Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

BOOK REEPORT

METODOLOGI PENELITIAN

Teori dan Aplikasi

Penuntun bagi Mahasiswa dan Peneliti

Oleh :

Rohjally (1800012010)

Dosen Pengampu :

Dr. Abdurrahmansyah, M.Ag.

PROGAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH PALEMBANG

PROGRAM STUDI ISLAM

2019
Lembar Pertama

BOOK REEPORT

Judul :

METODOLOGI PENELITIAN

Teori dan Aplikasi

Penuntun bagi Mahasiswa dan Peneliti

Penulis :

1. Prof. Dr. H. Hasan Aedy, M.S. H.


2. Mahmudin A.S., S.E., M.Si.

Penerbit :

PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)

Anggota IKAPI (076/DIY/2012) Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo,


Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427

Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com

E-mail: deepublish@ymail.com

Desain Cover : Dwi Novidiantoko

Tata Letak Isi : Emy Rizka Fadilah Sumber Gambar: www.freepik.com

Cetakan Pertama: Juni 2017 Hak Cipta 2017, Pada Penulis

2
Lembar Kedua

Dalam buku yang berjudul Metodologi Penelitian Teori dan Aplikasi yang dituliskan
oleh : Prof. Dr. H. Hasan Aedy, M.S. H. Mahmudin A.S., S.E., M.Si. telah dituliskan
tujuhbelas bagian yang menjelaskan mengenai metodologi penelitian yang diperuntukkan
bagi mahasiswa dan peneliti.

Berikut ini akan dituliskan bagian-bagian tersebut secara singkat agar lebih mudah
dipahami dan dimengerti.

Bagian Pertama

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Lahirnya Metodologi Penelitian

Secara kodrati setiap manusia telah dilengkapi oleh Sang Pencipta dengan rasa
ingin tahu. Keingintahuanlah yang membawa hikmah dan bermakna dalam kehidupan
manusia. Salah satu makna besar tersebut adalah berkembangnya ilmu pengetahuan
tanpa batas. Sementara itu, peradaban manusia telah berkembang sesuai dengan
perkembangan keingintahuannya baik terhadap dirinya, maupun terhadap mahluk lain
dan alam semesta. Namun dalam pengalamannya, manusia tidak luput dari berbagai
kesulitan baik yang menyangkut dirinya maupun diluar dirinya. Kesulitan yang
dimaksud adalah memecahkan masalah yang di alaminya. Adapun kesulitan dalam
memecahkan masalah muncul, karena dua hal yaitu : 1) Kesulitan material yaitu tidak
mendapatkan alat material yang dapat membantu memecahkan masalah (kekurangan
material). 2) Kesulitan metodologi yaitu tidak mendapatkan cara atau metode yang
baik untuk memecahkan masalah (kekurangan metodologi). Itulah yang mendorong
setiap orang untuk mencari dan menemukan cara atau metode dan teknologi, untuk
mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya yang dapat mempermudah manusia
dalam menghadapi berbagai persoalan hidup yang mengalir tanpa batas. Sehingga
tidak ada satupun manusia yang dapat meramalkan sampai batas-batas apa, ilmu
pengetahuan manusia berkembang. Bahkan setiap hari manusia dapat menyaksikan
kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan tanpa bisa diredam oleh
siapapun. Secara umum perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

3
membutuhkan berbagai penelitian ilmiah dengan metodologi yang relevan. Itulah
sebabnya antara kemajuan ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiah sepanjang
peradaban manusia telah saling kejar mengejar guna memenuhi kebutuhan manusia.
Dengan demikian metodologi penelitian menjadi kebutuhan vital dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam mendapatkan penemuan-
penemuan baru.

B. Cara Berfikir Sang Peneliti

Ada dua cara berfikir sang peneliti dalam memecahkan masalah, yaitu :

1) Cara berfikir deduktif. Cara berfikir deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari
dasar-dasar pengetahuan yang bersifat umum, lalu menelaah lebih jauh, persoalan
khusus, dengan dasar yang sifatnya umum. Dengan demikian kesimpulan ditarik
secara deduktif dan bersifat dari umum ke- khusus.

2) Cara berfikir induktif. Cara ini dilakukan dengan berdasarkan pada pengetahuan
khusus yang didukung dengan fakta khusus. Kesimpulannya adalah bersifat induktif.
Artinya berangkat dari pengetahuan khusus dan menghasilkan kesimpulan yang
umum. Jadi, kalau cara berfikirnya secara deduktif kesimpulannya dari umum ke-
khusus, dan sebaliknya.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Seseorang Ingin Meneliti

Pada dasarnya peneliti yang baik adalah mereka yang memiliki teori yang cukup,
berbudaya akademik, jujur, bersungguh-sungguh (serius) untuk mencapai hasil yang
baik. Seringkali yang sudah berpengalamanpun bisa gagal dalam penelitian kalau
tidak serius. Adapun faktor-faktor utama yang mendorong orang untuk melakukan
penelitian adalah : 1) Keingintahuan terhadap sesuatu yang belum terungkap
jawabannya atau persoalannya. 2) Kepuasan yang ingin diraih, karena menemukan
sesuatu yang baru, atau mengembangkan yang sudah ada, atau menguji kebenaran
yang sudah ada. 3) Keharusan dalam menjalankan tugas yang diemban atau dalam
menyelesaikan studi diberbagai jenjang pendidikan (S1,S2 dan S3). Namun karena
sifatnya lebih dekat kepada keharusan dalam memenuhi tugas, atau sekedar syarat
untuk menyelesaikan studi, maka output penelitiannya kadangkala hanya memiliki
kebenaran metodologi, dan kurang bermanfaat atau sekedar menggugurkan

4
kewajiban. Padahal kalau dilaksanakan dengan serius, dan motivasinya adalah
menemukan kebenaran, tidak mustahil akan sangat bermanfaat.

D. Tujuan Penelitian (Research)

Setiap penelitian pasti ada tujuannya, secara teoritis dan empiris, penelitian pada
umumnya mempunyai tujuan sebagai berikut : 1) Untuk menemukan kebenaran (teori
yang baru) 2) Untuk mengembangkan kebenaran (teori yang sudah ada) 3) Untuk
menguji kebenaran yang sudah ada (teori yang diuji lagi). 4) Untuk pemecahan
masalah yang bersifat praktis (kebutuhan pembangunan dan kebutuhan manusia).

Penelitian yang bertujuan untuk menemukan kebenaran (teori baru) dikenal


sebagai penelilitian “eksplorative research” dan penelitian yang bersifat menguji
kebenaran yang sudah ada, atau teori yang sudah ada, dikenal sebagai “verificative
research”, dan penelitian yang bersifat pemecahan masalah praktis (problem solving)
dikenal sebagai “applied research” atau penelitian terapan. Sehingga menurut sifatnya,
sesungguhnya penelitian atau research hanya dibagi kedalam dua bentuk yaitu: (1)
penelitian murni (pure research) dan penelitian terapan (aplied research). Keduanya
bermanfaat selama dilaksanakan dengan benar, dan menghasilkan kebenaran untuk
manusia dalam mengarungi samudera kehidupan dengan segudang persoalan
hidupnya. Hanya saja penelitian yang dilakukan terkadang sering hanya
menggambarkan apa yang ada (descriptive), kurang mendalami karena tidak
bermaksud untuk tujuan yang lebih khusus. Sebaliknya penelitian inferensial yang
tidak hanya deskriptif, tetapi lebih memungkinkan kepada kesimpulan-kesimpulan
yang lebih umum, bahkan dapat meramalkan secara ilmiah apa yang akan terjadi,
lebih tertuju hanya untuk kepentingan akademik belaka. Inilah masalah yang tidak
jarang, menjadikan hasil penelitian dangkal dan tak bermakna praktis.

