dibandingkan dengan Hal yang penting dalam wawancara adalah
wawancara formal. Kedua, wawancara jenis ini upaya mendapatkan kepercayaan dari responden.
membutuhkan kemampuan yang lebih tinggi. Pewawancara harus berupaya mendapatkan
Pewawancara diharapkan berlaku diplomatis, kepercayaan respondennya agar bisa mendapatkan
cerdas, mempunyai keterampilan sosial yang data dengan kualitas tinggi (Harvey, 2011).
tinggi, dan memiliki pengetahuan yang tinggi Kepercayaan dibangun sepanjang waktu dan
atas substansi yang diteliti. Ketiga, data yang peneliti harus berusaha membangun rapport dengan
didapat dari wawancara informal sulit untuk di para elit sejak pertama kali peneliti mengkontak
kuantifikasikan dan sulit dianalisa. elit untuk pelaksanaan wawancara dan hal-hal
diluar wawancara (Ostrander, 1993).
Strategi Mewawancarai Elit Salah satu cara mendapatkan kepercayaan
Sebelum Wawancara adalah dengan berusaha bersikap se-transparan
Sebelum pelaksanaan wawancara peneliti harus mungkin, dan sediakan informasi berikut kepada
mempersiapkan diri sebaik-baiknya secara detail demi responden: siapa saya, dimana saya bekerja, apakah

168 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013


sesungguhnya yang menjadi tujuan penelitian mengatakan bahwa cara terbaik untuk melakukan
saya, siapa yang men-sponsori penelitian saya, penelitian terhadap elit bervariasi dari satu
berapa lama wawancara tersebut akan berlangsung, responden ke responden lainnya, dan peneliti perlu
bagaimana data tersebut akan digunakan, dimana memperkirakan sejak awal atmosfir wawancara
hasil penelitian itu akan disebarkan, dan apakah dan menyesuaikan perilaku mereka, cara bicara
informasi dalam penelitian tersebut bersifat mereka, dan perilaku mereka.
anonim atau tidak (Harvey, 2011). Kepercayaan Kemudian saat bertemu responden peneliti
yang diberikan responden akan membuat responden sebaiknya membuka dengan hal-hal yang umum
memberikan informasi yang banyak dan detail, dalam rangka membina rapport, misalkan
dan diberikannya kesempatan untuk pertemuan pertanyaan, ‘Bagaimana perjalanan menuju ke
selanjutnya jika peneliti membutuhkan informasi lokasi ini?’. Hindari pertanyaan yang personal,
tambahan, bahkan kepercayaan dapat berdampak misalkan ‘bagaimana kabar anak anda?’ karena
terbukanya jaringan calon-calon responden baru. bisa saja ternyata responden telah bertahun-tahun
Sebelum wawancara dilakukan peneliti juga menikah dan belum dikaruniai anak. Hal-hal seperti
harus meningkatkan pemahamannya tentang ini dapat mempengaruhi jalannya wawancara.
penelitian itu sendiri, beserta spektrum dampak Pada awal wawancara sebaiknya dimulai
penelitian tersebut. Karena seringkali elit secara sadar dengan pertanyaan terbuka agar elit tidak
atau tidak menantang peneliti atas topik penelitian terpengaruh (Mikecz, 2012). Pertanyaan tertutup
tersebut, maka peneliti harus mempersiapkan diri akan mendorong orang untuk menjawab pertanyaan
sebaik-baiknya (Zuckerman, 1972). Harvey (2011) dengan singkat, yaitu jawaban benar dan salah,
mengatakan bahwa berdasarkan pengalamannya sehingga proses wawancara akan menjadi kaku.