E. Tujuan Ilmu Pengetahuan

Adapun landasan berfikir yang pasti atau hampir pasti dalam dunia ilmu
pengetahuan disebut postulat. Pastulat ilmiah alam maupun postulat ilmiah sosial
telah menjadi landasan berfikir untuk dua cabang ilmu pengetahuan yaitu ilmu
pengetahuan alamiah dan ilmu pengetahuan sosial. Kedua ilmu pengetahuan ini
mempunyai tugas yang sama yaitu untuk menjelaskan, meramalkan, mengontrol atau
mengendalikan.

5
Bagian Kedua

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN MANUSIA

DAN PENELITIAN ILMIAH

A. Manusia dan Kebutuhannya

Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi lima tingkatan, akan tetapi


penulis berpendapat bahwa kebutuhan manusia yang paling mendasar sebenarnya
hanya terdiri atas tiga kebutuhan, yaitu : 1) Kebutuhan Material (fisik) Kebutuhan ini
menyangkut semua kebutuhan yang bersifat fisik. Diantara kebutuhan fisik yang
paling dominan adalah: makanan, pakaian, perumahan, transportasi, pendidikan dan
kesehatan fisik. Semua kebutuhan tersebut dalam banyak literatur disebut pula
kebutuhan primer, dengan sifatnya yang mendesak dan dapat mempengaruhi hampir
semua aktivitas dalam kehidupan, sehingga semua orang berburu akan kebutuhan ini.
Bahkan hampir seluruh hidupnya manusia dikorbankan hanya untuk mendapatkan
kebutuhan tersebut. Dan kebutuhan ini, memerlukan penelitian guna pengembangan
dan pelestariannya bagi kepentingan manusia. 2) Kebutuhan Non Material (Psikis)
Kebutuhan ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan kejiwaan (psikis). Diantara
kebutuhan psikis, yang paling menonjol adalah rasa aman, rasa bebas, rasa harga diri
dan rasa tentram (damai). 3) Kebutuhan Rohani (spritual) Kebutuhan ini menyangkut
segala kebutuhan yang berhubungan langsung dengan manusia. Diantara kebutuhan
rohani yang paling dominan adalah kebutuhan agama (hidayah). Untuk masyarakat
tertentu yang masih sekuler, mereka menggantikan kebutuhan ini dengan kekuatan
yang ada pada alam. Mereka mencari perlindungan lewat kekuatan-kekuatan yang
mereka yakini ada di alam raya ini.

B. Penelitian Ilmiah

Seperti yang telah diuraikan, sekurang-kurangnya ada dua cara untuk


mempermudah pemecahan masalah manusia. Cara tersebut adalah cara berpikir
deduktif dan induktif. Secara ilmiah cara berpikir analitik adalah cara yang berangkat
dari pengetahuan dasar yang sifatnya umum, atau dari proposisi yang berlaku umum.
Kesimpulan pembuktian kebenaran bersifat deduktif, yang berarti dari umum
kekhusus. Sementara, cara berpikir induktif adalah cara yang bertolak dari

6
pengetahuan yang sifatnya khusus (spesifik). Berdasarkan fakta yang bersifat khusus,
lalu ditarik kesimpulan yang bersifat umum.

Bagian Ketiga

CARA MANUSIA MEMPEROLEH PENJELASAN

Bagi manusia yang berpikir dan mau memperoleh kebenaran ada berapa cara yang
ditempuh, diantara cara tersebut sebagai berikut:

1. Melalui Kekuasaan Adat (Tradisi)


Setiap suku atau hampir semua suku didunia mempunyai tradisi atau adat istiadat
yang berbeda satu sama lain. Adat istiadat tersebut telah dipandang oleh suku
yang memilikinya sebagai sebuah kebenaran yang tidak boleh dilanggar. Siapapun
yang melanggar berarti melanggar kebenaran yang agung, karena telah
diagungkan oleh nenek moyangnya, selama berabad-abad.
2. Melalui Cara Berpikir Sehat (Common Sense)
Manusia secara umum memiliki otak yang berfungsi sebagai sumber akal sehat
(common sense). Kebenaran yang dibutuhkan manusia dalam hidupnya boleh jadi
bersumber dari daya akal sehat yang dimilikinya. Akal sehat ini hanya bisa
menyakinkan manusia dalam keadaan normal, dan tidak terpengaruh dari berbagai
3. faktor baik faktor internal, maupun faktor eksternal.
Melalui Tokoh Modern (Otoritas Ilmiah) Sumber penjelasan juga dapat diperoleh
lewat pemikiran tokoh-tokoh yang memiliki otoritas. Mungkin karena kedudukan
tokoh tersebut, misalnya sebagai tokoh penguasa, tokoh intelektual akademisi
(guru besar dan doktor) filosof dan sebagainya.
4. Melalui Naluri Kritis
Secara kodrati manusia dilengkapi oleh sang pencipta dengan instink atau naluri.
Sebagai sumber kebenaran yang bersumber dari naluri yang hakiki, kadang juga
sulit diperoleh dan digunakan dalam kehidupan manusia. Adapun naluri yang
paling banyak dilihat dan digunakan adalah naluri manusia untuk berkembang
biak, naluri mempertahankan diri dan naluri biologis lainnya.

5. Melalui Ilmu Pengetahuan


Penjelasan yang bersumber dari ilmu pengetahuan adalah kebenaran yang
dihasilkan secara ilmiah. Hanya dengan prosedur ilmiah, kebenaran ilmiah

7
diperoleh, misalnya kebenaran yang dicapai dari hasil penelitian ilmiah, yang
berdasarkan data yang diperoleh dengan prosedur ilmiah.
6. Melalui AjaranAgama
Sebelum kita membahas kebenaran agama atau kebenaran keyakinan, maka harus
dipahami bahwa, kebenaran ilmiah yang banyak diagung-agungkan oleh manusia
sangat rentan denga resiko kesalahan yang menjadi kelemahan pokoknya,
diantaranya sebagai berikut: (1) Kebenaran ilmiah sangat ditentukan oleh kondisi
dan ruang atau tempat dan waktu pada saat ditemukan, dan akan berubah atau
bergeser sesuai perkembangan. (2) Kebenaran ilmiah sangat ditentukan oleh alat
atau media yang digunakan. Apabila alat atau media yang digunakan berubah
maka hasil yang dicapai juga menjadi bias. Banyak alat ukur yang bias termasuk
peralatan labolatorium, yang hasil penyelidikannya berbeda. (3) Kebenaran ilmiah
sangat ditentukan kepentingan tertentu, artinya penyelidik yang pengaruhnya
tertentu, hanya akan mengungkap kebenaran sesuai kepentingannya, justru
manusianya yang menjadi sumber bias. (4) Kebenaran ilmiah yang menanggung
resiko besar adalah pada ilmu-ilmu sosial, karena obyek penyelidikannya, manusia
tidak selamannya rasional melainkan berperasaan dan berprasangka yang dapat
menimbulkan biasnya kebenaran yang dicapai.