pada beberapa kesempatan dia justru ditanyai Aberbach & Rockman (2002) mengatakan bahwa
dan diuji oleh responden, dan penting bagi elit dan orang-orang berpendidikan tinggi, tidak suka
peneliti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan pertanyaan yang tertutup, mereka lebih suka
tersebut untuk dapat mendapatkan kesan positif menyampaikan pandangan mereka dan menjelaskan
dan dihargai, yang akan berdampak pada kualitas mengapa mereka berfikir apa yang mereka pikir. Akan
jawaban responden nantinya. tetapi kadang kita memang membutuhkan jawaban
yang bersifat tertutup (closed) untuk menegaskan
Saat Wawancara
sikap responden atas suatu isu. Maka peneliti dapat
Pada hari pelaksanaan wawancara, peneliti
mengkombinasikan antara pertanyaan terbuka dan
sebaiknya datang ke lokasi wawancara lebih awal,
tertutup. Jawaban closed-ended diperlukan untuk
sehingga peneliti bisa mengenali lingkungan
mendapatkan data kuantitatif (Harvey, 2011).
tempat wawancara dengan baik (Mikecz, 2012).
Selama proses wawancara penting untuk
Datang lebih awal juga membuat peneliti menjadi
memiliki keterampilan mendengarkan (Berry dalam
lebih nyaman dengan suasana ruang wawancara.
Mikecz, 2012). Stewart & Cash (1982) menyusun
Sebelum bertemu responden, peneliti harus
daftar ceklist perilaku yang akan membantu
memikirkan bagaimana mereka akan menampilkan
pewawancara untuk mempunyai keterampilan
diri mereka ketika berhadapan dengan responden yang
mendengarkan yang efektif:
mempunyai karakteristik beragam. Seorang peneliti
1. dengarkan poin-poin penting dan ide-ide
wanita yaitu McDowell (dalam Harvey, 2011),
utama (main ideas) dari wawancara;
mengatakan bahwa ketika melakukan wawancara ia
2. dengarkan isi dan perasaan dari pembicaraan;
harus berganti-ganti peran, misalkan berperan ‘bodoh/
3. tangkaplah semua petunjuk-petunjuk, baik itu
kekanak-kanakan’ ketika berhadapan dengan orang
verbal maupun non-verbal;
yang bersikap kebapakan, bersikap sangat efisien
4. buat responden mengetahui bahwa kita benar-
terhadap wanita yang lebih tua dan terlihat galak
benar mendengarkan dia;
(fierce), bersikap seperti saudara terhadap wanita
5. persiapkan diri kita untuk mendengarkan, baik
yang seusia, bersikap sangat cekatan dan sangat
secara fisik maupun mental;
berpengetahuan terhadap pria muda. McDowell
6. bersabar;
menentukan bagaimana dia akan bersikap setelah
7. tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan untuk
sebelumnya ia mengamati dan menilai responden
klarifikasi, penjelasan, elaborasi isi, ide-ide,
baik secara visual maupun verbal.
maupun perasaan;
Menurut Harvey (2011) pewawancara
8. bersikaplah empatis;
yang efektif adalah mereka yang dapat dengan
9. fokuskan perhatian pada pesan yang
mudah menyesuaikan gaya mereka dan membuat
disampaikan dan responden, tidak terhadap
responden senyaman mungkin. Lebih lanjut Harvey
keadaan sekeliling;

Lukman Nul Hakim, Ulasan Metodologi Kualitatif | 169


10. fokuskan diri pada kondisi saat itu, tidak pada karena orang-orang yang sebelumnya tidak
kondisi masa lampau ataupun kondisi dimasa memungkinkan diwawancarai karena jarak menjadi
mendatang; dapat dilakukan. Kelebihan lainnya adalah penelti
11. jangan mengulang pertanyaan ataupun jawaban bisa mengkombinasikan pertanyaan-pertanyaan
yang buruk; terbuka, tertutup, maupun wawancara dengan format
12. waspada terhadap respon yang bersifat kuesioner (Harvey, 2011). Selain itu, hambatan
evaluatif selama wawancara, terutama respon dalam hal perbedaan budaya dapat dihilangkan
yang negatif; karena perbedaan budaya sulit teridentifikasi ketika
13. sadari bahwa respon kita atau bahkan wawancara melalui telpon (Holt, 2010).
ketiadaan respon kita dapat diartikan sesuatu Sementara kelemahan wawancara melalui
oleh responden; telepon adalah sulitnya membangun rapport, dan hal
14. hindari upaya mencatat yang berlebihan karena ini dapat membahayakan hasil penelitian (Harvey,
dapat justru membuat kita kehilangan isi yang 2011). Ada beberapa hal yang sesungguhnya
penting; dan berguna untuk membina rapport antara peneliti
15. jangan bereaksi terlalu cepat atas sebuah dan responden akan tetapi itu tidak mungkin
komentar. dilakukan ketika wawancara melalui telepon
(Holt, 2010) seperti berjabat tangan, kontak mata,
Selama wawancara peneliti harus aktif
menggunakan bahasa tubuh, saling tukar kartu
memberikan respon atas pernyataan-pernyataan yang
nama, dll. Kelemahan lainnya menurut Sturges &
dibuat responden. Hal ini penting untuk memancing
Hanharan (dalam Harvey, 2011) adalah responden
lebih banyak respon dari responden. Harvey (2011)
cenderung memberikan sedikit informasi.
menyarankan penggunaan kata, “Oh ya!” (really),
Sementara dalam hal durasi wawancara,
“Menarik!” (interesting). Berdasarkan pengalaman
kita tidak dapat menentukan secara pasti, karena
sewaktu peneliti mewawancarai elit, kata-kata dalam
tergantung pada beberapa hal, seperti karakteristik
bahasa indonesia yang dapat digunakan misalnya
pewawancara, karakteristik responden, waktu, lokasi
kata, “Oh gitu!”, “Oh ya!”, “Oke!”.
dan konteks wawancara (Harvey, 2011). Menurut
Berdasarkan pengalaman penulis satu strategi
Ostrander, dan juga Stephen (dalam Harvey, 2011),
yang juga sangat bermanfaat untuk membuat
wawancara biasanya berlangsung selama satu jam
responden memberikan respon lebih banyak yaitu
setengah. Sedangkan pengalaman Harvey berdurasi
dengan membiarkan kondisi hening, dan kita
sekitar 45 menit, baik itu wawancara langsung
memberikan tatapan “menunggu respon lebih
ataupun melalui telpon.
banyak”. Variasi cara meminta data lebih banyak
Terkait penggunaan alat perekam etikanya
bisa dengan menulis cepat dengan sesekali melihat
adalah peneliti terlebih dahulu meminta ijin
ke responden agar mendapatkan respon yang lebih
sebelum digunakan. Akan tetapi, elit mempunyai
detail ( Dexter dalam Harvey, 2011).
kecenderungan tidak menyukai jika penggunaan
Dalam hal penggunaan bahasa, Mikecz
alat perekam ketika wawancara, sehingga peneliti
(2012) mengatakan bahwa terhadap elit, peneliti
harus mengandalkan cara konvensional yaitu
sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan istilah-
dengan membuat catatan tertulis (Harvey, 2011).
istilah yang baru, terminologi yang kompleks. Hal
Menurut Byron (dalam Harvey, 2011) elit seringkali
ini berbeda ketika peneliti mewawancarai non-elit,
lebih relaks ketika wawancara dilakukan tanpa alat
dimana peneliti kadang harus merubah istilah-
perekam.
istilah baku. Pada prinsipnya adalah bahasa yang
Menjelang akhir wawancara sebaiknya
digunakan adalah yang dapat dipahami oleh kedua
digunakan untuk mendapatkan umpan balik dari
belah pihak.
responden. Umpan balik bisa untuk mengklarifikasi
Kadang peneliti harus mewawancarai responden
data yang telah diperoleh, tetapi juga untuk
melalui telepon. Hal ini bisa karena beberapa sebab.