Bagian Keempat

BEBERAPA POSTULAT UTAMA SEBAGAI LANDASAN POKOK ILMU


PENGETAHUAN DAN PENELITIAN ILMIAH

Sekurang-kurangnya ada dua gejala atau fenomena yang selalu hadir ditengah-
tengah kehidupan manusia, yaitu gejala atau fenomena alam, dan gejala atau fenomena
sosial. Berdasarkan kedua bentuk gejala atau fenomena tersebut, maka timbullah dua
macam postulat yaitu postulat ilmiah alam, dan postulat ilmiah sosial. Kedua postulat
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Postulat yang Berkaitan dengan Kemantapan Alam Semesta


Postulat ini menyatakan bahwa fenomena alam ini, bersifat tidak berubah atau
cenderung mempertahankan sifatsifatnya yang asli (hakikat). Dengan postulat ini kita
harus menolak jika dikatakan bahwa fenomena alam ini, berbenturan atau tidak ada yang
mengaturnya. Artinya dalam keadaan normal gejala alam, akan berulang sama atau
hampir sama dan tidak menyimpang. Contohnya adalah bagaimana yakinnya kita bahwa

8
besok pagi masih akan terbit matahari disebelah Timur Indonesia atau bagaimana
yakinnya kita bahwa Indonesia ini mengalami dua pergantian musim yaitu musim Barat
dan musim Timur.

2) Postulat yang Berkaitan Dengan Sebab Akibat (Tidak Kebetulan)

Postulat ini menunjukkan landasan berpikir bahwa semua kejadian dialam semesta
ini, adalah tidak kebetulan. Apapun yang terjadi, tidak muncul dengan sendirinya
melainkan ada sebabnya. Jadi yang terjadi itu adalah akibat dari aksi sesuatu dialam
semesta. Dengan postulat ini, sejak zaman dahulu masyarakat memahami sebab akibat,
misalnya, kalau dekat dengan api pasti akan panas. Demikian pula sebab-sebab
terjadinya bencana, masyarakat tradisional percaya sebab akibat dari perlakuan manusia
juga. Namun mereka tidak mampu menjelaskannya secara ilmiah. Dengan postulat ini
kemudian ilmu pengetahuan berkembang dan selalu mencari apa yang ada dibalik sebuah
kejadian dialam ini, pasti ada yang mengaturnya atau ada yang menciptakan sebabnya,
dan adapula yang menghendaki akibatnya.

3) Postulat Yang Berkaitan Dengan Keragaman Isi Alam

Postulat ini mengatakan bahwa alam semesta dengan segala isinya, ada kelompok
yang sama, dan adapula yang berbeda. Artinya isi alam raya ini tidak homogen seratus
persen. Juga tidak heterogen seratus persen. Karena itu mahluk Tuhan Yang Maha Esa,
dapat dikelompokkan menurut jenisnya, sehingga dapat dipelajari dengan lebih mudah,
lebih sederhana dan memberi manfaat dalam kehidupan. Dengan demikian
pengelompokan tersebut dapat dilakukan sesuai dengan berbagai tujuan yang hendak
dicapai. Dalam suatu penelitian ilmiah misalnya, ada jenis burung, ada jenis binatang
memamah biak, ada pula jenis serangga dan sebagainya.

4) Postulat Yang Berkaitan Dengan Keterbatasan Sebab Akibat

Walaupun para ahli ilmu pengetahuan, telah menyakini adanya hukum sebab akibat
di alam semesta, namun mereka pun tidak mengabaikan adanya keterbatasan dari
postulat sebab akibat. Kenyataan alam menunjukkan pula tidak semua sebab membawa
akibat, atau tidak semua akibat dapat diketahui sebabnya secara pasti. Banyak kejadian
yang terjadi diluar sebab yang diketahui manusia dan ada pula sebab yang tidak
berakibat sesuai yang dapat dipikirkan manusia. Inilah keterbatasan postulat sebab akibat

9
yang melahirkan pula, satu postulat baru, yaitu sebuah keyakinan bahwa ada
keterbatasan postulat sebab akibat, baik secara parsial maupun secara universal.

5) Postulat yang Berkaitan dengan Gejala Alam yang Bervariasi

Postulat ini menunjukan hakekat dan gejala alam yang bervariasi, baik secara
alami, maupun setelah manusia memberikan respons. Benda-benda alam sangat banyak
variasinya dan jenisnya. Dengan respons sama, bisa memberikan akibat yang berbeda.
Dalam ilmu-ilmu sosial juga banyak terdapat perbedaan jika kondisinya berbeda
walaupun sama rangsangan yang diberikan. Karena itu postulat ini telah memberi
sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi penelitian ilmiah.

Bagian Kelima

SYARAT MENJADI PENELITI YANG BAIK

A. Sifat-sifat Peneliti Sebagai Syarat Perlu dan Cukup

Siapapun yang melakukan penelitian dan apapun yang diteliti disyaratkan dengan
banyak hal diantaranya adalah :

1) Bekerja dengan fakta Disini peneliti tidak bekerja diruang hampa kemudian
menarik kesimpulan dengan pendapat sendiri. Artinya peneliti dengan segala cara
yang telah direncanakan, harus mampu menemukan fakta yang diharapkan. Bahkan
menurut beberapa ahli, jika dengan suatu cara yang telah direncanakan tidak
mendapatkan fakta yang ditujukan, kepada peneliti dapat menambah cara selama
tidak mempengaruhi tujuan penelitian sehingga menjadi bias, karena peneliti harus
bekerja dengan fakta sehingga tidak memasukan pendapat sendiri atau tidak
menipu diri sendiri dengan fakta yang diciptakan sendiri.
2) Terbuka Disini peneliti harus terbuka, dalam arti bersedia menunjukan bukti-bukti
yang relevan dengan penuh tanggung jawab ilmiahnya. Disamping itu peneliti
harus bersedia pula menerima terhadap kritikan mengenai hasil penelitiannya.
Karena itu peneliti secara tulus membuka kesempatan yang seluasluasnya pada
orang lain, untuk menguji kebenaran dari hasil penelitian yang dicapainya. Dengan
kata lain setiap hasil penelitian yang dicapai, terbuka dengan siapapun untuk
menguji kembali kebenarannya.