mendapatkan masukan mengenai pertanyaan-
Bisa jadi dikarenakan sulitnya mengatur jadwal
pertanyaan yang telah kita ajukan, sehingga pada
pertemuan, atau karena permintaan responden,
wawancara selanjutnya dapat berjalan lebih baik
atau karena lokasi yang berjauhan. Wawancara
(Harvey, 2011). Saling bertukar kartu nama juga
menggunakan telepon mempunyai kelebihan dan
berguna untuk memudahkan saling menghubungi
kekurangan. Kelebihannya yang utama adalah
setelah wawancara jika ada tambahan data. Mikecz
efisiensi waktu bagi pewawancara maupun
(2012) menyarankan agar pada bagian akhir
responden, terutama ketika responden berada di
wawancara digunakan untuk diskusi yang bersifat
lokasi yang jauh (Stephens, 2007). Penggunaan
open-ended. Hal ini berguna untuk mengecek
telepon dapat meningkatkan jumlah responden,
kelengkapan informasi yang didapatkan.

170 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013


Pada tahap akhir wawancara peneliti dapat Selain secara status lebih tinggi, secara pengetahuan
meminta umpan balik (feed back) mengenai proses yang sedang diteliti elit juga lebih tinggi. Kondisi
wawancara yang baru dilakukan. Untuk mengetahui ini berbeda ketika respondennya adalah non-elit.
apakah kita telah melakukan wawancara dengan Secara tepat Mikecz (2012) mengatakan bahwa
baik atau tidak, maka cara termudah adalah dengan pada kajian terhadap non-elit maka peneliti berada
mengamati seberapa jujur/terus terang (forthright) dalam posisi sebagai ‘pakar’, akan tetapi terhadap
responden ketika menjawab pertanyaan, dan elit kebalikannya.
apakah responden memberikan referensi responden Menghadapi kondisi tersebut maka peneliti
lain untuk diwawancarai atau tidak (Harvey, 2011). harus pandai-pandai menempatkan diri, di satu sisi
peneliti lebih rendah status sosial dan ‘kepakarannya’,
Setelah Wawancara
tetapi di sisi lain peneliti harus berdiri dengan
Setelah pelaksanaan wawancara peneliti juga
penuh martabat di hadapan elit agar peneliti tetap
perlu menjaga hubungan baik dengan responden.
mendapatkan rasa hormat. Karena tanpa rasa hormat
Hal itu sebagai bentuk ucapan terima kasih atas
terhadap peneliti dapat mengakibatkan responden
kesediaan mereka menjadi responden penelitian.
tidak menjawab pertanyaan dengan sungguh-
Hubungan dengan responden sebaiknya dibangun
sungguh sehingga membahayakan data penelitian.
dengan tulus karena jika tidak dapat terlihat oleh
Peneliti harus mendapatkan kepercayaan elit
responden dan dapat merusak hubungan. Contoh
sambil mampu menjaga jarak kritis dengan elit.
upaya membangun hubungan baik bisa dilakukan
Selain itu, perbedaan kultural, perbedaan gaya
dengan mengirimkan kartu ulang tahun kepada
komunikasi baik verbal dan non-verbal, etiket,
responden, dan lain-lain. Hubungan yang terjalin
belief, norma dan value seringkali menjadi hambatan
baik akan memudahkan jika peneliti membutuhkan
yang harus diselesaikan. Upaya mendapatkan
informasi lanjutan untuk penelitian, baik untuk
kepercayaan penting agar mendapatkan jawaban
kepentingan jangka pendek ataupun jangka
yang berkualitas tetapi juga agar mendapatkan
panjang.
referensi calon responden selanjutnya (Harvey,
2011).
Diskusi
Manjadikan elit sebagai responden dalam
Penutup
penelitian memberikan tantangan tersendiri, hal
Kebutuhan untuk mendapatkan informasi
ini karena berbagai hal yang melekat pada elit. Elit
secara langsung dari elit semakin meningkat dalam
adalah orang-orang yang mempunyai kesibukan
beberapa dekade terakhir. Hal ini muncul sebagai
tinggi sehingga meminta waktu untuk wawancara
reaksi atas ketidak puasan beberapa peneliti
disela-sela kesibukan mereka merupakan
ketika harus mereduksi kompleksitas paparan
membutuhkan usaha keras. Seperti yang dikatakan
stimulus terhadap elit menjadi terhadap orang-
oleh Laurila (1972) bahwa elit terlihat namun
orang non-elit. Karena elit mempunyai keunikan
tidak selalu mudah diakses. Karena posisinya yang
tersendiri sehingga muncul kebutuhan untuk
tinggi, maka umumnya sulit bagi peneliti untuk
membahas metodologi untuk elit, khususnya dalam
dapat langsung mengakses elit. Prosedur standarnya
wawancara.
adalah menghubungi sekretarisnya untuk meminta di
Beberapa hal perlu mendapatkan perhatian
jadwalkan bertemu. Peneliti harus rajin menanyakan
khusus bagi peneliti yang akan menjadikan elit
perkembangannya dengan sekretaris.
sebagai responden, yaitu: kenali sebaik-baiknya
Selain itu, elit juga umumnya tidak mau
calon responden, segera temukan gaya komunikasi
melakukan perjalanan untuk datang ke pewawancara,
yang membuat responden nyaman, lokasi wawancara
dan kecil kemungkinan mau beradaptasi dengan
yang kondusif, dapatkan kepercayaan responden,
jadwal peneliti, karenanya peneliti harus bersiap
kuasai materi penelitian sebaik-baiknya, kuasai
untuk menjadi fleksibel, bersiap mengeluarkan uang
lingkungan tempat wawancara, jadilah pendengar
dan waktu (Conti & O’Neal, 2007).
yang baik, dan gunakan alat perekam dengan bijak.
Setelah berhasil bertemu maka tantangan
Akhirnya agar penelitian dapat berjalan
selanjutnya adalah upaya mendapatkan kepercayaan
optimal maka peneliti harus mempersiapkan diri
elit. Karenanya proses membangun rapport sangat
sebaik-baiknya sebelum pelaksanaan wawancara,
signifikan dalam penentuan kelanjutan wawancara.
yaitu mulai dari persiapan sebelum pelaksanaan
Status sosial yang tinggi membuat adanya
wawancara, saat wawancara maupun setelah
kesenjangan antara peneliti dan responden sehingga
wawancara.
hubungan antara keduanya tidak seimbang, dengan
elit berada pada posisi yang lebih tinggi dari peneliti.

Lukman Nul Hakim, Ulasan Metodologi Kualitatif | 171


DAFTAR PUSTAKA International Political Science Review, 30, 1, 33-
48. DOI: 10.1177/ 0192512108097055.
Harvey, William. S. 2011. “Strategies for Conducting Elite
Interviews.” Qualitative Research, 11 (4), 431-441.
Buku
Holt. A. 2010. “Using the telephone for narrative
Glassman, William E. & Hadad, Marilyn. 2009. Approaches
interviewing: a research note.” Qualitative Research
to Psychology. 5thed. Bershire: McGraw-Hill.
10 (1): 113–121.
Singh, A.K. 2004. Tests, Measurements and Research Methods
Jensen, T., & Winzen, T. 2012. “Legislative negotiations in
in Behavioral Sciences. Patna: Bharati Bhawan.
the European Parliament.” European Union Politics,
Stewart, C.J. & Cash W.B. 1982. Interviewing Principles 13, 188, 118-149. DOI: 10.1177/ 1465116511419982.
and Practices. 3rd edition. Iowa: Wm. C. Brown
Kearns, D. 1976. “Lyndon Johnson’s Political Personality.”
Company Publisher.
Political Science Quarterly, 91, 385–409.
Keller, Jonathan W. & Yang, Yi Edward. 2008.