10
3) Memiliki sifat jujur Disini peneliti harus bersikap penuh kejujuran dalam proses
maupun dalam mengungkap fakta. Dalam menarik kesimpulan tidak ada alasan
untuk mengemukakan pendapat sendiri demi ketenaran atau karena takut akan
menuai kontrolversial. Justru hasil yang sejujurnyalah, yang menjadi roh dalam
sebuah penelitian yang baik, dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam sejarah
penelitian tidak sedikit yang menyimpang dari kebenaran karena pengaruh pesanan
penguasa atau pengaruh dari pemegang otoritas, apalagi yang menyangkut
keperluan dari penguasa sendiri.
4) Bekerja dengan obyektif Sang peneliti yang baik adalah yang obyektif, artinya
tidak boleh ada pengaruh dari manapun terhadap pengungkapan hasil penelitian.
Siapapun yang menjadi peneliti, masalah yang diteliti haruslah diungkap dengan
seobyektif mungkin dan menghindari masuknya pengaruh yang sifatnya subyektif
baik persepsi, asumsi maupun dalam bentuk pendapat-pendapat, karena makin
tinggi tingkat obyektifitas sang peneliti, makin terpercaya kebenaran yang
dihasilkan dalam penelitiannya.
5) Memiliki Kompetensi Syarat ilmiah yang menjadi kunci dari seorang peneliti yang
baik, siapapun yang menjadi peneliti adalah kompetensi teknis, ilmiah dan
kompentensi mengorganisasikan. Karena itu kompetensi inilah yang menjadi syarat
cukup yang harus dimiliki sang peneliti, karena jika tidak berkompeten proses yang
salah pasti menghasilkan output yang salah pula.

B. Kelemahan Peneliti

Kemampuan manusia baik fisik maupun psikis adalah terbatas. Karena itu sebagai
subyek pencari kebenaran, secara umum harus pula mengetahui apa saja yang menjadi
kelemahan manusia dalam upayanya mencari kebenaran. Melalui penelitian ilmiah baik
dengan sumber data primer maupun sukunder, sang peneliti mencari dan menemukan
fakta. Banyak peluang untuk bisa salah, sehingga cara kerja dengan metode yang terbaik,
direncanakan secara sistematis untuk mengurangi kelemahan. Namun untuk menghindari
kesalahan yang fatal, terlebih dahulu kita harus mengenal sumber-sumber kelemahan
yang bakal terjadi dalam pelaksanaan penelitian. Secara psikologi, setiap peneliti
memiliki pengamatan yang terbatas. Sang peneliti bisa lelah, bisa juga kurang adaptasi
dengan lingkungan atau obyek yang diteliti. Bahkan harapan dan keinginannya dapat
mempengaruhi hasil pengamatannya. Demikian pula pemikiran kita yang selalu ada

11
batas-batas kemampuanya. Menyadari beberapa kelemahan tersebut, maka sikap peneliti
harus berupaya meminimalkan kesalahan yang bakal terjadi dengan cara :

a. Mengulangi pengamatan yang sama.


b. Menambah peristiwa atau kasus yang diamati.
c. Mengeceknya dengan hasil penemuan yang sudah ada.
d. Melakukan penelitian yang rumit dengan alat yang terpercaya (valid dan reliabel).
Misalnya menggunakan alat yang tepat, bukan alat yang rusak atau yang bias.
e. Tidak mengira-ngira, sehingga masuk pendapat pribadi.
f. Mencatat dengan saksama (gunakan alat rekam yang tepat).
g. Menjaga diri seketat mungkin, sehingga tidak memaksa keinginan atau prasangka
buruk.

Bagian Keenam

PROSES PENELITIAN ILMIAH

Baik peneliti pemula maupun senior dalam menggagas penelitian yang


diinginkannya harus melalui perencanaan yang baik sehingga penelitian tidak asal-asalan
dan hasilnya tidak sekedar formalitas sebagai syarat untuk menjadi sarjana (S1) atau
menjadi magister (S2) atau menjadi doktor (S3) sekali pun. Karena itu peneliti secara
bertahap akan melalui proses sebagai berikut :

A. Penemuan Masalah

Seorang mahasiswa atau calon peneliti dari manapun hanya akan bisa bekerja
kalau ada masalah yang hendak dicarikan solusinya. Masalah penelitian bagi calon
peneliti, dapat menemukannya setiap saat dan dimana saja, asal memiliki komitmen yang
kuat dalam pencarian. Masalah akan segera diperoleh bila calon peneliti dapat
melakukan salah satu atau lebih dari pada kegiatan berikut :

1) Banyak membaca diperpustakaan, terutama mencari hasil-hasil penelitian yang sudah


ada, atau jurnaljurnal ilmiah yang terbaru atau literatur yang relevan dengan masalah
yang diminati.
2) Berdiskusi dengan seniornya atau dosen yang berpengalaman, baik calon
pembimbing maupun bukan calon pembimbing.

12
3) Mendatangi ahli yang berkompeten pada bidang yang diminati. Atau dengan
melakukan kontempelasi yang dalam
4) Melakukan survei atau observasi pendahuluan kelapangan sehubungan dengan
minatnya
5) Berkunjung ke website atau situs-situs yang menyebarkan berbagai ilmu
pengetahuan.
6) Melakukan konsultasi dengan diri sendiri (berkontemplasi) sambil memohon
petunjuk dari sang Pencipta dengan doa, maupun dengan shalat istikharah (khusus
muslim). Untuk menentukan obyek yang akan diteliti harus dengan pertimbangan : a.
Obyek harus dalam jangkauan peneliti dan datanya tersedia b. Obyek tersebut
penting, atau bermanfaat, baik secara praktis maupun untuk pengembangan
ilmiah c. Obyek sangat menarik minat secara pribadi sehingga ada motivasi dan
semangat untuk melakukannya dengan baik.
Dengan demikian masalah menjadi jelas dan tidak mendatangkan masalah baru
dalam mendapatkan solusinya. Karena itu langkah berikutnya adalah
pengendentifikasian, pembatasan dan perumusan masalah. Sebelum merumuskan
penelitian ilmiah, alangkah baiknya seorang calon peneliti pemula, supaya
memperhatikan dan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Membaca sebanyak mungkin terutama berkaitan dengan bidang ilmu yang akan
diteliti.
b) Mengadakan pengamatan langsung situasi disekitar yang relevan dengan obyek
penelitian.
c) Menghadiri berbagai seminar hasil penelitian, sehingga dapat memperoleh bahan
yang relevan sebanyak mungkin.
d) Berlangganan jurnal atau publikasi yang berhubungan dengan obyek yang akan
diteliti.
e) Menghadiri kuliah, ceramah, dan diskusi-diskusi profesional, yang relevan
dengan bidang yang akan diteliti.
f) Berkunjung ke berbagai website ataupun situssitus yang relevan dengan obyek
penelitian yang sedang dipikirkan.
g) Mengumpulkan bahan-bahan yang selengkap mungkin berkaitan dengan bidang
ilmiah yang menjadi perhatian kita
7) Rumusan Masalah Yang Sesuai Dengan Topik

13
Menurut para ahli peneliti, masalah muncul dengan mudah, jika ada hal-hal sebagai
berikut:
a) Ada kenyataan yang memerlukan keterangan atau penjelasan lebih jauh, mengapa
terjadi, apa saja yang ada dibelakang kejadian tersebut, dan siapa pula pemicu
maupun pendukung kejadian tersebut.
b) Ada hasil yang sifat dan bentuknya, bertentangan dengan apa yang ada
sebelumnya.
c) Ada informasi yang menimbulkan kesenjangan dalam pikiran dan pengetahuan
yang kita miliki.

Adapun karakteristik masalah yang baik, sesuai topik sebagai berikut :

a) Topik atau judul yang dipilih adalah menarik, sehingga masalahnya cukup
menantang perhatian kita.
b) Topik atau judul yang menarik, akan mendorong kita kepada masalah yang
memberi manfaat secara praktis, maupun dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan.
c) Topik atau judul yang menarik, tidak boleh menimbulkan masalah yang
bertentangan dengan moral.
d) Topik yang baik, adalah yang mendorong kepada kerja ilmiah yang jujur,
obyektif dan terbuka, tetapi data untuk menjelaskannya terjangkau, atau mudah
diperoleh.
B. Pembuatan Hipotesis
1. Definisi Hipotesis

Banyak ahli penelitian yang telah mencoba memberi batasan (definisi) berkaitan
dengan hipotesis yang paling banyak digunakan didalam penelitian ilmiah. Diantara
ahli tersebut, misalnya Gay (1976) dan Sevilla dkk, menjelaskan bahwa, hipotesis
adalah panjelasan sementara tentang sesuatu atau tingkah laku gejala-gejala atau
kejadian tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Penulis lain seperti MC
Cuigan (1978) mengatakan bahwa hipotesis adalah pernyataan yang dapat diuji
mengenai hubungan potensial antara dua atau lebih variabel. Dengan mengacu kepada
pendapat para ahli metodologi penelitian, maka secara sederhana dapat disimpulkan
bahwa hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti, diuji

14
dengan penelitian yang sesungguhnya, sehingga peneliti tidak berhenti hanya dengan
dugaan melainkan diperlukan pembuktian ilmiah, melalui penelitian ilmiah.

2. Fungsi Hipotesis

Hipotesis yang baik dapat berfungsi sebagai berikut :

a) Hipotesis dapat berfungsi sebagai pengarah bagi sang peneliti, sehingga dia
melakukan penelitiannya dengan fokus, pada masalah yang harus di
jawabnya. Dengan kata lain sang peneliti, terarah dengan substansi
persoalannya, dengan mengikuti tahapan dan prosedur ilmiah yang sudah
standar.
b) Hipotesis dapat mendorong sang peneliti untuk selalu berfikir ilmiah sejak
awal (rancangan) penelitian, sehingga output yang dicapai adalah output
ilmiah.
c) Hipotesis sangat bermanfaat membantu peneliti dalam hal, pengujian variabel,
analisis dan interpretasi ilmiah yang beralasan (reasonabel) dan dapat di
pertanggung jawabkan (accountability) dan terpercaya (reliabel).
d) Hipotesis adalah jawaban sementara dari masalah yang diteliti, yang sifatnya
ilmiah dan mengandung kebenaran yang harus di uji secara ilmiah pula.

C. Penjaringan Variabel

Salah satu hambatan peneliti adalah menetapkan variabel. Apalagi pada


penelitian korelasi, dimana variabel bebas dan variabel terikat harus terpisah dan
dipastikan bahwa variabel bebas (independent vaiable) berpengaruh terhadap variabel
terikat (dependent variable). Yang lebih sulit lagi adalah memastikan bahwa tidak ada
lagi variabel lain yang mempengaruhi variabel terikat, selain variabel bebas yang
diteliti atau yang dianalisis. Karena itu asumsi, dengan konsekuensi penelitian
menjadi kurang akurat atau tidak bisa diaplikasikan, kadang diperlukan. Dengan
demikian kebenaran yang dicapai atau yang ditemukan sang peneliti hanya bersifat,
sebagai kebenaran metodologi, guna argumentasi ilmiah sehingga tidak sedikit hasil
penelitian S1, S2, dan S3 yang hanya memiliki kebenaran metodologi tanpa makna
untuk kebutuhan mengatasi masalah yang dihadapi manusia. Bahkan jika dibawa
kedunia nyata akan menyesatkan atau membahayakan. Karena itu sang peneliti yang
baik adalah mereka yang memikirkan variabel penelitian dengan cermat dan pasti.

15
Kesalahan memilih variabel, berakibat fatal dan menentukan kualitas penelitian.
Dengan demikian yang harus diperhatikan sejak awal diantaranya adalah sebagai
berikut :

1) Defenisikan semua varibel yang dipilih.


2) Apa yang dimaksud dengan variabel terikat (dependent), dan apa pula yang
dimaksud dengan variabel bebas (independent).
3) Variabel bebas ada yang dapat dimanipulasi, tetapi harus diakui adanya
variabel bebas yang tidak dapat dimanipulasi, Variabel yang tidak dapat
dimanipulasi disebut atribut.
4) Ukuran apa saja yang dapat digunakan terhadap variabel yang dipilih.
5) Khusus untuk penelitian percobaan variabel bebas harus dapat di manipulasi.
6) Setiap variabel bebas yang dipilih, secara teoritis dipastikan harus ada
hubungan dengan variabel terikatnya.
7) Variabel terikat pada suatu penelitian atau analisis bisa menjadi variabel bebas
pada penelitian yang lain.
8) Variabel terikat adalah hasil atau obyek penelitian, sedangkan variabel bebas
adalah sifat atau karateristik yang mengakibatkan hasil penelitian.
9) Pilihan terhadap variabel yang benar, akan ada hubungan searah (positif), atau
hubungan berlawanan (negatif).
D. Macam-Macam Variabel
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel ini merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab
perubahan variabel lainnya. Variabel ini sering di sebut pula sebagai variabel stimulus
atau variabel predictor.
2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel ini merupakan variabel yang ditentukan perubahannya oleh variabel lain
(variabel bebas). Variabel terikat atau tergantung adalah variabel yang menjadi
perhatian utama sang peneliti, karena variabel inilah yang menjadi target sang
peneliti, mengapa variabel ini berubah, berapa perubahannya, dan kearah mana
perubahannya, menjadi taruhan sang peneliti.
3. Variabel Intervening (Intervening Variabel) Variabel ini adalah variabel penyela,
yang terletak diantara variabel bebas dan variabel terikat. Karena itu akibat kehadiran

16
variabel ini, maka variabel bebas, tidak langsung mempengaruhi perubahan variabel
terikat.
4. Variabel Moderator Variabel ini hadir sebagai variabel yang dapat memperkuat atau
memperlemah hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat.
5. Variabel Kontrol Variabel ini berfungsi sebagai kontrol dalam mencari hubungan
antara variabel.Variabel ini sering di buat konstan atau di kendalikan oleh sang
peneliti, khususnya dalam penelitian yang bersifat membandingkan. Dalam penelitian
yang sifatnya aplikatif, variabel ini sering digunakan karena sangat bermanfaat.
Sebagai contoh adalah penelitian di bidang kesehatan atau di bidang pendidikan.
6. Variabel Manifest Vareiabel ini adalah bersifat lebih kongkrit dan di ukur secara
langsung oleh sang peneliti.
7. Variabel Laten Variabel ini adalah variabel yang tidak dapat di ukur secara langsung
melainkan sang peneliti harus menggunakan indikator atau dimensi dari
masingmasing variabel.
8. Variabel Rambang Variabel ini berbeda dengan variabel bebas. Jika variabel bebas
menjadi pusat perhatian sang peneliti, maka variabel ini jika muncul pengaruhnya
dapat di abaikan oleh sang peneliti.
9. Variabel Diskrit Variabel ini nilainya tidak bisa di nyatakan dalam bentuk pecahan
atau hanya dalam bentuk bilangan bulat. Contoh : Jumlah respon.
10. Variabel Kategori Variabel ini dapat di ketahui dalam dua bentuk yaitu variabel
dikotomi dan variabel palitomi.Variabel dikotomi adalah variabel yang tidak mungkin
tumpang tindih karena hanya ada dua kategori. Contoh : Pria dan wanita, sedangkan
varibel politomi adalah variabel yang lebih dari dua kategori.

E. Hubungan Antar Variabel

Dalam penelitian ilmiah khususnya penelitian yang menggunakan alat awalnya


kuantitatif, mencari hubungan antar variabel, menjadi perhatian yang utama.
Hubungan yang paling mendasar adalah hubungan antara variabel bebas dan variabel
terikat. Untuk mengetahui lebih jauh hubungan yang terbentuk, maka dapat di
jelaskan lebih dahulu beberapa bentuk hubungan antar variabel sebagai berikut :

1) Hubungan simetris Variabel yang mempunyai hubungan simetris adalah variabel


yang tidak menjadi penyebab berubahnya variabel lainnya. Di dalam analisis di

17
ketahui bahwa ada beberapa kelompok variabel yang mempunyai hubungan
simetris yaitu :
(1) Kedua variabel merupakan akibat dari suatu faktor yang sama. (2) Kedua
variabel saling berkaitan secara fungsional. (3) Kedua variabel merupakan
indikator dari konsep yang sama. (4) Kedua variabel mempunyai hubungan
yang secara kebetulan. Artinya seakan-akan ada hubungan yang terjadi,
padahal hanya sifatnya kebetulan atau dengan cara ilmiah tidak dapat di
jelaskan. Contoh: pendapat masyarakat yang berkaitan dengan mistik, kadang
di hubunghubungkan bunyi burung hantu dengan peristiwa yang bakal terjadi.
2) Hubungan Timbal Balik Hubungan ini bisa terjadi secara bolak balik. Artinya
suatu variabel bisa menjadi sebab dan berubahnya variabel lain, dan sebaliknya
bisa juga menjadi akibat dari perubahan variabel lainnya. Contohnya : X
mempengaruhi Y, dan sebaliknya bisa juga terjadi Y mempengaruhi X.
3) Hubungan Asimetris Hubungan ini adalah hubungan yang paling esensial di
dalam analisa kuantitatif karena hubungan ini, sangat cocok untuk di analisa
sebagai hubungan variabel yang secara rasional, ilmiah, tidak terjadi kebetulan,
dan tidak berkaitan secara fungsional. Juga tidak bersumber dari indikator sebuah
konsep yang sama.]
F. Cara Mengukur Variabel

Pengukuran adalah penting dalam penelitian karena dengan pengukuran konsep


yang sebelumnya abstrak, dapat direalisasikan. Bagi peneliti, ukuran yang tepat sangat
menentukan karena dengan ukuran yang tepat tingkat kecermatan yang tinggi untuk
hasil penelitiannya dapat dicapai.

Adapun proses pengukuran variabel mengandung 4 kegiatan utama sebagai


berikut :

1) Menentukan indikator untuk dimensi-dimensi variabel penelitian.


2) Menentukan ukuran terhadap masing-masing dimensi. Ukurannya yang
dimaksud, bisa dalam bentuk pertanyaan yang relevan dengan dimensinya.
3) Menentukan ukuran yang akan digunakan yang secara umum dapat
berbentuk nominal, ordinal dan rasio.
4) Menguji tingkat validitas dan reliabilitas sebagai kriteria tolak ukur atau alat
ukur yang baik. Dengan menggunakan alat uji yang baik, maka tingkat

18
validitas dan reliabilitas alat ukur yang di gunakan akan meyakinkan peneliti
atau pembaca hasil penelitian yang secara ilmiah dapat di pertanggung
jawabkan.

Bagian Ketujuh

PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan serta
kegunaan tertentu. Terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu : cara ilmiah,
data, tujuan, kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu di dasarkan
pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan
penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh
penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat di amati oleh
indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang
digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan
langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Data yang diperoleh melalui penelitian, adalah data empiris teramati yaitu
mempunyai kriteria tertentu dalam hal ini valid dan reliabel. Valid menunjukkan derajat
ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat
dikumpulkan oleh peneliti. Reliabel berkenaan dengan derajat konsistensi keajegan data
dalam interval waktu tertentu.

Secara umum tujuan penelitian ada tiga macam, yaitu :

1) Penelitian yang bersifat penemuan, berarti data yang diperoleh dari penelitian
itu adalah data yang betulbetul baru yang sebelumnya belum pernah diketahui.
Contoh : menemukan metode penjualan baru (metode tersebut belum pernah
ada) yang terbukti efektif dan efisien yaitu dalam waktu singkat barang yang
dijual lebih cepat habis.
2) Pembuktian, berarti data yang diperoleh itu di gunakan untuk membuktikan
adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu. Contoh:
membuktikan model penjualan yang terbukti efektif di luar negeri apakah
efektif di Indonesia atau tidak.
3) Pengembangan, berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah
ada. Contoh : mengembangkan metode penjualan yang telah ada sehingga lebih

19
efektif. Secara umum data yang telah diperoleh dari penelitian, dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.
Memahami berarti memperjelas suatu masalah atau informasi yang tidak
diketahui dan selanjutnya menjadi tahu. Penelitian yang akan digunakan untuk
memahami masalah misalnya penelitian tentang sebabsebab mengapa setelah
72 tahun Indonesia merdeka tetapi sumberdaya manusia kita dalam bidang
bisnis kalah dengan negara tetangga. Memecahkan berarti meminimalkan atau
menghilangkan masalah. Penelitian yang bersifat memecahkan masalah
misalnya penelitian untuk menemukan model pendidikan bisnis yang efektif
yang dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia dalam
bidang bisnis.

Walaupun para ahli metodologi penelitian belum sepakat dalam menempatkan


bidang penelitian atau jenisnya, namun secara umum penelitian yang dapat dilakukan di
dunia ilmu pengetahuan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penggolongan Menurut Tarafnya atau Menurut Kemampuan Menjelaskan


Obyek yang Diteliti. Penelitian deskriptif (descriptive research). Penelitian
Inferensial (inferencial research)
2. Penggolongan Menurut Bidangnya
Penggolongan ini berkaitan dengan berbagai bidang ilmu. Makin berkembang
cabang-cabang ilmu pengetahuan makin bertambah juga penggolongan ini.
3. Penggolongan Menurut Tujuan Umumnya
Penelitian untuk menemukan (explorative research). Penelitian
pengembangan (developmentre search) Penelitian verifikasi.
4. Penggolongan Menurut Tempatnya
Penelitian labolatorium, Penelitian perpustakaan, dan Penelitian
lapangan.
5. Penggolongan Menurut Pemakaiannya
Penelitian terapan (Applied Research), dan Penelitian murni (Pure Research)
6. Penggolongan Menurut Pendekatannya Penelitian dengan partisipasi
(partisipation approach), Penelitian dengan pendekatan longitudinal
(longitudinal approach), Penelitian dengan pendekatan Cross Sectional
(Cross Sectional Approach).

20
Bagian Kedelapan

RANCANGAN PENELITIAN

Berdasarkan rancangannya penelitian dapat dibagi atas dua kelompok “ex-post


facto,”dan “experimental design”.

A. Expost Facto
Rancangan penelitian seperti ini, secara umum atau kebanyakan dilakukan pada
penelitian sosial, karena obyek penelitian dengan fenomena yang sudah terjadi.
Peneliti tinggal mencari sebabnya, karena akibatnya yang sudah ada. Penelitian
seperti ini, walaupun peneliti berhasil menemukan sesuatu yang baru, namun terkait
kepada kepercayaan peneliti terhadap hasil penelitian yang diukur dari kesalahan
tertentu karena banyaknya faktor yang sering berpengaruh. Apalagi menggunakan
metode sampling dengan tingkat kepercayaan untuk bidang sosial, berkisar 80-95
persen, atau dengan tingkat kepercayaan minimal 90 persen dan maksimalnya 95
persen. Artinya kesalahan yang ditolerir adalah 5-10 persen. Dengan demikian tingkat
kebenaran hasil penelitian, hanya berkisar 90-95 persen. Dengan asumsi datanya
akurat dan proses pengukuran, pengolahan dan semua kegiatan yang dilakukan adalah
valid. Penelitian seperti ini kebanyakan dikaitkan dengan metode samplingnya. Inilah
yang harus diakui oleh peneliti dibidang sosial, yang secara umum sangat sulit
menguasai semua faktor yang menjadi sebab dari sebuah peristiwa atau fenomena
sosial.
B. Rancangan Eksperimen
Rancangan penelitian eksperimen pada umumnya berkaitan dengan penelitian sains
(eksakta). Karena itu penelitiannya diikuti dengan rancangan perlakuan, dan biasanya
terbentuk dalam tiga tahap yaitu pra eksperiment, kuasi eksperiment, dan true
eksperiment. Adapun rancangan analisisnya adalah berdasarkan kepada:
1) Simple randomize
2) Group within treatmen
3) Random replication
4) Factorial design

Rancangan penelitian eksperimen dengan analisis dan statistik yang akurat, tingkat
kebenarannya akan lebih tinggi dari penelitian bidang sosial, karena kemampuannya
dalam mengontrol faktor-faktor penting atau variabel yang diteliti, yang sangat sulit

21
untuk penelitian sosial, Penelitian dengan rancangan eksperimen dengan data yang
akurat, dan prosesnya benar, tingkat kepercayaan yang ditetapkan boleh mencapai 99
persen atau α =0,01. Artinya kesalahan yang dapat ditolerir hanya satu persen. Namun
demikian peneliti sebaiknya tetap rendah hati, tidak berbangga dengan hasilnya yang
diperoleh, karena kebenaran sains pun masih dalam koridor kebenaran teoritis yang
bisa diuji setiap waktu.

Bagian Kesembilan

METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam berbagai penelitian ilmiah, metode pengumpulan data menjadi keniscayaan


untuk dipahami oleh setiap peneliti. Adapun metode pengumpulan data yang paling
populer sekurang-kurangnya ada tiga bentuk, yaitu :

A. Metode Survei
Metode ini kebanyakan menggunakan cara dengan menetapkan sampel, alasannya
sebagai berikut:
1) Ukuran populasi yang cukup besar atau tersebar dalam wilayah yang luas. Seorang
peneliti yang handal sekalipun tetap memiliki daya jangkau yang terbatas. Karena
itu tidak mungkin dapat mencapai hasil yang maksimal jika memaksakan diri
untuk menjangkau populasi yang besar atau populasi yang tersebar diseluruh
penjuru alam. Maka pemilihan sampel (perwakilan) menjadi keniscayaan bagi
peneliti.
2) Percobaan yang sifatnya merusak. Bila penelitian bersifat percobaan yang
merusak, maka tidak ada pilihan lain bagi peneliti kecuali, menetapkan sampel
karena tidak mungkin melakukan penelitian yang akan merusak populasi. Sebagai
contoh seorang peneliti yang bermaksud meneliti daya tahan balon lampu dari
beberapa merek, maka peneliti hanya mengambil beberapa unit dari masing-
masing merek untuk diuji dan secara ilmiah harus di yakini bahwa setiap unit balon
dengan merek masing-masing telah mewakili kelompoknya. Dengan demikian
yang dirusak hanya yang menjadi sampel.
3) Masalah ketelitian Meneliti banyak atau sedikit memerlukan ketelitian yang akurat
namun jumlah yang lebih banyak memerlukan curahan perhatian dengan ketelitian
yang lebih besar. Artinya seorang peneliti dalam suatu penelitiannya sering
diperhadapkan dengan jumlah atau obyek yang terlalu banyak. Karena itu demi

22
alasan ketelitian yang lebih akurat maka penetapan sampel lebih mudah diterima,
apalagi kalau hasilnya memang akan lebih baik jika ketelitiannya tinggi.
4) Masalah biaya Makin besar populasi, atau makin besar wilayah yang diteliti makin
besar pula biaya yang diperlukan. Karena itu kalau dengan sampel hasil yang
diharapkan juga dapat dicapai. Mengapa yang harus diteliti populasi, karena
dengan sampel dapat dihemat biaya, berarti pula dapat mencapai hasil sama
dengan biaya yang lebih murah.
5) Masalah waktu Siapapun yang menjadi peneliti pasti memiliki waktu yang
terbatas apalagi bagi calon sarjana S1 yang sudah tentu masa penelitiannya sangat
ketat. Disamping tugas-tugas lain calon peneliti S1 tak perlu menghabiskan waktu
yang terlalu lama untuk penelitiannya karena penelitian tidak harus menemukan
hal baru. Dengan kebenaran metodologi yang dicapai sudah cukup memadai bagi
seorang peneliti pemula di S1, akan tetapi tidak juga berarti bahwa tidak boleh
menemukan yang baru. Artinya penelitian yang menghasilkan penemuan pasti
lebih tinggi nilainya, namun penelitian tidak hanya di S1, masih dapat dilakukan
lagi pada penelitian S2 dan S3. Karena itu tidak perlu banyak membuang waktu
(wasting time) ketika peneliti masih berstatus sebagai peneliti pemula dijenjang S1.
6) Faktor ekonomis Peneliti dengan obyek yang homogen, hanya membuang-buang
biaya kalau tidak menggunakan sampel. Karena itu penetapan sampel adalah
keharusan, jika biaya hendak dihemat, dengan hasil yang tidak berbeda bila semua
unit populasi yang diteliti. Inilah yang dikenal dengan mencapai tujuan dengan
biaya minimal (efisien).

B. Metode Observasi
Baik dengan cara sensus, maupun dengan cara sampling, setiap peneliti dapat memilih
metode ini. Dengan segala kekurangannya metode ini masih cocok digunakan dalam
bidang sains, maupun bidang-bidang sosial. Metode ini melakukan penelitian dengan
pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematik, sesuai dengan fenomena yang
diteliti, namun dalam arti yang luas, abservasi tidak hanya berarti sebagai pengamatan
langsung melainkan juga pengamatan tidak langsung melalui daftar pertanyaan
(questionaire) dan uji (test). Untuk menjadikan pembahasan ini lebih fokus maka titik
berat uraian adalah dalam arti pengamatan langsung.
Beberapa ahli termasuk Good dkk, 1976 menulis metode observasi dengan ciri-ciri
sebagai berikut:

23
1) Ciri-ciri Observasi (1) Observasi mempunyai arah yang khusus, bukan dengan cara
yang tidak teratur yang hanya bersifat umum. (2) Observasi ilmiah tentang tingkah
laku, dilakukan dengan sistematik berencana dan bukan untuk untung-untungan.
(3) Observasi bersifat kuantitatif, dengan mencatat jumlah dan tipe-tipe tingkah
laku tertentu. (4) Observasi melakukan pencatatan dengan segera, bukan
mengandalkan pada ingatan saja (5) Observasi memerlukan keahlian. (6) Hasil
observasi dapat dicek, dan dibuktikan dengan tingkat realibilitas dan validitas yang
jelas. Karena observasi adalah proses yang melibatkan pisik dan psikis maka tidak
menutup kemungkinan terdapat beberapa kelemahannya, apalagi yang diandalkan
dalam observasi, hanya pengamatan dan penglihatan saja. Dengan demikian
sumber-sumber kesesatan tersebut harus diketahui dengan pasti sehingga dapat
dieliminir dalam melakukan observasi.
2) Sumber-sumber kesesatan dalam metode observasi Pengamatan dengan indra mata
dan telinga. Sang peneliti harus yakin bahwa penglihatan dan pendengarannya
adalah normal, sehingga mampu menangkap fakta dengan benar. Dengan
terbatasnya penglihatan dan pendengaran berkaitan dengan kompleksnya obyek
yang diteliti, maka sang peneliti harus melakukannya dengan cara sebagai berikut:
(1) Menyediakan waktu yang lebih banyak sehingga obyek yang kompleks,
tersebut dapat diamati dalam waktu yang lebih lama dengan mengamati berbagai
segi yang dikehendaki sang peneliti, (2) Menggunakan tenaga (observer) yang
lebih banyak sehingga obyek yang kompleks dapat diamati oleh orang banyak
dengan lebih cermat, (3) Menetapkan lebih banyak obyek sains, sehingga sang
peneliti memiliki banyak cadanngan yang dapat digunakan sebagai pembanding
kebenaran fakta yang diungkap.
Selanjutnya metode observasi juga melibatkan faktor psikis, dengan kebiasaan
sang peneliti akan mampu mempengaruhi fakta yang ditelitinya. Karena kebiasaan
sang peneliti, fakta yang disimpulkannya boleh jadi, yang hanya di inginkannya.
Dengan daya adaptasinya sang peneliti akan merasa biasa dengan apa yang
ditelitinya.Karena itu yang lengah tak dapat menangkap fakta yang sesungguhnya
atau yang sedang dicari, sehingga sang peneliti harus bersikap baru dalam bidang
yang telah lama beradaptasi, supaya lebih semangat dalam mencari fakta yang
sebenarnya. Dengan prasangka peneliti bisa terjerumus dalam situasi yang tidak
sesuai fakta. Dengan demikian peneliti tidak boleh berprasangka dulu, dengan
fakta atau obyek yang menjadi target penelitiannya. Untuk membantu keberhasilan

24
peneliti dalam melakukan observasi terhadap apa yang hendak diungkapkannya,
maka sang peneliti perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : (1)
Memperbanyak pengetahuan tentang obyek yang telah di kaji. (2) Menggunakan
observer yang lebih banyak. (3) Memusatkan perhatian hanya pada informasi yang
relevan saja. (4) Mengadakan pencatatan yang baik (5) Menggunakan alat mekanis
yang bekerja atau berfungsi dengan baik seperti recorder, kamera dan semua alat
moderen yang terbaik yang dapat membantu dalam pengamatan.

C. Metode Studi Kasus


Metode ini dilakukan oleh para peneliti yang hanya bertujuan untuk menyelidiki secara
mendalam kasus-kasus tertentu yang pada umumnya bukan untuk tujuan generalisasi.
Dengan demikian setiap fakta akan menjadi data yang bisa mengungkap secara
mendalam tentang kasus yang sedang diteliti. Kesimpulan studi ini adalah hanya
berkaitan langsung dengan obyek studi yang sedang didalami. Dengan metode ini juga
dapat dikembangkan untuk menemukan teori-teori baru atau untuk mengembangkan
berbagai pemaknaan yang berkaitan dengan obyek studi.

Bagian Kesepuluh

BEBERAPA TEKNIK OBSERVASI

Setiap peneliti yang memilih metode observasi, harus berada dalam kondisi prima
dengan kesiapan waktu yang lebih lama. Adapun teknik yang dapat digunakan
sekurangkurangnya sebagai berikut:

1) Observasi partisipasi Tehnik ini secara umum lebih banyak digunakan pada
penelitian yang bersifat eksploratif. Tehnik observasi partisipan berarti, sang
peneliti (obsever) tidak hanya mengamati tetapi juga terlibat langsung dalam
kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang diobservasi. Penelitian
antropologi, sosial, ekonomi, merupakan bidang yang paling populer dengan
observasi partisipan, sebagai contoh: jika seorang peneliti ingin mengungkap
sebab-sebab kemiskinan suatu masyarakat yang sangat tertinggal
perekonomiannya, maka sang peneliti dapat berpartisipasi dengan kegiatan
mereka dalam semua aspek yang berpengaruh dalam produktifitasnya.

25
2) Observasi sistematik Observasi ini, telah diatur sedemikian rupa rencana
pelaksanaannya, sehingga lebih dikenal sebagai observasi struktur (structure
observation).
3) Observasi experimental
Pada observasi partisipasi, observer adalah pengamat atau pelaku yang harus ikut
arus atau dinamika dari obyek yang menjadi observasi. Tidak ada kemampuan
untuk mengendalikan situasi atau observe karena memang, justru situasi inilah
yang di inginkannya, namun pada observasi eksperimental, sepanjang diharapkan
oleh penelitinya, untuk perlakuan-perlakuan tertentu, dengan melakukan
pengaturan terhadap observe sehingga tujuan penelitiannya lebih mudah dicapai,
atau lebih maksimal untuk diuji hasilnya.

Dalam book reeport ini penulis hanya menyajikan sepuluh bagian yang memang
dianggap penting sebagai bahan untuk penelitian baik secara teori dan praktik.

26

Anda mungkin juga menyukai