Jurnal “Leadership Style, Decision Context, and the
Aberbach, J.F., & Rockman, B.A. 2002. “Conducting Poliheuristic Theory of Decision Making: An
and Coding Elite Interviews.” Political Science and Experimental Analysis.” Journal of Conflict
Politics. 35, 673-676. Resolution, 52, 687-712.
Best, H. 2011. “Does Personality Matter in Politics? Personality Knoke, David. 1993. “Networks of Elite Structure
Factors as Determinants of Parliamentary Recruitment and Decision Making.” Sociological Methods &
and Policy Preferences.” Comparative Sociology. 10, Research, 22 (1), 23-45.
928–948. DOI: 10.1163/156913311X607638.
Latcham, J. 1982. “President McKinley’s active-positive
Burton, E.M.H., Hughes, D.A., Victora, D.G. 2011. “The typology: A comparative revision with Barber’s
Behavioral Psychology of Elite Decision Making: typology.” Presidential Studies Quarterly, 12, 491–521.
Implications for Political Science.” Elsevier, 1-15.
Laurila, J. 1997. “Promoting research access and
Conti, J., & O’Neil, M. 2007. “Studying power: informant rapport in corporate settings: Notes
Qualitative methods and the global elite.” from research on a crisis company.” Scandinavian
Qualitative Research, 7 (1), 63-82. Journal of Management, 13, 407-418.
Crichlow, S. 2002. “Legislators’ Personality Traits and McConaughy, J. B. 1950. “Certain personality factors
Congressional Support for Free Trade.” Journal of of state legislators in South Carolina.” American
Conflict Resolution, 46, 5, 693-711. DOI: 10.1177/ Political Science Review, 44, 897–903.
002200202236170.
Mikecz, Robert. 2012. “Interviewing Elites: Addressing
Dietrich, B.J., Lasley, S,. Mondak, J., Remmel, M.L., Methodological Issues.” Qualitative Inquiry, 18,
& Turner, J. 2012. “Personality and Legislative 482-493.
Politics: The Big Five Trait Dimensions Among
U.S. State Legislators.” Political Psychology, 33, 2, Ostrander, S.A. 1993. “Surely you’re not in this just
195-210, DOI: 10.1111/j.1467-9221.2012.00870.x. to be helpful. Access, rapport, and interviews in
three studies of elites.” Journal of Contemporary
Dille, B. 2000. “The Prepared and Spontaneous Remarks of Ethnography, 22 (1): 7–27.
Presidents Reagan and Bush: A Validity Comparison
for At-a-Distance Measurements.” Political Psychology, Schoen, Harald. 2007. “Personality Traits and Foreign
21, 3, 573-585. Policy Attitudes in German Public Opinion.”
Journal of Conflict Resolution, 51, 408-430.
Dyson, S.B., & Preston, T. 2006. “Individual Characteristics
of Political Leaders and the Use of Analogy in Foreign Smith, K.E. 2006. “Problematising power relations in
Policy Decision Making.” Political Psychology, 27, 2, ‘elite’ interviews.” Geoforum, 37: 643–653.
265-288. Stephens, N. 2007. “Collecting data from elites and
Dyson, S.B. 2006. “Personality and Foreign Policy: Tony ultra elites: telephone and face-to-face inter­views
Blair’s Iraq Decisions.” Foreign Policy Analysis, 2, with macoeconomists.” Qualitative Research, 7(2),
289–306. 203–216.
Dyson, S.B. 2007. “Alliances, Domestic Politics, and Wright, G.C. 2007. “Do Term Limits Affect Legislative
Leader Psychology: Why Did Britain Stay out of Roll Call Voting? Representation, Polarization, and
Vietnam andGo into Iraq?.” Political Psychology, Participation.” State Politics & Policy Quarterly, 7,
28, 6, 647-666. 3, 256-280.
Dyson, S.B. 2009. “Cognitive Style and Foreign Policy: Zuckerman, H.A. 1972. “Interviewing an Ultra-elite.”
Margaret Thatcher’s Black-and-White Thinking.” The Public Opinion Quarterly, 36: 159–175.

172 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai